Jurnal Gelombang Laut

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 1, No. 2, Hal.

60-71, Desember 2009

POLA TRANFORMASI GELOMBANG DENGAN MENGGUNAKAN


MODEL RCPWave PADA PANTAI BAU-BAU,
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
THE PATTERN OF WAVE TRANSFORMATION USING RCPWave MODEL
AT BAU-BAU COAST, SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE
Baharuddin1, John I Pariwono2, dan I Wayan Nurjaya2
1)

2)

Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin


Staf Pengajar Pascasarjana IPB Jurusan Ilmu Kelautan

Email corresponding author: [email protected]


ABSTRACT
When wind-wave generated on deep water propagates into shallow water they will be
transformed into several processes such as refraction, shoaling, reflection, diffraction,
and finally collapsing. This research has objective to analyze the pattern of wave
transformation which propagate into Bau-Bau coastal waters by using RCPWave Model
as a numerical model solution to predict wave condition within the surf zone. The
model showed that the wave transformation at Bau-Bau Coastal waters was influenced
by coastal morphology and characteristic that was more open to the west (to the open
sea) than to the east coast (bordered by Buton Strait). Wave transformation occurred
from both sides, either from west or east side. When wave were broken at the western
coast the wave high from west and east were 1.9 m and 0.5 respectively. At the eastern
coast were 1.0 m and 0.7 m. The highest wave high occurred at head land or peninsula.
Keywords: wave transformation, RCPWave, Bau-Bau Coast, refraction, shoaling,
reflection, diffraction and collapsing
ABSTRAK
Gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang merambat dari perairan dalam menuju
perairan dangkal (pantai) mengalami transformasi (perubahan) dari sifat dan parameter
gelombang seperti proses refraksi, shoaling, refleksi, difraksi sampai terjadi pecah.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pola transformasi gelombang yang
merambat ke pantai Bau-Bau dengan menggunakan model RCPWave sebagai solusi
numerik yang dapat memperkirakan kondisi gelombang dalam surf zone. Berdasarkan
model RCPWave, pola transformasi gelombang (perubahan karakteristik dan sifat-sifat
gelombang) oleh proses refraksi, shoaling dan difraksi sampai terjadinya gelombang
pecah disebabkan bentuk dan karakteristik pantai Bau-Bau yakni terdiri dari pantai yang
menghadap arah barat (pantai barat) yang lebih terbuka (laut bebas) dan pantai yang
menghadap arah utara (pantai timur) yang semi terbuka (Teluk dan Selat Buton).
Transformasi gelombang dari arah barat dan timur laut dapat terbentuk pada kedua arah
pantai, dimana tinggi gelombang pecah pada pantai barat mencapai 1,9 m dan 0,5 m,
sedangkan pada pantai timur mencapai 1,0 m dan 0,7 m. Tinggi gelombang pecah yang
besar terjadi pada pantai/garis kontur yang menjorok keluar (daerah tanjung dan
submarine ridge).
Kata kunci: transformasi gelombang, RCPwave, Pantai Bau-bau, refraksi, shoaling,
difraksi, refleksi.

60

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB

Baharuddin et al.

I. PENDAHULUAN
Gelombang yang paling umum
dikaji dalam bidang teknik pantai adalah
gelombang yang dibangkitkan oleh angin
dan pasang surut. Gelombang angin akan
mentransfer energi melalui partikel air
sesuai dengan arah hembusan angin.
Mekanisme transfer energi ini terdiri dari
dua bentuk yakni pertama: akibat variasi
tekanan angin pada permukaan air yang
diikuti oleh pergerakan gelombang dan
kedua transfer momentum dan energi dari
gelombang frekuensi tinggi ke gelombang
frekuensi rendah (periode tinggi dan
panjang gelombang besar). Gelombang
frekuensi tinggi dapat ditimbulkan oleh
angin yang berhembus secara kontinyu.
Tiga faktor yang menentukan
karakteristik
gelombang
yang
dibangkitkan oleh angin (Davis, 1991)
yaitu : (1) lama angin bertiup atau durasi
angin, (2) kecepatan angin dan (3) fetch
(jarak yang ditempuh oleh angin dari arah
pembangkitan gelombang atau daerah
pembangkitan gelombang). Semakin lama
angin bertiup, semakin besar jumlah
energi yang dapat dihasilkan dalam
pembangkitan gelombang. Demikian
halnya dengan fetch, gelombang yang
bergerak keluar dari daerah pembangkitan
gelombang hanya memperoleh sedikit
tambahan energi.
Gelombang yang merambat dari
perairan dalam menuju ke perairan
dangkal (pantai) akan mengalami
perubahan
perilaku
gelombang
(transformasi) dari sifat dan parameter
gelombang seperti proses refraksi,
shoaling, refleksi maupun difraksi akibat
pengaruh karakteristik dan bentuk pantai.
Menurut Triatmodjo (1999) pantai selalu
menyesuaikan bentuk profilnya sehingga
mampu mereduksi energi gelombang yang
datang. Penyesuaian bentuk tersebut
merupakan respon dinamis alami pantai
terhadap laut. Ada dua tipe respon
dinamis pantai terhadap gerak gelombang,

yaitu respon terhadap kondisi gelombang


normal dan respon terhadap kondisi
gelombang badai.
Pantai Bau-Bau merupakan bagian
dari perairan Selat Buton yang secara fisik
dipengaruhi oleh dinamika oseanografi
(pasang surut, gelombang dan arus) dan
aliran sungai yang berubah pada setiap
musim. Pada umumnya gelombang yang
merambat di perairan Bau-Bau dari arah
barat dan barat daya lebih besar
dibandingkan dengan gelombang dari arah
timur dan timur laut. Hal ini disebabkan
karena gelombang dari arah barat dan
barat daya berasal dari perairan yang lebih
terbuka (laut bebas), sedangkan dari arah
timur dan timur laut berasal dari perairan
yang semi terbuka (Teluk dan Selat
Buton).
Makalah ini mengakaji pola
transformasi gelombang akibat pengaruh
bentuk dan karakteristik pantai Bau-Bau.
Pola transformasi gelombang diselesaikan
dengan menggunakan model RCPWave
(Regional Coastal Processes Wave).
Model ini berbasis pada persamaan mild
slope, yang diselesaikan secara numerik
dengan menggambarkan transformasi
lengkap dari gelombang amplitudo kecil
yang meliputi fenomena refraksi dan
difraksi.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
Bulan Maret Juni 2005 di perairan
Pantai Bau-Bau. Titik lokasi dan data
yang diamati adalah pasang surut (15
piantan), pemeruman kedalaman, dan
gelombang laut dalam sebagaimana
disajikan pada Gambar 1. Sedangkan data
sekunder yang digunakan adalah Peta
Rupa Bumi, Citra Ikonos, Peta Batimetri
dan data arah dan kecepatan angin
maksimum bulanan yang diperoleh dari
Stasiun Metorologi (SM) Betoambari,
Bau-Bau selama Tahun 1991 2005.

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt12

61

Pola Tranformasi Gelombang Dengan Menggunakan Model Rcpwave


Pada Pantai Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara

123

P. MAKASSAR

9399000

122

459000

12237'

P. M U N A
Tg. Labuea

9399000

12236' 456000

12235'

526'

526'

453000

P. SULAWESI

5m
10 m
5m
20 m

P. M U N A

P. B U T O N
P. K ABAENA

122

123

20 m

T
527'

527'

LA UT FLOR ES

10 m

(X

Z
$

Su
ng
ai
B

20 m 10 m
au
-B

5m

au
300

10 m
20 m

453000

5m

12235'

300

Meter

12236' 456000

Stasiun Gelombang

z
x

Stasiun Pasut

Z
$

Posisi Banch Mark


Jalur Pemeruman
Garis Pantai
Kontur Kedalaman Interval 5m
Sungai
Jalan Lain
Jalan Kota
Batas Studi

P. B U T O N

Legenda
Pelabuhan

9396000 528'

528' 9396000

BAU-BAU

12237'

