Tinjauan Umum Diskusi Kelas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

A.

Tinjauan Umum Diskusi Kelas

Diskusi bukan merupakan model pengajaran sebenarnya, tetapi merupakan prosedur


atau strategi mengajar yang bermanfaat dan banyak dipakai sebagai langkah dari banyak
model pembelajaran yang lain.

1. Diskursus, Diskusi, dan Resitasi Kelas

Diskusi adalah situasi dimana guru dan para siswa, atau antara siswa dengan siswa
yang lain berbincang satu sama lain dan berbagi gagasan dan pendapat mereka.
Pengertian diskursus dan diskusi menurut kamus hampir sama, yaitu melibatkan
saling tukar pendapat secara lisan, teratur, dan untuk mengungkapkan pikiran
mengenai pokok pembicaraan tertentu. Diskursus dan diskusi merupakan komunikasi
dimana khalayak berbicara dengan yang lain, saling membagi pemikiran dan
pendapat.

Istilah diskusi lebih banyak digunakan oleh guru, karena diskusi menggambarkan
prosedur yang digunakan para guru untuk mendorong antara para siswa saling tukar
pendapat secara lisan. Sedangkan istilah diskursus lebih banyak digunakan oleh para
ilmuwan dan peneliti, karena istilah ini mencerminkan perhatian para guru pada pola
tukar pendapat dan komunikasi lebih luas yang terdapat dalam kelas. Istilah diskursus
digunakan untuk menyajikan semua perspektif tentang komunikasi kelas. Sedangkan
istilah diskusi digunakan bila menjelaskan prosedur pengajaran khusus.

Selain itu, diskusi juga sering dicampur adukan dengan resitasi. Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan untuk merangsang diskusi biasanya pada tingkat kognitif
tinggi. Sedangkan resitasi sebaliknya, yakni pertanyaan-pertanyaan yang bertukar.
Misalnya dalam pembelajaran langsung, dimana guru bertanya kepada siswa
serangkaian pertanyaan pada tingkat rendah atau faktual dengan maksud mengecek
seberapa baik mereka memahami gagasan atau konsep tertentu.

2. Tujuan Pembelajaran Umum dan Hasil Belajar Siswa

Diskusi digunakan oleh guru untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran khusus
yang penting.

a) Diskusi meningkatkan cara berfikir siswa dan membantu mereka membangun


sendiri pemahaman isi pelajaran. Hal ini dilakukan karena, menyampaikan
1|Model Diskusi
tentang suatu isi pelajaran kepada siswa tidak menjamin pemahaman mereka
tentang sesuatu itu. Dengan mendiskusikan suatu topik akan membantu siswa
memantapkan dan memperluas pengetahuan mereka tentang topik yang
dibicarakan dan meningkatkan kemampuan berfikir mereka tentang topik itu.
b) Diskusi menumbuhkan keterlibatan dan keikutsertaan siswa. Penelitian
menunjukkan bahwa untuk terjadinya belajar yang sesungguhnya para siswa
harus bertanggung jawab untuk belajar sendiri dan tidak hanya bergantung pada
guru. Diskusi memberikan kesempatan terbuka kepada siswa untuk berbicara dan
mengutarakan gagasan sendiri dan mendorong motivasi untuk terlibat percakapan
dalam kelas.
c) Diskusi digunakan guru untuk membantu siswa mempelajari keterampilan
komunikasi dan proses berfikir yang penting. Diskusi merupakan suatu alat bagi
guru mengetahui apa yang difikirkan siswanya dan bagaimana merka memproses
gagasan dan informasi yang diajarkan.

Jadi, diskusi merupakan seting sosial dimana guru dapat membantu siswa
menganalisis proses berfikir mereka dan mempelajari keterampilan komunikasi penting
seperti merumuskan gagasan secara jelas, mendengarkan satu sama lain, menanggapi
temannya dengan cara tepat, mempelajari bagaimana mengajukan pertanyaan yang baik.

3. Langkah-langkah Pembelajaran

Tabel 1. langkah-langkah guna menyelenggarakan diskusi

Tahapan Kegiatan Guru


Tahap 1 Guru menyampaikan tujuan diskusi dan
Menyampaikan tujuan dan mengatur menyiapkan siswa untuk berpartisipasi
seting
Tahap 2 Guru mengarahkan fokus diskusi dengan
Mengarahkan diskusi menguraikan aturan-aturan dasar,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan awal,
menyajikan situasi yang tidak dapat
segera dijelaskan, atau menyampaikan
isu diskusi
Tahap 3 Guru memonitor antaraksi para siswa,

2|Model Diskusi
Menyelenggarakan diskusi mengajukan pertanyaan, mendengarkan
gagasan siswa, menanggapi gagasan,
melaksanakan aturan-aturan dasar,
membuat catatan diskusi, menyampaikan
gagasan sendiri
Tahap 4 Guru menutup diskusi dengan
Mengakhiri diskusi merangkum atau mengungkapkan makna
diskusi yang telah diselenggarakan
kepada siswa
Tahap 5 Guru menyuruh para siswa untuk
Melakukan tanya jawab singkat tentang memeriksa proses diskusi dan berfikir
proses diskusi itu mereka

4. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen

Lingkungan guna pelaksanaan diskusi ditandai oleh proses keterbukaan dan peran
siswa yang aktif. Pengajaran berdasarkan diskusi memerlukan banyak perhatian guru.
Guru dapat mengatur bentuk tempat duduk yang bervariasi dan memusatkan perhatian
guna diskusi tertentu, bergantung kepada sifat dari kelas dan tujuan pembelajaran.
Namun demikian, dalam banyak hal para siswa sendiri mengendalikan antaraksi saat
demi saat yang spesifik itu.

B. Dukungan Teoritis dan Empiris

Banyak dukungan teoritis untuk pemakaian diskusi berasal dari bidang ilmuan
bahasa, proses komunikatif, dan pola pertukaran gagasan. Diskursus melalui bahasa
merupakan penghubung apa yang terjadi di dalam kelas. Courtney Cazden, salah seorang
ilmuwan mengenai topik diskursus kelas, menulis bahwa “bahasa lisan merupakan
medium dimana banyak pengajaran terjadi dan dimana siswa menunjukkan kepada guru
berapa banyak mereka telah belajar“.

Bahasa lisan merupakan alat bagi para siswa untuk menceritakan tentang apa yang
telah mereka ketahui dan untuk membentuk makna dari pengetahuan baru sesuai dengan
yang diperoleh. Bahasa lisan mempengaruhi proses berfikir siswa dan menjadikan
mereka dengan identitas sebagai siswa dan sebagai anggota kelompok kelas.

3|Model Diskusi
1. Diskursus dan Pengertian
Suatu hubungan yang kuat terjalin antara bahasa dan logika, dan keduanya
menimbulkan kemampuan untuk menganalisis, untuk berpikir deduktif dan induktif,
dan membuat kesimpulan secara benar berdasarkan pengetahuan. Diskursus
merupakan salah satu cara untuk mempertinggi keterampilan itu.
Diskursus dapat dipandang sebagai eksternalisasi dari fikiran, yaitu
pengungkapan pikiran tersembunyi seseorang guna diketahui oleh orang lain.
Diskursus memberikan kesempatan bagi para siswa memantau daya fikir mereka
sendiri dan bagi para guru mengoreksi penalaran yang salah. Melalui percakapan
terbuka, guru diberikan kesempatan untuk mengetahui keterampilan berfikir siswa
dalam suatu seting guna memberikan koreksi dan umpan balik kapan mereka
mengobservasi pemikiran yang salah dan tidak sempurna.
Dengan banyak berfikir, maka juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mendengarkan fikiran mereka sendiri dan untuk belajar bagaimana memantau
proses berpikir mereka sendiri. Dengan demikian siswa tidak hanya memperoleh
pengetahuan dengan mencatat informasi baru pada sehelai kertas kosong, namun
mereka juga dapat secara aktif membangun bentuk pengetahuan selama suatu
periode waktu ketika mereka menafsirkan pengetahuan baru dan memadukannya
kedalam pengetahuan mereka sebelumnya.
2. Aspek Sosial Diskursus

Salah satu aspek diskursus kelas adalah kemampuan untuk mengembangkan


pertumbuhan kogitif. Aspek yang lain adalah kemampuan untuk menghubungkan
dan menyatukan aspek pembelajaran. Sitem diskursus kelas merupakan sentral untuk
menciptakan lingkungan belajar positif. Diskursus membantu menetapkan pola
partisipasi dan secara konsekuen memiliki dampak besar terhadap manajemen kelas.
Pembicaraan antara guru dan para siswa menjadikan banyak ikatan sosial sehingga
kelas menjadi hidup bersama. Pertalian antara kognitif dengan sosial terlihat jelas
dalam hal partisipasi sosial yang mempengaruhi pertumbuhan pemikiran dan
kognitif siswa.

Lauren Resnick dan Leopold Klopfer (1989) mengamati bahwa seting sosial
merupakan kesempatan untuk permodelan strategi berfikir efektif. Selain itu, seting
sosial juga menjadikan siswa mengetahui bahwa semua unsur berfikir kritis secara
rasional dihargai.

4|Model Diskusi
Diskursus memberikan kesempatan tidak hanya untuk menggunakan fikiran,
tetapi juga dapat membantu siswa membentuk suatu sikap positif terhadap cara
berfikir.

3. Ceramah Guru
Para peneliti yang mempelajari masalah diskursus kelas menemukan bahwa para
guru pada umumya banyak berbicara panjang lebar dan bahwa pola komunikasi
dasar itu berlangsung didalam kebanyakan kelas. Pola ini bukan paling baik guna
meningkatkan cara berfikir siswa. Pola dasar resitasi ini merupakan suatu aktivitas
pengajaran dimana para siswa diseluruh seting kelas diuji guru mengenai
penguasaan pelajaran mereka dengan cara tanya-jawab.
Lary Cuban (1982) mencatat bagaimana pola resitasi tumbuh sejak awal dalam
sejarah persekolahan formal dan telah bertahan selama 20 abad di hampir semua
tingkat sekolah dan meliputi semua bidang akademik. Dominasi guru dalam
komunikasi sekolah telah banyak didokumentasikan oleh beberapa peneliti,
2
diataranya Flanders (1970) menyimpulkan bahwa dalam kebanyakan kelas, dari
3

waktu bicara didominasi ole guru. Selain itu Schmuck bersaudara (1989)
3
melaporkan bahwa guru berbicara dari waktu pembelajaran mereka. Hal ini tentu
4

saja lebih besar dari pada waktu bicara guru yang telah diamati oleh Flander dkk.

4. Pertanyaan Guru
Pengajaran resitasi bersandar kepada ceramah dan pertanyaan guru. Cara guru
mengajukan pertanyaan dan jenis pertanyaan yang diajukan merupakan fokus
penemuan dan perhatian yang penting untuk beberapa waktu yang lalu.
Stevens (1912) memperkirakan bahwa empat per lima jam sekolah diisi dengan
resitasi tanya-jawab. Stevens mendapati bahwa sampel dari guru-guru sekolah
menengah menyatakan rata-rata 395 pertanyaan setiap hari. Pertanyaan dengan
frekwensi tinggi yang digunakan oleh para guru juga terdapat pada penelitian baru-
baru ini.
Karena di dalam kelas pertanyaan disampaikan begitu sering, masalah yang
kemudian timbul adalah apa pengaruh pertanyaan faktual dan tingkat tinggi terhadap
belajar dan cara berfikir siswa. Untuk bertahun-tahun didapatkan kesepakatan bahwa

5|Model Diskusi
pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi mengarah pertumbuhan kognitif lebih tinggi
dari pada yang dihasilkan dari sekedar pertanyaan konkret faktual.
Barak Rosenshine menanggapi kebijaksanaan konvensional dengan
menyimpulkan bahwa pertanyaan faktual sebenarnya nampak jauh lebih bermanfaat,
terutama bila guru segera menyampaikan balikan mengenai jawaban yang benar dan
tidak benar dari siswa. Beberapa tahun kemudian, Redfield dan Rousseau (1981)
melakukan telaah ulang dengan menentang kesimpulan mengenai penggunaan
pertanyaan-pertanyaan faktual. Mereka melaporkan bahwa mengajukan pertanyaan
tingkat tinggi dan membangkitkan daya pikir memiliki nilai positif terhadap hasil
belajar daya pikir siswa.
Para peneliti meneruskan penelitiannya mengenai kontroversi pada pengaruh
jenis pertanyaan terhadap hasil belajar dan daya fikir siswa. Timbul konsensus
bahwa jenis pertanyaan yang diajukan guru seharusnya tergantung pada siswa
dimana guru mengajar dan jenis tujuan pembelajaran yang hendak dicapai guru.
Gall (1984) menafsirkan penelitian ini dengan cara berikut:
- Penekanan pada pertanyaan-pertanyaan fakta lebih ekfektif guna menimbulkan
hasil belajar siswa yang lemah, yang terutama melibatkan penguasaan
keterampilan dasar
- Penekanan pada pertanyaan-pertanyaan kognitif tinggi akan lebih efektif bagi
siswa dari kemampuan rata-rata dan tinggi, terutama ketika mereka masuk
sekolah menengah, dimana cara berfikir lebih bebas diperlukan.

Tingkat kesulitan menunjukkan pada kemampuan para siswa untuk menjawab


pertanyaan secara benar tanpa memperhatikan tingkat kognitif. Jere Brophy dan
Tom Good (1986) menyimpulkan bahwa ada tiga pokok yang harus diperhatikan
guru bila menentukan bagaimana kesulitan pertanyaan-pertanyaan mereka dibuat.

- Sekitar tiga perempat pertanyaan guru seharusnya ada pada tingkat sehingga
akan mendapatkan jawaban benar.
- Seperempat pertanyaan laian seharusnya ada pada tingakat kesulitan sehingga
akan memperoleh beberapa tanggapan siswa, walaupun jika tanggapan ini tidak
sempurna.
- Tidak diberikan pertanyaan yang begitu sulit, sehingga tidak ada sama sekali
siswa yang dapat menjawabnya.

6|Model Diskusi
Beberapa peneliti lain seperti Casden (1986) dan Mehan (1989), tidak begitu
menaruh perhatian kepada jenis pertanyaan yang diajukan guru, tetapi memusatkan
pada pola pertanyaan secara keseluruhan. Casden dan Mehan (1989) menulis bahwa
pada kebanyakan kelas gurulah yang bertanya, gurulah yang tahu jawabannya, dan
pertanyaan yang diulang mengundang jawaban yang salah. Meraka menganjurkan
bahwa aturan-aturan seperti ini harus diungkapkan secara terbuka jika guru
menghendaki diskursus di dalam kelas mereka untuk meningkatkan daya fikir
tingkat tinggi.

5. Waktu Sela
Waktu sela adalah jeda antara pertanyaan guru dan tanggapan siswa dan antara
jawaban itu dan reaksi guru atau pertanyaan berikutnya. Variabel ini pertama teramati
pada 1960-an, ketika dilakukan upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan kurikula
hampir dalam semua bidang akademik. Kurikula baru ini dikembangkan untuk
membantu para siswa belajar bagaimana memperoleh dan menemukan hubungan
diantara fenomena sosial dan/atau alamiah. Metode yang direkomendasikan adalah
diskusi perolehan atau berorientasikan penemuan. Namun demikian, para peneliti
mendapati bahwa jenis diskusi ini tidak berjalan sepenuhnya. Penelitian oleh Marry
Budd Rowe (1997a, 1974b) pada garis besarnya adalah bahwa waktu sela yang
meningkat akan meningkatkan tanggapan siswa lebih baik.

C. Pelaksanaan Pengajaran Diskusi Kelas

Serupa dengan model pengajaran yang lain, model diskusi mengisyaratkan agar para
guru melakukan tugas-tugas seperti sederet perencanaan, antaraktif, manajemen, dan
penilaian.

1. Tugas Perencanaan

Ada dua miskonsepsi umum yang terdapat pada banyak guru, anggapan yang
pertama bahwa perencanaan untuk suatu diskusi kurang memerlukan upaya
dibandingkan perencanaan untuk jenis pengajaran yang lain. Sedangkan anggapan
yang kedua bahwa diskusi itu tidak dapat direncanakan sama sekali karena diskusi
bersifat antaraksi spontan dan tak dapat diramalkan yang terjadi diantara para siswa.
Dua anggapan ini tidak benar. Perencanaan diskusi memerlukan upaya yang lebih,

7|Model Diskusi
seperti perencanaan untuk jenis pelajaran yang lain, dan walaupun spontanitas dan
fleksibilitas suatu hal yang penting dalam diskusi, dan perencanaan itu merupakan
tugas utama dari guru agar kegiatan terlaksana dengan sukses.

a. Mempertimbangkan Tujuan

Beberapa langkah dalam perencanaan suatu diskusi :

 Langkah pertama yaitu menentukan apakah diskusi itu cocok untuk


suatu pelajaran tertentu
 Langkah berikutnya yaitu menyiapkan pelajaran dan menentukan jenis
apa diskusi yang akan dilakukan, serta memilih strategi khusus untuk
digunakan.

Walaupun diskusi dapat berdiri sendiri sebagai sutu strategi pengajaran,


namun diskusi lebih sering digunakan dalam kaitannya dengan model
pengajaran yang lain. Meskipun pemakaian khusus diskusi secara praktis
adalah tertentu, para guru lazimnya menghendaki diskusi mereka untuk
memenuhi satu dari tiga tujuan pembelajaran khusus yang telah diuraikan,
yaitu untuk mengecek pemahaman siswa mengenai tugas membaca atau
penyajian melalui resitasi, untuk mengajar keterampilan berpikir, atau untuk
saling bertukar pengalaman.

b. Mempertimbangkan siswa

Mengenali pengetahuan awal para siswa dalam merencanakan suatu


diskusi merupakan hal yang sama pentingnya seperti merencanakan dalam
jenis pelajaran yang lain. Guru yang sudah berpengalaman mengetahui bahwa
mereka juga harus mempertimbangkan keterampilan diskusi dan komunikasi
siswanya. Misalnya, guru harus mempertimbangkan bagaimana didalam kelas
siswa yang khusus akan menanggapi secara berbeda berbagai jenis pertanyaan,
guru meramalkan bagaimana beberapa siswa ingin bicara sepanjang waktu
sedang siswa yang lain malas untuk mengatakan sebuah katapun.
Dalam merencanakan diskusi, maka penting sekali guru menilai cara-cara
untuk mendorong partisipasi siswa sebanyak mungkin tidak hanya siswa yang
pintar saja, dan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan yang
akan membangkitkan minta dari kelompok berbagai siswa yang berbeda.

8|Model Diskusi
c. Memilih Pendekatan

Ada beberapa jenis diskusi yang berbeda, dan pendekatan yang dipilih
seharusnya mencerminkan maksud guru dan sifat siswa yang terlibat.

 Pertukaran resitasi

Walaupun resitasi, kebanyakan dikaitkan dengan pelajaran langsung,


sering kali digunakan berlebihan, namun demikian resitasi memiliki
manfaat tersendiri. Salah satu pemakaian yang penting adalah bila guru
menyuruh siswa untuk mendengarkan atau membaca informasi/pelajaran
suatu topik tertentu. Pada umumnya guru menyuruh siswa atau
mendengarkan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi penting
dimana pada saat lain perlunya untuk mengenali pengarang buku tertentu,
suatu jenis literatur khusus, atau suatu pokok pandangan atau penafsiran
khusus. Sesi tanya jawab singkat (Diskusi Resitasi) tentang tugas materi
bacaan atau suatu ceramah dapat memnberikan alat pengecekan guru
terhadap pemahaman siswa maupun memberikan motivasi siswa untuk
menyempurnakan tugas bacaaan mereka atau untuk mendengarkan baik
baik ketika guru sedang berbicara.

 Diskusi Berdasarkan Masalah

Diskusi sering kali digunakan untuk mendorong siswa pada berfikir


tingkat tinggi dan untuk memotivasi penemuan intelektual mereka sendiri.
Biasanya, diskusi seperti ini merupakan bagian dari beberapa jenis
pengajaran berdasarkan masalah. Walaupun banyak pendekatan khusus
telah dikembangkan, pendakatan-pendekatan itu semuanya memunyai
langkah-langkah umum dimana guru itu mambuka pelajaran dengan
memperkenalkan kepada siswanya yang menurut Suchmsn (1962) dengan
suatu kejadian yang tak wajar. Atau menurut paling Csar dan Brown
(1889) disebut maisteri sport. Keduanya mengenai suatu situasi yang tidak
dapat segera di jelaskan. Karena suatu siswa menjadi bingung dan
menciptakan ketidak cocokan kognitif, situasi ini memberikan motivasi
alamiah untuk berfikir. Dengan menggunakan pendekatan ini, guru
mendorong siswa mengajukan pertanyaan untuk menimbulkan data

9|Model Diskusi
empiris, dan untuk merumuskan teori dan hipotesis untuk menjelaskan
situasi yang membingungkan itu. Dalam diskusi jenis ini guru membantu
siswa menjadi sadar akan proses penalarannya sendiri dan mengajar untuk
memantau dan mengvealuasi strategi belajar mereka sendiri.

