Sri Rahayu O11110262 Kedokteran Hewan 2015 PDF
Sri Rahayu O11110262 Kedokteran Hewan 2015 PDF
Sri Rahayu O11110262 Kedokteran Hewan 2015 PDF
SKRIPSI
SRI RAHAYU
O111 10 262
SRI RAHAYU
O 111 10 262
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran
Sri Rahayu
ABSTRAK
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deteksi Streptococcus agalactiae
Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah di Kecamatan Cendana
Kabupaten Enrekang”. Shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) pada Program Studi Kedokteran Hewan
Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan
penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan peran
serta berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
tulus kepada:
1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin,
2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi
Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin,
3. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Pembimbing Utama dan drh.
Fika Yuliza Purba, M.Sc selaku Pembimbing Anggota yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, saran dan nasehat
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini,
4. Prof. Dr. drh. Ratmawati Malaka, M.Sc dan drh. Muhammad
Fadhlullah Mursalim selaku dosen pembahas dan penguji yang telah
memberikan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan skripsi ini,
5. Kedua orang tua Ayahanda Lukman, S.P., M.M.A dan Ibunda Rahmatiah,
S.Pd atas segala dukungan, motivasi, kasih sayang dan doa yang selalu
diberikan kepada penulis, serta kedua kakak tercinta Wawan Gunawan dan
Hildayanti yang selalu membantu dan mengerti segala kondisi sehingga
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan,
6. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang, Bapak Sanusi,
Bapak Ridwan, drh. Suhartila beserta staf yang telah memberikan
bantuan selama penelitian,
7. Peternak sapi perah di lokasi penelitian yang telah memberikan data,
informasi, dan dengan rasa kekeluargaan menerima dan membantu penulis
selama penelitian berlangsung,
8. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kedokteran Hewan yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan studi,
9. Teman seangkatan “V-Gen” yang telah memberikan pengalaman yang tidak
terlupakan kepada penulis selama berkuliah di Program Studi Kedokteran
Hewan,
10. Teman seperjuangan dalam penelitian Dzul haerah yang selalu
menyemangati, memberikan saran, selalu membantu mulai dari penyusunan
proposal, penelitian dan penyusunan skripsi.
11. Teman satu bimbingan Fatma, Aswan, Aqsar, Ashari, Rahayu, ita, yang
selalu memberikan semangat dan saling membantu dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini,
12. Sahabat “Chebee” Lilis, Mela, Hera, Darma, Ayu Tanro yang selalu
memberikan bantuan dan menemani dalam suka duka, sejak awal penulis
menuntut ilmu di akademik ini. Terima kasih atas segala pengertian dan
dukungannya. Para “Pojok Kiri” Satrya, ade, indra, hastira, degi, christine,
yuyun dan lidia,
13. Sahabat tercinta Maria Ulfah Sri Nurhayu dan Indriani, yang selalu
memberikan semangat, doa dan selalu mengingatkan penulis agar cepat
menyelesaikan pendidikan dan menjadi sarjana.
14. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar
penulis dapat berkarya dengan lebih baik kedepannya. Wassalamu’ Alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.5 Hipotesis Penelitian 3
1.6 Keaslian Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ambing 4
2.2 Mastitis Subklinis 5
2.2.1 Etiologi 6
2.2.2 Cara Penularan dan faktor predisposisi 6
2.2.3 Patogenesis 7
2.2.4 Gejala Klinis 7
2.2.5 Diagnosis 8
2.2.6 Pengendalian dan Pencegahan 8
2.2.7 Pengobatan 8
2.3 Bakteri Streptococcus agalactiae 8
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi 11
3.2 Materi Penelitian 11
3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling 11
3.2.2 Bahan Penelitian 12
3.2.3 Alat Penelitian 12
3.3 Metode Penelitian 12
3.3.1 Pengambilan Sampel 12
3.3.2 Isolasi dan Identifikasi 12
3.3.3 Analisa Data 14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
4.1 Pemeriksaan Mastitis Subklinis 15
4.2 Isolasi dan Identifikasi Streptococcus agalactiae dari Sampel
Susu Sapi Penderita Mastitis Subklinis 17
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 29
RIWAYAT HIDUP 39
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Isolasi dan Identifikasi Laboratorium 29
2. Identitas Peternak dan Data Sampel Sapi perah 35
3. Dokumentasi Penelitian 40
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ambing
Ambing pada sapi terletak di daerah inguinal. Ambing sapi terdiri dari
empat bagian. Bagian kiri dan kanan terpisah jelas, bagian ini dipisahkan oleh
ligament yang berjalan longitudinal yang disebut sulcus intermammaria.
