Farmer's Lung Disease

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

Farmers Lung Disease

Pembimbing:
dr. Agung, Sp.P

disusun oleh:
Adeline - 07120120006

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE AGUSTUS-OKTOBER 2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
BAB II : PEMBAHASAN 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi...................................................................................................
2.1.1 Anatomi.............................................................................................................
2.1.2 Fisiologi..............................................................................................................
2.2 Definisi...........................................................................................................................
2.3 Epidemiologi.................................................................................................................
2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi..................................................................................
2.5 Patologi..........................................................................................................................
2.6 Patofisiologi...................................................................................................................
2.7 Gejala Klinis...............................................................................................................
2.8 Diagnosis.....................................................................................................................
2.8.1 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik.................................................................
2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium...........................................................................
2.8.4 Pencitraan........................................................................................................
2.8.4 Pemeriksaan Fungsi Paru..............................................................................
2.8.5 Bronchoalveolar Lavage..................................................................................
2.8.5 Biopsi Paru......................................................................................................
2.9 Diagnosis Banding......................................................................................................
2.10 Prognosis...................................................................................................................
2.11 Pencegahan................................................................................................................
2.12 Tata Laksana.............................................................................................................

BAB III : KESIMPULAN 19


DAFTAR PUSTAKA

20

BAB I
PENDAHULUAN

Pada jaman yang semakin maju dan teknologi yang semakin berkembang,
penyakit paru yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi juga semakin
beragam akibat adanya pajanan dari bebagai faktor. Faktor ini meliputi debu
industri, debu atau sisa kerja, atau partikel lainnya yang terhirup oleh para pekerja
nya. Penyakit paru inilah yang kemudian disebut sebagai penyakit paru kerja.
Pada petani di Indonesia, penyakit paru yang paling sering ditemukan adalah
Farmers Lung disease dan Bagassosis.1
Farmers Lung Disease merupakan suatu penyakit paru yang sering
dijumpai pada petani karena seringnya terpapar oleh jerami dan tanaman yang
berjamur. Penyakit ini awalnya ditemukan pada awal abad ke 17. Penyakit paru
yang meliputi petani atau pekerja yang bercocok tanam banyak meliputi berbagai
faktor etiologi seperti Pseudomonas fluorescens

pada penyakit machine

operators lung yang diderita pekerja tebu dan pada petani sering ditemukan
bagassosis yang disebabkan oleh paparan terhadap sisa atau debu batang tebu.
Penyakit ini meliputi suatu proses hipersensitivitas sehingga paru-paru
akan mengalami suatu proses inflamasi.

Proses ini disebut dengan

Hypersensitivity pneumonitis atau alveolitis alegikan dimana terjadi proses


imunologik pada bagian terminal pernafasan. Farmers Lung Disease

telah

diketahui disebabkan oleh inhalasi faktor biologik yaitu bakteri thermophilic


seperti Actinomyces dan Aspergillus. Disebut thermophilic karena organisme ini
bertumbuh kembang dalam daerah dengan kelembaban tinggi dengan suhu 4060C.2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Seluruh aktivitas di dalam tubuh memerlukan oksigen yang diperoleh
melalui sistem pernafasan. Sistem pernafasan manusia terdiri atas hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan paru-paru. Secara struktur, sistem pernafasan dibagi
menjadi 2, sistem pernafasan atas (hidung, rongga hidung, faring, dsb.) dan sistem
pernafasan bawah (laring, trakea, bronkus, dan paru-paru).
2.1.1

Anatomi
Bronki dimulai dari batas vertebra thoracalis 5 dan di bagi menjadi 2,

bronkus primer kanan dan kiri. Bronkus primer kanan lebih pendek dan lurus,
sehingga kemungkinan untuk terjadi gangguan akibat aspirasi benda asing lebih
sering terjadi. Pada percabangan ini terdapat suatu lekukan yang disebut dengan
karina. Membran mukosa dari karina ini merupakan struktur paling sensitif dari
laring dan trakea yang berperan penting dalam proses batuk. Bronki kemudian
menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut dengan bronki sekunder (lobar),
bronki tertier (segmental), dan menjadi bronkiolus.3

Paru-paru merupakan sepasang struktur anatomi yang berada d tengah dan


dipisahkan oleh jantung dan organ-organ mediastinum lainnya, sehingga
membentuk 2 ruang anatomi berbeda dimana apabila terjadi kerusakan pada 1
struktur, maka struktur lainnya dapat tetap berfungsi dengan baik. Setiap paru
dlapisi oleh membran pleura yang terdiri atas pleura parietal (superfisial) dan
pleura visceral yang dipisahkan oleh rongga pleura yang mengandung lubrikan
untuk dapat bergerak secara mulus.