 Diskusi Berdasarkan Berbagi Pendapat

Seringkali guru melaksanakan diskusi dengan maksud membantu


siswa mengembangkan pengertian bersama dari pengalaman biasa atau
untuk mempertentangkan pendapat seorang siswa dengan siswa lainnya.
Berbeda dengan diskusi resitasi dan diskusi berdasar masalah, diskusi
berdasar berbagi pendapat membantu siswa membentuk dan
mengungkapkan fikiran dan pendapatnya secara bebas. Melalui dialog
dengan berbagai pengalaman ini, pemikiran akan ditingkatkan dan
dikembangkan serta pertanyaan-pertanyaan akan muncul untuk pertemuan
selanjutnya.

d. Membuat Rencana Pelajaran

Suatu rencana pelajaran diskusi terdiri atas sederetan tujuan pembelajaran


khusus dan garis besar isi pelajaran. Rencana itu seharusnya tidak hanya
mengandung sasaran isi pelajaran tetapi juga suatu rumusan fokus yang
dipahami benar, uraian peristiwa yang tidak dapat dijelaskan, dan sebuah daftar
pertanyaan. Jika diskusi itu harus menunjang suatu pelajaran, maka guru benar-
benar menyiapkan isi pelajaran dalam fikirannya dan telah menggali hubungan
konseptual yang penting. Bila diskusi itu berkaitan dengan tugas baca, guru
yang berpengalaman mengetahui bahwa mereka harus telah membaca sendiri
materinya, telah membuat catatan-catatan secara luas.
Kadang-kadang guru mendapati pemakaian tekhnik peta konsep suatu alat
perencanaan yang bermanfaat. Suatu peta memberikan gambaran visual dari
karakteristik dan hubungan sekitar suatu gagasan sentral. Untuk membuat suatu
peta konsep guru mengidentifikasi gagasan kunci yang terkait dengan suatu
topik khusus dan menyusunnya dalam beberapa pola logis.
Guru akan merasakan bahwa perhatian yang sungguh-sungguh terhadap
persiapan akan sangat membantu selama guru berusaha keras mencatat dengan
sangat rinci untuk siswa dan selama guru membantu memudahkan pemahaman

10 | M o d e l D i s k u s i
dan pemikiran tingkat tinggi siswa. Untuk beberapa jenis diskusi, mengajukan
pertanyaan kepada siswa merupakan ciri penting. Dalam menyiapkan strategi
bertanya guru perlu mempertimbangkan tingkat pertanyaan dan tingkat
kesulitan kognitif mereka.
Selama tiga dekade yang lalu, banyak sistem telah dikembangkan untuk
mengklasifikasikan tingkat pertanyaan kognitif guru. Kebanyakan sistem
klasifikasi itu memiliki keserupaan, semuanya mempertimbangkan pertanyaan
dari sudut proses kognitif yang menghendaki siswa untuk melakukannya.
Taksonomi tujuan pemblajaran Bloom adalah salah satu alat yang digunakan
guru untuk merancang pertanyaan-pertanyaan di dalam diskusi kelas.

Tabel 1 Enam Jenis Pertanyaan sesuai dengan Taksonomi Bloom

Tingkat Contoh Pertnyaan Proses Kognitif


Tingkat 1
Apa rumus luas lingkaran ? Mengingat kembali
(pengetahuan)
Tingkat 2 Ceritakan isi buku Laya Menggunakan
(pemahaman) Terkembang ? informasi
Jika ali mempunyai sebtang
kayu dengan panjang 1 m,
Tingkat 3 Menerapkan prinsip
berapa potong kayu yang dia
(Penerapan)
peroleh dari kayu itu dengan
panjang masing-masing 2 cm ?
Menerapkan
Tingkat 4 Mengapa terjadi gerhana
keterkaitan atau
(penganalisisan) bulan?
menyimpulkan
Tingkat 5 Apa yang terjadi bila belerang
Meramalkan
(pensintesisan) direaksikan dengan flour ?
Bagaimana pendapat Anda Membuat penilaian
Tingkat 6
tentang pupuk kompos ? atau menyampaikan
(pengevaluasian)
pendapat

Suatu diskusi yang baik harus mengadung pertanyaan tingkat rendah dan
pertanyaan tingkat tinggi. Satu cara untuk mencapai ini ialaha mengawali

11 | M o d e l D i s k u s i
dengan mengajukan pertanyaan mengingat kembali yang sederhana untuk
mengetahui bila siswa telah menangkap gagasan dasar dan berlanjut dengan
pertanyaan pemahaman dan penganalisisan (pertanyaan “mengapa”) dan
kemudian mengakhiri dengan pertanyaan pensintesisan dan pengevalusaian
yang menantang fikiran.
Pada saat menyiapkan rencana pelkajaran dan strategi pertanyaan guru
harus sellu memikirkan dalam-dalam isu yang terkait dengan tingkat kesulitan
pertanyaan. Pengalaman membantu guru untuk mengenali siswa dan untuk
menyusun pertanyaan yang sesuai tingkat kesulitannya. Keputusan mengenai
jenis-jenis dan kesulitan pertnyaan lebih baik jika disusun saat menyiapkan
rencana pelajaran daripada selama pelaksanaan diskusi berlangsung.

e. Mengatur Ruang Belajar Secara Tepat

Tugas perencaan yang lain meliputi penyusunan penggunaan secara tepat.


Pola tempat duduk yang berbeda mempengaruhi pola komunikasi dalam kelas.
Pengaturan tempat duduk terbaik untuk diskusi adalah berbentuk – U dan
berbentuk melingkar seperti yang dilukiskan pada gambar a dan gambar b.
Kedua pola tempat duduk itu memudahkan siswa untuk melihat satu sama lain,
suatu kondisi penting guna antraksi lisan. Keduanya dapat disusun didalam
kebanyakan ruang belajar. Tetapi masing-masing memiliki beberapa
keuntungan dan kelemahan yang harus dipertimbangkan.

Guru
Guru Depan

Gambar a. Susunan tempat duduk


Gambar a. Susunan tempat berbentuk lingkaran
12 |duduk
M o dU
el Diskusi
Pola tempat duduk berbentuk U dengan guru berada diujung U yang
terbuka, menjadikan guru sedikit lebih otorita, suatu ciri jika bekerja dalam
kelompok siswa yang kuarang terampil dalam berdiskusi atau dimana
manajemen merupakan suatu masalah. Bentuk U memberikan kebebasan pula
bagi guru untuk bergerak. Guru memiliki ruang ke papan tulis yang mungkin
penting selama pelajaran berlangsung, dan guru dapat bergerak dalam bentuk U
untuk membuat kontak lebih dekat dengan siswa tertentu jika dibutuhkan.
Kelemahan dari bentuk U dalah bahwa bentuk ini menjadikan beberapa jarak
emosional diantara guru, sebagai pemimpin diskusi dan siswa. Bentuk ini juga
menjadikan jarak fisik yang nyata diantara siswa yang duduknya pada tengah-
tengah U dan yang diujung U.
Pola duduk melingkar terjadi sebaliknya, meminimalkan baik jarak
emosional maupun fisik diantara siswa dn memaksimalkan kesempatan bagi
siswa untuk berbicara bebas satu dengan yang lain. Kelemahan pola melingkar
bahwa pola melingkar ini mengurangi kebebasan bergerak guru ke papan tulis
atau diantara para siswanya.

2. Tugas Antarataktif

Agar Diskusi Seluruh kelas memperoleh sukses dibutuhkan komunikasi yang


hidup dan keterampilan antaraksi baik guru maupun pada siswa. Diskusi
memerlukan pula aturan-aturan yang mendukung pertukaran pendapat secara
terbuka dan saling menghargai. Sebagai pemimpin diskusi guru seharusnya
memfokuskan diskusi, menjaga pada jalur, mendorong partisipasi, mencatat hal-hal
yang penting selama diskusi.

a. Memantapkan kelas dan mengarahkan diskusi

Suatu diskusi akan efektif bila fokusnya sangat jelas dan langsung pada
masalahnya. Pada awalnya para guru harus menjelaskan tujuan diskusi dan
mengajak siswa ikut berpartisipasi. Para guru melemparkan pertanyaan spesifik,
memunculkan isu yang tepat, atau mengetengahkan situasi yang
membingungkan terkait dengan topiknya. Aktivitas ini harus dapat dipahami
dan ditanggapi. Menyatakan pertanyaan yang terfokus atau isu yang jelas
merupakan kunci untuk memulai diskusi yang baik. Cara lain untuk
memantapkan seting dan menggerakkan minat siswa adalah dengan

13 | M o d e l D i s k u s i
mengkaitkan pertanyaan awal diskusi atau memfokuskan pada pengetahuan atau
pengalaman siswa sebelumnya.

b. Melaksanakan Diskusi

Selama keseluruhan selama keseluruhan diskusi berlangsung, banyak


keadaan dapat menyimpang dari tujuan.dalam beberapa hal siswa akan mencoba
secara sengaja menyimpangkan topik guru misalnya,bila mereka ingin
membicarakan tentang pertandingan sepak bola jumat yang lalu daripada sebab
sebab perang dunia 1.suatu contoh penyimpangan kedua ialah bila seorang
siswa mengungkapkan gagasan atau mengajukan pertanyaan dengan siswa yang
membuat masalah di sekolah. Dalam kedua hal seperti itu, guru yang efektif
memperingatkan dengan apa yang sedang dikerjakan oleh siswa tersebut,dan
kemudian memfokuskan ulang tujuan pelajaran pada topik.

1) Membuat Catatan

Kebanyakan guru yang berpengalaman menegetahui bahwa pertukaran lisan


selama suatu diskusi berlangsung akan lebih literatur jika mereka membuat
beberapa jenis catatan tertulis dari diskusi ketika diskusi itu dikembangkan.
Namun suatu dilema dihadapi oleh guru-guru muda dalam membuat catatan
suatu diskusi ialah seberapa rinci catatan yang akan dibuat. Bila seorang
guru memimpin suatu kelompok yang kurang percaya diri dalam
keterampilan diskursus, guru itu sebaiknya mencatat sebanyak mungkin.

Jika guru telah mengajukan kepada siswa terutama tentang teori tau
pemikiran mengenai suatu topik, dalah penting sekali bila guru menyusun
daftar pemikiran dan memperlakukannya secara sama, tanpa
memperhatikan kualitasnya. Sebaliknya, jika pertanyaan memfokuskan
pada jawaban yang langsung benar salah, maka jawaban yang benar saja
yang dicatat.

2) Mendengar Pemikiran Siswa


Apabila tujuan guru adalah ingin membantu siswa memahami suatu
pelajaran dan memperluas cara berfikir mereka, maka seharusnya guru
mendengar sungguh-sungguh terhadap pemikiran siswa. Sebaiknya guru

14 | M o d e l D i s k u s i
tetap beorientasi tdak memberikan pendapat dan minta keterangan, daripada
bertentangan dan berselisih dengan siswa.

3) Menggunakan Sela Waktu


Banyak kondisi yang mempengaruhi waktu sela, karena diam banyak
membuat orang merasa tidak enak sehingga mereka menyela untuk ikut
dalam percakapan. Diam atau menunggu juga dapat memberikan
kesempatan kepada siswa yang tidak telibat untuk memulai bicara atau
sebaliknya melah mengacau.
Meskipun begitu, guru tetap disarankan untuk mempraktekkan
menunggu sedikitnya 3 detik terhadap tanggapan siswa, kemudian
mengajukan pertanyaan itu lagi atau dengan sedikit cara berbeda jika tidak
ada tanggapan dengan tidak beralih dari jawaban yang pertama. Untuk
pertanyaan hafalan sebaiknya jumlah waktu sela kurangdari 3 detik, dan
untuk pertanyaan yang ditujukan kepada pemikiran yang tinggi danisi yang
lebih sulit sebainya jumlah waktu selanya lebih dari 3 detik.

4) Menanggapi Jawaban Siswa


Kebanyakan guru dalam memberikan tanggaan terhadap jawaban yang
benar tidaklah sulit. Namun dalam menanggapi jawaban yang salah atau
tidak sempurna merupakan situasi yang sulit. Pedoman yang diarahkan oleh
Madeline Hunter (1982) adalah sebagai berikut:
a. Hargailah jawaban atau penampilan yang tidak benar dengan
memberikan pertanyaan agar jawaban itu akan menjadi benar.
b. Bantulah siswa itu dengan mmberikan dorongan.
c. Berikan kepada siswa itu rasa bertanggung jawab.

5) Menanggapi Pemikiran dan Pendapat Siswa


Seni mengajukan pertanyaan merupakan hal yang penting, namun
perilaku verbal lain oleh guru juga sama pentingnya, terutama perilaku
untuk menanggapi terhadap pemikiran dan pendapat siswa. Tanggapan
tersebut ditunjukkan agar siswa berusaha memperluas daya nalar mereka
dan menjadi menyadari atas proses daya nalar mereka.

15 | M o d e l D i s k u s i
Pernyataan tersebut seperti pernyataan untuk mencerminkan pemikiran
siswa, mengusahakan siswa mencari alternatif, mencari penjelasan, dan
menanamka proses pemikiran dan minta bukti pendukungnya.

6) Mengungkapkan Pendapat
Guru membuat model proses penalarannya sendiri dan munjukkan
kepada siswa bahwa guru itu menempatkan dirinya sebagai bagian
masyarakat belajar yang tertarik akan saling berbagi pemikiran dan
penemuan pengetahuan.

c. Menutup Diskusi
Guru yang efektif menutup diskusi pada saat yang tepat dan dengan berbagai
cara. Satu cara yang populer untuk menutup diskusi adalah baik guru atau siswa
merangkum pemikiran utama dan menghubungkannya ke topik yang sedang
dipelajari.

d. Melaporkan Singkat Proses Diskusi


Biasanya diskusi diakhiri dengan laporan singkat yang fokusnya bukan pada
isi diskusi melainkan pada cara diskusi itu berlangsung.

D. LINGKUNGAN BELAJAR DAN TUGAS-TUGAS MENGELOLA DISKUSI


1. Memperlambat Langkah dan Meningkatkan Prestasi
Untuk meningkatkan partisipasi dalam diskusi, maka langkah atau tahap
pembelajaran harus diperlambat, dan pemberian giliran serta norma pertanyaan haus
dimodifikasi. Berikut ini adalah beberapa strategi yang sering dilakukan oleh gruru-
guru yang berpengalaman.
a. Strategi TPS (Think-Pair-Share)
Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan partisispasi siswa. TPS
merupakan jalan yang efektif dalam memperlambat langkah dan menngkatkan
prestasi. Karena prosedurnya telah disusun sehingga dapat memberikan waktu
yang lebih banyak kepada siswa untuk berpikir serta mereson sehingga dapat
membangkitkan partisipasi siswa.
b. Kelompok Aktif ( Buzz Group)

