Tinjauan Umum Diskusi Kelas
Tinjauan Umum Diskusi Kelas
Tinjauan Umum Diskusi Kelas
Diskusi adalah situasi dimana guru dan para siswa, atau antara siswa dengan siswa
yang lain berbincang satu sama lain dan berbagi gagasan dan pendapat mereka.
Pengertian diskursus dan diskusi menurut kamus hampir sama, yaitu melibatkan
saling tukar pendapat secara lisan, teratur, dan untuk mengungkapkan pikiran
mengenai pokok pembicaraan tertentu. Diskursus dan diskusi merupakan komunikasi
dimana khalayak berbicara dengan yang lain, saling membagi pemikiran dan
pendapat.
Istilah diskusi lebih banyak digunakan oleh guru, karena diskusi menggambarkan
prosedur yang digunakan para guru untuk mendorong antara para siswa saling tukar
pendapat secara lisan. Sedangkan istilah diskursus lebih banyak digunakan oleh para
ilmuwan dan peneliti, karena istilah ini mencerminkan perhatian para guru pada pola
tukar pendapat dan komunikasi lebih luas yang terdapat dalam kelas. Istilah diskursus
digunakan untuk menyajikan semua perspektif tentang komunikasi kelas. Sedangkan
istilah diskusi digunakan bila menjelaskan prosedur pengajaran khusus.
Selain itu, diskusi juga sering dicampur adukan dengan resitasi. Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan untuk merangsang diskusi biasanya pada tingkat kognitif
tinggi. Sedangkan resitasi sebaliknya, yakni pertanyaan-pertanyaan yang bertukar.
Misalnya dalam pembelajaran langsung, dimana guru bertanya kepada siswa
serangkaian pertanyaan pada tingkat rendah atau faktual dengan maksud mengecek
seberapa baik mereka memahami gagasan atau konsep tertentu.
Diskusi digunakan oleh guru untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran khusus
yang penting.
Jadi, diskusi merupakan seting sosial dimana guru dapat membantu siswa
menganalisis proses berfikir mereka dan mempelajari keterampilan komunikasi penting
seperti merumuskan gagasan secara jelas, mendengarkan satu sama lain, menanggapi
temannya dengan cara tepat, mempelajari bagaimana mengajukan pertanyaan yang baik.
3. Langkah-langkah Pembelajaran
2|Model Diskusi
Menyelenggarakan diskusi mengajukan pertanyaan, mendengarkan
gagasan siswa, menanggapi gagasan,
melaksanakan aturan-aturan dasar,
membuat catatan diskusi, menyampaikan
gagasan sendiri
Tahap 4 Guru menutup diskusi dengan
Mengakhiri diskusi merangkum atau mengungkapkan makna
diskusi yang telah diselenggarakan
kepada siswa
Tahap 5 Guru menyuruh para siswa untuk
Melakukan tanya jawab singkat tentang memeriksa proses diskusi dan berfikir
proses diskusi itu mereka
Lingkungan guna pelaksanaan diskusi ditandai oleh proses keterbukaan dan peran
siswa yang aktif. Pengajaran berdasarkan diskusi memerlukan banyak perhatian guru.
Guru dapat mengatur bentuk tempat duduk yang bervariasi dan memusatkan perhatian
guna diskusi tertentu, bergantung kepada sifat dari kelas dan tujuan pembelajaran.
Namun demikian, dalam banyak hal para siswa sendiri mengendalikan antaraksi saat
demi saat yang spesifik itu.
Banyak dukungan teoritis untuk pemakaian diskusi berasal dari bidang ilmuan
bahasa, proses komunikatif, dan pola pertukaran gagasan. Diskursus melalui bahasa
merupakan penghubung apa yang terjadi di dalam kelas. Courtney Cazden, salah seorang
ilmuwan mengenai topik diskursus kelas, menulis bahwa “bahasa lisan merupakan
medium dimana banyak pengajaran terjadi dan dimana siswa menunjukkan kepada guru
berapa banyak mereka telah belajar“.