Sedangkan bagian depan dan belakang jarang memperlihatkan batas yang jelas.
Tiap bagian dilihat dari segi jaringan kelenjarnya, merupakan suatu kesatuan yang
terpisah atau disebut juga kuartir. Antara kuartir yang satu tidak tergantung pada
kuartir yang lain, khususnya dalam hal suplai darah, saraf dan apparatus
suspensorius (Wiley dan Sons, 2009). Ambing memiliki beberapa sistem yang
mendukung dalam strukturnya, antara lain terdapat sistem peredaran darah, limfe,
saraf, dan sistem saluran yang berperan dalam penyimpanan dan sekresi susu ke
dalam sel epitel yang disebut juga dengan alveoli (Foley dkk., 1972).
Parenkima ambing (jaringan epitel) terdiri dari alveoli dan duktus kelenjar.
Alveoli merupakan struktur dasar untuk produksi susu. Duktus-duktus kecil
bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang disebut duktus laktiferosa, yang
terbagi menjadi empat bagian rongga yang besar yaitu pars glandularis (gland
cistern) dan bagian yang lebih kecil di dalam puting disebut pars papilaris (teat
cistern). Di dalam satu kuartir ambing, pars glandularis merupakan rongga yang
terdapat di atas dasar puting dan berhubungan dengan pars papilaris. Pars papilaris
berhubungan dengan bagian luar puting melewati bukaan tersempit pada ujung
puting yang disebut streak canal, yang terbuka pada ostium papilae. Lumen
Streak canal dalam keadaan normal ditutup oleh lipatan-lipatan epitelial yang
menjulur dari dinding streak canal. Streak canal pada ujung puting dikelilingi
oleh sfingter yang tersusun dari serabut-serabut otot polos sirkuler (Wiley dan
Sons, 2009).
Apparatus suspensorius merupakan sistem ligamen fibroelastis yang
menyanggah ambing. penyangga utama ambing adalah ligamen suspensorius
medial dan ligamen suspensorius lateral, sedangkan kulit luar hanya bersifat
pelindung daripada sebagai penyangga ambing. Ligamen suspensorius medial
mengandung banyak jaringan elastis. Ligamen suspensorius medial ini turun
antara dua bagian ambing. Hampir tidak ada pembuluh darah atau saraf melewati
ligamen medial dari sebagian ambing ke sebagian ambing lainnya. Sedangkan
ligamen suspensorius lateral bersifat fibrous dan kurang elastis (Wiley dan Sons,
2009).
Suplai darah ke ambing sebagian besar melalui arteri pudental (pudik)
eksternal, yang merupakan cabang dari pudendo epigastrik. Arteri pudental
eksternal bergerak ke arah bawah melalui canalis inguinalis yang berliku-liku dan
terbagi menjadi cabang-cabang cranial dan caudal yang mensuplai bagian depan
dan belakang kuartir ambing pada sisi yang sama dari arteri tersebut. Aliran vena
dari ambing kebanyakan melalui lingkaran vena pada dasar ambing yang melekat
pada dinding abdominal. Lingkaran vena dibentuk dari vena-vena utama yang
mengaliri ambing. Vena pudental eksterna menerima darah dari kedua bagian
kuarter ambing, baik cranial maupun caudal dari sisi yang sama. Kearah cranial
masing-masing vena pudental eksternal bersambung dengan vena epigastrik
5
Gambar 1. Gambar skematik anatomi ambing sapi ( Bearden dan Fuquay, 1997).
Mastitis adalah istilah yang digunakan untuk peradangan yang terjadi pada
jaringan internal ambing, baik bersifat akut, subakut ataupun kronis, dengan
kenaikan sel di dalam susu dan perubahan fisik maupun susunan air susu, disertai
atau tanpa adanya perubahan patologis pada kelenjar. Berdasarkan gejalanya,
mastitis dibedakan menjadi dua, yaitu mastitis klinis dan mastitis subklinis.
