Isu Pertambangan Jika Dilihat Dari Segi Etika Lingkungan

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

FILSAFAT SAINTS & BIOETIKA


(MKU112)

PERMASALAHAN DALAM KAJIAN BIOETIKA


“Bagaimanakah Permasalahan Lingkungan Pertambangan Jika Dikaji
Secara Etika Dan Moral?”

Oleh:
NANA CITRAWATI LESTARI (A2C110009)

Dari:
KELOMPOK 3

Dosen Pembimbing:
Drs. DHARMONO, M. Si
Drs. MIRHANUDDIN

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2010
Permasalahan:

Bagaimanakah permasalahan lingkungan pertambangan jika dikaji


secara etika dan moral?

Pembahasan:
A. Permasalahan Lingkungan Pertambangan jika Dikaji Secara Etika dan
Moral

Masalah kerusakan lingkungan hidup dan akibat-akibat yang ditimbulkan


bukanlah suatu hal yang asing lagi di telinga kita. Dengan mudah dan sistematis
kita dapat menunjuk dan mengetahui apa saja jenis kerusakan lingkungan hidup
itu dan apa saja akibat yang ditimbulkanya. Misalnya saja eksploitasi bahan
tambang yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Yang
menjadi masalah adalah, bahwa pengetahuan yang sama atas pengenalan
kerusakan lingkungan hidup dan akibat yang ditimbulkan tersebut tidak terjadi
dalam pemeliharaan dan perawatan lingkungan hidup. Pertanyaanya sekarang
adalah benarkah kita sudah tidak dapat berpikir secara logis dan sistematis lagi
sehingga tindakan kita untuk mengeksploitasi lingkungan hidup, khusunya untuk
industri pertambangan hanya berhenti pada tahap pengeksploitasian semata tanpa
diikuti proses selanjutnya yaitu tanggungjawab untuk merawat dan memilihara?
Fenomena yang terjadi pada industri pertambangan di Indonesia, justru
perusahaan tambang tersebut memiliki kekebalan untuk tidak mentaati aturan-
aturan lingkungan hidup dan dapat dengan bebas melakukan pencemaran tanpa
takut mendapatkan sanksi. Perilaku lainnya adalah praktik pembuangan limbah
pertambangan dengan cara-cara primitif, membuang langsung limbah tailing ke
sungai, danau, dan laut.
Indonesia memiliki deposit berbagai jenis bahan tambang yang cukup
melimpah yang harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan
perekonomian nasional ataupun daerah. Kegiatan penambangan sering
dikonotasikan sebagai salah satu kegiatan yang merusak lingkungan. Selain itu,
kegiatan penambangan juga sering menimbulkan konflik diakibatkan tumpang
tindih kepentingan penggunaan lahan. Hal itu dapat terjadi apabila kegiatan
penambangan tidak dikelola dengan baik dan benar (Kusuma, 2008).
Masalah kerusakan lingkungan hidup mempunyai cakupan yang cukup
luas. Ia tidak hanya dibatasi di dalam bentuk kerusakan pada dirinya sendiri.
Namun, ia juga terkait dengan masalah lain. Masalah yang dimaksud adalah
masalah etika dan moral.
Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia
seringkali “lupa” dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena
“lupa” dan kehilangan orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam
secara tidak bertanggungjawab. Dalam keadaan seperti itu, mereka juga tidak lagi
menjadi kritis. Oleh karena itulah pendekatan etis dalam menyikapi masalah
lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama
dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis serta
manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di
dalamnya dengan tepat. Maka, sudah sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan
etika lingkungan hidup dengan opsi industri pertambangangan yang “ramah”
terhadap lingkungan hidup.
Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling
menentukan kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral
seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakanya
pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud di
sini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip-
prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu untuk dikembangkan lebih
jauh. Artinya, prinsip moral semacam itu diandaikan hanyalah berlaku bagi
sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak hanya
berjumpa dan berinteraksi dengan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang
lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau
lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup. Maka rasanya kurang
memadai jika dalam konteks tersebut tidak terdapat prinsip-prinsip moral yang
jelas seperti ketika seseorang menghadapi sesamanya. Dengan kata lain, rasanya
akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi penentu baik
buruknya tindakan seseorang dengan lingkungan hidup dan unsur-unsur
kehidupan lain di dalamnya.
Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk merawat dan memperbarui
lingkungan hidup di sekitar kita. Salah satu caranya adalah melalui tindakan etis
dan sikap moral yang tepat. Kita perlu sungguh menyadari bahwa ada bentuk
kehidupan lain di luar kehidupan yang dimiliki oleh manusia. Hal itu berarti
bahwa manusia memiliki tanggung jawab yang lebih luas. Ia tidak hanya dituntut
untuk menghargai diri dan sesamanya, tetapi juga menghargai makluk hidup lain
yang juga menjadi bagian dalam komunitas kehidupan di bumi dengan tindakan
etis dan sikap moral yang sesuai. Jika hal itu sungguh-sungguh dilakukan maka
akan terwujudlah suatu keharmonisan. Keharmonisan itu sendiri merupakan
sebuah cita-cita yang ingin selalu di capai oleh cara hidup organik. Cara hidup
organik adalah sebuah cara hidup yang memandang bahwa antara manusia dengan
lingkungan hidup, segala makhluk dan benda yang ada di dalamnya memiliki
keterkaitan yang sangat dalam dan dapat hidup dalam keselarasan. Cara hidup
organik adalah sebuah cara hidup yang mengundang kita untuk merasa kerasan
dengan kehidupan di bumi ini.

