APBN Dalam Pandangan Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Nama : Rosyidatul Muizzah

NIM

: 135020307111070

Kelas : CA-Ekonomi Islam

APBN Menurut Islam


APBN
A. Pengertian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (dari 1 Januari
sampai 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN
setiap tahunnya ditetapkan dengan Undang-Undang (UU). Penyusunan anggaran,
baik di rumah tangga maupun perusahaan, selalu dihadapkan pada ketidakpastian
dalam hal penerimaan dan pengeluaran.
B. Komponen APBN
Secara garis besar, APBN terdiri atas lima komponen utama, yaitu:
1. Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Dalam Negeri- Penerimaan Perpajakan- Penerimaan Negara
Bukan Pajak
b. Hibah
2. Belanja Negara
a. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat- Pengeluaran Rutin- Pengeluaran
Pembangunan
b. Anggaran Belanja Untuk Daerah- Dana Perimbangan- Dana Otonomi
Khusus dan Penyeimbang
3. Keseimbangan Primer
4. Surplus/Defisit Anggaran
5. Pembiayaan
a. Pembiayaan Dalam Negeri
b. Pembiayaan Luar Negeri
C. Fungsi dan Tujuan APBN
APBN mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi Otorisasi; yakni anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Jadi, pembelanjaan
atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi Perencanaan; yakni anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi
negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu
pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat
rencana-rencana untuk mendukungnya. Misalnya, telah direncanakan dan
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian
miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan
proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
3. Fungsi Pengawasan; yakni anggaran negara harus menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sudah sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi
rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara
untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
4. Fungsi Alokasi; yaitu anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efesiensi dan
efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi; yaitu kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi; yaitu anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Sedangkan tujuan APBN adalah sebagai pedoman penerimaan dan
pengeluaran negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan untuk meningkatkan
produksi, memberi kesempatan kerja, serta menumbuhkan perekonomian, yang
kesemuanya itu untuk mencapai kemakmuran rakyat.
D. Prinsip penyusunan APBN
- Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga hal, yaitu:
a. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan
penyetoran.
b. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
c. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.
- Sementara, berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah
sebagai berikut:
a. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
b. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
c. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
- Kemudian, APBN juga disusun dengan berdasarkan azas-azas berikut ini:
a. Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
b. Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
c. Penajaman prioritas pembangunan.
d. Menitikberatkan pada azas-azas dan undang-undang negara.
E. APBN (untuk 2016)
- Arah Kebijakan Fiskal 2016
Penguatan pengelolaan fiskal dalam rangka memperkokoh fundamental
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkualitas.
Strategi yang ditempuh :
a. Memperkuat stimulus yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas
produksi dan penguatan daya saing
b. Meningkatkan ketahanan fiskal dan menjaga terlaksananya programprogram prioritas di tengah tantangan perekonomian global
c. Mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka
menengah dan panjang
- Asumsi Makro

Postur APBN 2016

APBN dalam Grafik

Arah Kebijakan Umum Perpajakan


Ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tetap
menjaga iklim investasi dunia usaha, stabilitas ekonomi dan daya beli
masyarakat
Peningkatan pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak dengan didukung
perbaikan regulasi, administrasi, serta akuntabilitas
Dukungan intensif Fiskal yang diarahkan untuk meningkatkan daya
saing dan nilai tambah ekonomi nasional
Arah Kebijakan Umum PNBP
Optimasi sumber migas yang sudah ada serta peningkatan investasi di
sumur migas baru.
Perbaikan pengawasan pengelolaan SDA (minerba, perikanan, dan
kehutanan).
Melanjutkan renegosiasi KK dan PKP2B dan melakukan reviu atas
tarif iuran produksi/royalti mineral logam dan batubara
Menjaga keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan, dan pengawasan
kegiatan penangkapan ikan.
Mengenakan dividen BUMN dengan memperhatikan kondisi keuangan
dan peranannya sebagai agen pembangunan
Perbaikan tarif PNBP K/L serta perbaikan pelayanan dan
pengawasannya.