Bagian inferior dari paru disebut dengan basal dan berbentuk cembung dan
bagian superior disebut apeks. Pada permukaan mediastinal (medial) mengandung
hilum yang merupakan rongga tempat lewatnya bronki, pembuluh darah
pulmoner, kelenjar getah bening, dan saraf. Apeks paru terletak pada superior dan
1/3 medial dari klavikula dan dapat teraba, sedangkan basalnya terletak dari ICS 6
anterior dari prosesus spinosum.
Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medial, dan
inferior yang dibatasi oleh fisura horizontal dan oblique. Sedangkan paru-paru kiri
dibagi menjadi 2, yaitu lobus superior dan lobus inferior yang dibatasi oleh fisura
oblique. Setiap lobus terdiri atas bronki sekunder yang selanjutnya menjadi bronki
tertier (10 pada setiap paru yang disebut dengan segmen bronkopulmoner). Setiap
segmen bronkopulmoner terdiri atas lobulus kecil yang terdiri atas kelenjar
limpatik, arteriole, venule dan cabang dari bronkiolus terminal yang disebut
bronkiolus respiratorik. Pada bagian bronkiolus berubah menjadi duktus alveolus
yang mengandung alveoli yang berperan dalam pertukaran gas.3

Alveolus merupakan cupshapped tonjolan yang dilapisin oleh epitel


skuamous dan membran elastic. Setiap sakus alveolar terdiri atas 2 atau lebih
alveoli dan terdiri atas 2 macam sel epitel alveolar (tipe I dan tipe II/ sel septal).
Sel epitel alveolar tipe I merupakan tempat
utama terjadinya pertukaran gas sedangkan
tipe

II

mengandung

menghasilkan

cairan

mikrovili

yang

alveolar termasuk

surfaktan (yang terdiri atas fosfolipid dan


lipoprotein) untuk mengurangi tegangan dan
mempertahankan agar paru tidak kolaps.
Pada dinding alveolar terdapat makrofag
alveolar yang mengandung sel dust yang
berfungsi

sebagai

fagosit

untuk

membersihkan sisa-sisa dan debris dari rongga alveolar.


2.1.2

Fisiologi
Proses pertukaran gas di dalam tubuh disebut respirasi yang terdiri atas

ventilasi/nafas, respirasi eksternal (pulmoner), dan respirasi internal (jaringan).


Ventilasi pulmoner terdiri dari inhalasi dan ekshalasi sehingga terjadi pertukaran
antara udara di atmosfir dengan alveoli di paru. Respirasi eksternal merupakan
proses pertukaran gas di alveoli dan darah di kapiler pulmoner (O 2 masuk ke
dalam darah dan kehilangan CO2). Respirasi internal merupakan proses terjadinya
pertukaran antara gas dari kapiler sistemik dan sel-sel jaringan. Pada proses ini
darah mengeluarkan O2 dan mengonsumsi CO2 dan proses metabolik
mengonsumsi O2 dan menghasilkan CO2 untuk proses metabolisme dan
menghasilkan ATP atau disebut dengan respirasi seluler.
Udara dapat masuk ke paru karena adanya perbedaan tekanan yang lebih
rendah daripada tekanan di atmosfir. Pada proses inhalasi, tekanan udara di paru
sama dengan tekanan di atmosfir dan ketika udara masuk ke dalam paru, maka
tekanan di dalam alveoli harus menjadi lebih rendah daripada tekanan atmosfir
dan paru-paru harus terekspansi yang menyebabkan volume dan tekanan di paru

menjadi sama. Otot yang berperan pada saat inhalasi adalah diafragma dan
dipersarafi oleh nervus phrenikus3.
Dalam proses ekshalasi, perbedaan tekanan juga berperan penting namun
perubahannya berlawanan dengan saat proses inhalasi. Proses ekshalasi
merupakan proses pasif sehingga tidak membutuhkan kontaksi otot melainkan
merupakan hasil dari dinding dada dan paru yang elastis yang kembali ke bentuk
awalnya seperti pegas3.
Pertukaran gas O2 dan CO2 antara alveolus dan pembuluh darah pulmoner
berlangsung secara difusi pasif. Pada respirasi eksternal, terjadi perubahan dar
darah deoksigenasi menjadi darah yang teroksigenasi dengan mengambil O2 dari
alveolar. Sedangkan pada saat respirasi internal, terjadi pertukaran O 2 ke dalam
pembuluh darah sistemik untuk proses metabolisme dari darah yang teroksigenasi
yang dipompa oleh jantung.