B. Solusi Permasalahan
Mengenai kasus pertambangan tidak akan pernah mungkin untuk dicegah
karena seperti yang kita ketahui bersama, pertambangan bukan hanya memberikan
dampak negatif pada kita tetapi juga dampak positifnya. Apa lagi jika ditinjau dari
segi ekonomis. Bagi investor, tingginya tingkat produksi bahan tambang berarti
keuntungan yang besar. Sedangkan bagi sebagian masyarakat Indonesia,
dibukanya daerah atau lahan pertambangan dapat memperluas lapangan kerja
(Neoaisyah, 2010).
Setiap kegiatan penambangan pasti akan menimbulkan dampak
lingkungan, baik bersifat positif maupun bersifat negatif. Dampak positif kegiatan
penambangan antara lain meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan roda
perekonomian sektor dan sub sektor lain di sekitarnya, dan menambah
penghasilan negara maupun daerah dalam bentuk pajak, retribusi ataupun royalti.
Namun demikian, kegiatan penambangan yang tidak berwawasan atau tidak
mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan serta tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Dampak negatif tersebut antara lain terjadinya gerakan tanah yang dapat menelan
korban baik harta benda maupun nyawa, hilangnya daerah resapan air di daerah
perbukitan, rusaknya bentang alam, pelumpuran ke dalam sungai yang
dampaknya bisa sampai ke hilir, meningkatkan intensitas erosi di daerah
perbukitan, jalan-jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang
menjadi rusak, mengganggu kondisi air tanah, dan terjadinya kubangan-kubangan
besar yang terisi air, terutama bila penggalian di daerah pedataran, serta
mempengaruhi kehidupan sosial penduduk di sekitar lokasi penambangan.
Dampak yang bersifat positif perlu dikembangkan, sedangkan dampak yang
bersifat negatif harus dihilangkan atau ditekan sekecil mungkin. Oleh karena itu,
untuk menghindari atau setidaknya mengurangi berbagai dampak negatif tersebut,
maka pengelolaan pertambangan yang berwawasan lingkungan mutlak harus
dilakukan dengan baik sejak awal hingga akhir kegiatan (Kusuma, 2008).
Kegiatan penambangan yang tidak berwawasan atau tidak
mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan, serta tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,
sehingga seharusnya kegiatan penambangan akan memperoleh manfaat malah
akan merugikan. Namun demikian, kegiatan penambangan yang memperhatikan
masalah lingkungan serta dikelola dengan baik, maka tidak mustahil bahwa lahan
bekas penambangan yang direklamasi dengan benar akan menjadikan lahan
tersebut lebih bermanfaat dibanding sebelum adanya kegiatan penambangan.
Kegiatan pertambangan dapat diartikan sebagai suatu tahapan kegiatan
yang diawali dengan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan (termasuk bila ada pengolahan dan pemurnian), pengangkutan/
penjualan dan diakhiri dengan rehabilitasi lahan pasca tambang. Pengelolaan
pertambangan adalah suatu upaya yang dilakukan baik secara teknis maupun non
teknis agar kegiatan pertambangan tersebut tidak menimbulkan permasalahan,
baik terhadap kegiatan pertambangan itu sendiri maupun terhadap lingkungan.
Pengelolaan pertambangan sering hanya dilakukan pada saat penambangan saja.
Hal ini dapat dimengerti, karena pada tahap inilah dinilai paling banyak atau
sering menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik dan benar.
Persepsi yang demikian kurang tepat. Pengelolaan pertambangan sebaiknya
dilakukan sejak awal hingga akhir tahapan seperti tersebut di atas. Bahkan untuk
mengantisipasi terjadinya permasalahan, maka sebelum suatu deposit bahan
