Farmer's Lung Disease
Farmer's Lung Disease
Farmer's Lung Disease
Pembimbing:
dr. Agung, Sp.P
disusun oleh:
Adeline - 07120120006
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
BAB II : PEMBAHASAN 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi...................................................................................................
2.1.1 Anatomi.............................................................................................................
2.1.2 Fisiologi..............................................................................................................
2.2 Definisi...........................................................................................................................
2.3 Epidemiologi.................................................................................................................
2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi..................................................................................
2.5 Patologi..........................................................................................................................
2.6 Patofisiologi...................................................................................................................
2.7 Gejala Klinis...............................................................................................................
2.8 Diagnosis.....................................................................................................................
2.8.1 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik.................................................................
2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium...........................................................................
2.8.4 Pencitraan........................................................................................................
2.8.4 Pemeriksaan Fungsi Paru..............................................................................
2.8.5 Bronchoalveolar Lavage..................................................................................
2.8.5 Biopsi Paru......................................................................................................
2.9 Diagnosis Banding......................................................................................................
2.10 Prognosis...................................................................................................................
2.11 Pencegahan................................................................................................................
2.12 Tata Laksana.............................................................................................................
20
BAB I
PENDAHULUAN
Pada jaman yang semakin maju dan teknologi yang semakin berkembang,
penyakit paru yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi juga semakin
beragam akibat adanya pajanan dari bebagai faktor. Faktor ini meliputi debu
industri, debu atau sisa kerja, atau partikel lainnya yang terhirup oleh para pekerja
nya. Penyakit paru inilah yang kemudian disebut sebagai penyakit paru kerja.
Pada petani di Indonesia, penyakit paru yang paling sering ditemukan adalah
Farmers Lung disease dan Bagassosis.1
Farmers Lung Disease merupakan suatu penyakit paru yang sering
dijumpai pada petani karena seringnya terpapar oleh jerami dan tanaman yang
berjamur. Penyakit ini awalnya ditemukan pada awal abad ke 17. Penyakit paru
yang meliputi petani atau pekerja yang bercocok tanam banyak meliputi berbagai
faktor etiologi seperti Pseudomonas fluorescens
operators lung yang diderita pekerja tebu dan pada petani sering ditemukan
bagassosis yang disebabkan oleh paparan terhadap sisa atau debu batang tebu.
Penyakit ini meliputi suatu proses hipersensitivitas sehingga paru-paru
akan mengalami suatu proses inflamasi.
telah
BAB II
PEMBAHASAN
Anatomi
Bronki dimulai dari batas vertebra thoracalis 5 dan di bagi menjadi 2,
bronkus primer kanan dan kiri. Bronkus primer kanan lebih pendek dan lurus,
sehingga kemungkinan untuk terjadi gangguan akibat aspirasi benda asing lebih
sering terjadi. Pada percabangan ini terdapat suatu lekukan yang disebut dengan
karina. Membran mukosa dari karina ini merupakan struktur paling sensitif dari
laring dan trakea yang berperan penting dalam proses batuk. Bronki kemudian
menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut dengan bronki sekunder (lobar),
bronki tertier (segmental), dan menjadi bronkiolus.3
Bagian inferior dari paru disebut dengan basal dan berbentuk cembung dan
bagian superior disebut apeks. Pada permukaan mediastinal (medial) mengandung
hilum yang merupakan rongga tempat lewatnya bronki, pembuluh darah
pulmoner, kelenjar getah bening, dan saraf. Apeks paru terletak pada superior dan
1/3 medial dari klavikula dan dapat teraba, sedangkan basalnya terletak dari ICS 6
anterior dari prosesus spinosum.
Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medial, dan
inferior yang dibatasi oleh fisura horizontal dan oblique. Sedangkan paru-paru kiri
dibagi menjadi 2, yaitu lobus superior dan lobus inferior yang dibatasi oleh fisura
oblique. Setiap lobus terdiri atas bronki sekunder yang selanjutnya menjadi bronki
tertier (10 pada setiap paru yang disebut dengan segmen bronkopulmoner). Setiap
segmen bronkopulmoner terdiri atas lobulus kecil yang terdiri atas kelenjar
limpatik, arteriole, venule dan cabang dari bronkiolus terminal yang disebut
bronkiolus respiratorik. Pada bagian bronkiolus berubah menjadi duktus alveolus
yang mengandung alveoli yang berperan dalam pertukaran gas.3
II
mengandung
menghasilkan
cairan
mikrovili
yang
alveolar termasuk
sebagai
fagosit
untuk
Fisiologi
Proses pertukaran gas di dalam tubuh disebut respirasi yang terdiri atas
menjadi sama. Otot yang berperan pada saat inhalasi adalah diafragma dan
dipersarafi oleh nervus phrenikus3.
Dalam proses ekshalasi, perbedaan tekanan juga berperan penting namun
perubahannya berlawanan dengan saat proses inhalasi. Proses ekshalasi
merupakan proses pasif sehingga tidak membutuhkan kontaksi otot melainkan
merupakan hasil dari dinding dada dan paru yang elastis yang kembali ke bentuk
awalnya seperti pegas3.
Pertukaran gas O2 dan CO2 antara alveolus dan pembuluh darah pulmoner
berlangsung secara difusi pasif. Pada respirasi eksternal, terjadi perubahan dar
darah deoksigenasi menjadi darah yang teroksigenasi dengan mengambil O2 dari
alveolar. Sedangkan pada saat respirasi internal, terjadi pertukaran O 2 ke dalam
pembuluh darah sistemik untuk proses metabolisme dari darah yang teroksigenasi
yang dipompa oleh jantung.
2.2
Definisi
Farmers Lung Disease
inflamasi pada alveoli yang disebabkan dari inhalasi suatu substansi yang
menyebabkan terjadinya proses alergi. Proses inilah yang dikenal dengan
hypersensitivity pneumonitis atau hypersensitivity alveolitis maupun
extrinsic
allegric alveolitis.
Penyakit ini terjadi akibat adanya paparan yang berulang dan terusmenerus terhadap debu yang berasal dari jamur yang terdapat pada jerami, gabah,
dsb. Sekitar 5-10% petani di dunia yang terpapar jamur akan mengalami reaksi
alergi. Reaksi alergi dapat berupa serangan akut dan jangka pendek atau bisa
menjadi berupa respon kronis. Reaksi akut ini mudah dikenali terutama apabila
terjadi pada para petani yang sensitif atau terpapar lebih sering.
Pada umumnya Farmers Lung Disease akan menimbulkan gejala setelah
4-8 jam seterlah paparan6 dan ditandai dengan demam, menggigil, malaise, batuk
dan dispnea tanpa mengii. Dibutuhkan suatu anamnesa mengenai riwayat pajanan
dan penyingkiran kemungkinan penyakit pernafasan lainnya.
Hypersensitivitis pneumonitis atau extrinsic allergic alveolitis adalah
inflamasi pada saluran pernafasan terutama pada bagian terminal dimana terjadi
suatu gangguan inflamasi yang dipicu oleh inhalasi berulang dari berbagai faktor
organik. Gangguan yang dihasilkan beragam tergantung dari materi yang
terinhalasi yang berhubungan dengan musim, cuaca, epidemiologi, dan lokasi.
2.3 Epidemiologi
Farmers Lung Disase merupakan suatu jenis extrinsic allergic alveolitis
yang paling sering ditemukan. Prevalensi terjadinya penyakit ini beragam sesuai
dengan populasi pertanian dari suatu daerah ke daerah lainnya. Hal ini juga
bergantung akan adanya perubahan iklim dan perbedaan agraris dari suatu daerah.
Di dalam suatu penelitian, ditemukan bahwa Farmers Lung Disease lebih sering
diderita oleh wanita dibanding laki-laki dan lebih tinggi prevalensi pada usia 5155 tahun4.
Di Amerika sendiri ditemukan bahwa insiden terjadinya Farmers Lung
Disease sekitar 8-549 kasus per 100,000 orang setiap tahunnya dan mengenai
sekitar 0.4-7% populasi petani. Pada tahun 2007, penyakit ini menempati 11%
dari keseluruhan kasus hipersensitivitas pneumonitis. Di Inggris sendiri
ditemukan 420-3000 kasus per 100,000 orang dengan 2.5-153 kasus per 1000
petani5.
Angka mortallitas dari penyakit ini berkisar antara 0-20%. Kematian
biasanya terjadi 5 tahun setelah diagnosis. Penyebab kematian dari penyakit ini
adalah gejala yang berulang, dan fibrosis paru yang terjadi. Selain itu, faktorfaktor komorbid juga berperan penting dalam perkembangan penyakit ini seperti
riwayat merokok, dan penyakit paru sebelumnya.
2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Farmers lung disease disebabkan oleh adanya suatu bentuk inflamasi
yang terjadi pada sistem pernafasan terminal yang disebabkan oleh berbagai
bakteri Thermophillic yang merupakan suatu bakteri pembetuk endospora.
Beberapa
contoh
bakteri
yang
sering
ditemukan
antara
lain
adalah
Penyakit ini lebih sering diderita oleh petani pada cuaca hujan dan dingin
dimana tanaman disimpan di dalam gudang yang hangat sehingga bakteri yang
dapat menoleransi panas dan jamur dapat tumbuh dengan cepat. Saat tanaman itu
mulai kering dan rapuh, dan mudah rusak maka sehingga menghasilkan debu yang
mudah terhirup. Spora yang menyebabkan Farmers Lung tidak menular, tetapi
menimbulkan suatu reaksi alergi. Debu dan spora ini lah yang disebut dengan
antigen6.
Faktor resiko pada penyakit ini terutama pada jenis pekerjaan yang
menghirup jamur yang terdapat pada tanaman maupun jerami. Penyakit ini tidak
hanya dapat menyerang petani namun juga pada mereka yang bekerja mengurus
gabah, peternak unggas, pekerja pada sirkus dan kebun binatang dan pekerja pada
toko binatang. Selain itu, menurut suatu penelitian di Kaukasia, ditemukn bahwa
faktor genetik juga turut berperan dalam pembentukan farmers lung disease
dengan adanya peningkatan pada HLA B8. Penyakit ini juga lebih sering
ditemukan pada pasien yang bukan perokok dikarenakan oleh adanya penurunan
respon IgG yang disebabkan oleh rokok.
2.5 Patologi
Penyakit ini pada dasarnya menyerang bagian parenkim paru yang
menimbulkan proses inflamasi baik akut maupun kronis tergantung pada
stadiumnya. Penyakit ini dapat berupa alveolitis maupun bronkiolitis. Pada
sediaan patologis sendiri dapat ditemukan adanya inflamasi interstisial kronis
dengan serbukan sel plasma, sel mast, makrofag dan limfosit disertai dengan
adanya granuloma yang sedikit mengalami nekrosis. Pada kasus lain juga dapat
ditemukan adanya bronkiolitis obliterans dan adanya infeksi sekunder berupa
pneumonia bakterial.
24 jam pertama setelah timbulnya penyakit, dapat terlihat perubahan
histologis dimana timbul neutrophilic alveolitis yang selanjutnya diikuti dengan
timbulnya infiltrat inflamasi peribronkial dengan serbukan limfosit, sel plasma,
makrofag, dan giant cell denga perubahan histologis spesifik yang ditandai
dengan adanya giant cells, granuloma non nekrosis di interstitium di luar maupun
dalam, Schoumanns bodies atau asteroid bodies. Apabila paparan dapat dihindari
dan berhenti, maka gambaran granuloma dan respiratori bronkiolitis akan
menghilang sehingga hanya akan ditemui inflamasi interstisial dan fibrosis pada
penyakit yang sudah kronis.
2.6 Patofisiologi
Seperti yang telah dijelaskan bahwa Farmers Lung disease merupakan
suatu penyakit Hypersensitivity pneumonitis dimana terjadi suatu reaksi alergi
pada sistem pernafasan terutama pada bagian terminal. Proses ini bergantung
terhadap intensitas, frekuensi dan durasi dari pajanan serta respon tubuh terhadap
antigen yang berperan. Kedua respon imun baik humoral maupun cell-mediated
berperan dalam proses ini. Pada sistem akut, infiltrasi neutrofil diikuti dengan
infiltrasi limfosit pada saluran pernafasan. Kadar interleukin 1,8 dan TNF-
meningkat. Sitokin ini berperan sebagai proinflamasi dan kemotaktik sehingga
mendatangkan berbagai mediator inflamasi lainnya dan menyebabkan kerusakan
seluler dan perubahan dalam jaras komplemen sehingga meningkatkan
premeabilitas pembuluh darah dan migrasi leukosit ke paru-paru. Apabila pajanan
dalam jumlah besar maka terjadi peningkatan inflamasi yang menyebabkan
perubahan alveolar sehingga berujung pada hipoksemia dan penurunan tahanan
paru.
Proses yang terjadi merupakan suatu proses yang berhubungan dengan
kompleks imun dan berupa hipersensitivitas tipe III yang ditandai dengan adanya
antigen-specific
10
mononuklear ke dalam paru dan pembentukan granuloma yang menjadi ciri khas
dari hipersensitivitas tipe lambat terutama pada T-cell mediated terhadap inhalasi
berulang terhadap antigen. Hal ini kemudian juga dapat dibuktikan dengan
peningkatan limfosit T pada cairan Broncoalveolar Lavage disertai dengan
peningkatan dari leukosit PMN. Pada suatu penelitian, ditemukan bahwa terdapat
reaksi daripada TH1, interferon , interleukin-12 dan IL-18 dalam patofisiologi
penyakit tersebut disertai dengan interaksi antar sitokin seperti IL-1, TGF-, dan
TNF- 8.
11
ditemukan hasil yang serupa dengan gejala akut namun kurang berat dan
berlangsung lebih lama,
12
2.8 Diagnosis
2.8.1
13
2.8.2
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan darah
Pencitraan
14
adanya serangan sebelumnya. Pada fase kronis, maka akan nampak retikulasi pada
bagian atas dan tengah paru serta dapat terlihat adanya honey combing dan pada
umumnya apeks paru tidak mengalmi abnormalitas. Pemeriksaan dengan
menggunakan CT scan dengan resolusi tinggi dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukan adanya honeycombing dengan
bercakan peribronchovaskular dengan nodul, reticulonodulad dan gambaran
ground-glass. Dapat terlihat daerah yang lebih radiolucent disebabkan oleh
adanya udara yang berasal dari bronchiolar. Keadaan ini akan kembali seperti
normal segera setelah pasien tidak lagi menunjukkan gejala.
2.8.4
pulmoner yang menunjukan penurunan volume paru akibat bercakan dengan gas
yang berkurang. Dapat juga terlihat adanya obstruksi ringan dan hipoksia.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan spirometri dimana terlihat
adanya tahanan dari fungsi ventilasi dengan menurunnya forced vital capacity
(FVC), berkurangnya total lung capacity (TLC) dan aliran udara yang tertahan.
Tes fungsi paru men ujukan adanya pola pernafasan restriktif dengan aliran udara
yang masih baik pada gejala akut dan subakut, sedangkan pada gejala kronis,
didapatkan pola restriktif yang berat atau campuran antara obstruktif dan restriktif.
15
Hipoksemia ringan dan berat dapat terlihat saat istirahat maupun aktivitas ringan.
Defek obstruktif bronkus ringan (peningkatan resistensi saluran napas) diduga
berhubungan dengan terjadinya bronkiolitis atau emfisema yang akan menghilang
sesudah paparan bahan antigen terhenti. Abnormalitas yang ditemukan diduga
merupakan akibat dari adanya bronkospasme maupun hiperaktivitas bronkial.
Terkadang tes provokasi inhalasi direkomendasikan dengan diberikan
paparan ulang terhadap faktor yang diduga merupakan faktor pencetus. Pasien
kemudian akan mengalami demam, malaise, sakit kepala, ronkhi pada kedua
lapang paru, dan penurunan kaasitas vital paksa dalam 8-12 jam setelah paparan 20.
Uji ini dilakukan untuk membedakan antara penyakit hipersensitivitas pulmoner
dengan penyakit interstisial paru lainnya.
2.8.5
Bronchoalveolar Lavage
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil spesimen cairan dengan
Biopsi Paru
Biopsi paru dapat diperoleh dari biopsi transbronkial maupun pembedahan
pada kasus lanjut. Hasil yang didapatkan dapat berupa granuloma non-kaseosa,
yang terdapat pada bronkiolus respirasi atau terminalis, sel raksasa berinti banyak,
infiltrasi sel mononuklear (limfosit dan sel plasma) pada dinding alveolar dan
adanya histiosit besar dengan sitoplasma berbusa di daerah interstisim. Fase
subakut/kronik
ditandai
dengan
triad
bronkiolitis
alveolar,
fibrosis
16
pulmoner.
