Laporan KF 240 - Copy-1
Laporan KF 240 - Copy-1
Laporan KF 240 - Copy-1
Disusun oleh
Yosephina Babe
22161043
BANDUNG
2017
ii
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat serta rahmatnya sehingga penulis
bisa menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia
Farma No.240. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
ujian apoteker pada Program Pendidikan Profesi Apoteker di Sekolah Tinggi
Farmasi Bandung
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih sangat
jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis selalu menerima segala bentuk kritik
dan saran yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga laporan praktek
kerja ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada
bidang farmasi
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun tujuan dari praktek kerja profesi apotek bagi mahasiswa profesi Apoteker
adalah:
BAB II
Farmasi profesi apoteker di Indonesia relatif masih baru dan baru dapat
berkembang setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa
pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di
Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara
luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para
tenaga farmasi Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker
dengan jumlah yang sangat sedikit.
Tenaga apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria,
Jerman dan Belanda. Namun, semasa perang kemerdekaan, kefarmasian di
Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti, yakni dengan didirikannya
Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di Bandung tahun 1947.
Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang
kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah
kefarmasian pada masa-masa selanjutnya.
Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi
yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan
teknologi yang cukup luas dan cukup modern telah mampu memproduksi obat
dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian
besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh industri
farmasi dalam negeri.
Berikut adalah Selintas Sejarah Kefarmasian Indonesia
1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaan Tonggak sejarah
kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten
apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958 Pada periode
ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah
jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten
apoteker Negeri (Republik) yang pertama, dengan jangka waktu pendidikan
5
selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat
sekitar 30 orang ,sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik
yang berasal dari
dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967 Pada periode ini meskipun untuk
memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya industri-industri
farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup berat, antara lain
kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat sehingga
industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau
mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama
antara tahun 1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang
suram, industri farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari
kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas
dan sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena pengawasan belum
dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat jadi
yang tidak memenuhi persyaratan standar. Sekitar tahun 1960-1965, beberapa
peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan kefarmasian
yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :
1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang Barang.
3. Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek.
Pada periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah
kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.
2. 2. Definisi Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, menyatakan bahwa apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
apoteker.
2.5.1. Pengelolaaan obat, Alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan
Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima.
D. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
11
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada
wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch
dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out)
e. Pemusnahan
1. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker
dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau
surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
Kepala BPOM.
5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
12
F. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu
stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya
memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran
dan sisa persediaan.
G. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan
narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan
obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.
6. Penyerhan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
8. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker
(apabila diperlukan)
9. Menyimpan resep pada tempatnya
10.Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan formulir
5.
Apoteker di apotek juga melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non
resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas
yang sesuai.
C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker
dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi
dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi
meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat
(penyuluhan);
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi;
15
Berikut adalah ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek sesuai dengan
KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1332/Menkes/Per/X/2002 adalah sebagai berikut :
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
2. Dengan menggunakan Formulir Model APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan
kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir model APT-3.
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir model APT-4.
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud
ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan
Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh formulir model APT- 5.
6. Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari
kerja mengeluarkan surat penundaan dengan menggunakan contoh formulir
model APT-6.
7. Terhadap suratpenundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat
penundaan.
22
BAB III
25
3.1.1. Lokasi
Apotek Kimia Farma 240 merupakan salah satu apotek pelayanan yang berada di
bawah kepemilikan PT. Kimia Farma Apotek.Apotek Kimia Farma 240 didirikan
pada tanggal 25 November 2002.Sebelum kepemilikan PT. Kimia Farma, apotek
ini bernama Apotek Mashita. Apotek Kimia Farma 240 berlokasi di Jalan
Rancabolang No. 60 Bandung, di sekitarnya terdapat Komplek Perumahan, Pusat
Perbelanjaan, Rumah Sakit, dan Poliklinik. Hal inilah yang membuat lokasi
apotek termasuk lokasi yang strategis.
Dilihat dari segi prasarana, Apotek Kimia Farma 240 Bandung telah memenuhi
kriteria yang dipersyaratkan bagi suatu apotek sebagaimana yang dijelaskan
pada Permenkes No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, bahwa suatu apotek harus memiliki :
1. Ruang tunggu yangnyaman bagi pasien.
2. Tersedia tempat untuk menyimpan obat bebas dan obat bebas terbatas serta
informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
3. Tempat pemberian informasi obat untuk pasien.
4. Ruang racikan.
5. Ruang/tempat penyerahan obat.
6. Tempat pencucian alat.
7. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Denah apotek Kimia Farma 240 dapat dilihat pada lampiran 1.