459000

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


Analisis parameter gelombang laut
dilakukan dengan menggunakan metode
SMB (Sverdrup Munk Bretschneider)
(CERC, 1984). Metode ini dikenalkan
oleh Sverdrup dan Munk (1947) dan
dilanjutkan oleh Bretschneider (1958),
yang dibangun berdasarkan pertumbuhan
energi gelombang. Kecepatan angin yang
digunakan adalah kecepatan angin
maksimum yang dapat membangkitkan
gelombang, yakni kecepatan 10 knot
dari arah barat, barat daya, timur dan
timur laut, sedangkan arah lain tidak
dihitung karena berasal dari darat. Data
angin yang diperoleh dari SM
Betoambari (jarak lokasi SM sekitar 3
km dari lokasi studi) tersebut terlebih
dahulu dikoreksi/ditransformasi menjadi
data angin yang dapat membangkitkan
gelombang. Analisis yang digunakan
adalah mengikuti petunjuk dari CHL
(2002).
Parameter gelombang perairan
dalam dari metode SMB adalah:

62

Tinggi gelombang signifikan:


U2
H s 1, 6 x10 3 F*0,5 A
dan
g
U A2
H s 0.243
; untuk F* > 2 x 104 (fully
g
developed waves)
Periode puncak signifikan gelombang:
U
U
Ts 0, 2857 F 1/ 3 A dan Ts 8.13 A ;
g
g
4
untuk F* > 2 x 10 m (fully developed
waves)
Durasi pertumbuhan gelombang:
U
U
t 68,8 F 2 / 3 A dan t 7,15 x10 4 A ;
g
g
4
untuk F* > 2 x 10 m (fully developed
waves)
gFeff
Dalam hal ini, F
= fetch tak
U A2
berdimensi; UA = faktor tegangan angin;
t = durasi pertumbuhan gelombang
(detik); Feff = panjang fetch efektif (m);
g = percepatan gravitasi (m/det2).

E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.1, No.2, Desember 2009

Baharuddin et al.

Analisis
pola
transformasi
gelombang
diselesaikana
dengan
menggunakan RCPWave sebagai solusi
numerik dalam penyelesaian proses
transformasi gelombang yakni untuk
proses refraksi dan difraksi (Bruce et al.,
1986). Model ini berisi suatu algoritma
yang dapat memperkirakan kondisi
gelombang dalam surf zone, sehingga
model gelombang pecah dapat dibuat pada
dua dimensi horizontal.
Aplikasi program ini dengan
memasukkan model input data berupa
tinggi, periode, dan arah gelombang laut
dalam (Ho, To, dan o). Model input juga
memasukkan
spesifikasi
kontur
kedalaman dasar pada grid (matriks).
Variabel sudut gelombang lokal, sudut
gelombang air dalam dan sudut kontur
kedalaman dalam model ini didefinisikan
pada Gambar 2.
Berdasarkan bentuk pantai Bau-Bau
yakni pantai yang menghadap arah barat
(pantai barat yakni dari pantai bagian kiri
jeti) dan arah utara (pantai timur yakni
dari pantai bagian kanan jeti), sehingga
input data kedalaman pada program
disesuaikan dengan hal tersebut. Arah

gelombang dari barat dan barat daya


dalam program besar sudutnya masingmasing 45o dan 0o (arah garis pantai barat
sebagai patokan sumbu y), sedangkan
untuk arah timur laut dan timur masingmasing 45o dan 0o (arah garis pantai
timur sebagai patokan sumbu y). Jumlah
grid yang digunakan sebanyak [65,65],
karena semakin banyak grid yang dibuat
maka semakin besar tingkat ketelitiannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Gelombang
Analisis karakteristik gelombang
(tinggi, periode, durasi, kecepatan, dan
panjang gelombang) setiap bulan selama
tahun 1991 2005 berdasarkan metode
SMB, maksimum terjadi pada musim
barat (Desember Februari), bulan
pertama musim peralihan I (Maret) dan
bulan terakhir musim peralihan II
(Nopember), sedangkan pada musim
timur (Juni Agustus) dan sebagian
musim peralihan I dan II (April Mei dan
September Oktober) karakteristik
gelombangnya lebih kecil.

y - AXIS

x - AXIS

Darat

d1
d2

d3

Kontur Batimetri

d4

Laut
Positif C
Negatif C

Negatif

o
Positif

d1< d2< d3< d4

Gambar 2. Definisi sudut dalam model. (Keterangan: o = sudut gelombang laut dalam;
= sudut gelombang lokal; c = sudut kontur daerah off-shore; di = kontur kedalaman
ke-i, i = 1,2,3,... dst).

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt12

63

Pola Tranformasi Gelombang Dengan Menggunakan Model Rcpwave


Pada Pantai Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara

Tabel 1 Hasil prediksi karakteristik gelombang selama tahun 1991 2005.


o

Barat

Barat Daya
Timur
Timur Laut

UA
(m/det)

Feff
(m)

7,212,6

22.328

8,6
11,8
3,711,3
4,29,3

4.965

1.383
4.283
1.515
2.850
3793.609

5.859

6203.188

21.409

Hs
(m)

Ts
(det)

t
(jam)

Co
(m/det)

0,61,0

3,44,1

3,03,7

5,36,4

0,60,9

3,63,9

3,03,4

5,56,2

0,10,4

1,63,0

1,21,7

2,63,7

17,9
26,0
19,6
24,2
4,2 8,9

0,20,4

1,83,0

1,31,8

2,83,7

5,2 8,7

F*

Hasil prediksi selama tahun 1991


2005
dari
arah
angin
yang
membangkitkan gelombang disajikan
pada Tabel 1, dimana dari arah timur
laut dan timur parameter gelombang yang
terbentuk lebih kecil dibandingkan
dengan arah barat daya dan barat. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan
faktor
yang
mempengaruhi
dan
membangkitkan gelombang
seperti
kecepatan angin, durasi, arah angin, dan
fetch (CHL 2002). Angin yang
berhembus di atas permukaan laut
menimbulkan tegangan pada permukaan
laut, dimana semakin lama angin bertiup,
semakin besar pula energi yang dapat
membangkitkan gelombang (Davis,
1991).
Perbedaan faktor tegangan angin
(UA)
dan
panjang
fetch
(Feff)
mempengaruhi tinggi dan periode
gelombang signifikan (Hs dan Ts).
Meskipun faktor tegangan angin yang
diperoleh dari koreksi kecepatan angin
darat menjadi angin laut dari keempat
arah angin perbedaanya kecil (lihat Tabel
1), akan tetapi perbedaan panjang fetchnya sangat berpengaruh dimana arah
barat daya dan barat yang berhadapan
dengan laut bebas lebih besar bila
dibandingkan dengan arah timur laut dan
timur yakni pada daerah Selat Buton dan
teluk, sehingga tinggi dan periode
gelombang signifikan untuk arah barat
daya dan barat lebih besar dibandingkan
dengan arah timur laut dan timur. Hal
yang sama juga terjadi pada durasi
pertumbuhan gelombang (t). Hal ini

64

Lo
(m)

Jum
(%)
31,2
15,2
46,4
7,2

disebabakan karena panjang fetch


membatasi waktu yang diperlukan
gelombang untuk terbentuk akibat energi
yang ditransfer angin juga terpengaruh,
sehingga fetch berpengaruh terhadap
tinggi, periode dan durasi pertumbuhan
gelombang, selain faktor tegangan angin
(CERC, 1984). Nilai fetch tak berdimensi
(F*) dari keempat arah angin belum
mencapai kondisi fully developed seas
(F* < 2x104), yakni kondisi dimana tinggi
dan periode gelombang mencapai nilai
maksimum (Ningsih, 2000).
Hasil pengukuran gelombang di
lapangan dan prediksi dari metode SMB
berdasarkan konversi data angin pada
jam yang sama selama 3 kali pengamatan
yakni tanggal 29 31 Maret 2005,
sebagaimana disajikan pada Tabel 2
menunjukkan hasil ketelitian yang cukup
baik. Perbedaan terjadi pada arah datang
gelombang yakni antara 5 10o, hal ini
terjadi karena pengukuran angin berada
51 m di atas permukaan laut, sehingga
arah angin yang berhembus di atas
permukaan laut dapat berbeda dengan
arah gelombang yang dibangkitkannya.
Menurut CHL (2002), karena adanya
gesekan dengan permukaan laut dan
perbedaan temperatur antara air dan
udara, sehingga kecepatan dan arah angin
berubah sesuai dengan perbedaan elevasi
antara keduanya (angin/udara dan
permukaan laut). Perbedaan elevasi
tersebut terdiri tiga daerah distribusi
angin, yakni daerah geostropik yang
berada di atas 1000 m dengan kecepatan
angin adalah konstan, daerah Ekman

E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.1, No.2, Desember 2009

Baharuddin et al.