Arah Kebijakan Belanja Negara

Meningkatkan kinerja aparatur pemerintah untuk memacu


produktivitas dan peningkatan pelayanan publik.
Mengarahkan subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
Melanjutkan program prioritas pembangunan, utamanya : infrastruktur
konektivitas, pendidikan, kesehatan, kedaulatan pangan dan energi,
kemaritiman, pariwisata, pertahanan, serta pengurangan kesenjangan,
guna semakin memperbaiki kualitas pembangunan.
Pemenuhan anggaran Kesehatan sebesar 5 persen dari APBN, dengan
didukung program yang lebih tajam dan luas, baik dari sisi demand
maupun sisi supply.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dan tidak mampu
melalui program bantuan sosial yang lebih berkesinambungan (KIP,
KIS), termasuk perluasan cakupan penerima Bantuan Tunai Bersyarat
menjadi 6 juta KSM.
Penyediaan kebutuhan pokok Perumahan melalui program Sejuta
Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, dengan dukungan
pembangunan rumah, subsidi bunga kredit, dan bantuan uang muka
rumah.
Menyelaraskan kebijakan Desentralisasi Fiskal dengan mengalihkan
alokasi
Dana
Dekonsentrasi/Tugas
Pembantuan
di
Kementerian/Lembaga ke DAK, agar pembangunan lebih merata dan
lebih cepat, yang juga didukung dengan peningkatan alokasi Dana
Desa mencapai 6,5 persen dari dan di luar Transfer ke Daerah, sesuai
Road Map Dana Desa tahun 2015-2019
APBN (menurut Pandangan Islam)
A. Bila dalam APBN Konvensional banyaknya pendapatan negara didapat dari pajak,
sehingga berpengaruh pada defisit anggara pada negara dan hutang negara yang
berkepanjangan. Sedangkan untuk APBN dalam negara muslim saat itu, tidak

dikenal dengan APBN melainkan Institusi Baitul Mal yang kerjanya sama dengan
APBN yaitu untuk mengelola pendapatan dan pengeluaran negara. Dan alternatif
itulah yang dapat menopang keberlangsungan operasional negara tanpa defisit dan
hutang yang menumpuk. Cerita tentang pendapatan negara adalah pada masamasa awal islam, dimana terjadi puncak kejayaan pada zaman Umar bin Abd. Aziz
yaitu pendapatan negara mengalami surplus bahkan hingga sulit untuk proses
distribusinya.
Tentang aspek ekonomi sendiri sebenarnya diatur dalam Al-Quran, yaitu
pad Surat Al-Anfal:41. Rasulullah menggunakan kebijakan ekonomi sebagaimana
yang diatur dalam Surat tersebut. Surat Al-Anfal sendiri adalah antara perang
badar dan pembagian barang rampasan dari perang di tahun kedua.
Pada zaman itulah, pendapatan negara mulai dipergunakan. Dalam masa
itu, pendapatan negara terbesar berasal dari harta rampasan perang. Selain harta
rampasan perang tersebut, adapula beberapa sumber pendapatan negara lainnya
yaitu:
1. Zakat, Infaq dan Shadaqah
Kewajiban Zakat telah diperintahkan sejak tahun 9M. Allah sendiri telah
mewajibkan umat muslim untuk berzakat, yang diambil dari orang kaya untuk
diberikan kepada orang miskin. Dan pemerintah pusat di negara tersebut
berhak untuk mengambil keuntungan dari zakat untuk diberikan orang miskin
hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada yang
berhak menerima.
Pada masa Rasulullah, zakat yang dikenakan adalah:
a. Benda logam yang terbuat dari emas
b. Binatang ternak unta, sapi, kambing dan domba
c. Berbagai jenis barang dagang termasuk budak dan hewan
d. Hasil pertanian termasuk buah-buahan
e. Harta benda yang ditinggalkan oleh musuh
f. Barang temuan
2. Jizyah
Yaitu pajak yang dikenakan umat non muslim yang berkelibahan untuk
jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak
wajib militer. Pada masa Rasulullah besarnya jizyah itu sendiri yaitu satu dinar
per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Sedangkan untuk
perempuan, anak-anak dan orang tua dibebaskan dari jizyah ini.
3. Kharaj
Adalah pajak tanah yang dipungut dari orang non muslim ketika khaibar
ditaklukan. Tanah yang sudah diambil oleh orang muslim tersebut, kemudian
dikelola oleh pemilik lama dari tanah, dan sebagian dari penghasilan di tanah
tersebut harus diberikan pada negara. Pengolahan tanah tersebut adalah
sebagai pengganti dari sewa tanah pemilik.
4. Uang tebusan untuk tawanan perang (untuk perang badar)
5. Pinjaman-pinjaman uang untuk pembebasan kaum muslim
6. Khums atau Rikaz
7. Harta benda kaum muslim yang meninggal tanpa ahli waris
8. Wakaf