Bahasa lisan merupakan alat bagi para siswa untuk menceritakan tentang apa yang
telah mereka ketahui dan untuk membentuk makna dari pengetahuan baru sesuai dengan
yang diperoleh. Bahasa lisan mempengaruhi proses berfikir siswa dan menjadikan
mereka dengan identitas sebagai siswa dan sebagai anggota kelompok kelas.
3|Model Diskusi
1. Diskursus dan Pengertian
Suatu hubungan yang kuat terjalin antara bahasa dan logika, dan keduanya
menimbulkan kemampuan untuk menganalisis, untuk berpikir deduktif dan induktif,
dan membuat kesimpulan secara benar berdasarkan pengetahuan. Diskursus
merupakan salah satu cara untuk mempertinggi keterampilan itu.
Diskursus dapat dipandang sebagai eksternalisasi dari fikiran, yaitu
pengungkapan pikiran tersembunyi seseorang guna diketahui oleh orang lain.
Diskursus memberikan kesempatan bagi para siswa memantau daya fikir mereka
sendiri dan bagi para guru mengoreksi penalaran yang salah. Melalui percakapan
terbuka, guru diberikan kesempatan untuk mengetahui keterampilan berfikir siswa
dalam suatu seting guna memberikan koreksi dan umpan balik kapan mereka
mengobservasi pemikiran yang salah dan tidak sempurna.
Dengan banyak berfikir, maka juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mendengarkan fikiran mereka sendiri dan untuk belajar bagaimana memantau
proses berpikir mereka sendiri. Dengan demikian siswa tidak hanya memperoleh
pengetahuan dengan mencatat informasi baru pada sehelai kertas kosong, namun
mereka juga dapat secara aktif membangun bentuk pengetahuan selama suatu
periode waktu ketika mereka menafsirkan pengetahuan baru dan memadukannya
kedalam pengetahuan mereka sebelumnya.
2. Aspek Sosial Diskursus
Lauren Resnick dan Leopold Klopfer (1989) mengamati bahwa seting sosial
merupakan kesempatan untuk permodelan strategi berfikir efektif. Selain itu, seting
sosial juga menjadikan siswa mengetahui bahwa semua unsur berfikir kritis secara
rasional dihargai.
4|Model Diskusi
Diskursus memberikan kesempatan tidak hanya untuk menggunakan fikiran,
tetapi juga dapat membantu siswa membentuk suatu sikap positif terhadap cara
berfikir.
3. Ceramah Guru
Para peneliti yang mempelajari masalah diskursus kelas menemukan bahwa para
guru pada umumya banyak berbicara panjang lebar dan bahwa pola komunikasi
dasar itu berlangsung didalam kebanyakan kelas. Pola ini bukan paling baik guna
meningkatkan cara berfikir siswa. Pola dasar resitasi ini merupakan suatu aktivitas
pengajaran dimana para siswa diseluruh seting kelas diuji guru mengenai
penguasaan pelajaran mereka dengan cara tanya-jawab.
Lary Cuban (1982) mencatat bagaimana pola resitasi tumbuh sejak awal dalam
sejarah persekolahan formal dan telah bertahan selama 20 abad di hampir semua
tingkat sekolah dan meliputi semua bidang akademik. Dominasi guru dalam
komunikasi sekolah telah banyak didokumentasikan oleh beberapa peneliti,
2
diataranya Flanders (1970) menyimpulkan bahwa dalam kebanyakan kelas, dari
3
waktu bicara didominasi ole guru. Selain itu Schmuck bersaudara (1989)
3
melaporkan bahwa guru berbicara dari waktu pembelajaran mereka. Hal ini tentu
4
saja lebih besar dari pada waktu bicara guru yang telah diamati oleh Flander dkk.
4. Pertanyaan Guru
Pengajaran resitasi bersandar kepada ceramah dan pertanyaan guru. Cara guru
mengajukan pertanyaan dan jenis pertanyaan yang diajukan merupakan fokus
penemuan dan perhatian yang penting untuk beberapa waktu yang lalu.
Stevens (1912) memperkirakan bahwa empat per lima jam sekolah diisi dengan
resitasi tanya-jawab. Stevens mendapati bahwa sampel dari guru-guru sekolah
menengah menyatakan rata-rata 395 pertanyaan setiap hari. Pertanyaan dengan
frekwensi tinggi yang digunakan oleh para guru juga terdapat pada penelitian baru-
baru ini.
Karena di dalam kelas pertanyaan disampaikan begitu sering, masalah yang
kemudian timbul adalah apa pengaruh pertanyaan faktual dan tingkat tinggi terhadap
belajar dan cara berfikir siswa. Untuk bertahun-tahun didapatkan kesepakatan bahwa
5|Model Diskusi
pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi mengarah pertumbuhan kognitif lebih tinggi
dari pada yang dihasilkan dari sekedar pertanyaan konkret faktual.
Barak Rosenshine menanggapi kebijaksanaan konvensional dengan
menyimpulkan bahwa pertanyaan faktual sebenarnya nampak jauh lebih bermanfaat,
terutama bila guru segera menyampaikan balikan mengenai jawaban yang benar dan
tidak benar dari siswa. Beberapa tahun kemudian, Redfield dan Rousseau (1981)
melakukan telaah ulang dengan menentang kesimpulan mengenai penggunaan
pertanyaan-pertanyaan faktual. Mereka melaporkan bahwa mengajukan pertanyaan
tingkat tinggi dan membangkitkan daya pikir memiliki nilai positif terhadap hasil
belajar daya pikir siswa.
Para peneliti meneruskan penelitiannya mengenai kontroversi pada pengaruh
jenis pertanyaan terhadap hasil belajar dan daya fikir siswa. Timbul konsensus
bahwa jenis pertanyaan yang diajukan guru seharusnya tergantung pada siswa
dimana guru mengajar dan jenis tujuan pembelajaran yang hendak dicapai guru.
Gall (1984) menafsirkan penelitian ini dengan cara berikut:
- Penekanan pada pertanyaan-pertanyaan fakta lebih ekfektif guna menimbulkan
hasil belajar siswa yang lemah, yang terutama melibatkan penguasaan
keterampilan dasar
- Penekanan pada pertanyaan-pertanyaan kognitif tinggi akan lebih efektif bagi
siswa dari kemampuan rata-rata dan tinggi, terutama ketika mereka masuk
sekolah menengah, dimana cara berfikir lebih bebas diperlukan.
- Sekitar tiga perempat pertanyaan guru seharusnya ada pada tingkat sehingga
akan mendapatkan jawaban benar.
- Seperempat pertanyaan laian seharusnya ada pada tingakat kesulitan sehingga
akan memperoleh beberapa tanggapan siswa, walaupun jika tanggapan ini tidak
sempurna.
- Tidak diberikan pertanyaan yang begitu sulit, sehingga tidak ada sama sekali
siswa yang dapat menjawabnya.
6|Model Diskusi
Beberapa peneliti lain seperti Casden (1986) dan Mehan (1989), tidak begitu
menaruh perhatian kepada jenis pertanyaan yang diajukan guru, tetapi memusatkan
pada pola pertanyaan secara keseluruhan. Casden dan Mehan (1989) menulis bahwa
pada kebanyakan kelas gurulah yang bertanya, gurulah yang tahu jawabannya, dan
pertanyaan yang diulang mengundang jawaban yang salah. Meraka menganjurkan
bahwa aturan-aturan seperti ini harus diungkapkan secara terbuka jika guru
menghendaki diskursus di dalam kelas mereka untuk meningkatkan daya fikir
tingkat tinggi.
5. Waktu Sela
Waktu sela adalah jeda antara pertanyaan guru dan tanggapan siswa dan antara
jawaban itu dan reaksi guru atau pertanyaan berikutnya. Variabel ini pertama teramati
pada 1960-an, ketika dilakukan upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan kurikula
hampir dalam semua bidang akademik. Kurikula baru ini dikembangkan untuk
membantu para siswa belajar bagaimana memperoleh dan menemukan hubungan
diantara fenomena sosial dan/atau alamiah. Metode yang direkomendasikan adalah
diskusi perolehan atau berorientasikan penemuan. Namun demikian, para peneliti
mendapati bahwa jenis diskusi ini tidak berjalan sepenuhnya. Penelitian oleh Marry
Budd Rowe (1997a, 1974b) pada garis besarnya adalah bahwa waktu sela yang
meningkat akan meningkatkan tanggapan siswa lebih baik.
Serupa dengan model pengajaran yang lain, model diskusi mengisyaratkan agar para
guru melakukan tugas-tugas seperti sederet perencanaan, antaraktif, manajemen, dan
penilaian.
1. Tugas Perencanaan
Ada dua miskonsepsi umum yang terdapat pada banyak guru, anggapan yang
pertama bahwa perencanaan untuk suatu diskusi kurang memerlukan upaya
dibandingkan perencanaan untuk jenis pengajaran yang lain. Sedangkan anggapan
yang kedua bahwa diskusi itu tidak dapat direncanakan sama sekali karena diskusi
bersifat antaraksi spontan dan tak dapat diramalkan yang terjadi diantara para siswa.
Dua anggapan ini tidak benar. Perencanaan diskusi memerlukan upaya yang lebih,
7|Model Diskusi
seperti perencanaan untuk jenis pelajaran yang lain, dan walaupun spontanitas dan
fleksibilitas suatu hal yang penting dalam diskusi, dan perencanaan itu merupakan
tugas utama dari guru agar kegiatan terlaksana dengan sukses.
a. Mempertimbangkan Tujuan
b. Mempertimbangkan siswa
8|Model Diskusi
c. Memilih Pendekatan
Ada beberapa jenis diskusi yang berbeda, dan pendekatan yang dipilih
seharusnya mencerminkan maksud guru dan sifat siswa yang terlibat.
Pertukaran resitasi
9|Model Diskusi
empiris, dan untuk merumuskan teori dan hipotesis untuk menjelaskan
situasi yang membingungkan itu. Dalam diskusi jenis ini guru membantu
siswa menjadi sadar akan proses penalarannya sendiri dan mengajar untuk
memantau dan mengvealuasi strategi belajar mereka sendiri.
10 | M o d e l D i s k u s i
dan pemikiran tingkat tinggi siswa. Untuk beberapa jenis diskusi, mengajukan
pertanyaan kepada siswa merupakan ciri penting. Dalam menyiapkan strategi
bertanya guru perlu mempertimbangkan tingkat pertanyaan dan tingkat
kesulitan kognitif mereka.
Selama tiga dekade yang lalu, banyak sistem telah dikembangkan untuk
mengklasifikasikan tingkat pertanyaan kognitif guru. Kebanyakan sistem
klasifikasi itu memiliki keserupaan, semuanya mempertimbangkan pertanyaan
dari sudut proses kognitif yang menghendaki siswa untuk melakukannya.
Taksonomi tujuan pemblajaran Bloom adalah salah satu alat yang digunakan
guru untuk merancang pertanyaan-pertanyaan di dalam diskusi kelas.
Suatu diskusi yang baik harus mengadung pertanyaan tingkat rendah dan
pertanyaan tingkat tinggi. Satu cara untuk mencapai ini ialaha mengawali
11 | M o d e l D i s k u s i
dengan mengajukan pertanyaan mengingat kembali yang sederhana untuk
mengetahui bila siswa telah menangkap gagasan dasar dan berlanjut dengan
pertanyaan pemahaman dan penganalisisan (pertanyaan “mengapa”) dan
kemudian mengakhiri dengan pertanyaan pensintesisan dan pengevalusaian
yang menantang fikiran.
Pada saat menyiapkan rencana pelkajaran dan strategi pertanyaan guru
harus sellu memikirkan dalam-dalam isu yang terkait dengan tingkat kesulitan
pertanyaan. Pengalaman membantu guru untuk mengenali siswa dan untuk
menyusun pertanyaan yang sesuai tingkat kesulitannya. Keputusan mengenai
jenis-jenis dan kesulitan pertnyaan lebih baik jika disusun saat menyiapkan
rencana pelajaran daripada selama pelaksanaan diskusi berlangsung.
Guru
Guru Depan
2. Tugas Antarataktif
Suatu diskusi akan efektif bila fokusnya sangat jelas dan langsung pada
masalahnya. Pada awalnya para guru harus menjelaskan tujuan diskusi dan
mengajak siswa ikut berpartisipasi. Para guru melemparkan pertanyaan spesifik,
memunculkan isu yang tepat, atau mengetengahkan situasi yang
membingungkan terkait dengan topiknya. Aktivitas ini harus dapat dipahami
dan ditanggapi. Menyatakan pertanyaan yang terfokus atau isu yang jelas
merupakan kunci untuk memulai diskusi yang baik. Cara lain untuk
memantapkan seting dan menggerakkan minat siswa adalah dengan
13 | M o d e l D i s k u s i
mengkaitkan pertanyaan awal diskusi atau memfokuskan pada pengetahuan atau
pengalaman siswa sebelumnya.
b. Melaksanakan Diskusi
1) Membuat Catatan
Jika guru telah mengajukan kepada siswa terutama tentang teori tau
pemikiran mengenai suatu topik, dalah penting sekali bila guru menyusun
daftar pemikiran dan memperlakukannya secara sama, tanpa
memperhatikan kualitasnya. Sebaliknya, jika pertanyaan memfokuskan
pada jawaban yang langsung benar salah, maka jawaban yang benar saja
yang dicatat.
14 | M o d e l D i s k u s i
tetap beorientasi tdak memberikan pendapat dan minta keterangan, daripada
bertentangan dan berselisih dengan siswa.
15 | M o d e l D i s k u s i
Pernyataan tersebut seperti pernyataan untuk mencerminkan pemikiran
siswa, mengusahakan siswa mencari alternatif, mencari penjelasan, dan
menanamka proses pemikiran dan minta bukti pendukungnya.
6) Mengungkapkan Pendapat
Guru membuat model proses penalarannya sendiri dan munjukkan
kepada siswa bahwa guru itu menempatkan dirinya sebagai bagian
masyarakat belajar yang tertarik akan saling berbagi pemikiran dan
penemuan pengetahuan.
c. Menutup Diskusi
Guru yang efektif menutup diskusi pada saat yang tepat dan dengan berbagai
cara. Satu cara yang populer untuk menutup diskusi adalah baik guru atau siswa
merangkum pemikiran utama dan menghubungkannya ke topik yang sedang
dipelajari.
16 | M o d e l D i s k u s i
Penggunaan Buzz Group adalah suatu bentuk pembelajaran yang memliki
tujuan untuk mengefektifkan partisipasi siswa. Bzz Group dimulai dengan
memberikan pertanyaan kepada siswa yang dikelompokkan dalam 3 sampai 6
siswa untuk membahas topik tertentu. Setiap kelompok menugas seorang
anggotanya untuk mendaftar ide-ide yang muncul dan beberapa saat kemudian
guru menanyakan hasil catatan ide ide yang muncul itu dan menyampaikannya
di dalam diskusi kelas sebagai ide kelompok.
Buzz Group memberikan lebih banyak partisipasi siswa dalam
pembelajaran serta mengurangi adanya dominasi partsisipasi oleh berberapa
orang siswa. Penggunaan Buzz Group dapat mengubah dinamika dan dasar
pembelajaran skursus secara klasikal serta sangat udah untuk dilaksanakan.
c. Bola Pantai ( Beach Ball)
Teknik Beach Ball ini sangat efektif untuk meningkatkan partisipasi siwa
yang masih muda dan untuk mengenalkan pribadi anak. Guru memberikan bola
kepada salah satu siswa untuk mengawali diskusi, dengan peraturan hanya siswa
yang mendapatkan bola yang berbicara, sedangkan siswa yang lain harus
berusaha mendapatkan bola dulu agar mendapatkan giliran berbicara, biasanya
dengan mengangkat tangan mereka.
2. Meningkatkan Perhatian antar Individu dan Pempahaman Siswa
Jalannya diskusi di dalam kelas dapat dipengaruhi sepenuhnya oleh guru,
khususnya jika mengajarkan keterampilan tersebut dalam menumbuhkan komunikasi
yang baik, yaitu dengan menghargai secara positif pendapat dan partisipasi siswa.
Komunikasi pada dasarnya adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan,
sehingga komunikasi yang efektif mempersyaratkan adanya pengirim pesan yang
dapat mengekspresikan secara jelas apa yang dimaksudkan. Sedangkan
communication gap berkembang jika penerima pesan salah menginterpretasikan pesan
karena dia menggunakan ekspresi yang kurang jelas.
Pada tahun 1970-an John Wallen, dalam psikologi organisasi sebuah perusahaan
besar elektronik dan konsultan pada Pasific Northwest, menggambarkan keterampilan
orang-orang dapat digunakan dalam membuat suatu proses pengiriman dan
penerimaan pesan lebih efektif untuk mengurangi kesenjangan dalam komunikasi.
a. Keterampilan Proses Mengirim Pesan
1) Paraphrase
17 | M o d e l D i s k u s i
Paraphrase atau penyampaian pesan adalah suatu keterampilan untuk
mngecek apakah seseorag penerma mengerti atau tidak tentang suatu ide
yang dikomunikasikan kepadanya. Paraphrase bukan hanya sekedar
mengatakan kembali apa yang dikatakan orang lain, tetapi paraphrase justru
merupakan jawaban dari suatu pertanyaan : Apakah sebenarnya yang
dimaksudkan oleh pengirim pesan tersebut ? Paraphrase menghendaki
pengirim untuk memverifikasi kebenaran dari implementasi penerima.
2) Menggambarkan perilaku (Describe Behaviour)
Seseorang melaporkan tentang perilaku khas orang lain yang dapat
diamati , tanpa mengevaluasinya.
Frank Lyman dan James Mc.Tighe telah menulis dengan ekstensif tentang
penggunaan piranti pengajaran, khususnya media visual yang membantu guru dan siswa
belajar dengan diskursus dan keterampilan berpikir (Lyman, 19986, Mc. Tighe &
Lyman, 1986).
Isyarat tangan
Isyarat tangan Diagram
Listen
Think
Pair
Share
ListenThinkThink Pair lShare
Kartu-kartu
19 | M o d e l D i s k u s i
b. Matriks Berpikir
Contoh:
20 | M o d e l D i s k u s i
4 2
Sebab dan akibat : Apakah yang menyebabkan ( ) tidak memiliki invers?
−6 −3
Dapatkah ditentukan inversnya apabila unsur pada baris ke-2
kolom pertama diubah menjadi -5?
Induksi : Daerah suatu lingkaran akan terbagi menjadi dua apabila terdapat
sutu diameter, dan akan terbagi menjadi empat daerah apabila
terdapat dua diameter, akan terdapat berapah daerahkah apabila
lingkaran tersebut terdapan n diameter?
Evaluasi : Apakah betul, untuk melukis suatu fungsi linear cukup dengan
menentukan 2 titik koordinat pada fungsi dan kemudian menarik
garis lurus yang melalui kedua titik koordinat tersebut ?
Mengapa?
21 | M o d e l D i s k u s i
lanjut yang harus diikuti dari suatu diskusi sebagai bagian dari suatu pembelajaran
diantaranya adalah pemberiaan angka (grading) seperti diuraikan di bawah ini.
1. Mengikuti diskusi
Guru yang berpengalam membuat catatan baik formal dan mentalnya dalam
mengikuti diskusi. Suatu ketika catatannya dapat menyinggung materi diskusi, dan
dimaksudkan untuk menolong dalam memperjelas bagian materi pelajarannya.