yang berada pada elevasi 100 1000 m


dan daerah dimana tegangan konstan
yang berada pada elevasi 10 100 m.
3.2. Pola Transformasi Gelombang
Berdasarkan Model RCPWave
Gelombang yang merambat dari
laut dalam (deep water) menuju pantai
mengalami perubahan bentuk yang
disebabkan oleh proses transformasi
seperti refraksi dan shoaling karena
pengaruh perubahan kedalaman laut,
difraksi, dan refleksi. Berkurangnya
kedalaman laut menyebabkan semakin
berkurangnya panjang dan kecepatan
gelombang serta bertambahnya tinggi
gelombang. Pada saat kelancipan
gelombang (steepnes) mencapai batas
maksimum, gelombang akan pecah
dengan membentuk sudut tertentu
terhadap garis pantai.
Berdasarkan bentuk pantai dan arah
angin yang dapat membangkitkan
gelombang pada lokasi penelitian, maka
pola transformasi disesuaikan dengan
kondisi tersebut, yakni dari arah barat,
barat daya, timur dan timur laut. Pola
transformasi ini dihasilkan dari model
program
RCPWave,
kemudian
divisualisasikan melalui gambar (peta),
sebagaimana disajikan berturut-turut
untuk setiap arah pada Gambar 3
Gambar 6, Dalam gambar tersebut juga
disajikan
bentuk
kontur
puncak
gelombangnya. Sedangkan untuk gambar
3 Dimensi kontur gelombangnya

disajikan pada Gambar 7 Gambar 10.


Berdasarkan dari gambar tersebut
terlihat adanya pola transformasi
gelombang seperti refraksi, shoaling dan
difraksi. Pola refraksi terjadi karena
adanya perubahan kedalaman, pada laut
dalam gelombang tidak mengalami
perubahan (lihat bentuk panah pada
Gambar 3 6 , yakni merupakan garis
ortogonal gelombang), akan tetapi di laut
transisi dan dangkal, kontur kedalaman
sangat
mempengaruhi
karakteristik
gelombang.
Pola transformasi dari setiap arah
gelombang berbeda, dimana untuk arah
datang gelombang dari pantai barat yakni
arah barat hampir tegak lurus kontur
kedalaman pada pantai barat dan sejajar
pada pantai timur dan dari arah barat
daya sejajar pantai barat. Sedangkan arah
datang gelombang dari pantai timur yakni
dari arah timur sejajar kontur kedalaman
pada pantai barat dan arah timur laut
tegak lurus pada pantai timur dan sejajar
pantai barat.
Akibat
perbedaan
tersebut
menyebabkan gelombang tidak semua
akan sampai di pantai, tergantung besar
dan arah datang gelombang. Dimana
untuk arah gelombang dari barat dan
timur laut dapat terbentuk pada semua
pantai, sedangkan dari arah timur hanya
terbentuk pada pantai timur dan sebagian
kecil pada pantai barat, demikian halnya
juga dari arah barat daya hanya terbentuk
pada pantai barat.

Tabel 2. Perbandingan hasil antara prediksi dan pengukuran karakteristik gelombang di


pantai Bau-Bau.
Tangg
al
29/3/0
5
30/3/0
5
31/3/0
5

Pre
d
27
0
29
0

La
p
26
2
28
0

30

35

UA
(m/d
et)
5,66
4,29
6,67

Feff
(m)
223
28
223
28
585
9

Hs (m)
F*
Pred
6841

0,43

1190
3

0,33

1290

0,26

La
p
0,3
6
0,3
0
0,2
2

Ts (m)
Pre
d
3,1
2,9
2,1

L
ap
3,
2
3,
0
2,
4

T
(Ja
m)

Co (m/s)
Pre
d

La
p

4,0

4,9

5,0

4,4

4,5

4,7

1,5

3,3

3,5

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt12

Lo (m)
Pre
d
15,
3
12,
7

La
p
16,
0
14,
0

7,0

7,9

Cgo
(m/det)
Pre La
d
p
2,
2,4
5
2,
2,2
3
1,
1,7
8

65

Pola Tranformasi Gelombang Dengan Menggunakan Model Rcpwave


Pada Pantai Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara
453600

454500

455400

456300

457200

458100

9397800

9397800

B
E

9396900

9396900

Su
ng
ai

Ba
uBa
u

BAU-BAU

200

200 Meter

Legenda
9396000

Pelabuhan
Kontur Kedalaman 1m dan 5m
Sungai
Garis Pantai
Jalan Lain
Jalan Kota
Darat

