Acute Coronary Syndrom 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

Acute Coronary Syndrom (ACS)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jantung adalah pusat fungsi tubuh yang fungsional karena peranannya sebagai pemompa
darah agar dapat mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah arteri dan vena
(Susilawati, 2014). Penyakit jantung sendiri merupakan penyakit pembunuh nomor satu
didunia terutama pada kalangan dewasa dan yang berusia tua. Menurut catatan WHO di tahun
2015, angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan
meningkat menjadi 20 juta jiwa dan ditahun 2030 akan meningkat kembali hingga mencapai
angka 23,6 juta jiwa penduduk. Penyakit jantung koroner merupakan sebuah penyakit
kompleks yang disebabkan oleh menurunnya atau terhambatnya aliran darah pada satu atau
lebih arteri yang mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Nor, 2011).
Penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner menyebabkan angka
kematianyang tinggi di Indonesia, yaitu mencapai 26% (WHO, 2011). Penyakit jantung
koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang menyebabkan kematian di dunia,
yaitu 7.2 juta orang per tahun atau 41% dari kasus penyakit kardiovaskular (Firmansyah,
2010)
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah di ungkapkan di atas terdapat masalah yang perlu
dipecahkan sebagai berikut:
1.1.1 apa definisi dari penyakit acute coronary syndrom ?
1.1.2 apa etiologi dari penyakit acute coronary syndrom ?
1.1.3 apa patofisiologi dari penyakit acute coronary syndrom?
1.1.4 Apa amanifestasi klinis dari penyakit acute coronary syndrom?
1.1.5 Apa saja pemeriksaan penunjang dari penatalaksanaan dari penyakit acute coronary
syndrom?
1
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan pertimbangan adanya beberapa tujuan yang ingin dicapai.
Beberapa tujuan makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 sebagai bentuk pemenuhan penugasan mata kuliah Kardiovaskuler.
1.2.2 Mendiskripsikan definisi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.3 Mendiskripsikan etiologi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.4 Mendiskripsikan patofisiologi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.5 Mendiskripsikan manifestasi klinis penyakit acute coronary syndrom.
1.2.6 Mendiskripsikan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan penyakit acute coronary
syndrom.

1.3 Manfaat
Setelah membaca makalah tentang acute coronary syndrom ini diharapkan dapat memberikan
manfaat :
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologis,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan pada kasus acute coronary syndrom.
1.3.2 Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan acute coronary
syndrom.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sindrom Koroner Akut


Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang mempunyai
kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung mempunyai 70 sampai
80 % oksigen yang dihantarkan melalui arteri koroner, sebagai pembandingan, bahwa organ
lain hanya menggunakan rata-rata seperempat oksigen yang dihantarkan. Arteri koroner
muncul dari aorta dekat hulu ventrikel ( sering disebut muara sinus valsava). Dinding sisi kiri
jantung dengan yang lebih banyak melalui arteri koroner utama kiri (Left main Coronary
Artery), yang kemudian terbagi menjadi dua cabang besar ke depan ( Left Anterior
Descendens- LAD) dan kearah belakang (Left Circumflex- LCx) sisi kiri jantung.
Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu : sulkus
atrioventrikuler yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel, dan sulkus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini disebut kruks
jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung. Nodus Atrio Ventrikuler
(AV Node) berlokasi pada titik pertemuan, dan pembuluh darah yang melewati pembuluh
darah yang melewati kruks ini merupakan pembuluh yang memasok nutrisi untuk AV Node.
Arteri koroner kanan memberi nutrisi untuk jantung bagian kanan ( atrium kanan,
ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam ventrikel kiri), yang berjalan disisi kanan, pada
sulkus atrio ventrikuler kanan. (Juliawan. 2012)
Gambar.1 Arteri Koroner (sumber: http://www.wayantulus.com/penyakit-jantung-koroner)
3
2.2 Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan oleh
gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat progresif, terjadi perubahan secara
tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil. (Susilo., 2013; Oktavianus & Sari., 2014)
Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain sehingga akibat dari iskemia
miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia
miokard: angina tidak stabil, non ST segmen elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen
infark myocard. Sindrom Koroner Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah
arteri koroner, yaitu: STEMI, non STEMIdan unstable angina pectoris. (mulyadi., 2015)
Suatu spektrum penyakit dengan etiologi bermacam-macam, terdapat ketidakseimbangan
antara pemberian dan kebutuhan oksigen miokardium Meliputi STEMI, non-STEMI, dan
angina tak stabil. (Widya., 2014).
Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum presentasi klinis mulai dari
ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen sampai presentasi yang ditemukan pada infark
miokard elevasi non-ST-segmen (NSTEMI) atau angina yang tidak stabil. Dalam hal
patologi, ACS hampir selalu dikaitkan dengan ruptur plak aterosklerotik dan trombosis
parsial atau lengkap dari arteri terkait infark.
Namun, dalam beberapa kasus, penyakit arteri koroner yang stabil dapat mengakibatkan ACS
jika tidak ada ruptur plak dan trombosis, ketika stres fisiologis (misalnya trauma, kehilangan
darah, anemia, infeksi, takiaritmia) meningkatkan tuntutan pada jantung. Diagnosis infark
miokard akut dalam setting ini memerlukan temuan kenaikan dan penurunan penanda
biokimia nekrosis miokard selain minimal 1 dari yang berikut:
 Gejala iskemik
 Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram (EKG)
 Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok cabang bundel kiri yang
baru (LBBB)
 Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau kelainan gerak dinding regional
yang baru
 Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi
(Sumber: Coven. 2016)
4
2.3 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
2.3.1 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
a. Definisi
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) terjadi karena sumbatan yang komplit
pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan
miokardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi
ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian.Bantuan medis harus segera
dilakukan.( Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) adalah kerusakan jaringan miokard
akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba.Kejadian ini erat hubungannya dengan
adanya penyempitan arteri koronaria oeh plak atheroma dan thrombus yang terbentuk akibat
rupturnya plak atheroma.Secara anatomi, arteri koronaria dibagi menjadi cabang epikardial
yang memperdarahi epikard dan bagian luar dari miokard dan cabang profunda yang
memperdarahi endokard dan miokard bagian dalam. (Oktavianus & Sari., 2014)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium
akibat iskemia total. Infark miokardium akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”,
merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu.STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injurivaskular, dimanainjuri ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. (Muliadi. 2015).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung
dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. (Putra. 2012)
5
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus arteri
koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak. Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation
myiocardinal infrarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA)
yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST
(Masturah.2012).
Elevasi segmen ST, Kondisi ini disebut ACS elevasi ST dan umumnya refleksi Oklusi
koroner total akut. Sebagian besar pasien pada akhirnya Kembangkan ST-Elevation
myocardial infarction (STEMI). Itu Pengobatan utama pada pasien ini adalah reperfusi segera
Dengan angioplasti primer atau terapi brinolitik. (Roffi. 2016)

