Isu Pertambangan Jika Dilihat Dari Segi Etika Lingkungan
Isu Pertambangan Jika Dilihat Dari Segi Etika Lingkungan
Isu Pertambangan Jika Dilihat Dari Segi Etika Lingkungan
Oleh:
NANA CITRAWATI LESTARI (A2C110009)
Dari:
KELOMPOK 3
Dosen Pembimbing:
Drs. DHARMONO, M. Si
Drs. MIRHANUDDIN
Pembahasan:
A. Permasalahan Lingkungan Pertambangan jika Dikaji Secara Etika dan
Moral
B. Solusi Permasalahan
Mengenai kasus pertambangan tidak akan pernah mungkin untuk dicegah
karena seperti yang kita ketahui bersama, pertambangan bukan hanya memberikan
dampak negatif pada kita tetapi juga dampak positifnya. Apa lagi jika ditinjau dari
segi ekonomis. Bagi investor, tingginya tingkat produksi bahan tambang berarti
keuntungan yang besar. Sedangkan bagi sebagian masyarakat Indonesia,
dibukanya daerah atau lahan pertambangan dapat memperluas lapangan kerja
(Neoaisyah, 2010).
Setiap kegiatan penambangan pasti akan menimbulkan dampak
lingkungan, baik bersifat positif maupun bersifat negatif. Dampak positif kegiatan
penambangan antara lain meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan roda
perekonomian sektor dan sub sektor lain di sekitarnya, dan menambah
penghasilan negara maupun daerah dalam bentuk pajak, retribusi ataupun royalti.
Namun demikian, kegiatan penambangan yang tidak berwawasan atau tidak
mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan serta tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Dampak negatif tersebut antara lain terjadinya gerakan tanah yang dapat menelan
korban baik harta benda maupun nyawa, hilangnya daerah resapan air di daerah
perbukitan, rusaknya bentang alam, pelumpuran ke dalam sungai yang
dampaknya bisa sampai ke hilir, meningkatkan intensitas erosi di daerah
perbukitan, jalan-jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang
menjadi rusak, mengganggu kondisi air tanah, dan terjadinya kubangan-kubangan
besar yang terisi air, terutama bila penggalian di daerah pedataran, serta
mempengaruhi kehidupan sosial penduduk di sekitar lokasi penambangan.
Dampak yang bersifat positif perlu dikembangkan, sedangkan dampak yang
bersifat negatif harus dihilangkan atau ditekan sekecil mungkin. Oleh karena itu,
untuk menghindari atau setidaknya mengurangi berbagai dampak negatif tersebut,
maka pengelolaan pertambangan yang berwawasan lingkungan mutlak harus
dilakukan dengan baik sejak awal hingga akhir kegiatan (Kusuma, 2008).
Kegiatan penambangan yang tidak berwawasan atau tidak
mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan, serta tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,
sehingga seharusnya kegiatan penambangan akan memperoleh manfaat malah
akan merugikan. Namun demikian, kegiatan penambangan yang memperhatikan
masalah lingkungan serta dikelola dengan baik, maka tidak mustahil bahwa lahan
bekas penambangan yang direklamasi dengan benar akan menjadikan lahan
tersebut lebih bermanfaat dibanding sebelum adanya kegiatan penambangan.
Kegiatan pertambangan dapat diartikan sebagai suatu tahapan kegiatan
yang diawali dengan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan (termasuk bila ada pengolahan dan pemurnian), pengangkutan/
penjualan dan diakhiri dengan rehabilitasi lahan pasca tambang. Pengelolaan
pertambangan adalah suatu upaya yang dilakukan baik secara teknis maupun non
teknis agar kegiatan pertambangan tersebut tidak menimbulkan permasalahan,
baik terhadap kegiatan pertambangan itu sendiri maupun terhadap lingkungan.
Pengelolaan pertambangan sering hanya dilakukan pada saat penambangan saja.
Hal ini dapat dimengerti, karena pada tahap inilah dinilai paling banyak atau
sering menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik dan benar.