9396000

Vektor Gelombang
Tinggi Gelombang 1 meter
Tinggi Gelombang (m)

9395100

453600

454500

455400

456300

457200

1,0 - 1,2
1,2 - 1,4
> 1,4

9395100

< 0,4
0,4 - 0,6
0,6 - 0,8
0,8 -1,0

458100

Gambar 3. Pola transformasi dan kontur puncak gelombang dari arah barat.
453600

454500

455400

456300

457200

458100

9397800

9397800

B
L

9396900

9396900

Su
ng
ai

Ba
uBa
u

BAU-BAU

200

200 Meter

Legenda
9396000

Pelabuhan
Kontur Kedalaman 1m dan 5m
Sungai
Garis Pantai
Jalan Lain
Jalan Kota
Darat

9396000

Vektor Gelombang
Tinggi Gelombang 1 meter
Tinggi Gelombang (m)

9395100

453600

454500

455400

456300

457200

0,8 - 1,0
1,0 - 1,2
> 1,2

458100

Gambar 4. Pola transformasi dan kontur puncak gelombang dari arah barat daya.

66

E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.1, No.2, Desember 2009

9395100

< 0,2
0,2 - 0,4
0,4 - 0,6
0,6 - 0,8

Baharuddin et al.

453600

454500

455400

456300

457200

458100

9397800

9397800

B
L

9396900

9396900

Su
ng
ai

Ba
uBa
u

BAU-BAU

200

200 Meter

Legenda
9396000

Pelabuhan
Kontur Kedalaman 1m dan 5m
Sungai
Garis Pantai
Jalan Lain
Jalan Kota
Darat

9396000

Vektor Gelombang
Tinggi Gelombang 0,4 meter
Tinggi Gelombang (m)
0
0 - 0,1

0,3 - 0,4
0,4 - 0,5

0,1 - 0,2

> 0,5

0,2- 0,3
453600

454500

455400

456300

457200

9395100

9395100

458100

Gambar 5. Pola transformasi dan kontur puncak gelombang dari arah timur.
453600

454500

455400

456300

457200

458100

9397800

9397800

B
E

9396900

9396900

Su
ng
ai

Ba
uBa
u

BAU-BAU

200

200 Meter

Legenda
9396000

Pelabuhan
Kontur Kedalaman 1m dan 5m
Sungai
Garis Pantai
Jalan Lain
Jalan Kota
Darat

9396000

Vektor Gelombang
Tinggi Gelombang 0,4 meter
Tinggi Gelombang (m)

9395100

453600

454500

455400

456300

457200

0,5 - 0,6
> 0,6

9395100

< 0,2
0,2 - 0,3
0,3 - 0,4
0,4 - 0,5

458100

Gambar 6. Pola transformasi dan kontur puncak gelombang dari arah timur laut.
Tinggi Gelombang 0,4 meter

Pantai barat dengan bentuk kontur


kedalaman gabungan antara submarine
ridge (kontur yang menjorok ke luar) dan
submarine canyon (kontur yang menjorok
ke dalam) terlihat adanya perubahan garis
ortogonal gelombang dari arah barat dan
barat daya yakni garis yang tegak lurus
dengan garis puncak gelombang dan

menunjukkan arah perambatan gelombang


yang membelok dan berusaha untuk tegak
lurus dengan garis kontur, sedangkan garis
puncak gelombang berusaha sejajar dengan
garis kontur saat menuju perairan yang
lebih dangkal (proses refraksi). Hal ini
disebabkan
karena adanya perubahan
kecepatan rambat gelombang, dimana