Diagnosis
banding
pada
fase
akut
harus
2.10
Prognosis
Pada pasien dengan hipersensitivitas pulmoner terutama farmers lung
disease memiliki prognosis umumnya baik dengan kesembuhan total pada fungsi
paru, namun hal ini memerlukan waktu yang lama. Namun, apabila ditemukan
fibrosis pulmoner maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Prognosis dapat dilihat
melalui hasil CT scan untuk melihat adanya fibrosis atau tidak. Apabila berlanjut,
maka penyakit ini dapat menjadi kronis dimana terjadi kerusakan dari paru yang
menghambat aliran udara, umumnya berhubungan dengan emfisema ringan.
Prognosis jangka panjang dari penyakit in beragam dan tergantung dengan
luasnya fibrosis serta jumlah dari kerusakan yang ireversibel pada parenkim paru.
Pada beberapa pasien, meskipun sudah sembuh, penyakit ini masih bisa
berkembang. Apabila penyakit ini dapat terdiagnosa sebelum terjadinya perubahan
yang ireversibel, maka kesembuhan akan terjadi dengan abnormalitas fungsional
yang sangat minim. Selain itu, apabila penyakit ini disertai dengan adanya
bronkiolitis dan granuloma, maka kesembuhan akan lebih sulit terjadi meskipun
pengobatan telah menggunakan kortikosteroid.
Pada pemeriksaan CT scan, hasil foto dengan penampakan ground glass
memiliki respon yang lebih baik terhadap penggunaan kortikosteroid, sedangkan
17
2.11
Pencegahan
Pasien dengan Farmers lung disease pada umumnya tidak mengetahui
18
lebih
baik
apabila
pasien
2.11
Tata Laksana
Seperti yang telah dijelaskan diatas, prinsip awal dari penatalaksanaan
penyakit Farmers lung disease adalah dengan menghindari paparan debu dari
tanaman seperti padi maupun gandum dan juga penggunaan alat-alat protektif.
Selain itu dapat pula dilakukan perbaikan pada lingkungan kerja, penggunaan alat
respirator dapat bekerja sebagai pembersih udara serta dapat juga digunakan
fungisida, dehumidifikasi, menyemprotkan jerami dengan asam propionat untuk
menekan pertumbuhan Thermophilic actinomycetes, pemberantas jamur atau
layanan pembersih lainnya untuk mengurangi paparan dari antigen10. Apabila
pasien terus mengalami progresi perburukan dari penyakit ini dan juga adanya
paparan yang terus menerus, maka sangat disarankan untuk menghindari antigen
dengan upaya apapun temasuk perubahan pekerjaan dan perubahan tempat tinggal
maupun tempat kerja.
Obat yang umumnya digunakan adalah kortikosteroid. Obat ini bekerja
sebagai pelega pada serangan akut dan dapat mempercepat penyembuhan dan
perbaikan pada fungsi paru. Penggunaan kortikosteroid ini diketahui tidak
19
klinis, fungsi pulmoner, dan perbaikan pada hasil radiografi. Dosis pengendalian
umumnya tidak selalu diperlukan, terutama apabila pasien sudah tidak terpapar
antigen sama sekali. Rekurensi farmers lung lebih banyak ditemukan pada
kelompok kortikosteroid dibandingkan kelompok kontrol bila tetap berlanjut
mendapat paparan sehingga timbul dugaan bahwa penggunaan kortikosteroid
dapat menekan aspek counter regulationrespon umum21.
Selain jenis kortikosteroid, beberapa obat yang dapat digunakan adalah
bronkodilator, kortikosteroid inhalasi, cromolyn sodium dan antihistamin. Obat ini
dapat memberikan dampak baik pada pasien dengan gejala obstrukif yang masih
reversibel. Penggunaan antibiotik makrolide dengan dosis rendah digunakan
untuk menurunkan inflamasi, namun keuntungan dari penggunaannya masih
belum terbukti. Penggunaan obat imunosupresan seperti azatioprine atau
cyclosporin terbukti membantu pada pnegobatan anak-anak namun tidak pada
dewasa.
20
BAB III
KESIMPULAN
ditegakan
dengan
anamnesa
dan
pemeriksaan
fisik.
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Ui JURNAL
http://emedicine.medscape.com/article/298811-overview
Tortora
http://thorax.bmj.com/content/43/6/429.full.pdf
6.
7.
8.
9.
Word : www.breathingmatters.co.uk
https://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/farmers_lung.html
HARRISON
http://nasdonline.org/1654/d001538/farmer-039-s-lung-it-takes-your-
breath.html
10. buku papdi
22