Persepsi yang demikian kurang tepat. Pengelolaan pertambangan sebaiknya
dilakukan sejak awal hingga akhir tahapan seperti tersebut di atas. Bahkan untuk
mengantisipasi terjadinya permasalahan, maka sebelum suatu deposit bahan
tambang ditambang, perlu dilakukan kajian terlebih dahulu apakah deposit
tersebut layak untuk ditambang ditinjau dari berbagai aspek. Dengan demikian
pengelolaan pertambangan secara garis besar perlu dilakukan pada 3 (tiga) jenis
tahapan kegiatan, yaitu kegiatan awal berupa penentuan kelayakan penambangan,
kegiatan kedua pada saat penambangan (eksploitasi), dan kegiatan ketiga/terakhir
pada saat reklamasi lahan pasca penambangan (Kusuma, 2008).
Penyelesaian terhadap krisis-krisis lingkungan tidak sekedar melalui
pendekatan teknis saja, tetapi juga melalui pendekatan moral. Dengan
membangun moral yang baik, akan menjadi modal utama bagi manusia untuk
berperilaku etis dalam mengatur hubungan antara dirinya dengan alam semesta.
Penyelesaian masalah lingkungan tidak dapat dilakukan secara sepihak. Hal ini
disebabkan karena sifat interdependency yang melekat pada lingkungan hidup
menuntut kerjasama multipihak secara serentak dan menyangkut seluruh lapisan
masyarakat. Pentingnya kelestarian lingkungan hidup untuk masa sekarang hingga
masa yang akan datang, secara eksplisit menunjukkan bahwa perjuangan manusia
untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dilakukan secara
berkesinambungan, dengan jaminan estafet antargenerasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Penanaman pondasi pendidikan lingkungan sejak dini menjadi solusi
utama yang harus dilakukan, agar generasi muda memiliki bekal pemahaman
tentang lingkungan hidup yang kokoh. Pendidikan Lingkungan diharapkan
mampu menjembatani dan mendidik manusia agar berperilaku bijak. Waryono
dan Didit (2001) menyatakan, masa anak-anak merupakan perjalanan yang kritis,
sebagai generasi bangsa di masa mendatang. Jika pengetahuan dan cara yang
ditanamankan pada masa kanak-kanak itu benar, dapat diharapkan ketika berubah
ke masa remaja dan dewasa, bekal pengetahuan, pembentukan perilaku serta sikap
dalam dirinya terhadap sesuatu akan positif. Masa remaja dan dewasa pada
dasarnya merupakan masa mencari identitas dan realisasi diri. Pada masa ini
sering sangat sulit untuk mengubah wawasan dasar yang telah terpola dan melekat
dalam dirinya sejak kecil. Dengan demikian sangatlah strategis pembekalan
pengetahuan dasar tentang lingkungan hidup sejak dini melalui anak-anak secara
terprogram dan berkelanjutan, hingga pada saatnya akan tercipta insan-insan
pribadi bangsa yang utuh. Lantas, bagaimana format pendidikan lingkungan untuk
generasi muda? Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa pendidikan
lingkungan kepada generasi muda dapat dilakukan lewat jalur pendidikan formal
dan informal. Pendidikan Lingkungan secara formal dilakukan melalui kurikulum
sekolah dan pemanfaatan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Bentuk
materi dapat dikemas secara integratif di dalam mata pelajaran sekolah, atau
dikembangkan sebagai materi yang berdiri sendiri sebagai mata ajaran muatan
lokal. Penyelenggaraan paket pendidikan ini dapat bersifat outdoor education
menyatu dengan alam.
DAFTAR PUSTAKA
Neoaisyah, 2010. Isue Lingkungan dan Hayati – Kajian Bioetika: Kondisi Orang
Utan Indonesia.
http://biofillimuslim.wordpress.com/2010/01/13/kajian-bioetika-kondisi-
orang-utan-indonesia/
Diakses 7 Oktober 2010