Gambar.1 Perubahan rekam jantung (EKG) pada serangan jantung STEMI (sumber:
http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/serangan_jantung_tipe_stemi_st-
elevation_myocardial_infarction_5)

Gambar. 2 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) (sumber: http://www.ina-ecg.com/2015/10/anterior-st-


elevation-myocardial.html)
6
b. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
(sumber: Putra. 2012)
c. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner
cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core). (Putra. 2012)
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium
sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark
sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah
terjadi infark transmural.

7
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan
ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena
daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. (Putra. 2012).

d. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak
berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit
bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai
nyeri dada.
(Sumber: Putra.2012)
e. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
 Disfungsi ventrikuler
 Gangguan hemodinamik
 Gagal jantung
 Syok kardiogenik
 Perluasan IM
 Emboli sitemik/pilmonal
 Perikardiatis
 Ruptur
 Ventrikrel
 Otot papilar
8
 Kelainan septal ventrikel
 Disfungsi katup
 Aneurisma ventrikel
 Sindroma infark pascamiokardias
(Sumber: Putra.2012)
f. Faktor Resiko
 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
 Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.
(Sumber: Rizky. 2014)
g. Penatalakanaan
1. Syok kardiogenetik
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15
ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin
dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien
<75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal
untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat
kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.

9
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak
ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok kardiogenik
yang tidak membaik dengan segera dengan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.

2. Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana
infark ventrikel kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget
atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V
pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropi
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).

10
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda
bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan
kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi
awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga
360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema paru
dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi
awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi
(tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
- Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis
loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/
menit(30-50 ug/lg/menit).
- Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1
mg/kg/jam.
- Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus
tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
- Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200
sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik
diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock
unsynchoronized.

11
2.3.2 NON-ST Eevasi Miokard Infark (NONSTEMI)
a. Definisi
Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) yang sering disebut dengan istilah non
Q-wave MI atau sub-endocardial MI. Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan
kematian. Resiko untuk terjadinya sumbatan dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan
menghilang dalam seiring dengan waktu. (Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium
yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner
yang ditandai dengan adanya segmen ST elevasi pada EKG. Sumbatan ini sebagian besar
disebabkan oleh repture plak, atheroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi distal.Kadang-
kadang sumbatan akut ini dapat pula disebebkan oleh spame arteri koroner, emboli atau
vaskulitis.(Oktavianus & Sari., 2014)
Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non STEMI adalah sama dengan gejala
pada unstable angina pectoris (UAP). Diantara tandanya yaitu:
• Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi dijumpai adanya T interved dan
adanya gelombang ST depresi
• Enzim jantung umumnya normal
• Terjadi injuri pada bagian dari miokard
• Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan istirahat dan nitrogliserin
(Oktavianus & Sari., 2014)
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama
yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial
otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan jantung. (Anggraeni. 2014)

12
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di
epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan
pada penderita NSTEMI. Pada EKG ditemukan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm , dapat
disertai dengan gelombang T inverse. Biomarker miokard ditandai dengan peningkatan
CKMB > 25 µ/l dan Troponin T positif > 0,03. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)
Gambar. 3 Perbandingan EKG normal dan yang mengalami NSTEMI (http://www.asuhankeperawatan.net/cara-
pemasangan-cepat-membaca-ekg-12-lead-dan-ekg-1-lead/)

Gambar. 4 Non-ST Elevasi Miokard Infark (NONSTEMI) (http://jantungoke.blogspot.co.id/2012/12/)

13
b. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada
subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun
menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner
mungkin juga bertanggung jawab. (Apriliya. 2015)

c. Patofiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis
akut atau vasokontriksi koroner. Thrombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya
rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang
tinggi. Inti lemak yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti TNFα, dan IL-6 akan merangsang pengeluaran
hsCRF di hati. (Anggraeni. 2014).

d. Manifestasi Klinis
 Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping
itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.

14
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin
atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke
epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut
biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
 Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa
gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
 Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada
infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
 Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, gelisah.
(Sumber: Masturah. 2012; Risky.2014)
e. Komplikasi
 Gagal Jantung Konginetal
 Defek Septum Ventrikel
 Ruptur Jantung
 Ruptur septal
 Ruptur Otot Papilaris (Sumber: Risky.2014).
f. Faktor Resiko
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
 Diet (hiperlipidemia)
 Rokok
 Hipertensi
 Stress
 Obesitas
 Kurang aktifitas
 Diabetes Mellitus
 Pemakaian kontrasepsi oral
15
2. Tidak dapat diubah
 Usia
 Jenis Kelamin
 Ras
 Herediter
 Kepribadian tipe A
(Sumber: Risky.2014)
g. Penatalaksanaan
1. Biomarker Jantung:
 Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat penting pada
diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin T
mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard
bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal
0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
- Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang
berfungsi mengikat aktin.
- Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST Depresi yang
menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi
terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila
pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB
(creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina
tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar
troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI.

16
Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan
(dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi
kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya
adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi
dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi
tidak normal.
c. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami derajat
stenosis 50% pad pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis
lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.

2.3.3 Unstable Angina Pectoris


a. Definisi
Nyeri dada adalah gejala nonspesifik yang dapat menyebabkan penyakit jantung atau
noncardiac. Tidak stabil Angina termasuk dalam spektrum presentasi klinis yang disebut
secara kolektif sebagai koroner akut Sindrom (ACSs), yang berkisar dari ST-segment
elevation myocardial infarction (STEMI) sampai Non-STEMI (NSTEMI). Angina tidak stabil
dianggap sebagai ACS dimana tidak ada yang terdeteksi Pelepasan enzim dan biomarker
nekrosis miokard. Istilah angina biasanya dicadangkan Untuk sindrom nyeri yang timbul dari
dugaan iskemia miokard. (Tan., 2015)
Unstable angina pectoris (UAP) adalah suatu sindromaklini yang ditandai dengan episode
atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan. Penyebabnya diperkirakan
berkurangnya aliran darah coroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat,
atau dengan kata lain suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.

