Induksi Umbi Mikro Kentang Dengan Kultur Jaringan

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

TOPIK 5

INDUKSI UMBI MIKRO KENTANG DENGAN KULTUR JARINGAN

Disusun Oleh :
Galvan Yudistira (A24070040)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Botani Tanaman Kentang

Tanaman kentang merupakan tanamn dikotil yang menghasilkan umbi.


Kentang komersial memiliki genom tetraploid (2n=4x=48) sedangkan 70% dari
kentang liar adalah diploid (2n=2x=24) dengan sifat self incompatible dan sekitar
15% adalah tetraploid dengan sifat self fertil (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998
dalam Kusumaningrum, 2007). Tanaman kentang yang dibudidayakan di seluruh
dunia dapat digolongkan ke dalam dua kelompok sub spesies yaitu S. tuberosum
susp. tuberosum yang beradaptasi terhadap hari panjang dan S. tuberosum subsp.
Andigena yang beradaptasi terhadap hari pendek (Wattimena, 2000 dalam
Kusumaningrum, 2007). Ahli botani mengklasifikasikan kentang dalam Divisi
Spermathophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dycotyledon, Ordo Tubliforae
(tanaman berumbi), Famili Solanaceae (tanaman berbunga seperti termpet), Genus
Solanum (daun mahkota saling berlekatan), dan Spesies Solanum tuberosum L.
Tanaman ini merupakan terna tahunan pendek, berbatang lemah tetapi
bercabang banyak berwarna hijau, kemerahan atau ungu. Daun menyirip majemuk
dengan lembar daun berbingkai yang memiliki ukuran, bentuk, dan tekstur yang
seragam. Daun pertama merupakan daun tunggal, daun berikutnya yang muncul
merupakan daun majemuk dengan anak daun primer dan anak daun sekunder
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998 dalam Kusumaningrum, 2007). Bunga bersifat
protogeni (putik lebih cepat masak daripada tepungsari), zygomorph (mempunyai
bidang simetris), dan hermaprodite (Rukmana, 1997 dan Tjitrosoepomo, 1997
dalam kusumanigrum, 2007). Bunga kentang juga tidak menghasilkan madu dan
sebagian besar bunga menyerbuk silang dengan perantara angin dan serangga
(Thompson and Kelly, 1957 dalam Kusumanigrum, 2007).
Perakaran kentang berupa akar tunggang dengan banyak akar lateral.
Umbi kentang merupakan unbi batang yang berasal dari pembengkakan ujung
stolon, tetapi tidak semua stolon menghasilkan umbi. Stolon adalah batang yang
berwarna putih, merah muda, ungu, dan biru, sedangkan warna daging umbi
biasanya kuning atau putih. Bnetuk umbi juga beragam, ada yang memanjang dan
bulat ( Rubatzky dan Yamaguchi, 1998 dalam Kusumaningrum, 2007).

Perbanyakan Kentang secara Invitro

Kultur jaringan atau yag biasa disebut juga kultur in vitro merupakan suatu
metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok
sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman utuh kembali (Gunawan, 1998 dalam Kusumaningrum, 2007). Dasar
pemikiran teknik kultur jaringan adalah teori totipotensi sel , yaitu kemampuan
sel tumbuhan membentuktanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan
yang sesuai. Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki oleh bagian
tanaman yang masih juvenil , muda, dan banyak dijumpai pada daerah
meristematik (Santoso dan Nursandi, 2003 dalam Kusumanigrum, 2007).
Keunggulan sistem mikropropagasi tanaman adalah dapat meghasilkan propagul
tanaman dalam julah banyak dalam waktu singkat bebas hama dan penyakit
(sistemik dan non sistemik) serta identik dengan induknya (Wattimena, 2000
dalam Kusumaningrum, 2007).
Secara klonal tanaman kentang dapat diperbanyak dengan umbi bibit,
umbi mini, true potato seed (TPS), umbi mikro, maupun stek mikro. Tujuan dari
perbanyakan mikro kentang adalah memproduksi sejumlah besar bahan tanaman
dengan gen identik, produksi tanaman bebas virus, produksi senyawa metabolit
sekunder (solasodine pada kentang), perbaikan tanman (manipulasi jumlah
kromosom, polinasi in vitro, penyelamatan embrio) dan pelestarian plasma nutfah
(Wattimena, 1992 dalam Kusumaningrum, 2007).
Menurut Wattimena (2000) dalam Kusumaningrum (2007)
mikropropagasi kentang dapat berupa stek mikro dan umbi miro. Stek mikro
berasal dari perbanyakan stek buku tunggal pada media MS padat tanpa ZPT. Stek
mikro dapat digunakan untuk memproduksi umbi bibit atau umbi mini. Hussey
dan Stacey (1981) menyatakan bahwa laju perpanjangan dan penebalan batang,
jumlah buku, dan morfologi tunas mikro dipengaruhi oleh panjang hari ,
intensitas cahaya dan suhu. Selanjutnya Hutabarat (1994) dalam Kusumaningrum
(2007) menyatakan bahwa kondisi suhu optimum pembentukan buku adalah 20-
25°C dengan penyinaran terus-menerus. Semakin lama penyinaran akan membuat
batang tunas mikro kentang semakin tebal dan pendek. Batang yang tebal dan
pendek lebih muda disubkultur daripada batang yang panjang dan kurus.

Pengumbian Mikro

Armini et. Al. (1992) dalam Kusumaningrum (2007) menyatakan bahwa


umbi mikro adalah umbi kecil dengan bobot basah 50-150 mg/umbi yang
dihasilkan secara in vitro (aseptik). Wattimena (1992) dalam Kusumaningrum
(2007) juga menyatakan bahwa kriteria umbi mikro berkualitas baik adalah umbi
dengan bobot basah lebih dari 100 mg per umbi dan atau berdiameter 5-10 mm
serta mempunyai bahan kering lebih dari 14%. Menurut Wattimena (1986) dalam
Kusumaningrum (2007) umbi mikro dapat tumbuh secara langsung dari ketiak
tunas eksplan dan secara tidak langsung pada ketiak atau termninal tnas baru,
sedangkan Appeldoorn (1999) dalam Kusumaningrum (2007) menyatakan bahwa
umbi mikro dapat diinisiasi dari sub apikal stolon, tunas meristem, tunas apikal
dan atau tunas aksilar.
Eksplan untuk pembentukan umbi mirko dapat berupa batang, umbi, dan
stek mikro buku tunggal (Espinoza, 1986). Sedangkan menurut Roca et al. (1987)
dalam Kusumaningrum (2007), eksplan berupa meristem dan tunas pucuk kentang
sering digunakan karena memiliki kestabilan genetik tinggi. Ukuran eksplan juga
berpengaruh terhadap keberhasilan kultur dimana ukuran eksplan yang lebih
besarlebih menguntungkan karena jumlah steknya lebih banyak sehingga
keberhasilannya lebih besar (Winata, 1987 dalam Kusumaningrum, 2007).
Menurut Wetherell (1982) dalam Kusumaningrum (2007), kondisi
aseptik , kelembaban nisbim suhu ruang simpan, dan penyinaran yang sesuai perlu
dijaga dalam masa kultur in vitro. Lingkungan terbaik untuk pengumbian in vitro
adalah lingkungan bersuhu 15-20°C dan tanpa cahaya (Wattimena, 1983 dalam
Kusumaningrum, 2007). Secara umum pengumbian juga dipercepat oleh hari
pendek (Thompson and Kelly, 1957 dalam Kusumaningrum, 2007).
Ahli fisiologi tumbuhan mengungkapkan empat tahap pembentukan umbi,
yaitu induksi dan pertumbuhan awal stolon, pertumbuhan stolon (pemanjangan
dan pembentukan cabang), berhentinya pertumbuhan membujur, dan induksi serta
pertumbuhan awal umbi yang menghasilkan pertumbuhan melebar pada ujung
stolon membentuk umbi (Riksanto, 2003 dalam Kusumaningrum, 2007). Menurut
Wattimena et al (1992) dalam Kusumaningrum (2007) terdapt empat tahap
persiapan umbi mikro untuk sampai ke lapang, yang terdiri dari produksi tunas
mikro secara aseptis (4 minggu) dan produksi umbi mikro (8 minggu), kenudian
tahap non aseptis yaitu pertunasan umbi mikro (8-16 minggu) dan pembuatan
semai atau seedling (4-6 minggu).