2.2

Definisi
Farmers Lung Disease

adalah suatu penyakit paru dimana terjadi

inflamasi pada alveoli yang disebabkan dari inhalasi suatu substansi yang
menyebabkan terjadinya proses alergi. Proses inilah yang dikenal dengan
hypersensitivity pneumonitis atau hypersensitivity alveolitis maupun

extrinsic

allegric alveolitis.
Penyakit ini terjadi akibat adanya paparan yang berulang dan terusmenerus terhadap debu yang berasal dari jamur yang terdapat pada jerami, gabah,
dsb. Sekitar 5-10% petani di dunia yang terpapar jamur akan mengalami reaksi
alergi. Reaksi alergi dapat berupa serangan akut dan jangka pendek atau bisa
menjadi berupa respon kronis. Reaksi akut ini mudah dikenali terutama apabila
terjadi pada para petani yang sensitif atau terpapar lebih sering.
Pada umumnya Farmers Lung Disease akan menimbulkan gejala setelah
4-8 jam seterlah paparan6 dan ditandai dengan demam, menggigil, malaise, batuk
dan dispnea tanpa mengii. Dibutuhkan suatu anamnesa mengenai riwayat pajanan
dan penyingkiran kemungkinan penyakit pernafasan lainnya.
Hypersensitivitis pneumonitis atau extrinsic allergic alveolitis adalah
inflamasi pada saluran pernafasan terutama pada bagian terminal dimana terjadi

suatu gangguan inflamasi yang dipicu oleh inhalasi berulang dari berbagai faktor
organik. Gangguan yang dihasilkan beragam tergantung dari materi yang
terinhalasi yang berhubungan dengan musim, cuaca, epidemiologi, dan lokasi.

2.3 Epidemiologi
Farmers Lung Disase merupakan suatu jenis extrinsic allergic alveolitis
yang paling sering ditemukan. Prevalensi terjadinya penyakit ini beragam sesuai
dengan populasi pertanian dari suatu daerah ke daerah lainnya. Hal ini juga
bergantung akan adanya perubahan iklim dan perbedaan agraris dari suatu daerah.
Di dalam suatu penelitian, ditemukan bahwa Farmers Lung Disease lebih sering
diderita oleh wanita dibanding laki-laki dan lebih tinggi prevalensi pada usia 5155 tahun4.
Di Amerika sendiri ditemukan bahwa insiden terjadinya Farmers Lung
Disease sekitar 8-549 kasus per 100,000 orang setiap tahunnya dan mengenai
sekitar 0.4-7% populasi petani. Pada tahun 2007, penyakit ini menempati 11%
dari keseluruhan kasus hipersensitivitas pneumonitis. Di Inggris sendiri
ditemukan 420-3000 kasus per 100,000 orang dengan 2.5-153 kasus per 1000
petani5.
Angka mortallitas dari penyakit ini berkisar antara 0-20%. Kematian
biasanya terjadi 5 tahun setelah diagnosis. Penyebab kematian dari penyakit ini
adalah gejala yang berulang, dan fibrosis paru yang terjadi. Selain itu, faktorfaktor komorbid juga berperan penting dalam perkembangan penyakit ini seperti
riwayat merokok, dan penyakit paru sebelumnya.
2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Farmers lung disease disebabkan oleh adanya suatu bentuk inflamasi
yang terjadi pada sistem pernafasan terminal yang disebabkan oleh berbagai
bakteri Thermophillic yang merupakan suatu bakteri pembetuk endospora.
Beberapa

contoh

bakteri

yang

sering

ditemukan

antara

lain

adalah

Saccharopolyspora rectivilgur (Micropolyspora faeni), Thermoactinomyces


vulgaris, Thermoactinomyces viridis, dan Thermoactinomyces sacchari.

Penyakit ini lebih sering diderita oleh petani pada cuaca hujan dan dingin
dimana tanaman disimpan di dalam gudang yang hangat sehingga bakteri yang
dapat menoleransi panas dan jamur dapat tumbuh dengan cepat. Saat tanaman itu
mulai kering dan rapuh, dan mudah rusak maka sehingga menghasilkan debu yang
mudah terhirup. Spora yang menyebabkan Farmers Lung tidak menular, tetapi
menimbulkan suatu reaksi alergi. Debu dan spora ini lah yang disebut dengan
antigen6.
Faktor resiko pada penyakit ini terutama pada jenis pekerjaan yang
menghirup jamur yang terdapat pada tanaman maupun jerami. Penyakit ini tidak
hanya dapat menyerang petani namun juga pada mereka yang bekerja mengurus
gabah, peternak unggas, pekerja pada sirkus dan kebun binatang dan pekerja pada
toko binatang. Selain itu, menurut suatu penelitian di Kaukasia, ditemukn bahwa
faktor genetik juga turut berperan dalam pembentukan farmers lung disease
dengan adanya peningkatan pada HLA B8. Penyakit ini juga lebih sering
ditemukan pada pasien yang bukan perokok dikarenakan oleh adanya penurunan
respon IgG yang disebabkan oleh rokok.