Perlengkapan apotek
Apotek Kimia Farma 240 memiliki beberapa perlengkapan apotek, antara lain:
1. Alat peracikan seperti mortir dan stamper, gelas ukur, dan lain-lain. Alat-
alat peracikan dipisahkan untuk penggunaan racikan puyer/kapsul,
suspensi, maupun obat luar.
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat
dan lemari pendingin.
3. Wadah pengemas dan pembungkus, seperti klip plastik, pot salep, botol,
dan kertas perkamen. Etiket, label dan kemasan dapat dilihat pada
lampiran 14.
4. Tempat menyimpanan khusus narkotika dan psikotropika yang yang
menggunakan sistem double door & double lock.
5. Sumber informasi dan literatur yang memadai seperti Farmakope
Indonesia edisi IV, Informasi Spesialite Obat (ISO), MIMS, ISO
Farmakoterapi, Interaksi Obat, Dipiro, Handbook of Pharmaceutical dan
lain-lain yang menunjang, serta internet.
6. Blanko administrasi seperti kwitansi, salinan resep, dan lain-lain. Contoh
kwitansi dapat dilihat pada lampiran 15, contoh salinan resep dapat dilihat
pada lampiran 16.
28
7. Alat bantu pelayanan seperti alat ukur tekanan darah digital, alat ukur
kolesterol digital, alat ukur gula darah digital, alat ukur asam urat digital,
alat ukur berat badan dan tinggi badan.
berada dalam suatu wilayah menjadi satu jaringan. Secara umum keuntungan
yang didapat melalui konsep BM adalah :
1. Memudahkan dalam mengkoordinasikan modal kerja.
2. Apotek pelayanan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga mutu
pelayanan akan meningkat yang akan berdampak pada peningkatan penjualan
dan omset.
3. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan
berimbas pada efisiensi biaya administrasi.
4. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang
dagangan yang lebih murah.
Dengan adanya konsep BM diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari
apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga
kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut
antisipasi dan penyelesaian masalah. Dengan demikian, apotek-apotek
pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan
akan meningkat.
d. Berdasarkan Farmakologi
Berdasarkan farmakologi, penyimpanan terbagi menjadi :
Analgesik, Anti-inflamasi, Antipiretik
Antibiotik
Antidiabetik
Antihipertensif
Diuretik
Hormonal
Kardiovaskular
Kortikosteroid
Pencernaan
Saluran Pernafasan
33
Untuk obat golongan narkotika dan prekursor obat harus benar benar musnah
tidak dapat diberikan kepada sekolah karena dikhawatirkan ada
penyalahgunaan.Pemusnahan dihadiri oleh petugas Dinkes kab/kota, APA, dan
salah satu karyawan apotek.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan
resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain
di Apotek atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan resep dan dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Nama obat, bentuk dan jenis sediaan, dosis, jumlah dan aturan
pakai.
Cara penyimpanan.
Efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.
Alur pelayanan resep tunai disajikan pada lampiran 8.
1. Pelayanan Resep Kredit
Pelayanan resep kredit diberikan kepada instansi atau perusahaan yang
telah menjalin Ikatan Kerja Sama (IKS) dengan Apotek Kimia Farma,
seperti BPJS Ketenagakerjaan, PT. Tirta Investama, PT. PLNDistribution
Centre, PT. Nayaka, PT. Taka Tubonetics dan Perusahaan pangan
Brownies Amanda. Salah satu keuntungan dengan adanya IKS tersebut
adalah dari pihak Apotek Kimia Farma bisa mendapatkan pelanggan
yang tetap karena pegawai instansi yang bersangkutan akan diarahkan ke
Apotek Kimia Farma bila sedang membutuhkan pelayanan farmasi.
36
Untuk itu perlu mencari pelanggan kredit yang lebih potensial untuk
meningkatkan penjualan kredit dan membina hubungan dengan
pelanggan yang sudah ada.
Alur pelayanan yang dilakukan hampir sama dengan pelayanan obat
dengan resep tunai, perbedaanya adalah pada pelayanan ini tidak terdapat
perincian harga obat dan penyerahan uang tunai dari pasien kepada
Apotek Kimia Farma 240. Oleh karena itu, pencatatan terhadap
pelayanan obat dengan resep dokter secara kredit ini dipisahkan dengan
pelayanan obat dengan resep dokter secara tunai.Struk resep kredit
diserahkan ke Apotek Kimia Farma BM, yang selanjutnya dilakukan
penagihan kepada perusahaan atau instansi yang bersangkutan.
Pelayanan resep kredit ini hanya diberikan kepada pasien yang
merupakan karyawan atau anggota instansi yang membuat kesepakatan
kerja sama dengan Apotek Kimia Farma 240 Bandung. Alur pelayanan
resep kredit dapat dilihat pada lampiran 9.
2) Pencatatan Defekta
Defekta berisi keperluan barang yang habis atau hampir habis selama pelayanan
atau barang-barang yang stoknya dianggap kurang karena barang tersebut
42
diperkirakan akan cepat terjual (fast moving), sehingga harus segera dipesan
agar dapat tersedia secepatnya sebelum stok habis.
B. Laporan - laporan
1). Laporan Keuangan
Pada apotek pelayanan seperti Apotek Kimia Farma 240 Bandung, laporan
yang berhubungan dengan keuangan, yaitu:
1. Buku Setoran Kas Apotek
Berisi jumlah penerimaan uang yang berasal dari penjualan obat dengan
resep dokter dan tanpa resep dokter, penjualan alat kesehatan dan dari
bagian swalayan.Juga jumlah uang yang dikeluarkan untuk kepentingan
operasional. Hasil penjualan dikurangi pengeluaran adalah jumlah uang
yang disetorkan ke bagian administrasi keuangan untuk dimasukan ke
bank yang ditunjuk, disertai dengan buku setoran kasir apotek.
Penyetoran uang dilakukan pada saat pergantian waktu kerja (dua kali
sehari).
2. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH)
LIPH berisi rincian penerimaan uang di apotek yang berasal dari
pernjualan obat dan perbekalan kesehatan lainnya baik melalui resep atau
non resep (UPDS), yang selanjutnya dilaporakan ke Bisnis Manajer
Bandung. Dalam LIPH terdapat penjualan tunai, penjualan kredit,
pengeluaran, dan total penerimaan setelah dikurangi pengeluaran.
Laporan ikhtisar penjualan harian padat dilihat pada lampiran 4
44
akan memberikan total harga obat yang harus dibayar oleh konsumen,
setelah konsumen membayar obat tersebut petugas akan segera
menyiapkan obat dan menulis etiket sesuai dengan yang tertera pada
resep.
2. Penolakan resep
Penolakan resep di Apotek kimia Farma 240 terjadi karena beberapa
faktor diantaranya adalah karena terdapat tulisan dokter yang tidak
terbaca, obat yang diminta tidak tersedia, resep tidak lengkap, kesalahan
menulis nama obat / dosis / aturan pakai dan resep diduga palsu.
3. Waktu Pelayanan
Waktu pelayanan untuk resep non racikan adalah <15 menit sedangkan
waktu pelayanan untuk resep racikan adalah ≤30 menit. Apabila waktu
pelayanan melebihi waktu standar atau tidak tervalidasi maka akan keluar
diskon layanan 5% dari total harga resep secara otomatis dan harus
diberikan kepada pasien.
46
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam prakteknya, apotek memiliki fungsi sosial dan fungsi bisnis, fungsi sosial
yaitu sebagai sarana pendistribusian perbekalan farmasi secara merata sehingga
dapat dijangkau oleh masyarakat luas dengan mengutamakan mutu pelayanan
yang baik.Sebagai aspek bisnis, karena apotek merupakan suatu badan usaha,
maka demi kelangsungan hidupnya, harus mencari keuntungan yang wajar
berdasarkan pada etika dan moral tanpa mengabaikan peraturan dan perundang-
undangan kefarmasian yang berlaku.
Dalam menjalankan usaha apotek, Apoteker Penanggung Jawab Apotek
diharapkan dapat membentuk suatu team work yang solid antara semua staf dan
karyawannya.serta mempunyai visi yang sama dalam mengelola apotek.Agar
usaha apotek berlangsung baik dan terstruktur, tentunya semua tugas dan
fungsinya harus mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Kimia Farma
Apotek. Dengan begitu, perkembangan usaha apotek dapat diawasi dan
dikendalikan dengan adanya kontribusi yang maksimal dari para staf dan
karyawannya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing sehingga tujuan
apotek pun dapat dicapai.Atas kinerja, dedikasi, dan loyalitas serta prestasi yang
telah berhasil dilakukan oleh para staf/karyawan apotek, maka tidak lupa
diberikan pula penghargaan kepada staf/karyawan tersebut.
47
Apotek Kimia Farma 240 rancabolang merupakan salah satu apotek pelayanan di
Unit Bisnis Manajer Bandung.Apoteker yang mengelola apotek Kimia Farma 240
diberi kewenangan dalam mengelola dan mengembangkan apoteknya, sehingga
dituntut untuk menjamin kelangsungan hidup apotek serta meningkatkan mutu
layanannya kepada masyarakat.
Lokasi Apotek Kimia Farma 240 dapat dikatakan sesuai dengan ketentuan lokasi
yang tepat untuk berdirinya suatu apotek, karena ditinjau dari letak lokasinya,
Apotek Kimia Farma 240 :
Parameter yang perlu diperhatikan pada sistem DC adalah level stock maximum,
lead time, buffer stock, dan reorder point (ROP).