Media Pengumbian Mikro

Media merupakan salah satu faktor yang menetukan keberhasilan dalam


teknbik kultur jaringan. Media kultur yang memenuhi syarat adalah media yang
mengandung nutrisi makro, unsur mikro, sumber tenaga (pada umumnya sukrosa),
vitamin, zat pengatur tumbuh, dan pengkelat. Terdapat tiga jenis media dalam
kultur invitro, yaitu media padat, media cair, dan media semi padat. Gunawan
(1998) dalam Kusumaningrum (2007) menyatakan bahwa formulasi media kultur
jaringan yang banayak digunakan adalah Murashige dan Skoog (MS). Media ini
mengandung 40 Mm Nitrogen dalam bentuk NO3 dan 29 Mm dalam NH4+ .
Kandungan ini lima kali lebih tinggi dari N total pada media Miller, 15 kali lebih
tinggi dari media tembakau Hildebrant dan 19 kali lebih tinggi dari media White.
Roca et al. (1987) dalam Kusumaningrum (2007) menyatakan bahwa tunas
puncuk kentang yang ditanaman pada media agar 0,7% b/v (media padat) tumbuh
lebih cepat daripada yag macam media yang ditumbuhkan di media cair.
Sedangkan media untuk pengumbian adalah satu macam media (padat atau cair)
dan dua macam media (padat-cair atau cair-cair). Pada sistem satu media, eksplan
buku tunggal langsung dikulturkan pada media pengumbian, sedangkan pada
sistem dua media eksplan dikulturkan selama 3-4 minggu pada media pertunasan
(cair atau padat) setelah itu media pengumbian ditungkan kedalam plantlet yang
tumbuh pada media tunas. Hasil penelitian Wattimena (1983) dalam
Kusumaningrum (2007) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian
secara invitro akan mengasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan presentase
bahan kering yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengumbian Secara In Vitro

Fotoperiodisme singkat dan penambahan retardan seperti cycocel di dalam


medium akan mengurangi bobot kering dari eksplan dan ukuran umbi mikro serta
menyebabkan kondisi dormansi yang sama pada jumlah K+ yang saa dalam umbi
mikro (Vecchio et al., 2000 dalam Hartanto, 2009). Faktor yang mempengaruhi
mikro pada dua varietas kentang, E-potato 1 dan Mira adalah kortex, perimedilla
dan jaringan pati yang memberikan kontribusi 30 sampai 65 % dan meningkatkan
3% volume dari umbi mikro masak secara berturut turut (Jun dan Chonghua, 2001
dalam Hartanto, 2009).
Perlakuan long day (LD) terbukti menghambat perkembangan umbi
mikro dahlia tetapi meningkatkan bobot kering tunas. Perlakuan short day (SD)
menunjukkan 156% dari total konsentrasi fruktan (inulin) meningkat
dibandingakan perlakuan LD. Pengaruh perlakuan LD adalah sangat mengurangi
konsentrasi sukrosa dibandingkan perlakuan SD (Legnani dan Miller, 2001 dalam
Hartanto, 2009).
Pembentukan umbi juga dipengaruhi oeh medium padat dan
kepadatannya. Media MS dasar yang mengandung 1 g/l gelrite cocok untuk
pembentukan umbi mikro dari batang tanaman Chinese yam (Shin et al., 2004
dalam Hartanto, 2009). Tanaman secara alami memprodusi umbi mikro (juga
dapat diinduksi ) untuk memproduksi mimiatur dari organ penyimpanan di dalam
media berisi sitokinin dengan konsentrasi yang tinggi (Babu et al., 2005 dalam
Hartanto, 2009).

Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah melatih mahasiswa cara menginduksi umbi
mikro kentang secara in vitro dengan metode padat dan cair.
METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada 20 Oktober 2009 s.d. 15 Desember 2009
di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. Bahan dan Alat


Bahan tanaman yang digunakan berupa 5 stek buku tunas kentang yang
telah ditumbuhkan dalam satu botol kultur. Media pengumbian dari komposisi
media MS cair dengan konsentrasi NH4NO3 setengah konsentrasi, ditambahkan
gula 90 g/l, Caumarin 25 mg/l, BA 5 mg/l, dan air kelapa 25%. Sedangkan alat
yang diperlukan dalam praktikum ini adalah pinset, scalpel, lampu Bunsen, botol
kultur, cawan petri, karet, plastik, laminar air flow cabinet, dan ruang gelap
dengan suhu 200C sebagai tempat penyimpanan.

C. Metode
Planlet kentang dipotong di dalam cawan petri. Setiap eksplan
mengandung satu buku yang membawa satu mata tunas aksilar. Eksplan ditanam
dalam media MS0 sebanyak 5 eksplan per botol. Setiap botol diberi nama varietas
kentang dan tanggal tanam. Lalu disimpan di ruang kultur bersuhu 230C,
denganpencahayaan 1000 lux dan lama penyinaran 16 jam sehari. Penyimpanan
kultur dilakukan selama 4 minggu.
Tutup botol planlet kentang yang telah berumur 4 minggu dibuka di
dalam laminar air flow cabinet. Media dituangkan ke dalam botol secara
perlahan- lahan. Botol yang telah diberi media ditutup kembali. Selanjutnya
disimpan dalam ruang gelap dengan suhu 200C untuk pengumbian selama 8
minggu.
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kultur yang terkontaminasi, saat
mulai terbentuk bakal umbi mikro, jumlah planlet yang berumbi hingga 12
minggu, jumlah umbi per botol dan per planlet, bobot umbi per boto dan per
planlet, dan diameter umbi.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil dari pengamatan terhadap penginduksian umbi mikro


kentang secara in vitro dengan kultur jaringan tanggal 20 Oktober 09.

Ket : (1 MST = 27 Oktber 2009)

Tabel1. Jumlah kultur yang terkontaminasi


Kelompok Jumlah kultur yang terkontaminasi
  1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 8 MST
1 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0
3 0 10 10 10 10 10 10
4              
5 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0   0  
7 1 1 1 1 1 1 1
8 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0
10 1 1 1 1 1 1 1
11 0 0 0 0 0 0 0
12 1 1 1 1 1 1 1
0.3 ± 1.3 ± 1.3 ± 1.3 ± 1.3 ± 1.3 ± 1.3 ±
µ ± sd 0.483 3.093 3.093 3.093 3.093 3.093 3.093

Tabel2. Saat Terbentuk Bakal Umbi Mikro


Kelompok Waktu terbentuk bakal umbi mikro
1 3 MST
2 3 MST
3 1 MST
4  -
5 3 MST
6 2MST
7 3 MST
8 3 MST
9 -
10 2 MST
11 3 MST
12 3 MST
µ ± sd 2.56 ± 0.726 MST
Tabel3. Jumlah Planlet yang Berumbi
Kelompok Jumlah planlet yang berumbi
  1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 8 MST
1 1 1 1 2 2 3 3
2 5 5 5 5 5 5 5
3 1 1 1 2 2 4 4
4              
5 0 0 0 2 3 4 6
6 4 7 11 17 17 17 17
7 0 0 5 7 7 9 9
8 0 0 3 4 4 5 7
9 0 0 0 0 0 0 0
10 0 1 1 3 5 5 5
11 3 3 4 5 5 5 4
12 0 0 1 3 4 5 7
1.4 ± 1.8 ± 2.9 ± 4.6 ± 5 ± 5.7 ± 6 ±
µ ± sd 1.897 2.440 3.446 4.788 4.667 4.547 4.546

Tabel4. Jumlah Umbi per Botol dan per Planlet


Kelompok Jumlah umbi per botol Jumlah umbi per planlet
1 15 3
2 11 2
3 4 1
4    
5 9 1
6 12 2
7 9 1
8 11  
9 0 0
10 14 3
11 8 2
12 10 1
µ ± sd 9.363 ± 4.295 1.6 ± 0.966

Tabel5. Bobot Umbi per Botol dan per Planlet


Bobot umbi per planlet
Kelompok Bobot umbi per botol (gram) (gram)
1 1,321 0,331
2 0,556 0.1688
3 0,415 0.0323
4    
5 0,3 0,13
6 0,299 0,062
7 0,278 0,03
8    
9 0 0
10 0,158 0,038
11 0,669 0,083
12 0,661 0,066
µ ± sd 0.488 ± 0.432 0.1164 ± 0.1295