2.5 Patologi
Penyakit ini pada dasarnya menyerang bagian parenkim paru yang
menimbulkan proses inflamasi baik akut maupun kronis tergantung pada
stadiumnya. Penyakit ini dapat berupa alveolitis maupun bronkiolitis. Pada
sediaan patologis sendiri dapat ditemukan adanya inflamasi interstisial kronis
dengan serbukan sel plasma, sel mast, makrofag dan limfosit disertai dengan
adanya granuloma yang sedikit mengalami nekrosis. Pada kasus lain juga dapat
ditemukan adanya bronkiolitis obliterans dan adanya infeksi sekunder berupa
pneumonia bakterial.
24 jam pertama setelah timbulnya penyakit, dapat terlihat perubahan
histologis dimana timbul neutrophilic alveolitis yang selanjutnya diikuti dengan
timbulnya infiltrat inflamasi peribronkial dengan serbukan limfosit, sel plasma,
makrofag, dan giant cell denga perubahan histologis spesifik yang ditandai

dengan adanya giant cells, granuloma non nekrosis di interstitium di luar maupun
dalam, Schoumanns bodies atau asteroid bodies. Apabila paparan dapat dihindari
dan berhenti, maka gambaran granuloma dan respiratori bronkiolitis akan
menghilang sehingga hanya akan ditemui inflamasi interstisial dan fibrosis pada
penyakit yang sudah kronis.
2.6 Patofisiologi
Seperti yang telah dijelaskan bahwa Farmers Lung disease merupakan
suatu penyakit Hypersensitivity pneumonitis dimana terjadi suatu reaksi alergi
pada sistem pernafasan terutama pada bagian terminal. Proses ini bergantung
terhadap intensitas, frekuensi dan durasi dari pajanan serta respon tubuh terhadap
antigen yang berperan. Kedua respon imun baik humoral maupun cell-mediated
berperan dalam proses ini. Pada sistem akut, infiltrasi neutrofil diikuti dengan
infiltrasi limfosit pada saluran pernafasan. Kadar interleukin 1,8 dan TNF-
meningkat. Sitokin ini berperan sebagai proinflamasi dan kemotaktik sehingga
mendatangkan berbagai mediator inflamasi lainnya dan menyebabkan kerusakan
seluler dan perubahan dalam jaras komplemen sehingga meningkatkan
premeabilitas pembuluh darah dan migrasi leukosit ke paru-paru. Apabila pajanan
dalam jumlah besar maka terjadi peningkatan inflamasi yang menyebabkan
perubahan alveolar sehingga berujung pada hipoksemia dan penurunan tahanan
paru.
Proses yang terjadi merupakan suatu proses yang berhubungan dengan
kompleks imun dan berupa hipersensitivitas tipe III yang ditandai dengan adanya
antigen-specific

immunogobulin dan aktivitas komplemen serta deposit pada

paru. Selain itu, delayed-type hypersensitivity / type IV juga berperan dalam


patogenesisnya ditandai dengan adanya limfosit, makrofag dan granuloma pada
rongga alveolar dan intestisium.
Pada awalnya proses yang terjadi adalah dengan ditemukannya antibody
yang melawan antigen. Pada fase akut, ditemukan adanya proses cell-mediated,
dimana terdapat peningkatan pada polymorpfonullear leukosit pada alveoli dan
saluran pernafasan kecil. Hal ini kemudian diikuti dengan masuknya sel

10

mononuklear ke dalam paru dan pembentukan granuloma yang menjadi ciri khas
dari hipersensitivitas tipe lambat terutama pada T-cell mediated terhadap inhalasi
berulang terhadap antigen. Hal ini kemudian juga dapat dibuktikan dengan
peningkatan limfosit T pada cairan Broncoalveolar Lavage disertai dengan
peningkatan dari leukosit PMN. Pada suatu penelitian, ditemukan bahwa terdapat
reaksi daripada TH1, interferon , interleukin-12 dan IL-18 dalam patofisiologi
penyakit tersebut disertai dengan interaksi antar sitokin seperti IL-1, TGF-, dan
TNF- 8.

Akumulasi dari sel-sel inflamasi disebabkan oleh adanya induksi dari


molekul adhesi berupa L-selectin dan E-selectin yang berkontribusi bersama
dengan sel-sel dendiritik sehingga meningkatkan jumlah CXCR3/CXCL10 oleh
CD4+ dan CD8+. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan dari Fas protein dan
FasL pada paru yang bekerja dalam menekan proses inflamasi dan menginduksi
Tcell apoptosis.