17
Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada (chest discomfort)
akibat iskemia miokard.Perasaan tidak enak di dada ini berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa
tertekan.Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu,
atau di ulu hati. (Oktavianus & Sari., 2014)
Angina pektoris adalah hasil dari iskemia miokard yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai darah miokard dan kebutuhan oksigen. Ini adalah
menyajikan gejala umum (biasanya, nyeri dada) di antara pasien dengan penyakit arteri
koroner (CAD). Sekitar 9,8 juta orang Amerika diperkirakan mengalami angina per tahun,
dengan 500.000 kasus baru angina terjadi setiap tahun. (Alaeddini., 2016)
Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah nyeri dada yang munculnya
tidak tentu, dapat terjadi pada saat penderita sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam
keadaan istirahat dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk, besar kecil dan keadaan
thrombus. Beberapa kriteria yang dapatdipakai untuk mendiagnosis angina pectoris yang
tidak stabilyaitu:
 Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya
episode angina pectoris yang dialami selama ini.
 Angina at restnocturnal yang baru.
 Angina pasca infark miokard
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina meliputi hal-hal sebagai berikut:
 Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan oksigen jantung.
 Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan
darah disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
 Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke mesentrik untuk pencernaan,
sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. Pada jantung yang sudah
parah pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeriangina semakin buruk.

18
 Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan frekuensi jantung
meningkat akibat pelepasan adrenalin dan meningkatkan tekanan darah, dengan demikian
beban bekerja jantung meningkat.
Perubahan EKG seperti segmen ST depresi elevasi segmen ST, atau inversi glombang T
mungkin terjadi selama angina tidak stabil tetapi sementara. Antung spidol, CPK tidak
ditinggikan tapi troponin I atau T mungkin akan sedikit meningkat. Angina tidak stabil secara
klinis tidak stabil dan sering merupakan awal MI atau aritmia atau, lebih jarang terjadi,
kepada kematian mendadak. Rasa sakit atau ketidaknyamanan angina tidak stabil biasanya
lebih kuat,berlangsung lama, yang dipicu oleh kurang tenaga, terjadi spontan pada saat
istirahat (sebagai angina decubitus), adalah progresif (crescendo) di alam, atau melibatkan
kombinasi dari fitur ini. Angina pada umumnya dapat hilang dengan istirahat dan
nitrogliserin.(Oktavianus dan Febriana Sartika S., 2014)
b. Etiologi
Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya resistensi koroner dalam jumlah besar
dan Arteri koroner kecil. Peningkatan kekuatan ekstravaskuler, seperti hipertrofi LV berat
yang disebabkan oleh hipertensi, Stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertrofik, atau
peningkatan tekanan diastolik LV
Pengurangan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti peningkatan karboksihemoglobin
atau Anemia berat (hemoglobin, <8 g / dL) Anomali kongenital dari asal dan / atau jalur
arteri koroner epikardial mayor. (Alaeddini., 2016)

c. Patofisiologi
Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner menjadi tidak memadai untuk
memenuhi miokard. Permintaan oksigen Hal ini menyebabkan sel miokard beralih dari
metabolisme aerobik ke anaerob Dengan penurunan fungsi metabolisme, mekanik, dan listrik
progresif. Kejang jantung Adalah manifestasi klinis yang paling umum dari iskemia miokard.
Hal ini disebabkan oleh kimia dan Stimulasi mekanik ujung saraf aferen sensorik pada
pembuluh koroner dan Miokardium. Serabut saraf ini meluas dari nervus tulang belakang
toraks ke-4 ke atas, naik
19
Melalui sumsum tulang belakang ke thalamus, dan dari sana ke korteks serebral. Studi
telah menunjukkan bahwa adenosin mungkin merupakan mediator kimia utama nyeri angina.
Selama
Iskemia, ATP terdegradasi pada adenosin, yang setelah difusi ke ruang ekstraselular,
menyebabkan Pelebaran arteriol dan nyeri angina. Adenosin menginduksi angina terutama
dengan merangsang A1 Reseptor pada ujung saraf aferen jantung. (ALaeddini.,2016)

d. Manifestasi Klinis
Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI) dan meliputi berikut:
 Nyeri dada atau tekanan
 Berkeringat
 Dispnea
 Mual, muntah
 Pusing atau kelemahan mendadak
 Kelelahan
 Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut, atau bahu atau lengan.
 Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih sering, parah, atau berkepanjangan
berubah dari pola angina biasa; dan tidak menanggapi beristirahat.
(Sumber: Tan., 2015)
e. Komplikasi
 Stres psikologis
 Infark Miokard
 Aritmia
 Gagal jantung
(Sumber: Andresni, dkk., 2013)

20
f. Faktor resiko
 Dapat Diubah (dimodifikasi)
- Diet (hiperlipidemia)
- Rokok
- Hipertensi
- Stress
- Obesitas
- Kurang aktifitas
- Diabetes Mellitus
- Pemakaian kontrasepsi oral
 Tidak dapat diubah
- Usia
- Jenis Kelamin
- Ras
- Herediter
(Sumber: Andresni, dkk., 2013)

g. Penatalaksanaan
 Tindakan Umum
Dilakukan perawatan di RS, bed rest, diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau
petidin perlu pada pasien yang sudah diberi Nitrogliserin tapi masih merasakan sakit dada.
Terapi Medikamentosa:
- Obat anti Iskemia : nitrat (untuk vasodilator), beta bloker (dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.
KI : asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia). Antagonis kalsium
- Obat antiagregasi trombosit : aspirin (dianjurkan diberika seumur hidup. Dosis awal 160
mg/hari dan dosis selanjutnya 80-325 mg/hari), Tiklopidin (obat lini kedua jika pasien tidak
tahan aspirin. Tapi pemakaiannya mulai ditinggalkan setelah ada klopidogrel), Klopidogrel
(ESO < tiklopidon. Dosis dimulai 300mg/hari dan selanjutnya 75mg/hari), Glikoprotein
IIb/IIIa inhibitor (yaitu ; absiksimab, eptifibatid, tirofiban)
- Obat anti trombin : unfractionated heparin, Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
21
- Direct Trombin Inhibitor; secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja langsung
mencegah pembentukan pembekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma protein maupun
platelet factor 4.
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner. Perlu dipertimbangkan pada pasien denga
iskemi berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa.
 Tindakan Khusus
- EKG; adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut.
Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST
dan T yang nonspesifik seperti depresi sgemen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T
negatif kurang dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain.
Pada unstable angina 4% EKGnya normal.
- Exercise Test. Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif,
maka prognosis baik. Bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST
yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai
keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi, karena resiko
terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
- Ekokardiografi. Tidak memberikan data untuk diagnosis unstable angina secara langsung. Tapi
bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan
dinding regional jantung menandakan prognosis kurang baik.
- Pemeriksaan Laboratorium. Dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif sampai
dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan
tingkat kenaikan troponin.
22
Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitajangka panjang. (Sumber:
Mifthahul., 2013)
2.4 Etiologi
Sindrom koroner akut (ACS) disebabkan terutama oleh aterosklerosis.Sebagian besar
kasus ACS terjadi dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere (lesi aterosklerotik yang
sebelumnya hemodinamik signifikan belum rentan pecah).Plak rentan dilambangkan dengan
kolam besar lipid, banyak sel-sel inflamasi, dan tipis, topi berserat.Permintaan tinggi dapat
menghasilkan ACS di hadapan sebuah kelas tinggi tetap obstruksi koroner, karena
peningkatan oksigen dan nutrisi persyaratan miokard, seperti yang dihasilkan dari tenaga,
stres emosional, atau stres fisiologis (misalnya, dari dehidrasi, kehilangan darah, hipotensi,
infeksi, tirotoksikosis, atau operasi).
ACS tanpa elevasi permintaan memerlukan penurunan baru dalam pasokan, biasanya
karena trombosis dan / atau plak perdarahan.Pemicu utama untuk trombosis koroner dianggap
ruptur plak yang disebabkan oleh pembubaran tutup berserat, pembubaran itu sendiri menjadi
hasil dari pelepasan metalloproteinase (kolagenase) dari sel-sel inflamasi diaktifkan.Acara ini
diikuti oleh aktivasi platelet dan agregasi, aktivasi jalur koagulasi, dan vasokonstriksi. Proses
ini memuncak dalam trombosis intraluminal koroner dan derajat variabel oklusi vaskular.
embolisasi distal dapat terjadi. Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume
miokardium terpengaruh, tingkat permintaan pada jantung, dan kemampuan dari sisa jantung
untuk mengkompensasi merupakan penentu utama dari presentasi klinis pasien dan
hasil.(Anemia dan hipoksemia dapat memicu iskemia miokard tanpa adanya pengurangan
berat pada aliran darah arteri koroner.)
Sebuah sindrom yang terdiri dari nyeri dada, iskemik ST-segmen dan T-gelombang
perubahan, peningkatan kadar biomarker cedera miosit, dan sementara ventrikel kiri apikal
balon (sindrom Takotsubo) telah terbukti terjadi dalam ketiadaan CAD klinis, setelah
emosional atau stres fisik. Etiologi sindrom ini tidak dipahami dengan baik tetapi diduga
berhubungan dengan lonjakan hormon stres katekol dan / atau sensitivitas tinggi terhadap
hormon tersebut.Kadar glukosa darah awal tampaknya menjadi faktor risiko independen
untuk acara jantung samping utama (MACE) di gawat darurat (ED) pasien yang diduga ACS.

23
Dalam sebuah analisis data dari 1708 pasien Australia dan Selandia Baru dalam sebuah
studi observasional prospektif, peneliti mencatat MACE sebuah terjadi dalam waktu 30 hari
dari presentasi di 15,3% dari pasien yang ED kadar glukosa darah masuk berada di bawah 7
mmol / L (sekitar 126 mg / dL); Namun, dalam periode waktu yang sama, MACE itu terjadi
di dua kali lebih banyak pasien (30,9%) yang darahnya glukosa tingkat berada di atas 7 mmol
/ L. Setelah mengendalikan berbagai faktor, pasien yang memiliki kadar glukosa darah masuk
dari 7 mmol / L atau lebih tinggi berisiko 51% lebih tinggi mengalami MACE dibandingkan
dengan pasien yang memiliki kadar glukosa darah awal yang lebih rendah. prediktor
signifikan lainnya dari MACE termasuk seks pria, usia yang lebih tua, riwayat keluarga,
hipertensi, dislipidemia, temuan iskemik pada ECG, dan troponintests positif. (Coven., 2016)
• Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
• Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
• Obstruksi mekanik yang progresif
• Inflamasi dan atau infeksi
• Faktor atau keadaan pencetus
• Trauma
• Aneurisma aorta
• Penyumbatan pembuluh darah koroner – plaque (atheroma deposit)
(Oktavianus & Sari., 2014; Apriyanto, dkk., 2010)

2.5 Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh sel-sel
endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah
karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena
akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan
aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung
terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.

24
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada
permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan
penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan
terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak
yang pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap
ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki
jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan
Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik.
Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang
berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri
merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini
disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.Metabolisme
anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga
meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia
secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek
hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi
ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut
ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi ini dapat
menyebakan penurunan curah jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat
penimbunan asam laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada yang
menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris
tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris Stabil:
Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat melakukan aktifitas.
Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil
(UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15
menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang
disebabkan oleh spasme arteri koroner.

25
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel yang
ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau
infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark). (Juliawan.,
2012)
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah
yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium local. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan
menekan fungsi miokardium. (Oktavianus & Sari., 2014)
Aterosklerosis Trombosis Kontriksi arteri koronaria

WOC

Aliran Darah Ke Jantung


Oksigen & Nutrisi
Jaringan miokard iskemik
Nekrose Lebih Dari 30 Menit
Supply & Kebutuhan Oksigen Ke Jantung Tidak Seimbang
Supply Oksigen ke miokard