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt12

67

Pola Tranformasi Gelombang Dengan Menggunakan Model Rcpwave


Pada Pantai Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara

perubahan cepat rambat gelombang terjadi


di sepanjang garis puncak gelombang yang
bergerak dengan membentuk sudut
terhadap kontur, karena bagian dari
gelombang di laut dalam bergerak lebih
cepat dari pada bagian laut yang lebih
dangkal. Perubahan tersebut menyebabkan
puncak gelombang membelok dan
berusaha untuk sejajar dengan garis kontur
kedalaman (CERC, 1984). Perubahan
tersebut juga berpengaruh terhadap
tinggi gelombang, dengan menganggap
periode konstan, tinggi gelombang mulamula menurun di perairan transisi dan
dangkal namun di perairan yang sangat
dangkal tinggi gelombang membesar
sampai terjadi pecah (Latief, 1994), hal ini
terlihat jelas pada Gambar 710. Proses ini
dikenal sebagai shoaling yakni proses
pembesaran tinggi gelombang karena
pendangkalan kedalaman (Subandono dan
Budiman, 2005).
Perubahan
arah
gelombang
menghasilkan konvergensi (penguncupan)
pada garis kontur/pantai yang menjorok ke
laut, tanjung maupun bangunan pantai (jeti
dan pelabuhan) yang terjadi karena
perbedaan sudut yang besar antara kontur
kedalaman dan sudut datang gelombang
dan divergensi (penyebaran) pada garis
kontur/pantai yang menjorok ke dalam.
Daerah yang mengalami konvergensi
umumnya menyebabkan tinggi gelombang
pecah yang lebih besar (lihat tandah
panah/vektor gelombang dalam gambar
lebih besar) jika dibandingkan dengan
daerah divergensi (vektor gelombangnya
terlihat lebih kecil). Proses konvergensi
dan divergensi akan berpengaruh pula
pada
besaranya
distribusi
energi
gelombang dan pola arus yang terjadi di
sepanjang pantai (Komar, 1998).
Khusus konvergensi pada jeti
tinggi gelombang pecah dari arah barat
dan timur laut sangat besar dibanding
daerah lain. Faktor ini disebabkan letak
bangunan jeti sangat menjorok keluar
dengan panjang kurang lebih 250 m dan

68

lebar 38 m, sehingga arah gelombang


dari barat dan timur laut yang datang
tegak
lurus, langsung menghantam
bangunan jeti, akan tetapi tinggi
gelombang di belakangnya berkurang
sebagaimana disajikan pada Gambar 7
dan Gambar 10.
Jeti
berfungsi
sebagai
pemecah/peredam gelombang, dapat
mempengaruhi
arah
dan
tinggi
gelombang, dimana arah gelombang
akan membelok di sekitar ujung jeti dan
masuk di daerah terlindung di
belakangnya, selain itu pada bagian
gelombang
yang
mengenai
jeti,
energinya sebagain terdisipasi dan
sebagian lagi akan direfleksikan.
Fenomena ini dikenal dengan difraksi
gelombang, yakni suatu proses dimana
energi gelombang menyebar secara
lateral sepanjang puncak gelombang
(Komar,
1998;
Ningsih,
2000).
Selanjutnya
dijelaskan
oleh
Triatmodjo (1999) transfer energi ke
daerah
terlindung
menyebabkan
terbentuknya gelombang di daerah
tersebut, meskipun tidak sebesar
gelombang di luar jeti. Pola puncak
gelombang yang terdifraksi di belakang
jeti membelok dan mempunyai bentuk
busur dengan tinggi gelombang yang
berkurang secara eksponensial pada
jarak yang semakin jauh dari jeti.
Berdasarkan
hasil
model
RCPWave tinggi gelombang pada
setiap arah berbeda, dimana untuk arah
barat tinggi gelombang pecahnya bisa
mencapai 1,9 m (data input gelombang
maksimum dengan H=1,0 m dan t=4,1
det), arah barat daya mencapai 1,8 m
(data input gelombang maksimum
dengan H=0,9 m dan t=3,9 det), arah
timur mencapai 0,7 m (data input
gelombang maksimum dengan H=0,4 m
dan t=3,0 det), dan arah timur laut
mencapai 0,8 m (data input gelombang
maksimum dengan H=0,4 m dan t=3,0
det)

E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.1, No.2, Desember 2009

Baharuddin et al.

Pantai yang menghadap arah utara


(pantai timur), garis puncak gelombang
dari arah barat daya semakin sejajar
dengan garis kontur kedalaman dan
tinggi gelombangnya juga semakin
kecil akibat pola refraksi besar dan
cepat rambat gelombang menurun,
sehingga gelombang tidak dapat
mencapai pantai. Selain itu adanya jeti

(bagian kanan profil 4) dapat meredam


gelombang datang, sehingga tinggi
gelombang berkurang pada jarak yang
semakin jauh dari jeti. Sedangkan dari
arah barat, gelombangnya masih
terbentuk karena pola perubahan
refraksinya lebih kecil dibandingkan
dari arah barat daya, sebagai akibat
perbedaan arah dan kontur kedalaman.