16 | M o d e l D i s k u s i
Penggunaan Buzz Group adalah suatu bentuk pembelajaran yang memliki
tujuan untuk mengefektifkan partisipasi siswa. Bzz Group dimulai dengan
memberikan pertanyaan kepada siswa yang dikelompokkan dalam 3 sampai 6
siswa untuk membahas topik tertentu. Setiap kelompok menugas seorang
anggotanya untuk mendaftar ide-ide yang muncul dan beberapa saat kemudian
guru menanyakan hasil catatan ide ide yang muncul itu dan menyampaikannya
di dalam diskusi kelas sebagai ide kelompok.
Buzz Group memberikan lebih banyak partisipasi siswa dalam
pembelajaran serta mengurangi adanya dominasi partsisipasi oleh berberapa
orang siswa. Penggunaan Buzz Group dapat mengubah dinamika dan dasar
pembelajaran skursus secara klasikal serta sangat udah untuk dilaksanakan.
c. Bola Pantai ( Beach Ball)
Teknik Beach Ball ini sangat efektif untuk meningkatkan partisipasi siwa
yang masih muda dan untuk mengenalkan pribadi anak. Guru memberikan bola
kepada salah satu siswa untuk mengawali diskusi, dengan peraturan hanya siswa
yang mendapatkan bola yang berbicara, sedangkan siswa yang lain harus
berusaha mendapatkan bola dulu agar mendapatkan giliran berbicara, biasanya
dengan mengangkat tangan mereka.
2. Meningkatkan Perhatian antar Individu dan Pempahaman Siswa
Jalannya diskusi di dalam kelas dapat dipengaruhi sepenuhnya oleh guru,
khususnya jika mengajarkan keterampilan tersebut dalam menumbuhkan komunikasi
yang baik, yaitu dengan menghargai secara positif pendapat dan partisipasi siswa.
Komunikasi pada dasarnya adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan,
sehingga komunikasi yang efektif mempersyaratkan adanya pengirim pesan yang
dapat mengekspresikan secara jelas apa yang dimaksudkan. Sedangkan
communication gap berkembang jika penerima pesan salah menginterpretasikan pesan
karena dia menggunakan ekspresi yang kurang jelas.
Pada tahun 1970-an John Wallen, dalam psikologi organisasi sebuah perusahaan
besar elektronik dan konsultan pada Pasific Northwest, menggambarkan keterampilan
orang-orang dapat digunakan dalam membuat suatu proses pengiriman dan
penerimaan pesan lebih efektif untuk mengurangi kesenjangan dalam komunikasi.
a. Keterampilan Proses Mengirim Pesan
1) Paraphrase

17 | M o d e l D i s k u s i
Paraphrase atau penyampaian pesan adalah suatu keterampilan untuk
mngecek apakah seseorag penerma mengerti atau tidak tentang suatu ide
yang dikomunikasikan kepadanya. Paraphrase bukan hanya sekedar
mengatakan kembali apa yang dikatakan orang lain, tetapi paraphrase justru
merupakan jawaban dari suatu pertanyaan : Apakah sebenarnya yang
dimaksudkan oleh pengirim pesan tersebut ? Paraphrase menghendaki
pengirim untuk memverifikasi kebenaran dari implementasi penerima.
2) Menggambarkan perilaku (Describe Behaviour)
Seseorang melaporkan tentang perilaku khas orang lain yang dapat
diamati , tanpa mengevaluasinya.

b. Keterampilan Proses Menerima Pesan


1) Menggambarkan perasaan (Describe Fellingi)
Apabila kita berpikir bahwa orang lain gagal dalam mengartikan perasaan
kita sepenuhnya, ini mengisyaratkan pertolongan dari kita yaitu merubah
perasaan tersebut dalam bentuk kata-kata.
2) Mengecek pesan ( Checking Impression)
Mengecek pesan merupakan keterampilan yang melengkapi gambaran
perasaanmu dan melibatkan pegecekan perasaan seseorang yang sedang terjadi
terhadap perasaan orang lain. Guru dapat belajar dan memodelkan keterampilan
ini di dalam kelas dan dapat juga mengajari siswanya secara langsung,
sebagaimana mengajarkan keterampilan yang lainnya.
Bentuk pembelajarannya seperti terlihat di bawah ini.
Langkah 1 : Pendahuluan dan penjelasan keempat keterampilan
komunikasi dan mendefinisikan topik yang dibahas.
Langkah 2 : Atur siswa berkelompok, masing-masing beranggotakan 3
siswa. Setiap anggota diber tugas secara bergantian sebagai
pengirim(mencoba menyampaikan suatu ide), penerima (
mencoba mendeskripsikan apa yang mereka dengar) dan
pengamat( mencatat segala ketermpilan komunikasi serta
semua hambatannya).
Langkah 3 : Peranan berubah , siswa bergantian peran.
Langkah 4 : Guru membawanya ke dalm diskusi kelas untuk membahasa
keterampilan yang mudah dan yang sulit dipelajar, serta
18 | M o d e l D i s k u s i
bagaimana keterampilan tersebut dapat digunakan dalam
diskusi kelas.

3. Piranti untuk Menyoroti Diskursus dan Keterampilan Berpikir

Frank Lyman dan James Mc.Tighe telah menulis dengan ekstensif tentang
penggunaan piranti pengajaran, khususnya media visual yang membantu guru dan siswa
belajar dengan diskursus dan keterampilan berpikir (Lyman, 19986, Mc. Tighe &
Lyman, 1986).

a. Isyarat Bergambar (visual) untuk Think-Pair-Share


Strategi diskusi Think-Pair-Share telah digambarkan sebelumnya. Strategi ini
tidak mudah digunakan bagi siswa kegiatan pertama kali diskusi. Pada umumnya
kebiasaan lama, atau asal menjawab tanpa menunggu, merupakan suatu kebiasaan
yang sulit untuk diubah.

Isyarat-isyarat “ Listen – Think – Pair- Share” :

Isyarat tangan
Isyarat tangan Diagram
Listen
Think
Pair
Share
ListenThinkThink Pair lShare

Kartu-kartu

Listen Think Pair Share

Lyman dan kelompoknya telah mengembangkan berbagai cara mengajar siswa,


bagaimana menggunakan Think-Pair-Share, khususnya kapan dan bagaimana
berpindah dari model satu ke model yang lain. Salah satu strategi yang favorit adalah
penggunaan isyarat.seperti diilustrasikan di atas

19 | M o d e l D i s k u s i
b. Matriks Berpikir

Mc. Tighe dan Lyman (1988) juga mempelajari bagaimana mendapatkan


mahasiswa dan guru dapat bertanya lebih banyak yang memperkenalkan berpikir
lebih tinggi dan menganalisa berbagai respon alami dari berbagai macam
pertanyaan.

Mereka menciptakan sebuah piranti, yang mereka sebut dengan Matriks


Berpikir Lyman (1986). Piranti ini merekomendasikan guru-guru membuat simbol-
simbol yang menggambarkan berbagai proses berpikir yang telah digambarkan oleh
taksonomi Bloom, dan kemudian membuat kartu-kartu simbol yang dapat
ditempatkan di dinding atau dipegang guru.

R : Recall, berupa fakta, hal yang hafalan

= : Mencocokkan (Compare, Ratio, Comparison, Similarity)

≠ : Membandingkan (Contrast, Difference, Distinction, Descrinination)

: Sebab dan akibat (Cause and effect, prediction, hypothesis, inference)

Ex : Alur Berfikir Deduksi (Analogy, Deduction,Categorization)

Ex : Alur Berpikir Induksi (Classification, Induktion, Conclution,


Generalization, Finding Essence)

: Evaluasi (Value, Evaluation, Judment, Rating)

Gambar 5.6 Simbol-simbol Pembelajaran Keterampilan Berpikir dengan Respon


Pertanyaan

Contoh:

Recall : Bilangan berapakah yang merupakan identitas penjumlahan ?

Mencocokkan : Apakah persamaan antara jajar genjang dengan persegi panjang?

Membandingkan : Apakah perbedaan antara prisma dengan limas itu?