Gambar1. Umbi Mikro Kentang

Kontaminasi adalah salah satu gangguan yang sering terjadi dalam


kegiatan kultur jaringan, hal ini biasanya disebabkan karena seringnya ekplan
kontak dengan udara luar . Kontaminasi tersebut bisa terjadi karena beberapa
faktor antara lain: cendawan, bakteri, ragi, dan virus (Evans et al. 2003).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa terdapat kultur
yang tidak terkontasminasi sebanyak 7 kelompok dan kontaminasi terjadi mulai 1
MST. Sedangkan yang tidak terkontaminasi terdapat 10 kelompok. Kontaminasi
ini dapat terjadi karena adanya cendawan atau bakteri yang terbawa pada saat
menuangkan media untuk pengumbian ke dalam botol.
Menurut Wattimena dan Purwito (1989) pada tahap awal pengumbian
terjadi pembesaran dan pembengkakan umbi umbi yang merupakan akibat
pembelahan dan pembesaran sel yang berfungsi sebagai sel- sel penyimpan yang
baru. Konsentrasi sukrosa yang tepat dalam mempercepat pembentukan umbi
pada kentang adalah konsentrasi 90 g/l sukrosa (Wattimena dan Purwito, 1989),
sehingga dalam percobaan ini kami menggunakan kosentrasi 90 g/l sukrosa.
Pemberian Caumarin berpengaruh nyata terhadap tinggi plantlet, jumlah cabang,
jumlah buku, jumlah akar, waktu pembentukan umbi, dan berat kering umbi
(Amalia dkk (2003). Pada praktikum ini kami menggunakan Caumarin 25 mg/l.
Pada pengamatan terlihat bahwa umbi mikro pertama muncul pada 1 MST,
sedangkan umbi mikro serentak pada semua kelompok terjadi pada 3 MST.
Proses pembentukan umbi kentang tidak hanya terbatas pada stolon, tetapi pada
setiap buku dari tanaman dapat membentuk umbi (Puspitaningtyas, 1988).
Dengan demikian waktu yang diperlukan tanaman dalam membentuk umbi secara
langsung di buku lebih cepat dibandingkan dengan umbi yang terbentuk di ujung
stolon.
Berdasarkan tabel 3, rata- rata jumlah planlet yang berumbi dari sepuluh
ulangan mulai 1 MST sampai 8 MST mengalami peningkatan. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan umbi mikro sangat baik dalam menyerap unsur hara
pada media kultur dan adanya penghambatan pertumbuhan vegetatif yang terjadi
dengan pemberian caumarin. Menurut Amalia, dkk, (2003) pemberian Caumarin
akan mempercepat masuknya tanaman ke fase generatif karena energi untuk
melakukan pertumbuhan tersebut diakumulasikan untuk pembentukan umbi.
Dengan demikian, plantlet yang diperlakukan dengan caumarin akan lebih banyak
yang dapat menghasilkan umbi.
Jumlah umbi mikro per botol terbanyak pada ulangan satu sebanyak 15,
dan pada ulangan sembilan tidak ada umbi mikro yang terbentuk. Jumlah umbi
mikro per planlet terbanyak dengan jumlah 3 terdapat pada ulangan 1 dan 10.
Perbedaan jumlah umbi mikro yang terbentuk pada setiap ulangan terjadi karena
adanya perbedaan faktor- faktor yang berpengaruh dalam pembentukan umbi.
Faktor penting yang memengaruhi pembentukan umbi adalah suhu, fotoperiode,
gula, nitrogen, sitokinin dan retardan atau zat penghambat tumbuh seperti
coumarin, CCC, maleik hidraze, alar, amo 1618, aspirin (Palmer dan Smith, 1970
dalam Puspitaningtyas, 1988 ; Wattimena, 1988 ; Davies, 1995 ).
Berat basah hampir seluruhnya disebabkan oleh pengambilan air
(Prawiranata et al., 1981). Ditambahkan oleh Sitompul dan Guritno (1995) bahwa
berat basah sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban dan kandungan air serta
lingkungan. Rata- rata bobot umbi per botol adalah 0,488 gram dan rata- rata
bobot umbi per planlet adalah 0,1164 gram. Menurut Harjadi (1993), kalau fase
generatif dominan atas fase vegetatifnya maka penumpukan karbohidrat dominan
atas pemakaiannya sehingga lebih banyak karbohidrat yang disimpan daripada
yang dipakai. Disamping itu, adanya sitokinin akan merangsang pembelahan sel
sehingga menghasilkan ruangan yang dapat digunakan sebagai tempat akumulasi
zat tepung. Dalam induksi umbi mikro diduga pada pengaruh sitokinin terhadap
metabolisme gula (Wattimena, 1992) dan peranannya dalam merangsang
pengumbian dengan mengatur aktivitas enzim yang mensintesa tepung terutama
enzim phosphorylase dan sintesis tepung (Mingo-Castle et al., 1976 dalam
Puspitaningtyas, 1988).
PENUTUP

A. Kesimpulan
Produksi umbi mikro kentang dapat dihasilkan secara in vitro dengan
menginduksi umbi mikro kentang dalam media padat cair di ruang gelap sehingga
dapat menggantikan produksi umbi kentang yang dihasilkan secara konvensional.
Dengan adanya teknik bibit umbi mikro kentang, dapat diperoleh kuantitas
tanaman dalam jumlah banyak, cepat, tidak terikat waktu, seragam, serta bebas
sari cendawan dan bakteri.

B. Saran
Umbi mikro kentang perlu dilakukan aklimatisasi, sehingga penyediaan
bibit umbi mikro kentang dapat dihasilkan secara cepat, banyak dan bebas
patogen serta dapat digunakan para petani untuk pertanian berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, D. 2009. Induksi Umbi Mikro Tanaman Daun Dewa (Gynura


pseudochina (Lour.)DC) Secara In Vitro Pada Bebarapa Konsentrasi Sukrosa
dan Retardan . Skripsi. Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

Kusumaningrum, I.S. 2007. Evaluasi Pertubuhan In Vitro dan Produksi Umbi


Mikro Beberapa Klon Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil Persilangan
Kultivar Atlantik dan Granola. Skripsi. Program Studi Hortikultura Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai