TEMPE
TEMPE
TEMPE
TEMPE
Disusun oleh :
Khadikotul janah
1101070033
Pend. Biologi 6 A
2014
TEMPE
A.TUJUAN PRAKTIKUM
Tempe merupakan makanan yang sangat populer di indonesia. Walaupun tempe merupakan
makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang
cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat melalui prosesfermentasi dari biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang mengandung protein tinggi dengan menggunakan beberapa
jenis kapangRhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.
arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum
dikenal sebagai ragi tempe.Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh
pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh miselia jamur yang menghubungkan
biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para
peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh
pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak sen yawa organik kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan
oleh tubuh.
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe
(Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan
mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai
kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Septiani, 2004). Selain itu
jamurRhizopus oryzae mampu menghasilkan protease (Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan
Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu
fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH
tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan
kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan
oleh jamur.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba jenis jamur
Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil
fermentasi menyebabkan tekstur kedelai menjadi lebih lunak, terurainya protein yang terkandung
dalam kedelai menjadi lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik dibandingkan
produk pangan dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi.
Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah protein
kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena
adanya perubahan-perubahankimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi
kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare.
Manfaat tempe :
Mudah dicerna oleh semua kelompok umur, dari bayi sampai usia lanjut.
Pengolahan kedelai menjadi tempe menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yang memicu timbulnya
gejala flatulensi.
Mengandung delapan macam asam amino esensial dan asam lemak tidak jenuh.
Sumber vitamin B.
Mengandung vitamin B12. Vitamin tersebut umumnya terdapat dalam produk hewani tapi tidak
dijumpai pada makanan nabati, seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian.
ALAT
- Panci
- Centong
- Kompor
- Cendok
- Daun pisang
- Plastik
- Wadah nampan
- koran
BAHAN
- Kedelai
- Ragi
- air
D. CARA KERJA
E. HASIL PENGAMATAN
1 1 (daun) 0,5 gr Putih Rata, tebal, banyak, padat Aroma khas tempe
2 2 (plastik) 0,5 gr Putih Rata, tebal, banyak, padat Aroma khas tempe
3 3 (daun) 0,75 gr Putih Rata, tebal, banyak, padat Aroma khas tempe
4 4 (plastik) 0,75 gr Putih Rata, tebal, banyak padat Aroma khas tempe
7 7 (daun) 1,25 gr Putih Rata, tebal, banyak, padat Aroma khas tempe
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu tempe yang dibuat dengan menggunakan bahan kedelai kuning,
perbedaan pembuatan tempe tersebut terdapat pada pemberian ragi dan bungkus yang digunakan. Ragi
yang digunakan adalah ragi dengan berat 0,5 gr untuk kelompok 1 dan 2, ragi 0,75 gr untuk kelompok 3
dan 4, ragi 1 gr untuk kelompok 1 dan 5, dan ragi 1,25 gr untuk kelompok 7 dan 8.Kelompok 1 3 5 7
menggunakan daun untuk pembungkus tempe sedangkan kelompok 2 4 5 6 menggunakan daun pisang.
Setelah dilakukan kegiatan praktikum dan melakukan pengamatan dapat diperoleh hasil yaitu
untuk kelompok 1 tempe yang dibungkus daun memiliki tempe bwerwarna putih, kekompakan
miseliumnya tebal, banyak, rata dan padat, aromanya khas tempe. Kelompok 2 tempe di bungkus plastik
berwarna putih, kekompakan miselliumnyaRata, tebal, banyak, padat, dan memiliki aroma khas tempe.
Kelompok 3 tempe dibungkus daun memiliki tempe berwarna putih dengan kekompakan miseliumnya
Rata, tebal, banyak, padat dan memiliki aroma khas tempe. Kelompok 4 tempe dibungkus plastik dengan
warna putih, kekompakan miseliumnya Rata, tebal, banyak, padat dan aromanya khas tempe.Kelompok
5 dengan tempe berbungkus daun didapatkan 7 tempe berwarna putih dengan kekompakan miselium
rata, banyak, padat dan beraroma khas tempe sedangkan 1 tempe berwarna hitam dengan aroma
busuk. Kelompok 6 tempe dibungkus plastik diperoleh 4 tempe berwarna putih tetapi kekompakan
miseliumnya tidak rata sehingga tempe tidak padat memiliki aroma khas tempe, sedangkan 1 tempe
busuk berwarna hitam. Kelompok 7 tempe dibungkus daun memiliki tempe berwarna putih,
kekompakan miseliumnya Rata, tebal, banyak, padat dan memiliki aroma khas tempe. Dan kelompok
terahir yaitu kelompok 8 dengn tempe dibungkus plastik diperoleh hasil 3 tempe berwarna putih dan 2
tempe berwarna coklat, 3 tempe memiliki kekompakan miselium yang padat, rata, dan banyak dan
beraroma khas tempe sedangkan 2 tempe cokla busuk sehingga beraroma tempe busuk. Untuk
kelompok 1, 2, 3, 4 dan 7 tidak diperoleh tempe yang busuk karena dan memiliki tempe dengan
kekompakan miselium yang rata, tebal banyak karena pada saat pencampuran ragi, raginya bisa
tersebar melumuri kedelai dengan rata sehingga pertumbuhan miseliumnyapun merata dan tempe
menjadi tebal memadat, sedangkan unuk kelompok lain yang memiliki hasil tempe busukdan
pertumbuhan miselium tidak rata itu dikarenakan oleh pelumuran ragi yang tidak merata atau ada
bagian yang terkena ragi dan ada bagian yang tidak terlumuri oleh ragi. Tidak adanya tempe busuk pada
kelompok 1 2 3 dan 4 mungkin bisa dikarenakan oleh kadar ragi yang digunakan masih sedikit yaitu 0, 5
gr dan 0,75 gr sehingga jamur yang tumbuh tidak melampaui batas atau tidak cepat mengalami fase
pembusukkan. Sedangkan untuk pembungkus tempe terlihat bungkus yang baik adalah dengan
menggunakan daun pisang karena tempe yang dibungkus daun pisang memiiki tempe dengan miselium
yang lebat dan berwarna putih.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan
biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-
komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas.
Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah
protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna
karena adanya perubahan-perubahankimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses
fermentasi kedelai menjadi tempe, akan dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut
seperti diare.
Setelah dilakukan pengamatan mikroskopis dapat dilihat bahwa jamur Rhizopus ini adalah jamur
yang berkembang biak dengan spora asek sual sporangisospora, memiliki sporangium, sporangiospora,
kolumela, sporangiofora dan memiliki rhizoid.
G.KESIMPULAN
Proses pembuatan tempe dilakukan dengan cara merendam kedelai, mngukus setengah matang,
mengupas kulit ari, mengukus sanpai matang kemudian meniriskan danmencampurkanragi lalu
memeram
Jika ragi dicampurkan dengan rata maka akan dihasilkan tempe berwarna putih dengan miselium yang
rata, tebal dan banyak.
Jika ragi tidak dicampurkan dengan rata maka tempe yang dihasilkan akan ada yang belum jadi atau
pertumbuhan miseliumnya tidak rata.
Ragi yang dicampurkan terlalu banyak akan membuat tempe menjadi cepat membusuk
Tempe yang terbungkus daun pisang akan lebih baik dibandingkan tempe yang dibungkus plastik
Daftar pustaka
BARU
LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI PANGAN
Inokulum Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan
beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus.
Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe"(Wikipedia,2014).
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang
mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin Bdan zat besi. Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotikauntuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit
degeneratif (Wikipedia,2014).
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelaipada fermentasi membuat tempe memiliki rasa
dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam (Wikipedia,2014).
Inokulum tempe yang telah dikenal oleh masyarakat saat ini adalah usar dan inokulum bubuk buatan LIPI. Usar
merupakan inokulum tempe yang dibuat dari kedelai yang telah diberi ragi dan diletakkan diantara dua lapis daun waru.
Dalam pembuatan usar, proses pengeringannya dilakukan di tempat terbuka sehingga jumlah bakteri kontaminan pada usar
lebih banyak dibandingkan inokulum bubuk. Inokulum bubuk buatan LIPI merupakan biakan R. Oligosporus yang dibiakan
pada media beras yang telah masak kemudian dikeringkan lalu digiling (Kasmidjo, 1990).
Inokulum tempe dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan atas profil mikroorganisme (Kasmidjo, 1990),
yaitu:
1. Starter yang mengandung lebih dari satu jenis atau lebih jamur tempe dan yang dapat
dipastikan juga banyak mengandung bakteri. Starter tradisional (usar) termasuk dalam golongan
ini.
2. Starter murni, yaitu starter yang dibuat dengan menumbuhkan suatu jenis jamur tempe
pada substrat yang dimasak. Starter yang dibuat dengan cara ini tentu masih terkontaminasi
oleh bakteri, karena perlakuan pemanasan tanpa tekanan terhadap substrat (dimasak). Contoh
starter murni adalah starter bubuk buatan LIPI.
3. Starter kultur murni yang dibuat dengan membiakkan kultur murni R. oligosporus (atau
jamur tempe yang baik lainnya) pada substrat yang dihasilkan secara aseptis. Contoh starter
jenis ini adalah starter yang disiapkan oleh laboratorium untuk keperluan penelitian.
Menurut Kasmidjo (1990), inokulum tempe dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain:
Tape adalah kudapan yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat sebagai substrat oleh ragi.
Di Indonesia dan negara-negara tetangganya, substrat ini biasanya umbisingkong dan beras ketan. Ragi untuk fermentasi
tapai merupakan campuran beberapa mikroorganisme, terutama fungi (kapang dan jamur), seperti Saccharomyces
cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera,
dan Pediococcus sp., namun tidak tertutup kemungkinan jenis lain juga terlibat. Tapai hasil fermentasi dengan ragi yang
didominasi S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, lunak, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki
tekstur lengket. Produksi tapai biasanya dilakukan oleh industri kecil dan menengah (Wikipedia, 2013).
Ragi tape atau yang sering disebut sebagai ragi adalah starter untuk membuat tape ketan atau tape singkong. Di
dalam ragi ini terdapat mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana (glukosa) yang
selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol (Diana Rochintaniawati, 2014)
Beberapa jenis mikroorganisme yang ada dalam ragi adalah Chlamydomucor oryzae, Rhizopus
oryzae, Mucor sp., Candida sp., Saccharomyces cerevicae, Saccharomyces verdomanii, dan lain-
lain (Syarief, 2011). Ragi tape merupakan populasi campuran mikroba yang terdapat beberapa jenis
yaitu genus Aspergillus, genus Saccharomises, genus Candida, genus Hansnula, sedang bakterinya
adalah Acetobacter (Widodo, 2011). Aspergillus dapat menyederhanakan amilum,
sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansnula dapat menurunkan gula menjadi alkohol dan
bermacam-macam zat organik lainnya. Acetobacter mengubah alkohol menjadi cuka. Secara fisiologis,
ragi mempunyai persamaan yaitu menghasilkan fermen atau enzim-enzim yang dapat mengubah
substrat menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi. Adapun substrat yang diubah
berbeda-beda.
Menurut Dr. Anton Muhibuddin (2011), beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol
hingga 13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon.
Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai
sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan
vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28 30 oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam
genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces
uvarum. Selain Saccharomyces cerevicae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat pula
mikroorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera.Kedua
mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula sederhana
(glukosa) (Syarief, 2011).
Cara A
1. Melarutkan 5 gram ragi pasar dalam 20 ml aquades, lalu kocok bahan-bahan tersebut sampai terbentuk
suspensi.
2. Menghaluskan bumbu-bumbu seperti jahe, bawang putih, kayu manis, lada, dan cabe rawit sebanyak 5
gram. Lalu campurkan dengan 95 gram tepung beras dan aduk hingga merata.
3. Menambahkan suspensi ragi pasar sebanyak 5 ml sedikit demi sedikit sampai terbentuk adonan.
4. Bentuk bulat pipih lalu simpan di atas baki berisi alas kertas.
Cara B
1. Menghaluskan 5 gram bawang putih lalu tambahkan 10 ml air suling, saring lalu ambil filtratnya.
2. Menghacurkan 100 gram tepung beras, filtrat air bawang dan 5 ml suspensi ragi pasar, aduk sampai
terbentuk adonan.
3. Membuat bulatan pipih lalu simpan di atas baki berisi alas kertas.
6. Mengamati populasi mikroorganisme pada ragi tape a dan b dan ragi tape pasar dengan media na
pengenceran 10-4 dan 10-5
I. HASIL PENGAMATAN
1. Ragi Tape
Populasi
Cara B (Kelompok
Mikroorganisme Cara A (Kelompok 4) Ragi Pasar
5)
di pengenceran
2. Inokulum Tempe
VI. PEMBAHASAN
Menurut Gandjar (1999) dalam Hidayat (2005), proses pembuatan ragi tape selalu membutuhkan
sedikit ragi yang telah jadi sebagai strarter awal populasi mikroba. Mikroba yang terkandung dalam ragi
tape terdiri dari beberapa jenis kapang, yaitu Chlamidomucor oryzae, Rhizopus oryzae, Mucor sp, yang
berperan dalam proses fermentasi sebagi produsen enzim amilase yaitu enzim yang dapat
menghidrolisis pati menjadi glukosa (Fardiaz 1992 dalam Hidayat 2005).
Ragi merupakan bahan utama dan penting dalam pembuatan tape, didalam ragi terdapat mikroba Saccharomyces
cereviseae. Mikroba ini mengeluarkan enzim yang berguna dalam proses fermentasi.
Pada praktikum pembuatan ragi tape, terdapat 2 prosedur pengerjaan yaitu cara A dan cara B. Namun, dalam
pembuatan ragi tape ini kami menggunakan prosedur dengan cara A. Bahan yang digunakan yaitu ragi pasar, aquades,
tepung beras, jahe, bawang putih, kayu manis, lada dan cabe rawit sebanyak 5 gram. Penambahan bawang putih dan kayu
manis berfungsi untuk menghambat mikroorganisme kontaminan dan bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroba
yang tidak diharapkan serta merangsang tumbuhnya ragi dan kapang, karena pada bawang putih terdapat senyawa
antimikroba yang disebut Allicin. Penambahan tepung beras berfungsi sebagai pati yang bertujuan untuk menyediakan
nutrien dan media untuk pertumbuhan mikroba. Sedangkan penambahan ragi pasar berfungsi sebagai strarter awal dalam
membentuk populasi mikroba.
Dalam proses pembuatann ragi tape cukup sederhana meliputi pengupasan bahan-bahan kemudian penghalusan,
pencampuran dengan tepung beras dan penambahan sedikit air sampai terbentuk adonan yang kalis. Kemudian diinkubasi
pada suhu kamar selama 3 hari dan dikeringkan dalam suhu C. Selanjutnya, diambil 1 gram ragi untuk dibuat
pengenceran sampai .
Untuk mengamati mikroorganisme yang terdapat dalam ragi, digunakan media Na (Nutrient Agar) dengan
pengenceran dan dan diinkubasi selama 2 hari.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat terlihat mikroorganisme yang tumbuh pada media dengan pengenceran
jumlah kapang tidak dapat dihitung dan terdapat 1 bakteri, sedangkan pada pengenceran terdapat 7 kapang dan 2
bakteri. Berbeda dengan ragi tape yang mendapat perlakuan dengan prosedur B, pada pengenceran terdapat 7
kapang dan 14 bakteri, sedangkan pada pengenceran jumlah kapang tidak terhitung dan terdapat 14 bakteri.
Sedangkan untuk ragi pasar jumlah bakteri dan kapang tidak bisa dihitung.
Jika dibandingkan, pembuatan ragi dengan prosedur B menghasilkan mikroba lebih banyak,
hal tersebut terjadi karena perbedaan penambahan bahan pada prosedur A dan B, seperti penambahan
aquades pada prosedur A dan penambahan air suling pada prosedur B. Selain itu, banyaknya mikroba
dapat diakibatkan oleh banyaknya kontaminan yang terdapat pada ragi tape. Kontaminan bakteri
tersebut dapat berasal dari tangan praktikan atau alat yang kurang steril, atau saat mencampur adonan
praktikan kurang menjaga lingkungan agar tetap steril. Padahal dalam ragi tape yang baik seharusnya
didominasi oleh kapang dan khamir. Menurut Suliantari dan Winiati (1989), mikroorganisme yang lazim
terdapat dalam ragi tape dan sangat berperan dalam fermentasi tape biasanya didominasi oleh kapang
dari genus Amylomyces, Rhizopus dan Mucor serta khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces,
Hansenula dan Candida. Setiap mikroorganisme tersebut mempunyai peranan masing-masing, terutama
khamir dari genus Saccharomyces berperan dalam pembentukan alkohol.
digunakan untuk bahan pembibitan dalam pembuatan tempe. Tanpa laru sebagai
benih kapangnya, kedelai yang difermentasi akan menjadi bahan busuk (Sarwono,1998). Inokulum
tempe memegang peranan penting dalam pembuatan tempe, karena dapat mempengaruhi mutu tempe
yang dihasilkan (Anonymous, 2005). Menurut Sarwono (2004), inokulum tempe atau laru adalah
kumpulan spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan pembibitan dalam pembuatan tempe.
Inokulum yang umumnya digunakan pada fermentasi tempe adalah usar dan inokulum bubuk.
Pada pembuatan inokulum tempe, digunakan bahan dari beras, tempe dan PDA. Sebanyak 15
gram beras dengan penambahan air 1 : 1 disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit untuk
membunuh mikroorganisme yang terkandung dalam beras. Kemudian diinokulasi dengan spora kapang
atau tempe pasar, selanjutnya yaitu pengadukan dan penyimpanan. Inokulum di inkubasi selama 3
hari pada suhu 30oC kemudian dinaikan sampai suhu 40oC selama 3-4 hari sampaisehingga inokulum
mengering dan dilakukan penghancuran menggunakan blender. Ragi tempe yang akan digunakan untuk
fermentasi harus benar-benar kering sehingga siap berperan sebagai bibit kapang yang baru. Ragi yang
belum benar-benar kering apabila disimpan akan menggumpal dan ditumbuhi spora jamur perusak.
Penyimpanan ragi tempe dapat dilakukan pada suhu 5-10C dalam plastik tertutup. Inokulum tempe
yang disimpan pada suhu kamar dapat bertahan selama 12-14 minggu dan setelah itu jumlah spora
dalam inokulum tempe akan menurun drastis dan keaktifannya juga akan berkurang (Suprapti, 2003).
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pengamatan yang dilakukan pada proses pembuatan ragi tape dan
inokulum tempe, dapat disimpulkan:
1. Ragi merupakan bahan utama dan penting dalam pembuatan tape, didalam ragi terdapat
mikroba Saccharomyces cereviseae yang berguna dalam proses fermentasi.
2. Penambahan bawang putih dan kayu manis pada ragi tape berfungsi untuk menghambat
mikroorganisme kontaminan dan bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang tidak
diharapkan.
3. Penambahan tepung beras berfungsi sebagai pati yang bertujuan untuk menyediakan nutrien dan media
dalam pertumbuhan mikroba. Sedangkan penambahan ragi pasar berfungsi sebagai strarter awal dalam
membentuk populasi mikroba.
4. Mikroorganisme dapat terlihat dengan pengenceran 10-4 dan 10-5. Ragi tape dengan perlakuan cara B
lebih banyak mengandung mikroba, dibandingkan dengan ragi tape dengan perlakuan cara A.
5. Banyaknya mikroba dapat diakibatkan oleh banyaknya kontaminan bakteri yang terdapat pada ragi tape.
6. Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan pembibitan
dalam pembuatan tempe.
7. Ragi tempe yang akan digunakan untuk fermentasi harus benar-benar kering. Karena berperan
membentuk bibit kapang yang baru.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mulya,Vikki.2013.Tersedia: http://digilib.unpas.ac.id/download.php?id=421
BARU
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun dari kunjungan industry kali ini adalah:
1. Mahasiswa mengetahui proses pembuatan tempe
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi fermentasi kapang pada tempe
3. Mampu menganalisis dan memahami prinsip fermentasi yang terjadi pada kedelai hingga
menjadi tempe
II TINJAUAN PUSTAKA
Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia, terbuat dari kedelai.
Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam semalam pada
suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang. Kedelai lalu dimasak selama
30 menit. Sesudah itu didinginkan, diinokulasikan dengan spora Rhizopus oligosporus dan
Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci yang dangkal dan diinkubasikan pada suhu 300C selama 20
- 24 jam. Dalam waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur.
Sekarang tempe siap untuk dikosumsi. Cara penyajiannya adalah tempe dipotong-potong,
direndam sebentar dalam garam lalu digoreng dengan minyak nabati. Hasilnya adalah tempe
yang berwarna coklat dan kering. Dapat juga dimakan dalam bentuk mempunyai kuah atau
dengan kecap (Wirakartakusumah,1992).
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan
lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya
dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai
nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan
tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan bantuan
jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor
spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan
antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat
menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai
digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai
bahan. Tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe
yang dibuat dari kedelai (Kasmidjo, 1990). Tempe mempunyai ciri-ciri putih, tekstur kompak.
Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi dan pembersihan biji, hidrasi atau
fermentasi asam, penghilangan kulit, perebusan, penirisan, pendinginan, inokulasi dengan ragi
tempe, pengemasan, inkubasi dan pengundukan hasil. Tahapan proses yang melibatkan jamur
dalam pembuatan tempe adalah saat inokulasi atau fermentasi.
Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya.
Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula yang menyebutkan dengan
nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan
sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada
kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah
sifat/karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990).
Inokulum tempe disebut juga dengan starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan
nama ragi tempe. Starter atau inokulum tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur
tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya
jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai
berubah sifat karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990). Menurut Sarwono (1982),
inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan
pembibitan dalam pembuatan tempe.
Inokulum tempe juga dapat diperoleh dengan berbagai cara antara lain (Kasmidjo, 1990) :
1. Berupa tempe dari batch sebelumnya, yang telah mengalami sporulasi.
2. Berupa tempe segar, yang dikeringkan dibawah sinar matahari atau yang mengalami liofilisasi.
3. Berupa ragi tempe, yaitu pulungan beras (bentuk bundar pipih atau bulatan-bulatan kecil) yang
mengandung miselia dan spora jamur tempe.
4. Sebagai biakan murni R. oligosporus yang disiapkan secara aseptis oleh lembaga riset atau
lembaga pendidikan (Kasmidjo, 1990).
5. Inokulasi tempe yang disiapkan dengan cara menempatkan potongan daun dalam bungkusan
tempe yang sedang mengalami fermentasi.
Inokulum tempe yang telah dikenal oleh masyarakat saat ini adalah usar dan inokulum bubuk
buatan LIPI. Usar merupakan inokulum tempe yang dibuat dari kedelai yang telah diberi ragi
dan diletakkan diantara dua lapis daun waru. Dalam pembuatan usar, proses pengeringannya
dilakukan di tempat terbuka sehingga jumlah bakteri kontaminan pada usar lebih banyak
dibandingkan inokulum bubuk. Inokulum bubuk buatan LIPI merupakan biakan R.
Oligosporus yang dibiakan pada media beras yang telah masak kemudian dikeringkan
lalu digiling (Kasmidjo, 1990).
Secara tradisional, inokulum dibuat dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan bekas
pembungkus tempe, atau menggunakan tempe itu sendiri, menggunakan tempe yang dikeringkan
ataupun tempe yang diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Metode
lainya adalah menggunakan daun pisang, daun waru, daun jati yang ditumbuhi dengan jamur
tempe kemudian dikeringkan. Penggunaan beras dan singkong juga pernah dilaporkan
(Hermana,1971).
Tempe kedelai mengandung senyawa antioksidan yang salah satunya adalah
genistein. Perbedaan perlakukan pada proses pembuatan akan menghasilkan tempe yang
berbeda pula. Proses pembuatan tempe bersifat khas di setiap kota. Masyarakat tidak
hanya mengkonsumsi tempe ketika masih segar, tetapi juga tempe ketika sudah busuk,
sebagai lauk pauk dan campuran sayur". Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa dari
200 gram tempe segar dihasilkan tempe busuk sekitar 250 gram" Setiap 200 gram sampel
tempe, menghasilkan ekstrak metanol sekitar 0,883 gram untuk tempe segar dan 1,676 gram
untuk tempe busuk" Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap 200 gram sampel tempe
dalam ekstrak metanol mengandung senyawa genistein sekitar 47,9 g pada tempe segar
dan 4635,7 g pada tempe busuk. Kontribusi daya antioksidan senyawa genistein dalam
ekstrak metanol sekitar 17,5% pada tempe segar dan sekitar 25% pada tempe busuk (Novi,
2007).
Selama proses fermentasi berlansung terjadi perubahan sifat fisiko-kimia pada tempe. Pada
perubahan fisik, kedelai akan mengalami perubahan terutama tekstur. Tekstur kedelai akan
menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana.
Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi
yang ada pada biji kedelai. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler
dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat, 2008).
Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai.
Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak sehingga mengikat kedelai yang
satu dengan kedelai lainnya menjadi satu kesatuan. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang
rapat dan kompak serta mengeluarkan aroma yang enak (Kasmidjo, 1990).
Perubahan kimia pada tempe karena adanya bantuan protein yang menghasilkan enzim
proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino, sehingga nitrogen
terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5%. Adanya lemak menyebabkan kapang akan
menguraikan sebagain besar lemak dalam kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak
ditandai dengan meningkatnya angka asam 50-70 kali setelah fermentasi. Adanya karbohidrat
akan didegradasi oleh kapang Rhizopus oligosporus yang memproduksi enzim pendegradasi
karbohidrat seperti amilase, selulase atau xylanase. Selama fermentasi, karbohidrat akan
berkurang karena dirombak menjadi gula-gula sederhana. Kedelai atau Glycine max (L) Merr
termasuk familia Leguminoceae, sub famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari
jenis kedelai liar yang disebut Glycine unriensis ( Samsudin, 1985 ).
Menurut Ketaren (1986), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan
komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh
varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji kedelai tersusun atas tiga
komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon), dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2.
Sedangkan komposisi kimia kedelai adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat,
4,3% serat kasar, 4,5% abu, dan 6,6% air (Snyder and Kwon, 1987).Kandungan
lemak kedelai sebesar 18-20 % sebagian besar terdiri atas asam lemak (88,10%). Selain itu,
terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan glikolipida (1,6%) yang merupakan komponen utama
membran sel. Kedelai merupakan sumber asam lemak essensial linoleat dan oleat (Smith,
1978).
4.1 Hasil
No Perlakuan Hasil (Gambar)
1 Perebusan
4 Pemberian ragi
5 Pembungkusan
Proses selanjutnya yaitu tempe disusun di atas bambu seperti gambar di atas agar kondisinya
panas. Setelah sekitar 12 jam tempe diangkat. Kemudian di tunggu sampai menjadi tempe.
4.2.2 Profil Industri
Pada kunjungan ini, akan melakukan kunjungan ke industri tempe. Pada kali ini saya melakukan
kunjungan ke Sekampung Lampung Timur. Industri ini termasuk industry rumahan. Pemilik
industry ini adalah Bapak Fitrah dan Ibu Anis yang memiliki seorang anak yang bernama Naura.
Industri ini bertempat di Desa Karyamukti Kecamatan Sekampung Lampung Timur. Bapak
Fitrah memulai membuat tempe sejak umur 15 tahun ikut ayahnya yang kebetulan memiliki
industry tempe juga. Keahlian itu diwariskan kepada Bapak Fitrah. Dirasa sudah mampu,
akhirnya Bapak Fitrah membuka usaha sendiri setelah menikah. Awal mula berusaha Bapak
Fitrah dan istrinya bertempat di Desa Mekar Mukti Sekampung Lampung Timur selama 3 tahun.
Di Desa itu Bapak Fitrah cukup berhasil dengan usahanya. Dirasa ingin membuka usaha yang
lebih besar akhirnya Bapak Fitrah berpindah ke Desa Karyamukti untuk memulai usaha lagi
sampai sekarang sudah berjalan selama 4 tahun.
4.2.3 Ragi atau Inokulum
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat
berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar;
digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau
tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh
pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1)
penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu
dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada
saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan (Astawan, 2003).Ragi tempe
merupakan bibit jamur yang akan digunakan dalam pembuatan tempe. Ragi yang disimpan
terlalu lama akan mengurangi keaktifannya, karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya
digunakan ragi yang belum lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami
kegagalan. Mikroba yang berperan dalam proses pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus.
Pada kunjungan ini ragi yang digunakan yaitu terbuat dari media jagung yang dibuat tepung
kemudian dicampur ragi asli. Pencampuran in bertujuan agar penggunaan ragi dapat
diminimalisir dengan pencampuran tepung jagung ini. Proses pemberian ragi pada saat kedelai
sudah ditiriskan dari air dan dijamin bersih dari kotoran. Dalam memberikan ragi jangan terlalu
banyak atau tidak sesuai ukuran kare na tempe nantinya bias busuk dan tidak enak. Takaran
untuk pemberian ragi yaitu 1 sendok makan untuk sepuluh kilogram.
4.2.4 Produksi
Setiap industri apapun pasti memiliki hasil produksi maupun itu untung dan rugi. Dalam
melakukan usahanya Bapak Fitrah tentunya tidak mau rugi, dengan strategi yang mumpuni
Bapak Fitrah mampu untung setiap produksinya. Setiap pembuatan tempe Bapak Fitrah
memproduksi 50 kg kacang kedelai. Harga kedelai sekarang mencapai Rp.840.000,- per 100 kg.
Untuk plastik yang digunakan bapak Fitrah ada dua macam yaitu ukuran kecil 11x13 yang dijual
per tempenya Rp.400,- kepada pembeli atau diwarung-warung, dan ukuran sedang 11x15 yang
dijual per tempenya Rp.800,- ditiap warung juga. Untuk biaya plastik bapak Fitrah mengeluarkan
biaya sekitar Rp.50.000,-. Jika ada pembeli yang dating kerumahnya harganya yang kecil
Rp.500,- dan yang sedang Rp.1000,-. Untuk raginya bapak Fitrah Membelinya perbungkus
Rp.10.000,- dan kemudian dicampur tepung jagung. Untuk mengelem plastik bapak Fitrah
menggunakan lilin yang harga per batangnya Rp.1.000 .
Dalam setiap produksi bapak Fitrah mampu menghasilkan 2800 bungkus setiap 50 kg kacang
kedelai dengan ukuran kecil 2000 bungkus dan ukuran sedang 800 bungkus. Dengan modal
hanya sekitar Rp1.000.000,- bapak Fitrah bisa maraih keuntungan mencapai Rp.900.000,- lebih
jika semuanya disetorkan ke warung. Namun jika pembeli langsung dating ke rumah herga lain
lagi dan keuntungan akan lebih banyak lagi. Bapak Fitrah menjual hasil produksi tempenya
dengan cara menyetorkan tiap-tiap warung atau pembeli yang sudah menjadi langganan
khususnya di Karyamukti. Namun bapak Fitrah juga sering mengalami kerugian akibat tikus
yang menggrogoti tempe sehingga tempe tidak jadi atau busuk, akibatnya tidak bias dijual.Dalam
sekali penjualan tempe tidak pasti habis. Oleh karena itu, jika tempe tidak habis aan dijual ke
pasar setiap sela dan minggu. Jangkauan tempe bapak Fitrah sudah melalui empat desa yaitu
Karyamukti, Mekarmukti, Purwodadi Mekar, dan kadang Trimukti.
4.2.5 Proses Farmentasi Tempe
Suhu inkubasi selama proses fermentasi tempe berkisar antara 250C-300C, dengan kelembaban
relatif (RH) 70%-85% dan waktu inkubasi selama 24-48 jam. Lama fermentasi (4.2048) yang
cukup memberi pengaruh langsung terhadap kualitas tempe, apabila waktu fermentasinya kurang
maka tempe yang terbentuk strukturnya tidak padat, warnanya tidak putih keabu-abuan dan tidak
berbau khas tempe. Hasil analisis terhadap 83 responden menunjukkan bahwa 39.8%
menyatakan sangat setuju lama fermentasi berpengaruh terhadap kualitas tempe, 41.0% setuju,
dan 19.3% menyatakan ragu-ragu. Lama fermentasi juga berkorelasi sangat nyata (signifikan)
dengan suhu fermentasi (0.417), pematusan air dan pendinginan (0.367), bahan pembukus plastik
(0.280) dan ruang fermentasi (0.341) (Shurtleff,1979).
Suhu fermentasi (0.433) member pengaruh langsung terhadap lama fermentasi, keduanya
berhubungan secara kausal (sebabakibat), sebab suhu fermentasi meningkat,karena waktu
fermentasi yang semakin lama. Lama fermentasi berbanding lurus dengan suhu fermentasi. Lama
fermentasi yang optimum supaya dicapai suhu yang optimum untuk proses fermentasi adalah
selama 24-48 jam, dengan waktu inkubasi sebesar itu akan dicapai suhu fermentasi sebesar
250C-300C. Faktor lain yang memberi pengaruh langsung terhadap lama fermentasi adalah
perebusan kedelai ke 1 (0.474) dan ke 2 (-0.368), secara umum tujuan perebusan adalah untuk
memudahkan hidrasi air ke dalam biji kedelai dan membuat beberapa senyawa kompleks
berantai panjang seperti protein dan karbohidrat berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana dengan rantai yang lebih pendek sehingga menjadi nutrisi yang mudah larut (soluble
nutrients) serta menginaktifkan mikroorganisme yang tidak dikehendaki selama proses
fermentasi. Perebusan juga membuat senyawa trypsin inhibitor terdenaturasi, senyawa ini dalam
keadaaan aktif bisa menjadi faktor anti nutrisi (anti-nutritional factor). Pada proses perebusan ke
2, disamping dilakukan pemanasan juga dilakukan pendinginan dengan meniupkan udara
sehingga kedelai menjadi kering angin (drained and dried ) (Shurtleff,1979).