20 | M o d e l D i s k u s i
4 2
Sebab dan akibat : Apakah yang menyebabkan ( ) tidak memiliki invers?
−6 −3
Dapatkah ditentukan inversnya apabila unsur pada baris ke-2
kolom pertama diubah menjadi -5?

Deduksi : Dari definisi prisma tadi, sebutkan contoh-contoh benda yang


berbentuk prisma

Induksi : Daerah suatu lingkaran akan terbagi menjadi dua apabila terdapat
sutu diameter, dan akan terbagi menjadi empat daerah apabila
terdapat dua diameter, akan terdapat berapah daerahkah apabila
lingkaran tersebut terdapan n diameter?

Evaluasi : Apakah betul, untuk melukis suatu fungsi linear cukup dengan
menentukan 2 titik koordinat pada fungsi dan kemudian menarik
garis lurus yang melalui kedua titik koordinat tersebut ?
Mengapa?

Selama diskusi guru menunjukkan simbol-simbol itu. Mereka juga mendorong


siswa untuk mengelompokkan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan dan
mereka menjawab dengan menggunakan kartu-kartu simbol seperti terlihat pada
gambar 5.6 tersebut yang dikembangkan oleh Lyman dan guru-guru.

Keterampilan diskursus secara khusus tidaklah berbeda dengan keterampilan khas


pembelajaran materi/isi (teaching content specific skill). Seperti telah diuraikan
sebelumnya, model pembelajaran langsung (direct instruction) yang menghendaki
agar guru mendemonstrasikan dan membuat model keterampilan yang diajarkan,
menerima umpan balik dari apa yang telah mereka lakukan (modelkan), dan
sesudahnya diikuti praktek keterampilan tersebut oleh siswa-siswanya.

E. PENGUKURAN DAN PENILAIAN

(ASSESSMENT AND EVALUATION)

Sebagaimana dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lain, ada


penilaian dan evaluasinya. Pemberian angka/nilai tugas untuk guru sebagai tindak

21 | M o d e l D i s k u s i
lanjut yang harus diikuti dari suatu diskusi sebagai bagian dari suatu pembelajaran
diantaranya adalah pemberiaan angka (grading) seperti diuraikan di bawah ini.

1. Mengikuti diskusi
Guru yang berpengalam membuat catatan baik formal dan mentalnya dalam
mengikuti diskusi. Suatu ketika catatannya dapat menyinggung materi diskusi, dan
dimaksudkan untuk menolong dalam memperjelas bagian materi pelajarannya.
Contohnya, suatu diskusi mengidentifikasi tentang adanya gap pemahaman yang
cukup serius dalam suatu topik. Pembelajaran ini mungkin merupakan jawaban
yang paling tepat seorang guru dalam merencanakan penyajian salah satu topik
yang harus diikuti di dalam diskusi, atau memberikan tugas membaca dari suatu
literatur tertentu sebagai tugas siswa. Diskusi dapat juga mengidentifikasi aspek-
aspek dari suatu topik, dimana siswa tertarik pada hal-hal yang bersifat khusus.
Membimbing diskusi itu sendiri akan memberikan informasi pada guru tentang
kekuatan dan kelemahan siswanya dalam proses berpikir dan kemampuan lainnya
seperti kemampuan kelompok untuk menyampaikan/mengikuti diskusi atau
pembicaraannya. Pembelajaran selanjutnya dapat lebih dikembangkan dan
diperkuat perencanaannya.
2. Penilaian diskusi kelas (Grading Classroom Discussions)
Pemberian nilai dalam diskusi kelas dapat dipakai untuk menentukan sikap
dari permasalahan yang mungkin dapat membingungkan seorang guru. Di satu
pihak jika partisipasi tidak diberi nilai akan memberikan kesan kepada siswa
bahwa akan merendahkan perlunya partisipasi dari kegiatan yang lain yang diberi
nilai. Sebaliknya pemberian nilai diskusi ini secara praktis tidak mungkin dapat
memberikan nilai (mengkuantifikasi) peran serta siswa dalam diskusi dengan
semua cara yang memuaskan.
Pertanyaan-pertanyaan para guru dikonfirmasikan ketika mereka mencoba
memberikan dalam hal nilai dari suatu diskusi: Apakah saya memberikan
penghargaan tersebut atas kuantitas atau kualitasnya? Apakah yang memberikan
sumbangan dalam kualitas? Bagaimanakah dengan siswa yang sepanjang diskusi
berbicara terus tetapi tidak berisi? Bagaimanakah jika ada siswa pemalu tetapi
sebenarnya idenya bagus?
Ada dua cara dari guru yang berpengalaman dalam dilema dalam pemberian
nilai ini. Pertama, memberikan bonus kepada siwa yang secara konsisten yang

22 | M o d e l D i s k u s i
tampak selalu siap berdiskusi, dan memberikan sumbangan pemikiran yang
relevan. Jika cara ini digunakan, perlu adanya diskusi dengan baik dengan kelas
dan persyaratan yang tepat yang diperlukan siswa agar mendapatkan nilai/bonus
yang dikehendaki.
Cara kedua untuk memberikan nilai diskusi sebagai batu loncatan dari
refleksi tugas menulis. Pemberian nilai pada kegiatan ini bukan untuk
partisipasinya, tetapi untuk kemampuan siswa dalam merefleksi diskusi ke dalam
kata-kata, apa arti diskusi baginya. Berikan tugas kepada siswa dalam bentuk
laporan, agar dapat diketahui bagaimana siswa merefleksi secara essay setelah
diskusi selesai, hal ini dapat meningkatkan perhatian siswa selama diskusi dan
memperpanjang pemikiran siswa tentang diskusi setelah diskusi selesai. Kerugian
yang nyata dengan penggunaan diskusi ini sebagai tugas adalah persyaratan waktu
untuk membaca dan pemberian nilai tugas-tugas essay (laporan)nya.
3. Menggunakan tes uraian dalam ujian
Beberapa guru dan ahli evaluasi setuju bahwa tes essay sangat baik dilakukan
kepada siswa untuk membuka proses berpikir tingkat tinggi dan kreativitas siswa.
Jadi jelasnya cara ini merupakan penentu keputusan yang efektif jika guru
mencobanya bagi siswa-siswa yang telah selesai melakukan diskusi. Dalam hal ini
tes essay lebih unggul dibandingkan tes obyektif. Keuntungan lain dari tes essay
adalah tes essay memerlukan waktu yang lebih cepat dalam
penyusunan/pembuatan tesnya, jika dibanding tes obyektif. Bagaimanapun, dalam
waktu persiapannya, suatu catatan yang perlu diperhatikan dalam penyusunannya
bahwa untuk penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang bagus, jelas juga
memerlukan waktu. Guru perlu mempertimbangkan waktu dalam menyusun soal,
memberikan contoh jawaban, waktu untuk membaca, dan memberikan nilai tes
essay tersebut. Mungkin sebagai sesuatu yang sangat kritis, bahwa tes essay tidak
dapat mencakup keseluruhan materi jika dibandingkan tes obyektif. Kekritisan
tersebut dapat secara parsial diatasi dengan menggunakan kombinasi atau
gabungan antara tes obyektif dan tes essay dalam suatu ujian. Penggunaan tes
obyektif untuk pengukuran pemahaman siswa tentang pengetahuan yang dasar dan
menggunakan tes essay untuk mengukur pemahaman tinggkat tinggi.
Beberapa petunjuk yang dapat menolong untuk mengurangi bias dalam
penilaian telah dikembangkan oleh guru-guru yang berpengalaman dan ahli
evaluasi sebagai berikut.
23 | M o d e l D i s k u s i
a) Tulislah pertanyaan essay sejelas-jelasnya, dan jelaskan apa yang harus
tercakup dalam jawaban siswa.