tambang ditambang, perlu dilakukan kajian terlebih dahulu apakah deposit
tersebut layak untuk ditambang ditinjau dari berbagai aspek. Dengan demikian
pengelolaan pertambangan secara garis besar perlu dilakukan pada 3 (tiga) jenis
tahapan kegiatan, yaitu kegiatan awal berupa penentuan kelayakan penambangan,
kegiatan kedua pada saat penambangan (eksploitasi), dan kegiatan ketiga/terakhir
pada saat reklamasi lahan pasca penambangan (Kusuma, 2008).
Penyelesaian terhadap krisis-krisis lingkungan tidak sekedar melalui
pendekatan teknis saja, tetapi juga melalui pendekatan moral. Dengan
membangun moral yang baik, akan menjadi modal utama bagi manusia untuk
berperilaku etis dalam mengatur hubungan antara dirinya dengan alam semesta.
Penyelesaian masalah lingkungan tidak dapat dilakukan secara sepihak. Hal ini
disebabkan karena sifat interdependency yang melekat pada lingkungan hidup
menuntut kerjasama multipihak secara serentak dan menyangkut seluruh lapisan
masyarakat. Pentingnya kelestarian lingkungan hidup untuk masa sekarang hingga
masa yang akan datang, secara eksplisit menunjukkan bahwa perjuangan manusia
untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dilakukan secara
berkesinambungan, dengan jaminan estafet antargenerasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Penanaman pondasi pendidikan lingkungan sejak dini menjadi solusi
utama yang harus dilakukan, agar generasi muda memiliki bekal pemahaman
tentang lingkungan hidup yang kokoh. Pendidikan Lingkungan diharapkan
mampu menjembatani dan mendidik manusia agar berperilaku bijak. Waryono
dan Didit (2001) menyatakan, masa anak-anak merupakan perjalanan yang kritis,
sebagai generasi bangsa di masa mendatang. Jika pengetahuan dan cara yang
ditanamankan pada masa kanak-kanak itu benar, dapat diharapkan ketika berubah
ke masa remaja dan dewasa, bekal pengetahuan, pembentukan perilaku serta sikap
dalam dirinya terhadap sesuatu akan positif. Masa remaja dan dewasa pada
dasarnya merupakan masa mencari identitas dan realisasi diri. Pada masa ini
sering sangat sulit untuk mengubah wawasan dasar yang telah terpola dan melekat
dalam dirinya sejak kecil. Dengan demikian sangatlah strategis pembekalan
pengetahuan dasar tentang lingkungan hidup sejak dini melalui anak-anak secara
terprogram dan berkelanjutan, hingga pada saatnya akan tercipta insan-insan
pribadi bangsa yang utuh. Lantas, bagaimana format pendidikan lingkungan untuk
generasi muda? Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa pendidikan
lingkungan kepada generasi muda dapat dilakukan lewat jalur pendidikan formal
dan informal. Pendidikan Lingkungan secara formal dilakukan melalui kurikulum
sekolah dan pemanfaatan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Bentuk
materi dapat dikemas secara integratif di dalam mata pelajaran sekolah, atau
dikembangkan sebagai materi yang berdiri sendiri sebagai mata ajaran muatan
lokal. Penyelenggaraan paket pendidikan ini dapat bersifat outdoor education
menyatu dengan alam.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, William. 2001. Moral Lingkungan Hidup. Kanisius. Yogyakarta.

Kusuma, A.P., 2008. Menambang Tanpa Merusak Lingkungan.


file:///D:/Dokumen%20Nana/S2/BIOETIKA%20FILSAFAT/Bulletin
%20Elektronik.htm
Diakses 1 Desember 2010

Neoaisyah, 2010. Isue Lingkungan dan Hayati – Kajian Bioetika: Kondisi Orang
Utan Indonesia.
http://biofillimuslim.wordpress.com/2010/01/13/kajian-bioetika-kondisi-
orang-utan-indonesia/
Diakses 7 Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai