Makalah Pretreatment

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Pendahuluan

Crude Distillation Unit (CDU) beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan


berdasarkan titik didih komponen penyusunnya. Kolom CDU memproduksi produk LPG,
naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume feed, sedangkan produk lainnya
sebesar 40-50% volume feed berupa atmospheric residue.
Atmospheric residue pada kilang lama, yang tidak memiliki Vacuum Distillation
Unit/VDU, biasanya hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah atau dijual ke
kilang lain untuk dioleh lebih lanjut di VDU. Sedangkan pada kilang modern, atmospheric
residue dikirim sebagai feed Vacuum Distillation Unit atau sebagai feed Residuel Catalytic
Cracking (setelah sebagiannya di-treating di Atmospheric Residue Hydro Demetalization unit
untuk menghilangkan kandungan metal atmospheric residue).
Teori Crude Distillation Unit
1. Crude Oil Composition
Crude oil terdiri dari atom carbon dan hydrogen yang bergabung membentuk molekul
hydrocarbon. Berdasarkan struktur molekuler umum, hydrocarbon dikelompokkan menjadi 4
macam, yaitu paraffin, naphthene, aromatic, dan olefin.
1.1. Paraffin
Senyawa paraffin paling simple adalah methane (CH4). Contoh senyawa parafin lain
adalah ethane (C2H6) atau biasa disebut dry gas, propane (C3H8), butane (C4H10),
pentane (C5H12), hexane (C6H14), heptane (C7H16), octane (C8H18) dan seterusnya.
Molekul paraffin mempunyai formula standard CnH2n+2 dengan n adalah jumlah atom
carbon. Penamaan senyawa parafin mempunyai keunikan, yaitu diberi akhiran -ane.
1.2. Naphthene
Struktur hydrocarbon jenis ini lebih kompleks dari struktur hydrocarbon jenis paraffin
karena atom carbon tersusun dalam suatu cincin. Contoh struktur hydrocarbon jenis
naphthene adalah sebagai berikut.

1.3. Aromatik
Senyawa aromatik yang paling sederhana dan yang memiliki boiling point paling
rendah adalah benzene (C6H6). Senyawa ini serupa dengan senyawa naphthene dalam hal
struktur ring namun berbeda dalam hal jumlah atom hydrogen yang hanya satu yang terikat
pada atom carbon (naphthene memiliki 2 atom hydrogen yang terikat pada atom carbon).

1.4. Olefin
Olefin sangat jarang ditemukan dalam crude oil karena komponen ini merupakan
produk dekomposisi dari jenis hydrocarbon lainnya. Konsentrasi olefin terbesar ditemukan
dalam produk thermal cracking dan catalytic cracking.

Seperti pemberian nama pada jenis paraffin, penamaan jenis olefin mempunyai
keunikan. Jika senyawa memiliki 1 ikatan rangkap disebut dengan akhiran -ene (seperti
propene, butene) dan jika senyawa memiliki 2 ikatan rangkap disebut dengan akhiran adiene (seperti butadiene, propadiene).
1.5. Senyawa Lain
Selain mengandung senyawa-senyawa hydrocarbon seperti tersebut di atas, crude
oil juga mengandung senyawa-senyawa lain dalam jumlah kecil yang dikelompokkan
sebagai impurities, seperti sebagai berikut:
Salts/Garam
Senyawa garam yang paling banyak adalah senyawa chloride, seperti sodium chloride,
magnesium chloride, dan calcium chloride. Senyawa garam ini dapat membentuk asam
yang dapat menimbulkan korosi pada bagian atas kolom CDU. Senyawa garam juga bisa
menyebabkan plugging pada peralatan seperti heat exchanger dan tray kolom fraksinasi.

Senyawa sulfur
Jika sulfur content suatu crude tinggi disebut sour crude. Senyawa sulfur yang paling
ringan adalah hydrogen sulfide (H2S) yang selain korosif juga merupakan deadly gas.
Senyawa lain adalah mercaptan yang merupakan nama umum untuk paraffinic hydrocarbon
yang satu atom hydrogennya diganti dengan radikal SH. Senyawa sulfur lainnya
mempunyai struktur ring olefin dan biasanya diberi nama depan thio.
Metal
Jenis metal yang biasa ditemukan di crude oil adalah arsenic, lead (timbal), vanadium, nikel,
dan besi. Sebagian besar metal dalam umpan CDU akan keluar bersama atmospheric
residue. Arsenic dan lead merupakan racun paling mematikan dari katalis unit catalytic
reforming, sedangkan vanadium, nikel, dan besi akan mendeaktivasi katalis catalytic
cracking.

Sand, Mineral Matter and Water


Senyawa-senyawa ini dikelompokkan bersama sebagai Base Sediment and Water (BS&W),
dan biasanya berjumlah kurang dari 0,5 %wt total crude.
2. Aliran Proses Crude Distillation Unit
Process Flow Diagram CDU dapat dilihat pada gambar berikut:

2.1. Variabel Proses Crude Distillation Unit


Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi CDU adalah sebagai
berikut :
V.1. Flash Zone Temperature
Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin banyak yield produk yang
dihasilkan, dan sebaliknya semakin sedikit yield bottom CDU. Namun flash zone
temperatue tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan terjadinya thermal
decomposition/cracking
tergantung

jenis

umpan.
umpan.

Temperature
Pada

thermal

umumnya

decomposition/cracking
temperature

thermal

decomposition/cracking crude adalah sekitar 370 oC (UOP menyebutkan 385 oC).


Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan mengatur
Combined Outlet Temperatur/COT fired heater.
V.2. Temperature Top Kolom CDU
Temperature top kolom CDU diatur dengan mengembalikan sebagian naphtha yang
telah dikondensasi sebagai reflux kembali ke top kolom CDU. Jika temperature flash
zone dinaikkan, maka reflux rate harus dinaikkan untuk menjaga temperature top
tetap. Temperature top kolom merupakan salah satu petunjuk endpoint naphtha.
Untuk memperoleh endpoint overhead produk yang lebih rendah maka top
temperature harus diturunkan dengan cara menambah jumlah top reflux.
V.3. Tekanan Top Kolom CDU
Meskipun tekanan top kolom tidak pernah divariasikan, namun perubahan kecil pada
tekanan top kolom akan menghasilkan perubahan besar pada temperature pada
komposisi umpan yang tetap. Jika tekanan top kolom tidak dapat dijaga tetap dan
operasi CDU hanya mengandalkan quality control produk hanya berdasarkan
pengaturan temperature tray/temperature draw off, maka komposisi produk akan
berubah cukup signifikan. Pressure swing yang sangat sering akan membuat operasi
CDU menjadi tidak stabil. Untuk menjaga stabilitas tekanan top kolom maka
dipasang temperature controller yang di-cascade dengan flow top reflux.
V.4. Stripping Steam
Jumlah stripping steam (superheated) yang dimasukkan ke bottom tiap side cut
product stripper digunakan untuk menghilangkan uap ringan yang terlarut dalam
produk, yang akan menentukan flash point produk. Stripping steam dapat juga
dimasukkan ke bagian bawah/bottom kolom CDU sebagai pengganti reboiler dengan
fungsi sama, yaitu menghilangkan fraksi ringan yang ada dalam produk bottom
kolom CDU.
VI. Troubleshooting

Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di


Crude Distillation Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :

Feed dan Produk Crude Distillation Unit


Jenis umpan CDU dapat berupa sour crude atau sweet crude tergantung dari
disainnya. Penggunaan crude non-disain tetap dimungkinkan namun terlebih dahulu
harus dilakukan uji coba pemakaian untuk mengetahui efeknya terhadap unit-unit
dowstream.
Typical produk CDU adalah sebagai berikut :

Tingkat ketajaman pemisahan ditentukan berdasarkan gap antara 95% temperatur


distilasi ASTM fraksi dengan boiling point lebih rendah dan 5% temperatur distilasi
ASTM fraksi dengan boiling point lebih tinggi. Best practice gap tersebut adalah
sebagai berikut:
1

Straight run naphtha/Kerosene : 20 oF (11 oC).

Kerosene/Diesel : 10 oF (5,6 oC).

Pendahuluan
Hydrocracking merupakan unit proses kilang minyak bumi yang termasuk kelompok
secondary processing, yaitu proses downstream kilang minyak bumi yang
menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan produk-produknya. Walaupun
menggunakan katalis dan prosesnya meng-cracking umpan, namun seringkali
Hydrocracking tidak dikelompokkan ke dalam catalytic cracking. Seringkali istilah
catalytic cracking hanya diperuntukkan kepada unit-unit proses Fluid Catalytic
Cracking atau Residual Catalytic Cracking atau Residual Fluid Catalytic Cracking
(perbedaan

ketiganya

terutama

hanya

pada

jenis

umpannya).

Sedangkan

hydrocracking dikelompokkan terpisah, berdiri sendiri sebagai Hydrocracking.

Teori Hydrocracking
Hydrocracking merupakan proses mengubah umpan berupa minyak berat menjadi
produk-produk minyak yang lebih ringan dengan kehadiran hydrogen dengan
bantuan katalis dan menggunakan tekanan tinggi (hingga 100 s/d 200 kg/cm2;
umumnya 175 kg/cm2) dan temperatur medium (290 s/d 454 oC). Catalyst yang
digunakan berbasis silica alumina dengan kombinasi nikel, molybdenum, tungsten.
Feed hydrocracking yang umum adalah heavy atmospheric gas oil, heavy vacuum
gas oil, catalytically gas oil, atau thermally cracked gas oil. Feedstock ini diubah
menjadi produk-produk dengan berat molekul yang lebih ringan dan biasanya
dengan memaksimalkan produk naphtha atau distillates (kerosene atau diesel).

Reaksi Kimia Hydrocracking


Reaksi yang terjadi pada proses hydrocracking adalah :
Reaksi utama :
1

Hydrogenasi PNA (Poly Nucleic Aromatic)

Ring opening dan pemisahan rantai samping

Reaksi cracking paraffine

Reaksi lain
4

Isomerisasi (Senyawa cincin, rantai samping, paraffine)

Penjenuhan olefin

Penghilangan sulfur, nitrogen, oksigen

Konversi polynaphthene dan PNA

Akumulasi parafin di unconverted oil/UCO

Bersamaan dengan proses hydrocracking, impurities yang terkandung dalam feed,


seperti senyawa sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal juga dihilangkan. Selain
itu senyawa olefin juga dijenuhkan.
1

Penghilangan sulfur dilakukan dengan cara mengubah senyawa sulfur organic


menjadi hydrogen sulfide dan hydrocarbon.

Penghilangan nitrogen dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organic


menjadi ammonia dan hydrocarbon.

Penghilangan oksigen dilakukan dengan cara mengubah senyawa oksigen organic


menjadi air dan hydrocarbon.

Penghilangan halida dilakukan dengan cara mengubah senyawa halide menjadi


chloride acid dan hydrocarbon.

Penjenuhan olefin dilakukan dengan cara meng-hydrogenasi senyawa olefin menjadi


parafin. Tujuan penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat
penyimpanan (warna dan sediment).

Penghilangan metal : senyawa organik metal akan terdekomposisi dan metal akan
secara permanen diserap atau beraksi dengan katalis. Metal ini merupakan racun
katalis yang permanen (tidak dapat dihilangkan).
Semua reaksi di atas bersifat eksotermis sehingga temperatur akan naik saat feed
melewati unggun katalis (catalyst bed).
Urutan kemudahan reaksi yang terjadi di hydrocracking adalah sebagai berikut
(mulai dari yang paling mudah hingga yang paling susah) :

Penghilangan logam

Penjenuhan olefin

Penghilangan sulfur

Penghilangan nitrogen

Penghilangan oksigen

Penjenuhan cincin (heteroaromatic multiring aromatic monoaromatic)

Cracking naphthene (multiring naphthene mono naphthene)

Cracking parafin

Feed, Produk, dan Margin Hydrocracking


Dalam aplikasinya, umpan dan produk hydrocracking adalah sebagai berikut :

CATALYTIC REFORMING PROCESS/


PLATFORMING PROCESS
I. Pendahuluan
Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting
bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses
catalytic reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number
rendah menjadi komponen blending mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis
melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang dijadikan umpan catalytic reforming
harus di-treating terlebih dahulu di unit naphtha hydrotreater untuk menghilangkan
impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal yang merupakan racun
berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang tersusun dari platina.
Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogen yang
sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau jika masih
berlebih dapat juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired heater. Butane, byproduct lainnya, sering digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool.

Teori Catalytic Reforming


Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin,
naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi
aromatic dari naphthene dan paraffin.
Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin,
naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic
hydrocarbon yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic
reforming. Sebagian besar napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah
menjadi senyawa aromatic (reaksi ini merupakan reaksi dasar catalytic reforming).
Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk diubah menjadi aromatic. Untuk
aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah menjadi aromatic.
Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi tetap saja
berlangsung lambat dan inefisien. Gambar berikut menggambarkan konversi
hydrocarbon yang terjadi pada operasi typical catalytic reforming, yaitu untuk lean
naphtha (high paraffin, low naphtha content) dan untuk rich naphtha (lower paraffin,
higher naphthene content) :

Aliran Proses Catalytic Reforming

IV.1. Aliran Proses Semi-Regenerative Catalytic Reforming (Fixed


Bed Catalytic Reforming)
Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar berikut :

Variabel Proses Catalytic Reforming Unit


Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi Catalytic Reforming
adalah sebagai berikut :
V.1. Catalyst Type
Tipe katalis berpengaruh terhadap operasi catalytic reforming terutama dalam hal
basic catalyst formulation (metal-acid loading), chloride level, platinum level, dan
activator level.
V.2. Temperatur Reaksi
Catalytic reformer reactor catalyst bed temperature merupakan parameter utama
yang digunakan untuk mengendalikan operasi agar produk dapat sesuai dengan
spesifikasi. Katalis catalytic reformer dapat beroperasi hingga temperatur yang cukup
tinggi, namun pada temperatur di atas 560 oC dapat menyebabkan reaksi thermal

yang akan mengurangi reformate dan hydrogen yield serta meningkatkan kecepatan
pembentukan coke pada permukaan katalis.
Temperatur reactor dapat didefinisikan menjadi 2 macam, yaitu :
1

Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam
bed dikali temperature inlet bed).

Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam
bed dikali rata-rata temperatur inlet dan outlet).
Dari kedua macam definisi tersebut di atas, WAIT paling sering digunakan dalam
perhitungan karena kemudahan perhitungan, walaupun WABT sebenarnya adalah
ukuran yang lebih baik dari kondisi reaksi dan temperatur katalis rata-rata.

V.3. Space Velocity


Space velocity merupakan ukuran jumlah naphtha yang diproses untuk jumlah katalis
yang tertentu selama waktu tertentu. Jika volume umpan naphtha per jam dan
volume katalis yang digunakan, istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space
Velocity (LHSV). Sedangkan jika berat umpan naphtha per jam dan berat katalis
yang digunakan, maka istilah yang digunakan adalah Weight Hourly Space Velocity
(WHSV). Satuannya sama, yaitu 1/jam
Semakin tinggi space velocity atau semakin rendah residence time, maka semakin
rendah octane number (RONC) produk atau semakin rendah jumlah reaksi yang
terjadi pada WAIT yang tetap. Jika space velocity naik, untuk mempertahankan
RONC produk, maka kompensasi yang dilakukan adalah dengan menaikkan
temperatur reaktor.
V.4. Reactor Pressure
Sebenarnya lebih tepat mengatakan hydrogen partial pressure sebagai variabel
proses dibandingkan reactor pressure, namun untuk kemudahan penggunaan, maka
reactor pressure dapat digunakan sebagai variabel proses (hydrogen partial pressure
= purity hydrogen x tekanan reactor). Penyederhanaan ini dapat diterima karena
hydrogen yang ada dalam sistem merupakan produk samping reaksi sehingga juga
tergantung

tekanan

reaktor,

berbeda

dengan

di

unit

hydrocracker

yang

menggunakan supply hydrogen dari hydrogen plant.


Tekanan reaktor akan mempengaruhi struktur yield produk, kebutuhan temperatur
reaktor, dan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Menurunkan
tekanan reaktor akan meningkatkan jumlah hydrogen dan yield reformate,
mengurangi kebutuhan temperatur untuk membuat produk dengan octane number
yang sama, dan meningkatkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan
katalis.

V.5. Hydrogen/Hydrocarbon Ratio


Hydrogen/hydrocarbon ratio didefinisikan sebagai mol recycle hydrogen per mol
naphtha umpan. Kenaikan H2/HC ratio akan menyebabkan naphtha melalui reaktor
dengan lebih cepat (residence time lebih singkat), sehingga akan menurunkan
kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis dengan pengaruh yang kecil
terhadap kualitas dan yield produk.

Operating Manual Crude Distillation Unit PERTAMINA Unit Pengolahan II Dumai.


Operation Manual for Unit 100 Crude Distillation Unit, Pakistan-Arabian Refinery
Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.
2006 UOP Engineering Design Seminar, Des Plaines, USA.

Anda mungkin juga menyukai