Mastitis klinis ditandai dengan gejala yaitu adanya pembengkakan, kemerahan,
sakit dan penurunan fungsi pada ambing. Pemeriksaan fisik menunjukkan hewan
mengalami kenaikan suhu tubuh, denyut jantung dan laju pernapasan (Subronto,
2003).
Berbeda dengan mastitis klinis, mastitis subklinis adalah peradangan
jaringan internal ambing tanpa disertai gejala klinis baik pada susu maupun pada
ambing. Namun terjadi peningkatan jumlah sel radang, ditemukan
mikroorganisme patogen dan terjadi perubahan kimia pada susu (Sudarwanto,
1999). Mastitis subklinis ditandai pada pemeriksaan susu secara mikroskopik
yaitu terjadi peningkatan jumlah sel somatik lebih dari 400.000 sel/ml susu dan
ditemukan bakteri patogen. Penurunan kuantitas susu jarang diamati oleh peternak
sedangkan penurunan kualitas susu hanya dapat diperiksa di laboratorium, oleh
karena itu diagnosa mastitis subklinis jarang dilakukan. Kualitas susu yang
6
2.2.1 Etiologi
Infeksi bakteri merupakan penyebab utama terjadinya mastitis. Bakteri
penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan
berbagai jenis bakteri Gram negatif, meskipun demikian lebih dari 130 jenis
bakteri telah dilaporkan dapat menyebabkan penyakit atau kelainan pada kelenjar
ambing sapi perah (Kirk dan Lauerman, 1994). Dalam keadaan tertentu dijumpai
pula penyebab mastitis oleh Mycoplasma sp. dan juga candida sp. (Dirjen
Peternakan dan Keswan, 2012). Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus
aureus merupakan dua bakteri utama penyebab mastitis subklinis pada sapi perah
di Indonesia (Wahyuni dkk., 2005).
2.2.3 Patogenesis
Proses mastitis hampir selalu dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke
dalam kelenjar melalui lubang puting (sfingter) dan berkembang didalamnya
sehingga menimbulkan reaksi radang. Sfingter puting berfungsi untuk menahan
infeksi kuman. Pada dasarnya, kelenjar ambing sudah dilengkapi perangkat
pertahanan, sehingga susu tetap steril. Perangkat pertahanan yang dimiliki oleh
kelenjar ambing, antara lain : perangkat pertahanan mekanis, seluler dan
perangkat pertahanan yang tidak tersifat (non spesifik) (Dirjen Peternakan dan
Keswan, 2012)
Duval (1997) menjelaskan bahwa proses infeksi pada mastitis terjadi
melalui beberapa tahap, yaitu adanya kontak dengan mikroorganisme dimana
sejumlah mikroorganisme mengalami multiplikasi di sekitar sfingter, kemudian
dilanjutkan dengan masuknya mikroorganisme akibat lubang puting yang terbuka
ataupun karena adanya luka. Tahap berikutnya, terjadi respon imun pada induk
semang. Respon pertahanan pertama ditandai dengan berkumpulnya leukosit-
leukosit untuk mengeliminasi mikroorganisme yang telah menempel pada sel-sel
ambing. Apabila respon ini gagal, maka mikroorganisme akan mengalami
multiplikasi dan sapi dapat memperlihatkan respon yang lain, misalnya demam.
Peradangan pada ambing diawali dengan masuknya bakteri ke dalam
ambing yang dilanjutkan dengan multiplikasi. Sebagai respon pertama, pembuluh
darah ambing mengalami vasodilatasi dan terjadi peningkatan aliran darah pada
ambing. Permeabilitas pembuluh darah meningkat disertai dengan pembentukan
produk-produk inflamasi, seperti prostaglandin, leukotrine, protease dan metabolit
oksigen toksik yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler ambing. Adanya
filtrasi cairan ke jaringan menyebabkan pembengkakan pada ambing (Hurley dan
Morin, 2000).
dan air susu. Ternak terlihat seperti sehat, nafsu makan dan suhu tubuh normal,
ambing normal, air susu tidak menggumpal dan warna tidak berubah. Tetapi
melalui pemeriksaan laboratorium akan didapatkan Jumlah sel radang meningkat,
ditemukan kuman-kuman penyebab penyakit, adanya mikroorganisme patogen
dan terjadi perubahan kimia susu (Hidayat, 2008).