11

2.7 Gejala Klinis


Pasien dengan farmers lung disease memiliki 3 tahap manifestasi klinis,
yaitu akut, subakut, dan kronik. Perbedaan dari ketiganya berdasarkan jangka
waktu. Gejala akut ditemukan setelah pajanan antigen dalam jumlah besar. Gejala
ini umumnya dapat sembuh sendiri dalam 12 jam sampai hitungan hari apabila
antigen hilang atau dapat terhindari. Pada subakut, jangka waktu timbulnya gejala
tidak dapat diprediksi dan umumnya biasanya terjadi dalam jangka waktu minggu
hingga bulan. Pada gejala konik yang merupakan hasil dari pajanan lama dan
terus-menerus terhadap antigen dan dapat berujung pada kerusakan paru yang
ireversibel2.
Gejala akut dapat tinggul dalam 2-9 jam paska paparan dan umumnya
berlangsung selama 6-24 jam. Gejala biasanya mudah dikenali dan menyerupai
gejala flu yang ditandai dengan sesak nafas, batuk kering, malaise, demam,
menggigil, diaforesis, mual dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan adanya batuk-batuk, sesak nafas, demam, takipneu, ronkhi halus difus
di kedua basal paru, sianosis, dan takikardia. Apabila pasien dapat menghindari
pajanan selanjutnya maka gejala dapat berkurang dalam kurun waktu 12 jam
namun dapat juga bertahan selama 2 minggu. Pada gejala yang serius, maka gejala
dapat bertahan hingga 2 minggu dan sering menyerupai pneumonia.
Gejala subakut lebih sering ditemui daripada akut namun lebih sulit
dikenai dan berkembang secara perlahan/intermitten karena merupakan respon
terhadap pajanan secara terus-menerus dalam jumlah sedikit. Gejala yang timbul
dapat berupa batuk, sesak/dispneu, demam ringan dan menggigil, malaise, nyeri
atau pegal pada otot dan sendi-sendi, serta adanya penurunan nafsu makan hingga
penurunan berat badan dan anoreksi. Keadaan ini terkadang menyerupai chest
cold

yang sering diderita selama musim dingin. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan hasil yang serupa dengan gejala akut namun kurang berat dan
berlangsung lebih lama,

12

Gejala kronis biasanya timbul akibat beberapa serangan akut dalam


hitungan tahun dan mengenai mereka yang terus-menerus terpajan dalam jumlah
besar debu-debu berjamur. Pasien umumnya mengeluhkan adanya serangan
episode at dan perjalanan penyakitnya insidius. Penyakit ini dapat bertahan selama
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dan ditandai dengan meningkatnya sesak,
demam sedang yang hilang-timbul, penurunan berat badan yang signifikan dan
malaise. Gejala ini disertai dengan kerusakan paru secara permanen dan
perburukan seiring dengan paparan yang terus berlangsung7. Selain itu pada
penyakit kronis, dapat terdapat bibasilar rales, clubbing finger, terutama pada
pasien dengan riwayat hipoksemia jangka panjang dan kerusakan parenkim serta
penurunan kemampuan untuk beraktivitas. Pemberhentian dari paparan tidak
memberikan hasil perbaikan klinis yang bermakna. Pada peeriksaan fisik
ditemukan pasien kurus, takipneu, distres respirasi, ronkhi inspirasi pada bagian
basal. Secara garis besar, penyakit kronis ini menyerupai penyakit bronkitis
kronis.

2.8 Diagnosis
2.8.1

Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik


Diagnosis penyakit Farmers Lung Disease

dapat ditegakan dengan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis penting ditemukan riwayat


terpajan dari tanaman maupun gabah yang terkena jamur. Jangka waktu pajanan
ini juga harus diketahui untuk mengevaluasi tahap perkembangan dari penyakit
tersebut. Selain itu, juga diperlukan riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit
pernafasan lainnya. Pada inspeksi dapat dilihat maninfestasi klinis yang telah
dijelaskan seperti takikardia, batuk kering, penurunan berat badan, malaise, sesak,
diaforesis, mual dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
takikardia, takipnea sianosis, ronkhi pada bagian basal paru, dan tidak ditemukan
adanya mengi.

13

2.8.2

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan darah

walaupun pemeriksaan ini berperan sedikit. Darii hasil pemeriksaan dapat


ditemukan adanya peningkatan hemoglobin, leukositosis dengan neutrofilia
(namun bukan eosinofilia) dan peningkatan Laju Endap Darah (LED), C-reactive
protein, dan jumlah immunoglobulin. Adanya persipitasi IgG antibodi melawan
antigen menunjukan bahwa pasien telah memiliki riwayat penyakit tersebut
namun tidak dapat menunjukan tingkat aktif dari suatu penyakit. Selain itu,
pemeriksaan antibodi terhadap antigen penyakit ini juga dapat menegakkan
diagnosis. Banyk pasien dengan gejala klinis tidak terdeteksi antibodi karena uji
antibodi yang tidak sesuai atau berkurangnya paparan.
2.8.3

Pencitraan

Pada pemeriksaan pencitraan dapat dilakukan pemeriksaan foto polos dada


/ rontgen toraks. Umumnya pada serangan akut, rontgen toraks akan nampak
normal, namun terkadang dapat ditemukan adanya nodul-nodul kecil di apeks dan
basal paru. Nodul tersebut berukuran beberapa mm dengan batas tidak tegas,
bayangan berawan pada interstisial. Abnormalitas semakin terlihat pada fase
subakut maupun kronis dimana terlihat konsolidasi udara. Lalu untuk menegakkan
keadaan subakut dapat terlihat bercak nodular maupun retikulonodular. Garisgaris radiodensitas dapat menunjukan berbagai area fibrosis yang menunjukan