Gambar 7. Tiga Dimensi kontur puncak gelombang maksimum dari arah barat.

Gambar 8. Tiga Dimensi kontur puncak gelombang maksimum arah barat daya.

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt12

69

Pola Tranformasi Gelombang Dengan Menggunakan Model Rcpwave


Pada Pantai Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara

Gambar 9. Tiga Dimensi kontur puncak gelombang dari arah timur.

Gambar 10. Tiga Dimensi kontur puncak gelombang dari arah timur laut.
IV. KESIMPULAN
Tinggi dan periode gelombang di
perairan dalam yang dibangkitkan oleh
angin
pada
perairan
Bau-Bau
menunjukkan dari arah barat daya dan
barat lebih besar yakni untuk tinggi
gelombang berkisar (0,6 0,9 m dan 0,6
1,0 m) dan periodenya berkisar (3,4
3,9 detik dan 3,4 4,1 detik)
dibandingkan dari arah timur laut dan

70

timur untuk tinggi gelombangnya hanya


berkisar (0,2 0,4 m dan 0,1 m 0,4 m)
dan periodenya berkisar (1,8 3,0 detik
dan1,6 3,0 detik). Berdasarkan hasil
model RCPWave, pola transformasi
gelombang (perubahan karakteristik dan
sifat-sifat gelombang) oleh proses
refraksi, shoaling dan difraksi sampai
terjadinya gelombang pecah disebabkan
bentuk dan karakteristik pantai Bau-Bau
yakni terdiri dari pantai yang menghadap

E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.1, No.2, Desember 2009

Baharuddin et al.

arah barat (pantai barat) yang lebih


terbuka (laut bebas) dan pantai yang
menghadap arah utara (pantai timur)
yang semi terbuka (Teluk dan Selat
Buton). Transformasi gelombang dari
arah barat dan timur laut dapat terbentuk
pada kedua arah pantai, dimana tinggi
gelombang pecah pada pantai barat bisa
mencapai 1,9 m dan 0,5 m, sedangkan
pada pantai timur mencapai 1,0 m dan
0,7 m. Akan tetapi dari arah barat daya
hanya terjadi pada pantai barat dengan
tinggi gelombang pecah 1,8 m, demikian
halnya juga dari arah timur hanya terjadi
pada pantai timur dengan tinggi
gelombang pecah 0,7 m, sedangkan pada
pantai barat sangat kecil (< 0,3 m).

Latief, H. 1994. Gelombang Laut.


Bandung:
Institut
Teknologi
Bandung.
Ningsih, N. S. 2000. Gelombang Laut.
Bandung:
Institut
Teknologi
Bandung.
Subandono, D. dan Budiman. 2005.
Tsunami. Bogor: Penerbit Buku
Ilmiah Populer.
Sverdrup, H.V. and W.H. Munk, 1946.
Empirical and theoritical relations
between wind, sea and swell,
Trans. Amer. Geophys. Union,
27:823-827
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai.
Yogyakarta: Beta Offset.

DAFTAR PUSTAKA
Bruce, A. E, A. C. Mary, and D. P. Mark.
1986. Coastal Proesses Numerical
Modeling System Report 1.
RCPWave-A
Linear
Wave
Propagation
Model
For
Engineeringg Use. Washington:
U.S. Army Coastal Engineering
Research Center.
[CERC] Coastal Engineering Research
Center. 1984. Shore Protection
Manual Volume I, Fourth Edition.
Washington: U.S. Army Coastal
Engineering Research Center.
[CHL] Coastal Hydraulic Laboratory.
2002.
Coastal
Engineering
Manual, Part I-VI. Washington
DC: Department of the Army. U.S.
Army Corp of Engineers.
Davis, R. A. Jr. 1991. Oceanography; An
Introduction to the Marine
Environment, New Jersey: WCB
Publisher International Published.
Komar, P. D. 1998. Beach Processes
and Sedimentation, Second Edition.
New Jersey: Prentice-Hall Inc,
Englewood Cliffs.

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt12

71

Anda mungkin juga menyukai