Contohnya, suatu diskusi mengidentifikasi tentang adanya gap pemahaman yang
cukup serius dalam suatu topik. Pembelajaran ini mungkin merupakan jawaban
yang paling tepat seorang guru dalam merencanakan penyajian salah satu topik
yang harus diikuti di dalam diskusi, atau memberikan tugas membaca dari suatu
literatur tertentu sebagai tugas siswa. Diskusi dapat juga mengidentifikasi aspek-
aspek dari suatu topik, dimana siswa tertarik pada hal-hal yang bersifat khusus.
Membimbing diskusi itu sendiri akan memberikan informasi pada guru tentang
kekuatan dan kelemahan siswanya dalam proses berpikir dan kemampuan lainnya
seperti kemampuan kelompok untuk menyampaikan/mengikuti diskusi atau
pembicaraannya. Pembelajaran selanjutnya dapat lebih dikembangkan dan
diperkuat perencanaannya.
2. Penilaian diskusi kelas (Grading Classroom Discussions)
Pemberian nilai dalam diskusi kelas dapat dipakai untuk menentukan sikap
dari permasalahan yang mungkin dapat membingungkan seorang guru. Di satu
pihak jika partisipasi tidak diberi nilai akan memberikan kesan kepada siswa
bahwa akan merendahkan perlunya partisipasi dari kegiatan yang lain yang diberi
nilai. Sebaliknya pemberian nilai diskusi ini secara praktis tidak mungkin dapat
memberikan nilai (mengkuantifikasi) peran serta siswa dalam diskusi dengan
semua cara yang memuaskan.
Pertanyaan-pertanyaan para guru dikonfirmasikan ketika mereka mencoba
memberikan dalam hal nilai dari suatu diskusi: Apakah saya memberikan
penghargaan tersebut atas kuantitas atau kualitasnya? Apakah yang memberikan
sumbangan dalam kualitas? Bagaimanakah dengan siswa yang sepanjang diskusi
berbicara terus tetapi tidak berisi? Bagaimanakah jika ada siswa pemalu tetapi
sebenarnya idenya bagus?
Ada dua cara dari guru yang berpengalaman dalam dilema dalam pemberian
nilai ini. Pertama, memberikan bonus kepada siwa yang secara konsisten yang
22 | M o d e l D i s k u s i
tampak selalu siap berdiskusi, dan memberikan sumbangan pemikiran yang
relevan. Jika cara ini digunakan, perlu adanya diskusi dengan baik dengan kelas
dan persyaratan yang tepat yang diperlukan siswa agar mendapatkan nilai/bonus
yang dikehendaki.
Cara kedua untuk memberikan nilai diskusi sebagai batu loncatan dari
refleksi tugas menulis. Pemberian nilai pada kegiatan ini bukan untuk
partisipasinya, tetapi untuk kemampuan siswa dalam merefleksi diskusi ke dalam
kata-kata, apa arti diskusi baginya. Berikan tugas kepada siswa dalam bentuk
laporan, agar dapat diketahui bagaimana siswa merefleksi secara essay setelah
diskusi selesai, hal ini dapat meningkatkan perhatian siswa selama diskusi dan
memperpanjang pemikiran siswa tentang diskusi setelah diskusi selesai. Kerugian
yang nyata dengan penggunaan diskusi ini sebagai tugas adalah persyaratan waktu
untuk membaca dan pemberian nilai tugas-tugas essay (laporan)nya.
3. Menggunakan tes uraian dalam ujian
Beberapa guru dan ahli evaluasi setuju bahwa tes essay sangat baik dilakukan
kepada siswa untuk membuka proses berpikir tingkat tinggi dan kreativitas siswa.