14

adanya serangan sebelumnya. Pada fase kronis, maka akan nampak retikulasi pada
bagian atas dan tengah paru serta dapat terlihat adanya honey combing dan pada
umumnya apeks paru tidak mengalmi abnormalitas. Pemeriksaan dengan
menggunakan CT scan dengan resolusi tinggi dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukan adanya honeycombing dengan
bercakan peribronchovaskular dengan nodul, reticulonodulad dan gambaran
ground-glass. Dapat terlihat daerah yang lebih radiolucent disebabkan oleh
adanya udara yang berasal dari bronchiolar. Keadaan ini akan kembali seperti
normal segera setelah pasien tidak lagi menunjukkan gejala.

2.8.4

Pemeriksaan Fungsi Paru


Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fungsi

pulmoner yang menunjukan penurunan volume paru akibat bercakan dengan gas
yang berkurang. Dapat juga terlihat adanya obstruksi ringan dan hipoksia.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan spirometri dimana terlihat
adanya tahanan dari fungsi ventilasi dengan menurunnya forced vital capacity
(FVC), berkurangnya total lung capacity (TLC) dan aliran udara yang tertahan.
Tes fungsi paru men ujukan adanya pola pernafasan restriktif dengan aliran udara
yang masih baik pada gejala akut dan subakut, sedangkan pada gejala kronis,
didapatkan pola restriktif yang berat atau campuran antara obstruktif dan restriktif.

15

Hipoksemia ringan dan berat dapat terlihat saat istirahat maupun aktivitas ringan.
Defek obstruktif bronkus ringan (peningkatan resistensi saluran napas) diduga
berhubungan dengan terjadinya bronkiolitis atau emfisema yang akan menghilang
sesudah paparan bahan antigen terhenti. Abnormalitas yang ditemukan diduga
merupakan akibat dari adanya bronkospasme maupun hiperaktivitas bronkial.
Terkadang tes provokasi inhalasi direkomendasikan dengan diberikan
paparan ulang terhadap faktor yang diduga merupakan faktor pencetus. Pasien
kemudian akan mengalami demam, malaise, sakit kepala, ronkhi pada kedua
lapang paru, dan penurunan kaasitas vital paksa dalam 8-12 jam setelah paparan 20.
Uji ini dilakukan untuk membedakan antara penyakit hipersensitivitas pulmoner
dengan penyakit interstisial paru lainnya.
2.8.5

Bronchoalveolar Lavage
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil spesimen cairan dengan

menggunakan bronkoskopi kedalam paru-paru melalui mulut atau hidung. Dari


hasil pemeriksaan maka dapat ditemukan adanya penurunan perbandingan antara
limfosist supresor dengan helper, limfositosis (>20%) namun tidak spesifik.
Peningkatan jumlah sel T CD8 da rasio CD4:CD8 kurang dari 1 dapat megakan
diagnosis. Seluruh pasien dengan penyakit paru interstisial yang tidak diketahui
penyebabnya, namun memiliki hasil limfositosis pada BAL harus dipikirkan
kemungkinan diagnosis hipersensitivitas pulmoner.
2.8.6

Biopsi Paru
Biopsi paru dapat diperoleh dari biopsi transbronkial maupun pembedahan

pada kasus lanjut. Hasil yang didapatkan dapat berupa granuloma non-kaseosa,
yang terdapat pada bronkiolus respirasi atau terminalis, sel raksasa berinti banyak,
infiltrasi sel mononuklear (limfosit dan sel plasma) pada dinding alveolar dan
adanya histiosit besar dengan sitoplasma berbusa di daerah interstisim. Fase
subakut/kronik

ditandai

dengan

triad

bronkiolitis

alveolar,

fibrosis

interstitial/inflamasi fibrosis dan granuloma-granuloma non-nekrosis kecil.

16

2.9 Diagnosis Banding


Karena gejala yang ditimbulkan oleh semua jenis hipersensitivitas
pulmoner serupa, maka penemuan etiologi ataupun faktor pencetus dari gejala
tersebut harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis antar sesama penyakit
hipersensitivitas

pulmoner.

Diagnosis

banding

pada

fase

akut

harus

dipertimbangkan penyakit lain seperti pneumonia atipikal atau viral, penyakit


kolagen vaskular, sindroma toksisk debu organik dan beberapa trauma paru akibat
inhalasi akut. Apabila ditemukan mengi, maka dapat dipikirkan diagnosis asma
bronkial allergic bronchopulmonary aspergilosis dan byassinosis. Pada fase
kronis maka harus dipikirkan penyakit kronis lainnya seperti tuberkulosis milier,
sarkoidosis, infeksi jamur, granuloma eosinofilik, dan fibrosis paru idiopatik.