Penurunan pH biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan 39 yang bersifat pembusuk. Proses
fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dari
aspek gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula stakhiosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari
kondisi asam dalam biji adalah menghambat kenaikan pH sampai di atas 7,0 karena adanya
aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskan amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam
biji. Pada pH di atas 7,0 dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur
tempe. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap pemanasan dan larut dalam
air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus, dan juga dapat menghambat
aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman dan
pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen tersebut. Proses hidrasi terjadi selama
perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi suhu yang dipergunakan makin cepat proses
hidrasinya, tetapi bila perendaman dilakukan pada suhu tinggi menyebabkan penghambatan
pertumbuhan bakteri sehingga tidak terbentuk asam ( Hidayat, 2008). Proses fermentasi
dilakukan dengan inokulum 1%. Campuran kedelai dan inokulum yang homogen dituang dalam
cawan petri dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 48 jam.
4.2.6 Kondisi Udara Selama Proses Produksi
Pada proses produksi kondisi udara sangat menentukan hasil dari tempe. Pada proses fermentasi
kondisi yang diharapkan yaitu cukup panas atau hangat karena fermentasi berlangsung
menghasilkan karbondioksida dan dalam saat itu tempe ditandai dengan berkeringat. Pada musim
kemarau proses pemberian ragi lebih sedikit dibandingkan dengan waktu musim penghujan. Jika
dibandingkan musim kemarau, musim hujan lebih banyak pemberian ragi karena kondisi udara
atau kelembaban saat itu dingin dan membutuh kan banyak ragi untuk berfermentasi. Proses
fermentasi membutuhkan panas. Oleh karena itu kelembaban yang diharapkan pada pembuatan
tempe yaitu kelembaban relatif (RH) 70%-85%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tempe sangat tergantung dari hasil fermentasi jenis bahan utama/ substratnya yaitu kedelai,
macam mikroba yang aktif dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan
metabolisme mikroba tersebut
Tempe kedelai di Indonesia merupakan jenis makanan hasil proses fermentasi yang sangat
digemari dan diketahui sebagai makanan yang bergizi tinggi.
Kapang dari jenis Rhizopus terutama R. Oryzae dan R. Oligosporus merupakan organisme
terpenting yang memegang peran utama dalam fermentasi tempe.
R.oligosporus tidak dapat memecah polipeptida, tetapi hanya bisa memecah karbohidrat
R.oligosporus dalam aktivitasnya cenderung tidak menimbulkan perubahan warna.
5.2 Saran
Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah baik akan tetapi
pratikan masih mengharapkan bimbingan yang lebih lagi dari para asisten. Dengan adanya
keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan asisten/pembimbing dapat menjadi
pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan nantinya. Munkin lebih ditingkatkan lagi cara
membimbingnya kepada para pratikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. dan Mita W.1991.Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna.
Jakarta : Akademika Pressindo. Hal. 94-96.
Hermana and S.W. Roejito. 1971. Pembuatan Inokulum Tempe dan Kajian
Aktivitasnya Selama Penyimpanan. Penelitian Gizi dan Makanan 1: 52 60.
Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. http://ptp2007.files.wordpress.com/
2008/03/fermentasi-tempe.pdf. (Diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 13:00 WIB).
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI
Press. Jakarta.
Novi Dewi Sartika. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak metanol
tempe segar dan tempe "Busuk" Kota Malang terhadap radikal bebas DPPH (1,1 -
difenil-2-pikrilhidrazil). Skripsi. Universitas Negeri Malang
Samsudin, U. S. dan D. S. Djakamihardja. 1985. Budidaya Kedelai. C.V.
Pustaka Buana. Bandung. Hal 13-15.
Sarwono, B. 1982. Membuat tempe dan oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Hal. 10-15.
Snyder, H.E. and W. Know, T. 1987. Soyhean Untiluzatin. an AVI Book.
Published by van Nostrad Rein hold company, New york.
Shurtleff,W. and A.Aoyagi 1979, The Book of Tempeh, Harper and Row
Publisher, New York.
Smith, A. K and J. Circle, S. 1978. Soybears Chemistry and Technology. The AVI
Pub. Company Inc. westport connecticut.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.
PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
Baru
BAB I
PENDAHULUAN
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan :
1. Bagaimanakah peranan mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses pembuatan tempe?
2. Bagaimanakah proses pembuatan tempe?
BAB III
METODE PERCOBAAN
2) Alat:
a. Panci
b. Kompor gas
c. Tampah plastik
d. Sendok nasi
e. Ember
f. Pembungkus plastik
g. Jarum
h. Serbet
3. 3 Metode Kerja
1) Biji kedelai yang telah dipilih, dibersihkan dan dicuci dengan air bersih, kemudian direndam dengan air bersih
selama satu hari satu malam.
2) Lalu kedelai direbus sampai mendidih dan lanjutkan perebusan sampai kedelai benar-benar kelihatan empuk.
3) Setelah tempe direbus, hasil rebusan tempe di tiriskan/di anginkan sambil diaduk
4) Kulit ari kedelai dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji terbelah dan kedelai menjadi bersih.
5) Kedelai yang telah dibuang kulitnya di cuci bersih lalu ditiriskan. 6) Setelah rebusan kedelai dingin, taburkan
ragi (bibit tempe) sebanyak 1 gram ragi per 1 kg kedelai secara merata dengan alat pengaduk.
7) Kedelai yang sudah dicampur ragi (bibit tempe), dibungkus dengan plastik yang sudah ditusuk-tusuk dengan
jarum. Setelah itu disimpan selama dua hari.
8) Pengamatan dilakukan selama dua hari berturut-turut guna melihat proses berlangsungnya fermentasi.
9) Setelah tempe disimpan selama dua hari maka seluruh permukaan kacang kedelai tertutupi jamur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Pada pengamatan I keadaan bungkus kedelai dipenuhi uap air akibat panas yang masih ditimbulkan oleh
proses fermentasi dan mycelia putih dari jamur belum merata (masih terlihat padatan/biji kedelai).
Pada pengamatan II masih ada biji kedelai yang terlihat akan tetapi keadaan kedelai telah terbungkus
sempurna oleh mycelia putih dari jamur, karena padatan kedelai menempel pada pembungkusnya maka padatan
kedelai tersebut terlihat membentuk tekstur yang rata sesuai bentuk pembungkusnya dan pastinya tercium bau
yang khas dari bungkusan kedelai tersebut yaitu bau tempe.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa tempe sangat tergantung dari hasil fermentasi jenis bahan
utama/substratnya yaitu kedelai, macam mikroba yang aktif dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi
pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut, dan hal ini dapat dikatakan bahwa pengolahan kedelai hingga
menjadi tempe sesuai dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba jenis jamur Rhizopus sp
pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi
menyebabkan tekstur kedelai menjadi lebih lunak, terurainya protein yang terkandung dalam kedelai menjadi
lebih sederhana, sehingga mempunyai daya cerna lebih baik dibandingkan produk pangan dari kedelai yang
tidak melalui proses fermentasi.
Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah protein kompleks
kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-
perubahankimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan
dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare.
5.2 Saran
Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah baik akan tetapi pratikan
masih mengharapkan pada percobaan selanjutnya para asisten/pembimbing untuk dapat memberikan
keterangan/pengarahan lebih spesifik lagi dalam hal pengolahan dan penyajian bahan yang dicoba. Dengan
adanya keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan asisten/pembimbing dapat menjadi
pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD, Bandung.
Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
Baru
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tempe mempunyai nilai gizi yang baik. Di samping itu tempe mempunyai beberapa
khasiat, seperti dapat mencegah dan mengendalikan diare, mempercepat proses penyembuhan
duodenitis, memperlancar pencernaan, dapat menurunkan kadar kolesterol, dapat mengurangi
toksisitas, mencegah anemia, menghambat penuaan, serta mampu menghambat resiko
jantung koroner, penyakit gula, dan kanker. Untuk membuat tempe, selain diperlukan bahan
dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme, dalam
hal ini kapang. Dalam proses pembuatan tempe paling sedikit diperlukan empat jenis kapang
dari genus Rhizopus, yaitu Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus arrhizus,
dan Rhyzopus oryzae. Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji
kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan
tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai sembilan kali lipat.
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada
substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat
bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut.
proses fermentasi memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di
dalam makanan. Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu disesuaikan
dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Beberapa contoh makanan hasil fermentasi adalah tempe yang dibuat dari kedelai Pada
proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobik dan non alkoholik.
Mikroorganisme yang berperan adalah kapang (jamur), yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus
oligosporus, dan Rhizopus arrhizus.
B. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan agar pratikan mampu menganalisis dan memahami prinsip
fermentasi yang terjadi pada kedelai hingga menjadi tempe.
C. Manfaat Percobaan
Dengan pengolahan kedelai menjadi tempe pastinya dapat meningkatkan sumber protein
yang penting bagi tubuh kita.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies mikroba seperti
bakteri, khamir dan kapang. Mikroba yang melakukan fermentasi dengan memberikan hasil
yang dikehendaki dapat dibedakan dari mikroba-mikroba penyebab penyakit dan penyebab
kerusakan. Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang dikehendaki, misalnya
bakteri akan menghasilkan asam laktat, khamir menghasilkan alkohol, kapang menghasilkan
tempe (Muchtadi; 1989).
Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk fermentasi sebagai laru (starter).
Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom digunakan hancuran tempe dan oncom yang
sudah jadi (Winarno, dkk; 1984).
C. Cara Kerja
1. kedelai direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam.
2. Setelah direndam sehari semalam dalam air rendaman, lalu kulit ari kedelai dibuang dengan
cara diremas-remas sampai biji terbelah.
3. Kedelai yang telah dibuang kulitnya direbus lagi dengan air baru dan bersih selama 30
menit sampai titik didih tercapai. Kemudian rebusan kedelai ditiriskan pada tampah yang
beralaskan koran, lalu didinginkan.
4. Setelah rebusan kedelai dingin, taburkan bibit tempe sebanyak 0,5 gr pada 0,5 kg kedelai
secara merata dengan alat pengaduk.
5. Kedelai yang sudah dicampur bibit tempe, dibungkus dengan plastik yang sudah ditusuk-
tusuk dengan jarum. Setelah itu disimpan selama dua hari.
6. Pengamatan dilakukan selama dua hari berturut-turut guna melihat proses berlangsungnya
fermentasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pratikan pada dua hari berturut-turut setelah pengolahan
kedelai hingga menjadi tempe adalah sebagai berikut:
- Pengamatan I
Kedelai yang terbungkus masih dalam keadaan panas dan mengembun.
- Pengamatan II
Jamur merata, tekstur rata dan bau tempe.
B. Pembahasan
Pada pengamatan I keadaan bungkus kedelai dipenuhi uap air akibat panas yang masih
ditimbulkan oleh proses fermentasi jamur belum merata (masih terlihat padatan/biji kedelai).
Pada pengamatan II masih ada biji kedelai yang terlihat akan tetapi keadaan kedelai
telah terbungkus sempurna oleh jamur, karena padatan kedelai menempel pada
pembungkusnya maka padatan kedelai tersebut terlihat membentuk tekstur yang rata sesuai
bentuk pembungkusnya dan pastinya tercium bau yang khas dari bungkusan kedelai tersebut
yaitu bau tempe.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa tempe sangat tergantung dari hasil
fermentasi jenis bahan utama/substratnya yaitu kedelai, macam mikroba yang aktif dan
kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba
tersebut, dan hal ini dapat dikatakan bahwa pengolahan kedelai hingga menjadi tempe sesuai
dengan hasil akhir yang dikehendaki.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD,
Bandung.
Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi,
IPB Bogor.