BAB III Stratigrafi Mia Baru
BAB III Stratigrafi Mia Baru
BAB III Stratigrafi Mia Baru
STRATIGRAFI
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan, dan
kejadian (genesa) macam-macam batuan didalam ruang dan waktu sedangkan dalam
arti sempit ialah ilmu-ilmu pemerian lapisan batuan (Sandi Stratigrafi
Indonesia,1996).
Dalam pemetaan ini penulis menggunakan satuan litostratigrafi tidak resmi
yang merupakan penggolongan batuan menjadi satuan menurut ciri-ciri litologi,
tetapi belum memenuhi syarat Sandi yaitu diterbitkan dalam suatu penerbitan ilmiah
berkala dan tidak cukup luas dipetakan pada skala 1:25.000 menurut Sandi Stratigrafi
Indonesia (1996). Pembahasan stratigrafi dalam daerah pemetaan akan dibahas
secara detail dalam subbab selanjutnya.
3.1
Stratigrafi Regional
28
Formasi Mandalika
Pada umumnya Formaasi Mandalika merupakan batuan leleran batuan leleran
dan batuan piroklastik, namun setempat berupa retas. Kearah Timur (di lembar
Pacitan) Formasi ini bercampur dengan sedimen klastika yang terbengaruh arus
turbid (Nahrowi, drr, 1978). Tuff dasitnya mengandung kuarsa heksagonalbipiramid
bergaris tengah hingga 1,5m.
Fosil penunjuk umur satuan tidak di temukan, Sartono 1964) menasabahkan
formasi ini dengan bagian tengah dan atas Formasi Kebo Butak yang berumur
Oligosen Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya adaah darat dan yang ke arah
timur berangsur berubah menjadi laut yang dipengaruhi oleh arus turbit.
Nama Formasi Mandalika diperkenalkan oleh Samodra dan Gafoer (1990)
dengan lokasi tipe di daerah S. Mandalika, lembar Pacitan.
29
3.1.3
Formasi Semilir
Secara umum Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat
tufan, ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Fragmen yang
membentuk breksi maupun batupasir pada umumnya berupa fragmen batuapung
yang bersifat asam. Di lapangan pada umumnya menunjukkan
perlapisan yang
baik, struktur-struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya
kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapanya berlangsung
secara cepat atau pengendapan tersebut terjadi pada lingkungan yang sangat dalam,
berada di bawah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan
sudah mengalami korosi sebelum dapat mencapai dasar pengendapan.
Umur dari Formasi ini diduga adalah Awal Miosen (N4) berdasarkan atas
terdapatnya Globigerinoides primordius pada bagian yang bersifat lempungan dari
formasi ini di dekat Piyungan (van Gorsel, 1987).
Ketebalan satuan ini di duga lebih dari 460 m. Formasi Semilir ini
menumpang secara selaras di atas Anggota Butak dari Formasi Kebo-Butak, namun
secara setempat tidak selaras (Van Bemmelen, 1949). Tersingkap secara baik di
wilayah tipenya yaitu di tebing gawir baturagung di bawah puncak Semilir.
3.1.4 Formasi Jaten
Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa, batupasir tuffa, batulanau, napal, dan
batugamping napalan. Bagian bawah Formasi Jaten berupa batupasir sangat kasar
disisipi konglomerat yang menghalus keatas sehingga menjadi batupasir halus dan
batulanau di bagian tengahnya. Bagian atas terdiri dari batulempung setempat
napalan batugamping napalan. Sisipan lignt yang mengandung kristal pirit ditemukan
pada bagian bawah dan tengah Formasi. Diendapkan pada lingkungan transisi
neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 N10). Bagian bawahnya terendapkan
dalam lingkungan Fluviatil Paralik, bagian tengahnya di lingkunga Paralik
Epineritik, dan bagian atasnya di bagian Epineritik (Sartono, 1964).
Formasi Jaten dijumpai di bagian hulu Bengawan Solo, bagian tenggara
lembar. Ketebalan satuan di duga 20 150 m dan menebal ketimur (lembar Pacitan).
Formasi ini menindih takselaras Forasi Mandalika dan tertindih selaras Formasi
Wuni (Sartono, 1964)
Penamaan Formasi Jaten disusulkan oleh Sartono, 1964. Dengan lokasi tipe
di S.jaten kurang lebih 4 Km sebelah timur Donorojo di lembar Pacitan.
3.1.5 Formasi Wuni
Formasi ini tersusun oleh Anglomerat dengan sisipan batupasir tufaan dan
batupasir kasar. Dibagian bawah Formasi Wuni dijumpai breksi anglomeratan,
bongkahan tuff terkresikan. Komponen anglomerat terdiri dari andesit dan basal yang
berukuran 10 15 cm, namun setempat sampai 2 m. Bagian tengahnya disisipi
batupasir tuffaab, batulanau, konglomerat, setempat lapisan tipis batubara. Di bagian
atasnya dijumpai batugamping koral. Di sekitar batugamoing koral ini batuannya
30
agak napalan dan mengandung fosil Sismandia sp., Cyprea sp. Dan cetakan dalam
(Internak cast) dari Pelisipoda dan Gastropoda.
Satuan ini tersebar di bagian tenggara lembar di sekitar hulu Bengawan Solo,
dan ketebalannya diduga kurang lebih 150 m. Satuan ini ke arah barat beruba
menjadi Formasi Nglarangan. Namun di beberapa tempat keduanya sulit dibedakan.
Formasi ini menindih selaras Formasi Jaten dengan Formasi Wonosari Punung.
Nama Formasi Wuni diperkenalkan oleh Sartono (1964) dengan lokasi tipe di
kali Wuni, Lembar Pacitan.
3.1.6 Formasi Nampol
Satuan batuan pada Formasi Nampol yaitau bagian bawah terdiri dari
konglomerat, batupasir tufan, dan bagian atas terdiri dari perselingan batulanau,
batupasir tufan, dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit.
Diendapkan pada Kala Miosen Awal (Sartono,1964) atau Nahrowi (1979),
Pringgoprawiro (1985), Samodaria & Gafoer (1990) menghitungnya berumuri
Miosen Awal Miosen Tengah.
Formasi Nampol terendapkan dalam lingkungan sungai hingga tepi pantai
(Sartono, 1964). Satuan ini terdapat pada bagian tenggara lembar sekitar Desa
Donorojo. Ketebalan Formasi Nampol di duga sekita 60 km dan menebal kearah
timur. Formasi Nampol menindih selaras Formasi Wuni dan Menjemari dengan
Formasi Wonosari Punung (Sartono, 1964).
Formasi Nampol pertama kali di perkenalkan oleh sartono (1964) dengan
belokasi tipe di S. Nampol, cabang sungai Basoka sebelah tenggara Punung di
lembar Pacitan.
3.1.7 Formasi Oyo
Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya, terdiri dari
perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping pasiran dan napal
dengan sisipan konglomerat batugamping. Pada bagian atas secara berangsur
dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.
Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai
kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Menurut Suyoto dan
Santoso (1986) menentukan umur satuan ini di daerah Manyaran dengan hasil
Miosen Tengah (N9 N13). Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal yang
dipengaruhi oleh kegiatan Gunung api.
Formasi Oyo terhampar luas di sepanjang S. Oyo mulai dari batas lembbar
barat menyebar ke Timur sampai ke Desa Senini dan Sambang. Ketebalan satuan ini
lebih dari 140 m. Formasi Oyo menindih takselaras dengan Formasi Semilir dan
Formasi Ngalanggaran, serta menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari.
Formasi Oyo diperkenalkan oleh Bothe (1929) dengan lokasi tipe di sepanjang S.
Oyo sebelah utara Wonosari.
31
3.1.8
Formasi Kepek
32
33
34
BL
TG
d. Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan satuan Batugamping kasar dilihat dari karakteristik
batuannya, satuan ini memiliki ukuran butir yang kasar hingga sedang, bentuk
butir rounded - subrounded menandakan bahwa materialnya terbawa relatif jauh
dari asalnya, dan semen karbonatan yang bereaksi dengan HCL 10%. Serta hasil
dari analisis mikropaleontologi di dapatkan foraminifera benthonik berupa
Bolivina goesii dan Uvigerina parvulus Maka dapat disimpulkan bahwa satuan ini
berasal dari lingkungan pengendapan berupa Laut Dangkal
e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Berdasarkan ciri endapan dan posisi stratigrafi, satuan batugamping ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Wonosari menurut kolom stratigrafi dari Samodra dkk,
1992.
35
Pengendapan Lingkungan
Fosil
Laut Dangkal
Pemeriaan
Tebal
Urutan Batuan
(Tanpa Skala)
..m
Satuan Batuan
Satuan Batugamping Kasar
Kesebandingan
Formasi Wonosari
Umur
3.2.2
c. Umur Relatif
Umur Satuan Batugamping kasar ditentukan dengan menganalisis kandungan
foraminifera planktonik (Tabel 3.3 Kisaran Umur Satuan Batugamping halus
menurut zonasi Blow (1969)). Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa umur pengendapan Satuan Batugamping kasar yakni N17
hingga N19.
37
Tabel 3.3 Kisaran Umur Satuan Batugamping halus menurut zonasi Blow (1969)
d. Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan satuan Batugamping kasar dilihat dari karakteristik
batuannya, semen karbonatan yang bereaksi dengan HCL 10%. Serta hasil dari
analisis mikropaleontologi di dapatkan foraminifera benthonik berupa Bolivina
goesii, Planorbulina mediterrimensis, dan Bolivina fragilis. Maka dapat
disimpulkan bahwa satuan ini berasal dari lingkungan pengendapan berupa Laut
Dangkal.
e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Berdasarkan ciri endapan dan posisi stratigrafi, satuan batugamping ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Wonosari menurut kolom stratigrafi dari Samodra dkk,
1992.
38
3.3.3
Fosil
Pengendapan Lingkungan
Laut dangkal
Pemeriaan
Tebal
Urutan Batuan
(Tanpa Skala)
..m
Satuan Batuan
Satuan Batugamping Halus
Formasi Wonosari
Umur
Kesebandingan
Secara megaskopik, batuan ini di temukan dalam keadaan relatif segar. Warna
luar pada batuan ini adalah coklat hingga abu - abu dan pada warna segar
memiliki warna putih tulang dengan bentuk butir yang angular hingga
subangular. Semennya mengandung karbonat karena bereaksi saat di tetesi
larutan HCL 10%.
Secara mikroskopik, bauan sedimen batugamping terumbu, berwarna coklat
pada nikol sejajar dan abu abu pada nikol bersilang. Sayatan ini terususn oleh
komposisi koral dengan struktr masif dan laminasi pada jejak tubuh yang masih
tampak berkembang. Butiran (73%) dikuasai oleh tubuh koral, butiran lain hadir
hanya mengisi porositas pada tubuh koral berupa mineral opak dan kuarsa halus
kristalin. Matriks (14%) yang hadir berupa lumpur karbonat. Semen (5%)
berupa semen kalsit fibrous dan blocky yang mengikat rongga antar butiran dan
39
BL
40
d. Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan satuan Batugamping kasar dilihat dari karakteristik
batuannya, satuan ini memiliki ukuran butir yang kasar hingga sedang, bentuk
butir rounded - subrounded menandakan bahwa materialnya terbawa relatif jauh
dari asalnya, dan semen karbonatan yang bereaksi dengan HCL 10%. Maka
dapat disimpulkan bahwa satuan ini berasal dari lingkungan pengendapan laut
dangkal.
e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan
Berdasarkan ciri endapan dan posisi stratigrafi, satuan batugamping ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Wonosari menurut kolom stratigrafi dari Samodra dkk,
1992.
41
42
Pengendapan Lingkungan
Laut Dangkal
Pemeriaan
Fosil
Tebal
Urutan Batuan
(Tanpa Skala)
..m
Satuan Batuan
Satuan Batugamping
Kesebandingan
Formasi Wonosari
Umur
43