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis mastitis klinis dapat ditentukan dari gejala klinis yang terlihat,
yaitu adanya pembengkakan atau kemerahan pada ambing serta
perubahan warna air susu yang dihasilkan. Sedangkan diagnosa mastitis subklinis
dapat dilakukan uji lapang dengan menggunakan California Mastitis Test (CMT),
yaitu suatu reagen khusus untuk pengujian adanya mastitis subklinis sebelum
dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab di laboratorium. Selain itu juga
dapat dilakukan pengujian secara langsung dengan menghitung jumlah sel
somatik menggunakan metode Breed. Pengambilan sampel dapat dilakukan
dengan mengambil susu secara langsung dari setiap kuartir secara aseptis.
(Subronto, 2003; Wahyuni dkk., 2005; Lukman dkk., 2009).
2.2.7 Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sesuai
dengan bakteri yang menginfeksi, dan disarankan dilakukan uji sensitivitas
terhadap bakteri sebelum melakukan pengobatan agar dilakukan pengobatan yang
optimal (Dirjen Peternakan dan Keswan, 2012).
Di Amerika Serikat, pengobatan antibiotik melalui intramamaria untuk
mastitis dengan penyebab Streptococcus agalactiae adalah dengan amoksisilin,
penisilin dan eritromisin (Songer dan Post, 2005).
positif pada CAMP test (Christie, Atkins, Munch-Peterson), oleh karena itulah
Streptococcus agalactiae biasa diidentifikasi dengan CAMP test. Strain
Streptococcus agalactiae meningkatkan aktivitas hemolitik pada
Staphylococcal ß-toksin membentuk tanda seperti anak panah pada reaksi CAMP.
Staphylococcus yang umum digunakan adalah Staphylococcus aureus (Songer dan
Post, 2005). Berikut karakteristik biokimia Streptococcus agalactiae dapat dilihat
pada Tabel 1.
3 METODOLOGI PENELITIAN
Sampel adalah sapi perah betina laktasi yang berada di beberapa desa di
wilayah Kecamatan Cendana, yang sebelumnya telah dipilih sebagai unit
sampling yaitu Desa Lebang dan Desa Pinang. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan yaitu random sampling.
12
berukuran 0,5-1 mm. Hasil biakan bakteri yang diduga Streptococcus sp. pada
media NA diambil koloni terpisahnya, kemudian diinokulasikan lagi pada media
NA yang baru untuk mendapatkan isolat murni, untuk selanjutnya dilakukan uji
identifikasi melalui beberapa pengujian biokimia.
Pewarnaan Gram
Koloni bakteri yang diduga Streptococcus agalactiae diambil secara aseptis
dengan menggunakan ose dan diletakkan secara merata pada object glass lalu
fiksasi di atas bunsen. Preparat yang telah difiksasi kemudian ditetesi dengan
kristal violet sebanyak 2-3 tetes lalu didiamkan selama 1-2 menit. Dibilas dengan
air mengalir. ditetesi lagi dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit, lalu
dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Preparat ditetesi dengan alkohol 96%
lalu didiamkan 30 detik, kemudian dibilas dengan air mengalir. Diteteskan zat
warna safranin, dibiarkan selama 2 menit lalu dibilas dengan air mengalir
kemudian dibiarkan kering. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x dan memakai minyak emersi (BSN, 2011). Streptococcus sp.
memiliki ciri berwarna ungu dan berbentuk bulat (coccus), berantai panjang
(Songer dan Post, 2005).
Uji Katalase
Koloni yang diduga Streptococcus agalactiae diambil dengan menggunakan
ose streril kemudian disapukan pada objek glass, lalu hidrogen peroksida 3%
sebanyak 1 tetes ditempatkan diatas preparat dan diamati pembentukan
buih/gelembung (BSN, 2011). Untuk Streptococcus agalactiae akan menunjukkan
hasil yang negatif yaitu tidak adanya pembentukan buih.