Sebagai contoh :

Jika guru menginginkan siswa mengaplikasikan informasi, pernyataan harus


dinyatakan sehingga dapat meminta siswa benar-benar memberikan jawaban
yang tentang aplikasinya.
Jika guru menginginkan siswa membandingkan dua pengertian dasar,
pertanyaan harus menyatakan hal itu secara jelas.
Ambillah contoh sebagai berikut “Diskusikan peran saudara tersebut”.
Pertanyaan ini terlalu umum dan tidak menyebutkan informasi apa yang sedang
dicari/ditanyakan guru. Konsekuensinya, jawaban sangat bervariasi dan guru
akan mengalami kesulitan dalam memberi nilai, sebaliknya jika pertanyaannya
sebagai berikut: “Deskripsikan dan bandingkan ekonomi daerah Utara dan
Selatan selama tahun 1840 dan tahun 1850-an, dan jelaskan bagaimana keadaan
ekonomi tersebut mempengaruhi keputusan masing-masing pihak untuk
melakukan perlawanan dalam perang saudara tersebut!”
Pertanyaan tersebut menggambarkan secara lebih jelas pada topik-topik yang
relevan, dan bentuk pemikiran siswa yang diinginkan guru.

b) Tulislah dahulu contoh-contoh jawaban dari beberapa pertanyaan, dan waktu


serta bagian jawaban yang bervariasi
Menuliskan contoh jawaban dapat menjadikan kriteria penentuan nilai dari
tes essay. Bentuk-bentuk penugasan dalam aspek-aspek yang bentuk
jawabannya bervariasi (misalnya diorganisasikan dalam 5 macam; 5 macam
jawaban untuk menjawab secara utuh dan mungkin 5 macam keseluruhan)
membantu aturan kualitas permasalahan yang ganjil. Jika teknik tersebut
digunakan, segala sesuatu yang mungkin muncul sepanjang jawaban siswa,
siswa harus diberi tahu bentuk-bentuk distribusinya.
c) Gunakan teknik-teknik untuk mengurangi efek-efek harapan
Efek-efek harapan adalah fenomena yang disebakan oleh guru yang
mengharapkan siswa-siswanya dapat mengerjakan dengan baik, dan sebagian
lagi kurang, tanpa memperhatikan apa sebenarnya mereka tampilkan dalam
jawaban. Suatu teknik yang digunakan untuk menjaga adanya bias tersebut,

24 | M o d e l D i s k u s i
yaitu siswa menuliskan nama-namanya di balik jawabannya setelah
mengerjakan soal. Bagaimanapun cara ini sudah dapat membatasi nilai, karena
banyak guru yang sudah tahu lebih dahulu hasil kesiapan tulisan siswa-siswa
tertentu.
Jika tes essay mempunyai 2 atau 3 pertanyaan, pembacaan dari semua
jawaban untuk salah satu pertanyaan tertentu dan kemudian bergeser/membalik
kertas sebelum membaca jawaban dari pertanyaan berikutnya yang lain, adalah
salah satu yang digunakan guru untuk mengurangi efek-efek harapan. Jika guru
mengajar dalam bentuk tim, pengecekan pemberian nilai masing-masing juga
sangat menolong.
d) Mempertimbangkan pemberian nilai secara keseluruhan (holistic scoring)
Beberapa ahli evaluasi berpendapat bahwa prosedur yang terbaik untuk
memberikan nilai untuk pertanyaan essay dan bentuk tulisan siswa yang lain
(laporan, essay, dan lain-lain) adalah satu-satunya yang disebut “holistic
scoring”. Sesuatu yang logis yang mendasarinya adalah bahwa keseluruhan
tulisan siswa tersebut lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagian tulisannya,
tetapi perlu mendapatkan pertimbangan dengan sebaik-baiknya. Guru-guru yang
menggunakan pendekatan ini pada umumnya melihat sepintas dari keseluruhan
hasil tulisan siswa, dan memilih sampel-sampel yang mana tulisan yang
dipertimbangkan sebagai tulisan yang baik, sedang, dan sangat kurang. Sampel-
sampel tersebu takhirnya menjadi model untuk menentukan kriteria terhadap
tulisan-tulisan yang lain. Beberapa guru menggunakan proses yang sama, tetapi
menambahkan prosedur yang kedua, yaitu menumpuk tulisan-tulisan dalam
kelompok yang tepat sebagaimana mereka membacanya, misalnya kelompok A,
kelompok B, dan seterusnya. Mereka kemudian membaca ulang dari pilihan
masing-masing kelompok yang berbeda-beda tadi, untuk mengecek
pertimbangan awal dan mengecek perbandingannya dengan tulisan dalam
kelompok yang sama sesuai yang diberikan.

MEREFLEKSIKAN BENTUK PEMBELAJARAN DIKELAS


(REFLECTION BOX)
Ada kesempatan yang hampir berlaku secara umum, di antara peneliti dan
sarjana, bahwa belajar sesungguhnya dapat terjadi atau terwujud pada bentuk
diskursus yang berbeda dengan diskursus biasa pada beberapa kelas. Jika
25 | M o d e l D i s k u s i
ditanyakan bagaimana mereka harus mengajar, hampir semua guru pemula akan
membuktikan akan perlunya ada persyaratan ketepatan siswa untuk
mendiskusikan topik-topik yang yang penting dan bertukar pendapat antara
siswa-siswa dan gurunya. Belum beberapa lama ( yet year after year), pengamat
kelas mengatakan bahwa hal ini tidak terjadi, dimana guru-guru melanjutkan
mendominasi pembicaraan di dalam kelas, dengan memberikan arahan-arahan
dan informasi yang harus diikuti oleh siswa.
Jika mereka bertanya kepada siswa, banyak di antara siswa yang
menjawabnya dengan jawaban yang bersifat pengulangan (recall), dan bukan
pemikiran tingkat tinggi, dan jika siswa tidak menjawab dengan cepat,
pertanyaan yang lain dilontarkan, atau pertanyaan ditanyakan pada siswa lain.
Semua ditangani dalam tahap-tahap yang cepat. Kita tahu dari hasil penelitian,
bahwa guru mendominasi dalam kelas, tahapan singkat hal ini berbahaya.
Kita juga tahu bahwa memperlambat tahapan ceramah, dan menggunakan
ceramah yang berbeda, misalnya dengan menggunakan T-P-S (think – pair -
share), akan menghasilkan pemikiran siswa yang baik.
Jika ini benar, mengapa begitu sulit untuk mengubah bentuk ceramah di
kelas? Adakah beberapa hal yang anda garis bawahi untuk fenomena ini?
Apakah sebenarnya siswa ingin berpartisipasi dalam diskusi? Mungkin hal ini
lebih mudah didengar dan dibenarkan.

26 | M o d e l D i s k u s i
DAFTAR PUSTAKA
Tjokrodiharjo, Soegijo. 2000. Diskusi Kelas Bagian 1. Surabaya : Unipress
Soetjipto. 2000. Diskusi Kelas Bagian 2. Surabaya : Unipress

27 | M o d e l D i s k u s i

Anda mungkin juga menyukai