26
Metabolisme an aerob
Seluler hipoksia
Timbunan asam laktat

Kerusakan pertukaran gas

nyeri

Ansietas

fatique

Intoleransi aktivitas

Integritas sel berubah

Kontraktilitas

Resiko penurunan curah jantung

COP

Kegagalan pompa jantung

Gagal Jantung

Resiko kelebihan cairan ektravaskuler

2.6 Manifestasi Klinis


Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume miokardium terpengaruh,
tingkat permintaan, dan kemampuan dari sisa jantung untuk mengkompensasi merupakan
penentu utama dari presentasi klinis pasien dan hasil.Seorang pasien mungkin hadir untuk ED
karena perubahan dalam pola atau keparahan gejala.Biasanya, angina merupakan gejala
iskemia miokard yang muncul dalam keadaan kebutuhan oksigen meningkat.Hal ini biasanya
digambarkan sebagai sensasi tekanan dada atau berat yang direproduksi oleh kegiatan atau
kondisi yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.Sebuah kasus baru dari angina lebih
sulit untuk mendiagnosis karena gejala sering tidak jelas dan mirip dengan yang disebabkan
oleh kondisi lain (misalnya, gangguan pencernaan, kecemasan).
27
Namun, tidak semua pasien mengalami nyeri dada.Mereka mungkin hadir dengan
hanya leher, rahang, telinga, lengan, atau ketidaknyamanan epigastrium. Beberapa pasien,
termasuk beberapa yang sudah lanjut usia atau yang memiliki diabetes, hadir dengan tidak
ada rasa sakit, mengeluh hanya sesak episodik napas, kelemahan yang parah, pusing,
diaphoresis, atau mual dan muntah. Orang-orang tua juga dapat hadir hanya dengan
perubahan status mental.Mereka dengan status mental yang sudah ada sebelumnya diubah
atau demensia mungkin tidak ingat gejala baru-baru ini dan mungkin tidak memiliki
keluhan.Selain itu, ada bukti bahwa perempuan lebih sering memiliki acara koroner tanpa
gejala yang khas, yang dapat menjelaskan kegagalan sering dokter untuk awalnya
mendiagnosa ACS pada wanita.
Aterosklerosis adalah penyebab utama dari ACS, dengan sebagian besar kasus terjadi
dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere. Keluhan yang dilaporkan oleh pasien dengan ACS
meliputi berikut ini:
• Palpitasi
• Nyeri, yang biasanya digambarkan sebagai tekanan, meremas, atau sensasi terbakar di
prekordium dan dapat menyebar ke leher, bahu, rahang, punggung, perut bagian atas, atau
lengan baik
• dyspnea saat aktivitas yang memecahkan dengan rasa sakit atau istirahat
• Diaforesis dari debit simpatik
• Mual dari stimulasi vagal
• toleransi latihan menurun
Angina stabil melibatkan rasa sakit episodik yang berlangsung 5-15 menit, diprovokasi
oleh tenaga, dan dibebaskan dengan istirahat atau nitrogliserin.Dalam angina tidak stabil,
pasien mengalami peningkatan risiko kejadian kardiak yang merugikan, seperti infark
miokard atau kematian.Baru-onset angina exertional dapat terjadi saat istirahat dan
meningkatkan frekuensi atau durasi atau refrakter terhadap nitrogliserin.angina varian
(Prinzmetal angina) terjadi terutama saat istirahat, dipicu oleh merokok, dan diduga
disebabkan oleh vasospasme koroner. (Coven., 2016)

28
2.7 Komplikasi
 Aritmia
 Emboli Paru
 Gagal Jantung
 Syok Kardiogenik
 Kematian mendadak
 Abeurisma Ventrikel
 Ruptur septum Ventrikuler
 Ruptur muskulus papilaris
(Sumber: Oktavianus & Sari., 2014)

2.8 Diagnosa
 Perikarditis akut
 Gangguan kecemasan
 Stenosis aorta
 Asma
 Dilatasi kardiomiopati
 Pengobatan Gangguan Gastroenteritis
 Esophagitis
 Keadaan Darurat Hipertensi dalam Pengobatan Darurat
 Infark miokard
 Miokarditis
(Sumber: Coven., 2016)
2.9 Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan patensi arteri koroner, meningkatkan
aliran darah melalui lesi stenotik, dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Semua pasien
harus menerima agen antiplatelet, dan pasien dengan bukti iskemia yang sedang berlangsung
harus menerima intervensi medis agresif sampai tanda iskemia, seperti yang ditentukan oleh
gejala dan EKG, sembuh.
Terapi awal untuk ACS harus fokus pada menstabilkan kondisi pasien, mengurangi
nyeri iskemik, Dan pemberian terapi antitrombotik untuk mengurangi kerusakan miokard dan
mencegah iskemia lebih lanjut.

29
Morfin (atau fentanil) untuk pengendalian nyeri, oksigen, sublingual atau intravena
(IV) nitrogliserin, larut Aspirin 162-325 mg, dan clopidogrel dengan dosis pemuatan 300
sampai 600 mg diberikan sebagai permulaan pengobatan. Dalam oklusi kapal lengkap tanpa
jaminan dari kapal yang berhubungan dengan infark, hanya ada sedikit Utilitas dalam
"mendorong nitrat".
Pasien berisiko tinggi dengan infark miokard non-ST elevasi segmen (NSTEMI ACS)
seharusnya Menerima perawatan agresif, termasuk aspirin, clopidogrel, heparin tak
terfragmentasi atau molekul rendah-Berat heparin (LMWH), blocker glikoprotein IIb / IIIa
platelet IV (misal tirofiban, Eptifibatide), dan beta blocker. Tujuannya adalah revaskularisasi
awal.
Pasien berisiko menengah dengan NSTEMI ACS harus segera menjalani evaluasi
diagnostik dan Penilaian lebih lanjut untuk menentukan kategori risiko yang tepat. Pasien
berisiko rendah dengan NSTEMI ACS harus menjalani tindak lanjut lebih lanjut dengan
biomarker dan klinis penilaian. Terapi medis yang optimal termasuk penggunaan terapi medis
standar, termasuk beta Blocker, aspirin, dan heparin tak terfragmentasi atau LMWH.
Clopidogrel di Angina tidak stabil Mencegah kejadian berulang (CURE) studi menunjukkan
bahwa clopidogrel akan bermanfaat bahkan di Pasien berisiko rendah. Jika tidak ada rasa
sakit lebih lanjut terjadi, dan studi tindak lanjut yang negatif, studi stress Harus mendorong
manajemen lebih lanjut. Pantau dan segera obati aritmia dalam 48 jam pertama. Perhatikan
memperburuk Faktor-faktor, seperti gangguan elektrolit (terutama potasium dan magnesium),
hipoksemia, Obat-obatan, atau asidosis. Perbaiki faktor-faktor ini.
Oksigen yang dilembabkan dapat mengurangi risiko mimisan pada pasien dengan ACS
yang menerima Antiplatelet dan terapi antitrombin. Jangan berikan nitrat jika pasien
hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg); Jika RV infarction, Efusi perikardial besar, atau
stenosis aorta berat dicurigai; Atau jika pasien baru saja menerima Penghambat
phosphodiesterase-5 (misalnya sildenafil).
Pasien dengan hipersensitivitas diketahui terhadap agen antiplatelet, perdarahan internal
yang aktif, dan perdarahan Kelainan sebaiknya tidak menerima terapi antiplatelet atau
antitrombotik. Beberapa pasien dengan nyeri dada yang sulit diobati atau hipotensi berat
mungkin memerlukan penyisipan Pompa balon intra-aorta. Survei EuroHeart menunjukkan
penurunan risiko sebesar hampir 40% Kematian pada pasien dengan ACS yang mendapat
dukungan dengan pompa balon intra-aorta. Manfaat ini Tidak tergantung pada status segmen
ST.
30
Gagal jantung kongestif (CHF) bisa jadi karena disfungsi sistolik atau disfungsi
diastolik di Pengaturan infark miokard. Perlakuan agresif diindikasikan untuk mencegah
pemburukan situasi. Pasien yang mengalami syok kardiogenik harus menjalani intervensi
koroner perkutan (PCI) sesegera mungkin. Kejutan kardiogenik dikaitkan dengan tingkat
kematian yang tinggi. Pressor Agen, seperti dopamin, dan agen inotropik, seperti dobutamin,
mungkin diperlukan. Di sebuah Prospektif, studi sejarah alami aterosklerosis koroner, pasien
menjalani 3-pembuluh darah Angiografi koroner dan skala abu-abu dan pencitraan
ultrasonografi intravaskular radiofrekuensi Setelah PCI Iskemia rekuren mungkin disebabkan
oleh reperfusi yang tidak lengkap. Dalam setting PCI, pertimbangkan stent Trombosis
sebagai penyebab yang mungkin. Apakah stent obat-eluting memiliki tingkat trombosis yang
meningkat Dibandingkan dengan stent metal telanjang tidak jelas.
Signifikansi klinis dari revaskularisasi koroner tidak lengkap (ICR) mengikuti PCI pada
pasien Dengan ACS diperiksa pada 2.954 pasien dari Kateterisasi Akut dan Intervensi
Mendesak Percobaan Triase Strategy (ACUITY). Pada satu tahun tindak lanjut, ICR sangat
terkait dengan iskemia- Digerakkan revaskularisasi yang tidak direncanakan, infark miokard
dan kejadian jantung utama yang merugikan. Stent drug-eluting dikaitkan dengan risiko
periprosedural yang lebih sedikit namun cenderung memiliki insidensi tinggi Komplikasi
postprocedural termasuk infark miokard, prosedur berulang, dan 12 bulan Komplikasi
jantung dan otak utama yang merugikan, dibandingkan dengan operasi bypass koroner. Satu
studi oleh Ribichini dkk menunjukkan bahwa pengobatan prednison setelah stent logam
telanjang atau Implantasi stent drug-eluting menghasilkan ketahanan hidup bebas yang lebih
baik pada 1 tahun. Dalam laporan akhir percobaan HORIZONS-AMI, yang menilai hasil 3
tahun dari Efektivitas dan keamanan monoterapi bivalirudin dan stent paclitaxel-eluting,
hasilnya Dipertahankan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani PCI primer.
Dalam sebuah penelitian terhadap 3031 pasien, Mehta dkk menemukan bahwa
intervensi dini (angiografi koroner <atau = 24 jam setelah pengacakan) pada pasien dengan
ACS tidak berbeda jauh dengan intervensi tertunda (Pengambilan gambar koroner> atau = 36
h) dalam pencegahan hasil primer (yaitu, Gabungan kematian, infark miokard, atau stroke
pada 6 bulan). Intervensi awal memang mengurangi tingkat suku bunga Hasil sekunder (yaitu
kematian, infark miokard, atau iskemia refraktori pada 6 bulan) dan Meningkatkan hasil
primer pada pasien yang memiliki risiko tertinggi (yaitu, skor risiko GRACE> 140).
31
Dalam registrasi Swedia pasien STEMI dari 1996-2007, melaporkan adanya
peningkatan Prevalensi pengobatan berbasis bukti. [60] Penggunaan blocker aspirin,
clopidogrel, beta, Statin, dan inhibitor ACE semua meningkat. Clopidogrel meningkat dari
0% menjadi 82%, statin meningkat Dari 23% menjadi 83%, dan berbagai ACE inhibitor
meningkat dengan margin yang besar. Sebuah penurunan adalah Dilaporkan dalam mortalitas
30 hari dan 1 tahun yang dipertahankan selama follow-up jangka panjang. Oleh Dengan
mengikuti pedoman yang tepat, pasien yang pernah mengalami STEMI memiliki tingkat
ketahanan hidup lebih tinggi. (Coven. 2016)
2.10 Faktor Resiko
Faktor-faktor yang menyebabkan risiko terhadap sindrom koroner akut sama dengan penyakit
jantung lainnya yaitu:
 Orang-orang usia lanjut (umur 45 tahun ke atas untuk pria dan 55 tahun ke atas untuk wanita)
 Tekanan darah tinggi
 Kadar kolestrol tinggi
 Merokok
 Jarang berolahraga
 Diabetes tipe 2
 Riwayat keluarga: jika ada anggota keluarga kandung Anda yang memiliki sakit dada,
penyakit jantung, stroke, atau meninggal mendadak.