Uji Gula-Gula
Bakteri diinokulasikan dalam 5 ml Phenol Red Broth yang ditambah 1%
gula kedalamnya (Glukosa, Sukrosa, Maltosa). Kultur bakteri tersebut kemudian
diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Indikator Phenol Red akan
menunjukkan perubahan warna dari merah menjadi kuning untuk reaksi positif,
dan tetap merah untuk hasil reaksi negatif. Untuk bakteri Streptococcus agalactiae
akan menunjukkan hasil positif terhadap glukosa, sukrosa, maltosa,
Uji Urease
bakteri dinokulasikan dengan menggunakan ose ke dalam media Urea
Broth kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Hasil positif
menunjukkan perubahan warna media menjadi merah muda. Bakteri
Streptococcus agalactiae menunjukkan hasil negatif.
A B
2
1 4
3
4
3
sebanyak 14 kuartir (31,81%) dari 44 kuartir yang diuji dengan sapi penderita
mastitis subklinis sebanyak 9 ekor (81,81%) dari 11 ekor yang diuji (lihat tabel 2).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2, terlihat bahwa kejadian mastitis
subklinis di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang cukup tinggi, yaitu
82,14%. Hasil tersebut sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang
melaporkan bahwa kejadian mastitis subklinis cukup tinggi. Sudarwanto (1999),
menyebutkan kejadian mastitis subklinis pada sapi perah di Indonesia sangat
tinggi yaitu 95-98%. Sedangkan Wibawan dkk., (1995), menyebutkan kejadian
mastitis subklinis di Indonesia yaitu 85%. Hasil penelitian lainnya menunjukkan
bahwa 80% sapi laktasi di Indonesia menderita mastitis subklinis (Sudono dkk.,
2003).
Penyakit mastitis dikenal sebagai penyakit yang kompleks dengan penyebab
yang beragam dan didukung oleh multi faktor yang mempengaruhi kejadiannya.
Menurut Sugoro (2004), mastitis adalah penyakit radang ambing yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Ada tiga faktor yang
menjadi sebab terjadinya mastitis, yaitu kondisi lingkungan yang buruk,
mikroorganisme sebagai agen penyebab penyakit dan kondisi kesehatan sapi
sebagai inang. Namun demikian dalam penelitian ini faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian mastitis subklinis tidak dibahas lebih lanjut karena tidak
menjadi tujuan dalam penelitian.
4.2 Isolasi dan Identifikasi Streptococcus agalactiae dari Sampel Susu Sapi
Perah Penderita Mastitis Subklinis
Dari 28 ekor sapi perah yang tersebar di desa Lebang dan desa Pinang
Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang diperoleh 33 sampel susu positif
mastitis subklinis yang diuji dengan menggunakan reagen CMT. Sampel susu
yang berasal dari desa Lebang sebanyak 19 sampel susu dan dari desa Pinang
sebanyak 14 sampel susu. Berdasarkan hasil pengujian sampel susu melalui
isolasi dan identifikasi di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, diperoleh hasil 1 (3,03%) sampel dari 33 sampel positif
mengandung bakteri Streptococcus agalactiae, sedangkan 32 sampel negatif atau
tidak mengandung bakteri Streptococcus agalactiae.
Isolasi dan identifikasi bakteri dilakukan dengan menginokulasikan sampel
susu ke dalam media Brain Heart Infussion Broth (BHIB), setelah itu kultur
dilakukan dengan menggunakan media Nutrient Agar (NA). NA adalah medium
padat untuk pertumbuhan mikroorganisme yang umum digunakan dalam berbagai
kultur mikroorganisme. NA merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak
beef, pepton, dan agar. Media ini berbentuk padat yang digunakan untuk
pembiakan bakteri sehingga sehingga dapat diketahui bentuk, ukuran, konsistensi,
warna koloni bakteri, sebelum dilakukannya uji lanjutan. Koloni Streptococcus sp.
Pada media NA memiliki ciri berbentuk bulat, kecil, halus, cembung, transparan,
berukuran 0,5-1 mm.