9. Qurban dan Kifarat


B. Adapun pada masa Khulafaul Rasyidin ada banyak perubahan dalam sektor
ekonomi dan keuangan negara. Namun eksistensinya masih menerapkan apa yang
ada pada zaman Rasulullah sehingga unsur islam dan kaum musliminnya masih
ada. Yang berbeda dalam masa ini adalah improvisasi sistem perekonomian yang
akan dilakukan oleh diwan yang mirip dengan departemen keuangan reguler.
Aset pemerintah islam di era perkembangan islam ada empat kategori
yaitu:
1. Ghanimah
2. Shadaqah
3. Fay
Yaitu semua harta benda yang didapat dari musuh tanpa peperangan. Istilah
ini dipakai untuk semua harta benda termasuk harta benda yang tidak
bergerak seperti tanah, serta jizyah, kharaj dan bea cukai yang dikumpulkan
dari para pedagang nonmuslim. Keuntungan dari pendapatan fay ini adalah
untuk keperluan penuh negara, yang artinya akan dibagi di seluruh bagian
negara.
4. Jizyah
C. Penyusunan APBN Islam
Mekanisme penyusunan APBN Islam memiliki paradigma yang berbeda dengan
APBN konvensional. Beberapa perbedaan paradigma tersebut adalah:
1. APBN Islam tidak dibuat setiap tahun.
2. APBN Islam tidak membutuhkan pembahasan dengan Majelis Umat.
3. Dalam APBN Islam, sumber pendapatan dan pos pengeluarannya telah
ditetapkan oleh syariah.
4. Dalam APBN Islam, Khalifah selaku kepala negara bisa menyusun sendiri
APBN tersebut melalui hak tabanni yang melekat pada dirinya.
5. Alokasi dana masing-masing sumber pendapatan dan pos pengeluaran dalam
APBN Islam diserahkan kepada pendapat dan ijtihad Khalifah.
APBN Konvensional VS APBN Islam
Seperti yang terlihat dari mekanisme penyusunan APBN, pada APBN
konvensional, APBN disusun setiap tahun pada dari tanggal 1 Januari hingga 31
Desember. Sedangkan untuk APBN islam tidak mengenal periode waktu tertentu.
Untuk jenis pengeluaran dan pendapatan dalam APBN konvensional ditentukan oleh
pemerintah dan DPR, sedangkan untuk jenis pengeluaran dan pendapatan dalam
APBN Islam ditentukan tidak ditentukan oleh siapapun, baik itu majelis umat atau
khilafah, namun jjenis pengeluaran dan pendapatan tersebut ditentukan oleh hukumhukum islam yang berlaku, yang sifatnya tetap. Sedangkan untuk berapa besar dana
yang dikeluarkan untuk masing-masing dari pengeluaran dan pendapatan , jika APBN
konvensional maka itu telah ditentukan oleh pemerintah dan DPR, dan untuk APBN
Islam pembagian ini dilakukan oleh Khilafah tanpa harus menunggu persetujuan
Majelis umat. Walaupun Majelis umat tidak dilarang untuk memberikan pendapat,
namun semua keputusan tetap ada di Khilafah.
Sumber penerimaan dan pengeluaran dari APBN Konvensional dan APBN
islam adalah juga berbeda. Penerimaan APBN konvensional adalah didapat dari
pendapatan pajak, pendapatan bukan kena pajak (utang), kepabean dan cukai, hibah

sedangkan untuk pengeluaran yaitu belanja negara K/L, belanja non K/L, transfer ke
daerah dan dana desa. Untuk APBN Islam penerimaan bukan yang utama didapat dari
utang dan pajak, sumber penerimaannya adalah berasal dari kepemilikan individu
misal sedekah, hibah, dan zakat; dari kepemilikan umum misal pertambangan, minyak
bumi, gas, kehutanan dsb; dari kepemilikan negara misal jizyah, kharaj, ghanimah,
fay, dsb. Sedangkan untuk pengeluarannya telah ditentukan dengan jelas yaitu:
1. Khusus untuk harta di dalam Kas APBN Islam yang berasal dari zakat, maka pos
pengeluarannya wajib hanya diperuntukkan bagi 8 ashnaf sebagaimana yang telah
ditunjukkan dalam al-Quran.
2. Pos pembelanjaan wajib dan bersifat tetap dari APBN Islam untuk keperluan
jihad dan menutup kebutuhan orang-orang fakir dan miskin.
3. Pos pembelanjaan wajib dan bersifat tetap dari APBN Islam untuk memberikan
gaji (kompensasi) atas jasa yang telah dicurahkan untuk kepentingan negara,
yaitu: pegawai negeri, hakim, tentara, dsb.
4. Pos pembelanjaan untuk pembangunan sarana kemaslahatan rakyat yang bersifat
wajib, dalam arti jika sarana tersebut tidak ada, maka akan menimbulkan
kemadaaratan bagi rakyat. Contoh: pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah
sakit, masjid, air bersih dsb.
5. Pos pembelanjaan wajib yang bersifat kondisional, yaitu untuk menanggulangi
musibah atau bencana alam yang menimpa rakyat. Contoh: paceklik, gempa
bumi, banjir, angin topan, tanah longsor dsb.
6. Pos pembelanjaan untuk pembangunan sarana kemaslahatan rakyat yang bersifat
tidak wajib, dalam arti sarana tersebut hanya bersifat penambahan dari saranasarana yang sudah ada. Jika sarana tambahan tersebut tidak ada, tidak akan
menimbulkan kemadaratan bagi rakyatnya.
Pengeluaran APBN konvensional dan APBN islam perbedaan besar juga yaitu
dimana jika sebuah daerah sedang mengalami kesulitan makan APBN konvensional
akan memberikan bantuan sesuai dengan apa yang diberikan oleh daerah tersebut.
Jadi, pengeluaran dan pemberian akan sesuai, yang telah terjadi contohnya adalah
Papua, yang baru ini melakukan protes. Dan untuk APBN islam, sistemnya adalah
silang. Jadi pengeluaran dan pemberian tidak selalu sesuai. Bagi yang membutuhkan
bantuan lebih padahal pemberian yang daerah itu berikan tidaklah sebesar
pengeluaran yang dibutuhkan, maka yang diberikan adalah sebesar pengeluaran yang
dibutuhkan, yang diambil dari daerah lain yang tidak mengalami musibah. Sehingga,
pemerataan ada pada negara. Tidak ada yang kaya menjadi kaya, tidak ada yang
miskin menjadi tambah miskin.
Jika negara mengalami defisit, maka yang akan dilakukan oleh pemerintah
berkaitan dengan APBN adalah menarik pajak dan melakukan hutang dari luar
negeri. Karena penerimaan tersebut adalah yang paling besar. Itu adalah yang
dilakukan oleh APBN konvensional. Berbeda dengan APBN Islam, yang dilakukan
adalah dengan pertama meningkatkan pendapatan. Cara meningkatkan pendapatan
adalah mengelola harta milik negara seperti menyewakan tanah atau lahan milik
negara yang penghasilannya adalah untuk membantu negara; melakukan hima, yang
dimaksudkan disini adalah bagaimana negara hanya mengkhususkan satu harta

negara tersebut untuk satu keperluan bukan untuk keperluan lainnya; menarik pajak.
Sebenarnya penarikan pajak pada sistem ini bukan bersifat tetap. Penarikan pajak
dilakukan hanya ketika baitul mal tidak lagi memiliki dana untuk rakyat miskin,
untuk membayar gaji seorang yang telah melakukan jasa, untuk kepentingan pokok
yang mendesak seperti pembangunan jalan umum rumah sakit dsb, dan untuk
membiayai dampak bencana luar biasa. Adapaun penarikan pajak yang dilakukan
memiliki empat syarat yaitu, hanya untuk membiayai kewajiban bersama negara dan
umat, hanya diambil dari muslim yang kaya (mampu), hanya diambil dari kaum
muslim saja, hanya diambil saat dana benar benar tidak ada; kedua menghemat
pengeluaran. Menghemat disini adalah menghemat keperluan yang tidak mendesak.
Yang sifatnya hanya untuk menyempurnakan; ketiga berutang. Berutang disini
diperbolehkan untuk mengatasi defisit anggaran, selama tata cara berutang tersebut
adalah masih menganut prinsip syariah. Dan juga tidak diperbolehkan untuk berutang
diluar negeri, karena ditakutkan adanya praktik riba dalam pengelolaan uang di luar
negeri tersebut.
Sehingga, dapat disimpulkan. Apabila suatu negara mampu menerapkan
APBN islam, sesungguhnya negara tersebut akan terbebas dari kekurangan dan
keterpurukan, baik itu dunia dan akhirat.

Sumber:
http://www.kemenkeu.go.id/apbn2016
http://jakartapedia.bpadjakarta.net/
http://kseiprogres.blogspot.co.id oleh Anggota Divisi Luar Negeri Progres, Mahasiswa
Jurusan Bisnis & Manajemen Syariah Semester VII
http://pesanggrahan-bersyariah.blogspot.co.id/2015/02/cara-khilafah-mengatasi-defisitanggaran oleh KH. M. Shiddiq Al-Jawi

Anda mungkin juga menyukai