2.11 Pencegahan
 Olahraga teratur
 Hindari merokok
 Hindari minuman beralkohol
 Makan makanan yang sehat rendah kolesterol, lemak jenuh dan garam

2.12 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
 Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi,
hiperkalemi.
 Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan
dengan proses inflamasi.
32
 Laju Endap Darah (LED)
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan inflamasi.
 AGD
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
b. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung(CTR > 50 %) diduga gagal jantung
atau aneurisma ventrikuler
c. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ventrikel, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup.
d. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau luasnya
AMI.
e. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya dilakukan sehubungan
dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah jantung
angioplasty atau emergensi.
f. Treatmill test
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan
dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan
(Sumber: Muliadi., 2015)

2.13 Penatalaksanaan
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada penderita
dengan infark miokard, yaitu :
a. Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik, angioplasti, atau
CABG.
b. Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti platelet.
c. Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi oksigen demand
atau mencukupi kebutuhan oksigen.
33
Protokol tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita:
a. Oksigen nasal 2-3 L/menit
b. Aspilet kunyah 160-320 mg
c. Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
d. Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali,jika masih nyeri dada diberi Morphin 2,5–5 mg
IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 5 mikrogram/menit atau dititrasi.
e. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit, CKMB, hs-
Troponin.
f. ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi)
g. Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium antagonis
h. Statin
i. Anti koagulan:
 CCT > 30 ml/menit berikan pondafarinux atau enoxafarine subkutan, jika CCT < 30
ml/menit berikan UFH atau enoxafarine (1 mg/KgBB subkutan sehari sekali).
 Loding dose heparin bolus 60-70 unit maksimal 4000 unit dengan dosis pemeliharaan 12-15
unit/KgBB/jam maksimal 1000 unit/jam dengan target APTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Dosis
enoxafarine 1 mg/KgBB subkutan setiap 12 jam. Dosis pondafarinux 2,5 mg subkutan sekali
sehari.
Penatalaksanaan untuk SKA adalah Primary PCI (Percutaneus Coronary Intervention)
dan fibrinolitik. Primary PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di ruang kateterisasi.Meskipun
Primary PCI bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darahyang menyempit, dalam
kenyataannnya juga memiliki komplikasi. Komplikasi dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu yang secara umum berkaitan dengan kateterisasi arteri dan yang berhubungan dengan
teknologi yang spesifik yang digunakan untuk prosedur pada koroner (AHA, 2001, dalam
Meilany, 2011). Berikut ini beberapa kompilasi paska pemasangan stent
Onset lebih dari 12 jam. Jika kondisi stabil rawat CVC kurang dari 48 jam, rawat ruang
intermediate atau ruang rawat biasa jika onset lebih dari 48 jam, echokardiografi dan
angiografi koroner dalam 24 jam. Pada pasien tidak stabil dilakukan PCI dini. Indikasi PCI
dini adalah:
34
a. Persentasi lebih dari 3 jam
b. Tersedia fasilitas PCI
c. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon kurang dari 90 menit
d. Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara pasien tiba
sampai dengan fibrinolitik kurang dari 1 jam
e. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
f. Resiko tinggi (gagal jantung kongestif killip III)
35
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, no
register dan tanggal MRS. Infeksi ini terutama terserang anak-anak dan bersifat mudah
menular
b. Keluhan Utama
Klien datang ke pusat kesehatan dengan keluhan badanya terasa demam seperti akan flu dan
terdapat ruam yang berisi air d sekitar tubuhnya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Saaat ini klien merasa badanya terasa panas seperti akan flu dan terdapat ruam merah pada
bagian tubuhnya dan tersa nyeri apabila di pegang. Sebelumnya klien belum pernah periksa
kesehatan ke pusat kesehatan. Klien mengonsumsi obat dari warung berupa obat flu karena
klien menyangka dirinya akan terkena flu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga.
Sebelumnya tetengga dari klien pernah mengalami penyakit cacar air dan klien sering
berkunjung ke tetangganya saat cacarnya sudah mulai kering. Tidak ada anggota keluarganya
yang mnegalami keluhan sama seperti dia.

3.2. Pengkajian fokus


a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : penurunan kekuatan tahanan
b. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, kekuatan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, menyangkal, menarik diri, marah.
c. Makan/cairan
Tanda : anorexia, mual/muntah
d. Neuro sensori
Gejala : kesemutan area bebas
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku kejang (syok listrik), laserasi corneal, kerusakan
retinal, penurunan ketajaman penglihat
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, peruban suhu.
36
f. Keamanan
Tanda : umum destruksi jaringan dalam mungkin terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trambus mikrovaskuler pada kulit.
 Data subjektif
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
 Data Objektif :
a. Integumen : kulit hangat, pucat dan adanya bintik-bintik kemerahan pada kulit yang berisi
cairan jernih.
b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c. Psikologis : menarik diri.
d. GI : anoreksia.
e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul diantaranya:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri koroner
b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke volume (preload, afterload,
kontraktilitas)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan beban kerja jantung meningkat

37
3.4 Intervensi dan Rasional
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri coroner
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang
Kriteria hasil :
 Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi skala nyeri 0-2 ( 0-7 ).
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
 Pasien tidak gelisah

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :
agent cidera iskhemia jaringan Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri secara
sekunder terhadap sumbatan keperawatan selama 3x24 jam komprehensif termasuk lokasi,
arteri coroner nyeri pasien teratasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi
penyebab nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk  Kontrol lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti suhu
dengan kriteria hasil: bantuan) ruangan, pencahayaan dan
 Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
berkurang dengan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan manajemen  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
nyeri menentukan intervensi
 Mampu mengenali nyeri  Ajarkan tentang teknik non
(skala, intensitas, frekuensi dan farmakologi: napas dala, relaksasi,
tanda nyeri) distraksi, kompres hangat/ dingin
 Menyatakan rasa nyaman Kolaborasi:
setelah nyeri berkurang  Berikan analgetik untuk
 Tanda vital dalam rentang mengurangi nyeri
normal

38
b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke volume (preload,
afterload, kontraktilitas)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam penurunan kardiac ou put
klien teratasi
Kriteria hasil :
- Dapat mentoleransi aktivitas
- Tanda vital normal

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan cardiac out put NOC : NIC :
berhubungan dengan Gangguan Setelah dilakukan asuhan  Evaluasi adanya nyeri dada
stroke volume (preload, selama 3x24 jam penurunan  Catat adanya disritmia jantung
afterload, kontraktilitas) kardiak output klien teratasi  Catat adanya tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: penurunan cardiac putput
 Tanda Vital dalam rentang  Monitor respon pasien terhadap
normal (Tekanan darah, Nadi, efek pengobatan antiaritmia
respirasi)  Anjurkan untuk menurunkan
 Dapat mentoleransi aktivitas, stress
tidak ada kelelahan  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Tidak ada edema paru, perifer,  Monitor jumlah, bunyi dan irama
dan tidak ada asites jantung
 Tidak ada penurunan  Monitor sianosis perifer
kesadaran Kolaborasi:
 AGD dalam batas normal  Berikan obat anti aritmia,
 Tidak ada distensi vena leher inotropik, nitrogliserin dan
 Warna kulit normal vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Berikan antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer

39
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam Intoleransi aktivitas
tercukupi.
Kriteria hasil :
- Mampu melakulan aktifitas sehari-hari
- Kesimbangan Aktivitas dan istirahat
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi adanya pembatasan
ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3x24 jam klien dalam melakukan
kebutuhan dan suplai oksigen. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas
aktivitas dengan kriteria hasil :  Kaji adanya faktor yang
 Berpartisipasi dalam aktivitas menyebabkan kelelahan
fisik tanpa disertai peningkatan Monitor nutrisi dan sumber
tekanan darah, nadi dan RR energi yang adekuat
 Mampu melakukan aktivitas Monitor pasien akan adanya
sehari hari (ADLs) secara mandiri kelelahan fisik dan emosi
 Keseimbangan aktivitas dan secara berlebihan
istirahat  Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi
dan sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek

39
d. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja jantung meningkat Tujuan : setelah
dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam pasien menunjukkan kefektivan pola
nafas
Kriteria hasil :
- menunjukkan jalan nafas paten
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan beban Setelah dilakukan tindakan Posisikan pasien untuk
kerja jantung meningkat keperawatan selama 3x24 jam memaksimalkan ventilasi
pasien menunjukkan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
keefektifan pola nafas, Auskultasi suara nafas, catat adanya
dibuktikan dengan kriteria suara tambahan
hasil:  Berikan pelembab udara Kassa
 Mendemonstrasikan batuk basah NaCl Lembab
efektif dan suara nafas yang Atur intake untuk cairan
bersih, tidak ada sianosis dan mengoptimalkan keseimbangan.
dyspneu (mampu Monitor respirasi dan status O2
mengeluarkan sputum, mampu Bersihkan mulut, hidung dan secret
bernafas dg mudah, tidakada trakea
pursed lips)
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Menunjukkan jalan nafas yang
 Observasi adanya tanda tanda
paten (klien tidak merasa
hipoventilasi
tercekik, irama nafas, frekuensi
 Monitor adanya kecemasan pasien
pernafasan dalam rentang
terhadap oksigenasi
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)  Monitor vital sign
 Tanda Tanda vital dalam Informasikan pada pasien dan
rentang normal (tekanan darah, keluarga tentang tehnik relaksasi
nadi, pernafasan) untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas

40
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya menyerupai otot
polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Lapisan jantung
terdiri dari : Endokardium, Miokardium, Pericardium Ruang Jantung terbagi atas empat
ruang: Atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial, Ventrikel
kanan dan ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum. Katup jantung terdiri dari : Katup
Trikuspidalis, Katup pulmonal ,Katup Bikuspid, Katup Aorta.
Pembuluh darah dalam jantung : Arteri Koroner, Vena Kava Superior, Vena kava
Inferior, Vena Pulmonalis, Aorta, Arteri Pulmonalis.
Fisiologi jantung terbagi dalam beberapa bagian diantaranya Sistem pengaturan
jantung terdapat serabut parkinje yang merupakan serabut otot jantung khusus,nodus
sinoatrial,nodus atrioventrikular,dan berkas A-V. Aktivitas kelistrikan jantung ,siklus
jantung,bunyi jantung, frekuensi jantung,curah jantung,cara kerja jantung.
Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat mengaplikasikan segala sesuatu
yang terdapat dimakalah ini agar terciptanya perawat yang professional dalam menerapkan
asuhan keperawatan secara komprehensif.

41
DAFTAR PUSTAKA
Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape, desember 2016.
http://emedicine.medscape.com/article/150215-differential 11 Mei 2017
Coven, David L, MD, PhD. 2016. “Acute Coronary Syndrome”. Medscape, desember 2016
http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview 27 Maret 2017.
Herdman. T. H dan S. Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
edisi 10. Jakarta: EGC
Juliawan Dewa. 2012. “Askep ACS” (online). Juni 2012.
http://askepacs.blogspot.co.id/2012/06/konsep-dasar-keperawatan-1.html 11 Mei 2017
Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Kardiovaskuler
Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rizky Pribadi. 2014. “Non-ST Elevasi miokard Infark” (online). Januari 2014.
http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2014/01/non-st-elevasi-miokard-infark-
nstemi.html 11 Mei 2017
Roffi Marco. (2016). “2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation”. European Heart Journal, is a
available on the ESC website http://www.escardio.org/guidelines 27 maret 2017 hal: 273
Tan Walter, MD, MS. 2015. “Unstable Angina”. Medscape 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/159383-workup#showall 27 Mei 2017
Widya Josephine. 2014. “Sindrom Koroner Akut”. (online). April 2014.
https://josephinewidya.wordpress.com/2014/04/30/definisi-etiologi-faktor-risiko-dan-
klasifikasi-sindrom-koroner-akut/ 11 Mei 2017

at January 10, 2018


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)

Kusta (integumen)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta telah menyerang manusia
sepanjang sejarah. Banyak ahli percaya bahwa tulisan ...

 Acute Coronary Syndrom (ACS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung adalah pusat fungsi tubuh
yang fungsional karena peranannya sebagai pemompa darah ag...

 Varicella (cacar air )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varicella atau yang dikenal juga
secara awam sebagai cacar air adalah penyakit infeksi vi...

 PDA (Patent Ductus Arteriosus)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ductus Arteriosus merupakan


pembuluh darah janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan a...

Search This Blog

 Beranda

About Me

yoga madani
View my complete profile
Report Abuse

Blog Archive
 ▼ 2018 (18)
o ▼ January 2018 (18)
 VSD (ventrikel defek septum)
 PDA (Patent Ductus Arteriosus)
 Tetralogi of Fallot (TOF)
 Mitral Stenosis
 Acute Coronary Syndrom (ACS)
 Gagal jantung
 Aritmia (cardiovaskuler)
 Atrial Septal Decfect (ASD)
 Henti jantung (cardiac arrest)
 Furunkel (Sistem Integumen )
 Herpes Zoster (Sistem Integumen)
 Herpes Simplex ( Sistem Integumen )
 Selulitis (Integumen)
 Varicella (cacar air )
 Luka Bakar (integumen)
 Metode Perawatan Luka Bakar pada Fase Emergensi (R...
 LUKA (Integumen)
 Kusta (integumen)

Anda mungkin juga menyukai