Hasil penelitian terhadap 33 sampel susu yang dikultur pada media NA,
memperlihatkan hasil pertumbuhan koloni yang sangat beragam, tetapi ada
beberapa koloni yang memiliki ciri-ciri morfologi koloni Streptococcus sp.
Morfologi koloni yang diduga Streptococcus sp. yaitu bulat, kecil dengan
diameter bervariasi (0,5-2 mm), halus, berwarna transparan dan cembung. Semua
18
A B
Gambar 5. Hasil pewarnaan gram bakteri yang diduga Streptococcus agalactiae
dibandingkan dengan literatur. Pembesaran 100x (sampel S.07)
A) Morfologi sel bakteri yang diduga Streptococcus agalactiae (hasil
penelitian)
B) Morfologi sel bakteri Streptococcus agalactiae (Anonim, 2010)
1
3
2 1
A B
Gambar 6. Hasil uji CAMP dibandingkan dengan literatur.
A) 1) Staphylococcus aureus. 2) isolat bakteri menunjukkan hasil
positif uji CAMP (sampel S.07). 3) isolat bakteri menunjukkan
hasil negatif uji CAMP (sampel S.09)
B) 1)Staphylococcus aureus. 2) Streptococcus agalactiae positif uji
CAMP. 3) Streptococcus pyogenes negatif uji CAMP (Pradhan,
2013)
Gambar 6 menunjukkan hasil uji CAMP yang dilakukan pada isolat yang
berasal dari 2 sampel yaitu sampel dengan kode S.07 (2) dan S.09 (3). Koloni
21
yang membentuk garis vertikal adalah Staphylococcus aureus (1) dan 1 koloni
vertikal yang membentuk zona setengah bulan ke arah Staphylococcus aureus
adalah koloni yang diduga Streptococcus agalactiae.
Tahap identifikasi selanjutnya dilakukan dengan beberapa pengujian
biokimia antara lain, uji bile eskulin, uji gula-gula (glukosa, maltosa, sukrosa), uji
motilitas, uji indol dan uji urea. Berdasarkan Bergeys Manuals of Determinative
Bacteriology (1974), hasil uji biokimia Streptococcus agalactiae adalah bile
eskulin negatif, glukosa positif, maltosa positif, sukrosa positif, motilitas negatif,
indol negatif dan urease negatif. Hasil pengujian terhadap 11 isolat yang telah
dicocokkan dengan Bergeys manual menunjukkan bahwa isolat dari sampel
dengan kode S.07 adalah Streptococcus agalactiae. Hasil uji biokimia dapat
dilihat pada tabel 5 dan gambar 7.
- +
1 2 3
A B C D E
Gambar 7. Hasil pengujian biokimia bakteri yang diduga S.agalactiae (S.07)
Keterangan :
A. Uji katalase menunjukkan hasil negatif (tidak ada buih)
B. Uji Bile Eskulin, Negatif (tidak berubah warna), Positif (berwarna hitam)
C. Uji gula-gula. Bakteri dapat memfermentasikan : Glukosa (1), Sukrosa (2),
Maltosa (3).
D. Uji Motilitas dan Indol menunjukkan hasil negatif
E. Uji urease menunjukkan hasil negatif
22
Gambar 8. Kultur bakteri yang diduga Streptococcus agalactiae pada media Blood
Agar Plate (BAP)
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dari 33 sampel susu yang positif uji
California Mastitis Test (CMT) yang diperoleh dari 23 ekor sapi perah penderita
mastitis subklinis yang tersebar di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang,
ditemukan 1 (3,03%) sampel susu positif mengandung bakteri Streptococcus
agalactiae.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kirk JH, Lauerman LH. 1994. Mycoplasma mastitis in dairy cows. The
Compendium on Continuing Education for The Practicing Veterinarian.
16(4): 541-551
Lang S and Palmer M. 2003. Characterization of Streptococcus agalactiae CAMP
factor as a pore-forming toxin. J Biol Chem 278:38167-73
Lay BW.1994. Analisis Mikroba di Laboraturium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lehman KB dan Neumann R. 2010. Atlas Und Grundriss Der Bakteriologie Und
Lehrbuch Der Speziellen Bakteriologischen Diagnostik, Volume 1
(German Edition). Nabu Press. German.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Di dalam: Pisestyani H, editor. Bogor: Bagian
Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Instititut Pertanian Bogor. hlm 39-
47.