Jadi jelasnya cara ini merupakan penentu keputusan yang efektif jika guru
mencobanya bagi siswa-siswa yang telah selesai melakukan diskusi. Dalam hal ini
tes essay lebih unggul dibandingkan tes obyektif. Keuntungan lain dari tes essay
adalah tes essay memerlukan waktu yang lebih cepat dalam
penyusunan/pembuatan tesnya, jika dibanding tes obyektif. Bagaimanapun, dalam
waktu persiapannya, suatu catatan yang perlu diperhatikan dalam penyusunannya
bahwa untuk penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang bagus, jelas juga
memerlukan waktu. Guru perlu mempertimbangkan waktu dalam menyusun soal,
memberikan contoh jawaban, waktu untuk membaca, dan memberikan nilai tes
essay tersebut. Mungkin sebagai sesuatu yang sangat kritis, bahwa tes essay tidak
dapat mencakup keseluruhan materi jika dibandingkan tes obyektif. Kekritisan
tersebut dapat secara parsial diatasi dengan menggunakan kombinasi atau
gabungan antara tes obyektif dan tes essay dalam suatu ujian. Penggunaan tes
obyektif untuk pengukuran pemahaman siswa tentang pengetahuan yang dasar dan
menggunakan tes essay untuk mengukur pemahaman tinggkat tinggi.
Beberapa petunjuk yang dapat menolong untuk mengurangi bias dalam
penilaian telah dikembangkan oleh guru-guru yang berpengalaman dan ahli
evaluasi sebagai berikut.
23 | M o d e l D i s k u s i
a) Tulislah pertanyaan essay sejelas-jelasnya, dan jelaskan apa yang harus
tercakup dalam jawaban siswa.
Sebagai contoh :
24 | M o d e l D i s k u s i
yaitu siswa menuliskan nama-namanya di balik jawabannya setelah
mengerjakan soal. Bagaimanapun cara ini sudah dapat membatasi nilai, karena
banyak guru yang sudah tahu lebih dahulu hasil kesiapan tulisan siswa-siswa
tertentu.
Jika tes essay mempunyai 2 atau 3 pertanyaan, pembacaan dari semua
jawaban untuk salah satu pertanyaan tertentu dan kemudian bergeser/membalik
kertas sebelum membaca jawaban dari pertanyaan berikutnya yang lain, adalah
salah satu yang digunakan guru untuk mengurangi efek-efek harapan. Jika guru
mengajar dalam bentuk tim, pengecekan pemberian nilai masing-masing juga
sangat menolong.
d) Mempertimbangkan pemberian nilai secara keseluruhan (holistic scoring)
Beberapa ahli evaluasi berpendapat bahwa prosedur yang terbaik untuk
memberikan nilai untuk pertanyaan essay dan bentuk tulisan siswa yang lain
(laporan, essay, dan lain-lain) adalah satu-satunya yang disebut “holistic
scoring”. Sesuatu yang logis yang mendasarinya adalah bahwa keseluruhan
tulisan siswa tersebut lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagian tulisannya,
tetapi perlu mendapatkan pertimbangan dengan sebaik-baiknya. Guru-guru yang
menggunakan pendekatan ini pada umumnya melihat sepintas dari keseluruhan
hasil tulisan siswa, dan memilih sampel-sampel yang mana tulisan yang
dipertimbangkan sebagai tulisan yang baik, sedang, dan sangat kurang. Sampel-
sampel tersebu takhirnya menjadi model untuk menentukan kriteria terhadap
tulisan-tulisan yang lain. Beberapa guru menggunakan proses yang sama, tetapi
menambahkan prosedur yang kedua, yaitu menumpuk tulisan-tulisan dalam
kelompok yang tepat sebagaimana mereka membacanya, misalnya kelompok A,
kelompok B, dan seterusnya. Mereka kemudian membaca ulang dari pilihan
masing-masing kelompok yang berbeda-beda tadi, untuk mengecek
pertimbangan awal dan mengecek perbandingannya dengan tulisan dalam
kelompok yang sama sesuai yang diberikan.
26 | M o d e l D i s k u s i
DAFTAR PUSTAKA
Tjokrodiharjo, Soegijo. 2000. Diskusi Kelas Bagian 1. Surabaya : Unipress
Soetjipto. 2000. Diskusi Kelas Bagian 2. Surabaya : Unipress
27 | M o d e l D i s k u s i