2.10

Prognosis
Pada pasien dengan hipersensitivitas pulmoner terutama farmers lung

disease memiliki prognosis umumnya baik dengan kesembuhan total pada fungsi
paru, namun hal ini memerlukan waktu yang lama. Namun, apabila ditemukan
fibrosis pulmoner maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Prognosis dapat dilihat
melalui hasil CT scan untuk melihat adanya fibrosis atau tidak. Apabila berlanjut,
maka penyakit ini dapat menjadi kronis dimana terjadi kerusakan dari paru yang
menghambat aliran udara, umumnya berhubungan dengan emfisema ringan.
Prognosis jangka panjang dari penyakit in beragam dan tergantung dengan
luasnya fibrosis serta jumlah dari kerusakan yang ireversibel pada parenkim paru.
Pada beberapa pasien, meskipun sudah sembuh, penyakit ini masih bisa
berkembang. Apabila penyakit ini dapat terdiagnosa sebelum terjadinya perubahan
yang ireversibel, maka kesembuhan akan terjadi dengan abnormalitas fungsional
yang sangat minim. Selain itu, apabila penyakit ini disertai dengan adanya
bronkiolitis dan granuloma, maka kesembuhan akan lebih sulit terjadi meskipun
pengobatan telah menggunakan kortikosteroid.
Pada pemeriksaan CT scan, hasil foto dengan penampakan ground glass
memiliki respon yang lebih baik terhadap penggunaan kortikosteroid, sedangkan

17

hasil dengan gambaran honeycomb yang menunjukan adanya fibrosis pulmoner,


memiliki respon 20% lebih rendah terhadap kortikosteroid dengan angka
mortalitas yang lebih tinggi, sekitar 90% setelah 5 tahun terdiagnosa.

2.11

Pencegahan
Pasien dengan Farmers lung disease pada umumnya tidak mengetahui

kondisinya sebelum terjadi gejala, sehingga berbagai pencegahan lebih baik


dilakukan sebelum penyakit tersebut berkembang. Pencegahan atau profilaksis
yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi tingkat paparan terhadap antigen
yang diduga berperan dalam timbulnya serangan hipersensitivitas pneumonitis,
meminimalisir kontaminasi mikroorganisme terhadap lingkungan luar dan
menggunakan alat-alat pelindung.
Alat-alat protektif seperti masker di tempat kerja yang terdapat antigen.
Apabila paparan tidak dapat dihindari dan terjadi terus-menerus, maka
pemantauan terhadap kondisi paru harus dilakukan secara berkala.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir paparan antara
lain9 :
1. Memastikan bahwa padi maupun gandum telah kering dengan baik
sebelum disimpan. Hal ini akan menghentikan perkembangan dari
jamur. Selain itu dapat juga digunakan mesin pengering maupun
pengawet.
2. Apabila memungkinkan, maka gandum dan padi yang basah harus
dipisahkan
3. Selalu menggunakan lembaran plastik untuk menutupi tanaman di
dalam lumbung dan ditahan dengan beban berat
4. Basahi dahulu lembar plastik untuk mengurangi kemungkinan
terpaparnya udara sebelum membuka tanaman yang disimpan
5. Sediakan ventilasi sebanyak mungkin dalam pekerjaan yang dilakukan
pada daerah berdebu
6. Pekerjaan lebih baik dilakukan di ruangan terbuka.

18

7. Saat harus bekerja dengan tanaman yang terpapar jamur, usahakan


sebisa mungkin untuk menjaga jarak.
8. Pada kasus-kasus tertentu, akan

lebih

baik

apabila

pasien

menggunakan respirator yang sudah teruji sebagai toxic dust


respirator.
Saat seseorang telah terdiagnosis dengan penyakit farmers lung maka
penyakit ini dapat dikontrol dengan mengurangi dan menghindari kontak dengan
jamur, sehingga akan lebih baik apabila tindakan prevensi diatas dilipat gandakan.
Apabila kondisi pasien tidak diperbaiki dan dijaga, maka akan besar
kemungkinan penyakit tersebut berkembang menjadi penyakit paru yang lebih
serius. Terkadang pasien disarankan untuk berhenti bekerja mengingat resiko
terburuk adalah terjadi kerusakan dan cacat secara permanen.

2.11

Tata Laksana
Seperti yang telah dijelaskan diatas, prinsip awal dari penatalaksanaan

penyakit Farmers lung disease adalah dengan menghindari paparan debu dari
tanaman seperti padi maupun gandum dan juga penggunaan alat-alat protektif.
Selain itu dapat pula dilakukan perbaikan pada lingkungan kerja, penggunaan alat
respirator dapat bekerja sebagai pembersih udara serta dapat juga digunakan
fungisida, dehumidifikasi, menyemprotkan jerami dengan asam propionat untuk
menekan pertumbuhan Thermophilic actinomycetes, pemberantas jamur atau
layanan pembersih lainnya untuk mengurangi paparan dari antigen10. Apabila
pasien terus mengalami progresi perburukan dari penyakit ini dan juga adanya
paparan yang terus menerus, maka sangat disarankan untuk menghindari antigen
dengan upaya apapun temasuk perubahan pekerjaan dan perubahan tempat tinggal
maupun tempat kerja.
Obat yang umumnya digunakan adalah kortikosteroid. Obat ini bekerja
sebagai pelega pada serangan akut dan dapat mempercepat penyembuhan dan
perbaikan pada fungsi paru. Penggunaan kortikosteroid ini diketahui tidak

19

mengubah prognosis. Jenis dan dosis dari penggunaan kortikosteroid beragam


disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada dosis inisial dapat diberikan prednison
0.5-1mg/kgBB/hari selama 1 -2 minggu untuk hipersensitivitas pneumonitis akut
atau 4-8 minggu pada serangan subakut maupun kronis. Kemudian pengobatan ini
dapat dilanjutkan dengan penurunan dosis secara berkala sekitar 10mg/hari selama
2-6 minggu.

Pengobatan jangka panjang harus disesuaikan dengan keadaan

klinis, fungsi pulmoner, dan perbaikan pada hasil radiografi. Dosis pengendalian
umumnya tidak selalu diperlukan, terutama apabila pasien sudah tidak terpapar
antigen sama sekali. Rekurensi farmers lung lebih banyak ditemukan pada
kelompok kortikosteroid dibandingkan kelompok kontrol bila tetap berlanjut
mendapat paparan sehingga timbul dugaan bahwa penggunaan kortikosteroid
dapat menekan aspek counter regulationrespon umum21.
Selain jenis kortikosteroid, beberapa obat yang dapat digunakan adalah
bronkodilator, kortikosteroid inhalasi, cromolyn sodium dan antihistamin. Obat ini
dapat memberikan dampak baik pada pasien dengan gejala obstrukif yang masih
reversibel. Penggunaan antibiotik makrolide dengan dosis rendah digunakan
untuk menurunkan inflamasi, namun keuntungan dari penggunaannya masih
belum terbukti. Penggunaan obat imunosupresan seperti azatioprine atau
cyclosporin terbukti membantu pada pnegobatan anak-anak namun tidak pada
dewasa.

20

BAB III
KESIMPULAN

Farmers Lung Disease merupakan suatu penyakit Hypersensitivity


alveolitis yang menimbulkan inflamasi pada alveolar oleh karena bakteri
Thermophillic seperti Saccharopolyspora rectiilgur, Thermoactinomyces vulgaris,
Thermoactinomyces viridis, dan Thermoactinomyces sacchari. Spora dan bakteri
ini sering ditemukan pada tanaman seperti gandum maupun padi.
Penyakit ini menyerang bagian terminal paru dimana akan terjadi proses
inflamasi yang melibatkan berbagai sel proinflamasi sehingga terbentuk
granuloma bahkan fibrosis. Pada fase akut, maka akan terjadi infiltrasi sel-sel
proinflamasi yang mengakibatkan timbulanya proses hipersensitivitas tipe IV dan
III sehingga terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear maupun polimorfonuklear.
Gejala penyakit ini dibagi menjadi 3, yaitu gejala akut yang ditandai
seperti flu-like syndrome, diikuti dengan gejala subakut dimana gejalanya serupa
namun lebih ringan dan berjalan progresif disertai dengan adanya penurunan berat
badan, dan gejala kronis, dimana gejala timbul selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun dengan riwayat serangan akut dan menyerupai bronkitis kronis.
Diagnosis

ditegakan

dengan

anamnesa

dan

pemeriksaan

fisik.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah, foto


dada polos, CT scan dengan resolusi tinggi, pemeriksaan fungsi pulmoner,
Bronchoalveolar Lavage, dan biopsi paru.
Penanganan yang paling efektif adalah dengan menghindari atau
meminimalisir paparan. Apabila tidak dapat dilakukan maka tindakan protektif
harus dilakukan. Obat yang dapat digunakan adalah kortikosteroid yang dapat
melegakan serangan akut dan memperbaiki fungsi paru walaupun tidak
memberikan perbedaan prognosis yang bermakna. Prognosis pada Farmers Lung
Disease umumnya baik dengan abnormalitas paru minimal.

21

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Ui JURNAL
http://emedicine.medscape.com/article/298811-overview
Tortora
http://thorax.bmj.com/content/43/6/429.full.pdf

Hanak V, Golbin JM, Ryu JH. Causes and presenting features in


85 consecutive patients with hypersensitivity pneumonitis. Mayo
Clin Proc. 2007 Jul. 82(7):812-6. [Medline]

6.
7.
8.
9.

Word : www.breathingmatters.co.uk
https://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/farmers_lung.html
HARRISON
http://nasdonline.org/1654/d001538/farmer-039-s-lung-it-takes-your-

breath.html
10. buku papdi

22

Anda mungkin juga menyukai