Martin SW, Meek AH, Willeberg P. 1987. Veterinary Epidemiology. USA: Iowa
State University Press.
Pelczar, M. J. dan E. C. S., Chan. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UIP. Jakarta.
Quinn, P. J., B. K. Markey, M. E. Carter, W. J. Donnelly and F. C. Leonard. 2002.
Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Publishing.
USA. 43 - 46, 465 - 475
Rahayu ID. 2009. Kerugian Ekonomi Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah. Fakutas
Pertanian Jurusan Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang.
Reneau JK, Seykora AJ, Heins BJ. 2003. Relationship of Cow Hygiene Scores and
SCC.Pages 362–363 in Proc. Natl. Mast.Coun., Madison, WI
Ruoff KL. 1995. Streptococcus, In: Murray PR, Baron EJ, Pfaller MA, Tenover
FC, Yolken RH. Manual of Clinical Microbiology. 6th. ed. ASM Press.
Washington DC.
Setiawan H, Trisunuwati P, Winarso D. 2012. Kajian Sensitivitas dan Spesifisitas
Reagen CMT, WST dan SFMT Sebagai Bahan Uji Mastitis Subklinis di
Peternakan Sapi Perah Rakyat, KUD Sumber Makmur Ngantang.
[JURNAL]. Malang: Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Universitas
Brawijaya.
Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology Bacterial and Fungal
Agents of Animal Disease 1st Ed. Elsevier Saunders. [internet]. Tersedia
pada : http://vet.sagepub.com/
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 309 - 351.
Sudarwanto, M. 1999. Usaha Peningkatan Produksi Susu Melalui Program
Pengendalian Mastitis Subklinis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Bogor 22 Mei 1999. Fakultas
Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor.
Sudarwanto, M. 2009. Mastitis dan kerugian ekonomi yang disebabkannya.
Makalah pada TOT JICA The 3rd. Oktober 2009, Cikole-Lembang,
Bandung Barat.
Sudono A, Rosdiana FR, Setiawan RS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. AgroMedia Pustaka. Jakarta
Sugiri, Y.D. dan Akira Anri. 2010. Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis
Subklinis (Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae) dan
Patogen Penyebab Mastitis Subklinis Lainnya pada Peternakan Skala
28
LAMPIRAN
4mm)
Bening/transparan,
7. S.07 cembung, pinggiran rata, , + Coccus, berantai - + - + + + - - - Streptococcus agalactiae
D=0,5-1
Putih keabuan, cembung,
Tidak dilanjutkan karena
8. S.08 pinggiran tidak rata, D=1-3 - Basil pendek
gram negatif, basil
mm,
Bening/transparan,
cembung, pinggiran rata, , Bile (+), glukosa (-) bukan
9. S.09 + Coccus, berantai - - + - + + - - -
D=0,5-1 s.agalactiae
(+)
Tidak dilanjutkan karena
Putih keabuan, cembung,
koloni yang tumbuh putih
28. S.28 pinggiran tidak rata, D=2-3
kekuningan & memiliki
mm,
ukuran besar (2-3mm)
Bening/transparan,
cembung, pinggiran rata, CAMP (-), Bile (+), bukan
29. S.29 + Coccus, berantai - - + + + + - - -
D=1-2 mm s.agalactiae
Bening/transparan,
CAMP (-), Bile (+),glukosa (-
cembung, pinggiran rata,
30. S.30 + Coccus, berantai - - + - + + - - - ),
D=1-2 mm
bukan s.agalactiae
Tidak dilanjutkan karena
Putih kekuningan,
koloni yang tumbuh putih
31. S.31 cembung, pinggiran tidak
kekuningan & memiliki
rata, D=3-5 mm,
ukuran besar (3-5mm)
Tidak dilanjutkan karena
Putih, cembung, pinggiran Coccus,
32. S.32 + + coccus bergerombol, katalase
rata, D=1-2 mm bergerombol
(+)
Tidak dilanjutkan karena
Putih keabuan, cembung, Coccus,
33. S.33 + + coccus bergerombol, katalase
pinggiran rata, D=1-2 mm, bergerombol
(+)
33
RIWAYAT HIDUP