Pengeluaran barang dilakukan dengan mengacu pada sistem FIFO (First In First
Out) dan FEFO (First Expired First Out). FIFO yaitu barang (terutama obat) yang
lebih dahulu masuk maka dikeluarkan terlebih dahulu daripada barang yang
masuknya lebih akhir.Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya barang atau
obat yang kadaluarsa karena terlalu lama disimpan.Selain itu pengeluaran
perbekalan farmasi juga tetap memperhatikan tanggal kadaluarsa (FEFO),
sehingga barang yang mendekati kadaluarsa dikeluarkan terlebih dahulu daripada
barang yang memiliki tanggal kadaluarsa yang lebih lama.
Manajemen keuangan kimia farma melaporkan semua mutasi uang harian kepada
kepala apotek yang berwenang menyimpan dan mengeluarkan uang sesuai
kebutuhan serta menyetorkan uang ke bank dan bertanggung jawab atas
kebenaran fisik uang yang disimpan dan isi laporan keuangan.
Pada setiap boks tempat penyimpanan masing- masing obat terdapat kartu stok
yang berfungsi sebagai kartu kontrolpersediaan barang. Keluar masuknya barang
pada setiap transaksi yang terjadi harus dicatat pada kartu stok masing-masing
obat, sehingga dengan sistem ini keberadaan obat dapat dikontrol
ketersediaannya.
Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan penggolongan berikut:
1. Berdasarkan bentuk sediaan
Meliputi tablet/kapsul, sirup, obat tetes mata, obat tetes telinga, sediaan semi
topikal, dan sediaan steril (injeksi dan infus).
2. Berdasarkan jenis dan golongan obat obat
49
Meliputi obat generik – non generik, obat bebas, obat bebas terbatas, obat
keras, obat keras tertentu.Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika
dilakukan dalam lemari khusus yang terkunci.
3. Berdasarkan sifat fisikokimia obat
Terutama untuk obat-obat yang harus disimpan di bawah suhu kamar, harus
disimpan dalam lemari pendingin. Obat-obat yang disimpan di lemari
pendingin antara lain, obat-obat hormonal, ovula, obat-obat yang mengandung
amoxiclav, dan lain-lain.
4. Berdasarkan kecepatan mutasi obat
Meliputi obat fast moving, middle moving dan slow moving.
5. Berdasarkan kelas terapi
Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 240 Rancabolang yang
berdasarkan kelas terapinya, terdiri dari golongan obat anti alergi, golongan
obat hormon, obat systemkemih/kelamin, imun, dan kanker, obat
antidiabetes, obat untuk kontrasepsi, obat sistem syaraf pusat, obat anti
infeksi/antibiotika, vitamin, mineral dan nutrisi, obat untuk sistem saluran
pencernaan, obat untuk sistem jantung dan pembuluh darah, obat otot
persendian dan asam urat, serta obat untuk system pernafasan.
6. Pelaporan Obat Narkotik Apotek Kimia Farma 240 Rancabolang membuat
laporan mutasi narkotika berdasarkan dokumen penerimaan dan
pengeluarannya setiap bulan, Laporan penggunaan narkotika ditujukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Balai Pengawas Obat dan
Makanan (Balai POM) Bandung, dan Penanggung jawab narkotika PT Kimia
Farma (Persero) Tbk.
Untuk obat bebas / Over The Counter (OTC) / HV disimpan dalam display
etalase di ruang penjualan swalayan. Untuk penyimpanan alat-alat kesehatan
disediakan tempat tersendiri terpisah dari tempat penyimpanan obat sedangkan
bahan-bahan obat untuk racikan disimpan dalam lemari di tempat peracikan.
Pelaksanaan stok opname dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk semua jenis
persediaan, hal ini dilakukan untuk memeriksa kesesuaian jumlah persediaan
50
barang yang ada dengan jumlah yang tertera di kartu stok dan untuk menghindari
terjadinya kehilangan barang.
Kriteria mutu pelayanan yang dilaksanakan di apotek Kimia Farma 240 meliputi
mutu obat, kecepatan, ketepatan pelayanan, ketersediaan obat, keramahan dalam
melayani pasien, pemberian informasi obat, antar jemput resep obat, serta
penyediaan fasilitas atau jasa pelayanan tambahan lainnya. Dalam upaya
mencapai mutu layanan, apotek Kimia Farma 240 menentukan batas waktu
pelayanan resep dalam waktu tidak lebih dari 15 menit untuk resep non racikan
dan tidak lebih dari 30 menit untuk resep racikan. Jika resep dilayani lebih dari
waktu yang sudah ditentukan maka pihak apotek kimia farma akan memberikan
potongan 5 % dari harga obat kepada pasien.
Meskipun setiap apotek Kimia Farma berada dalam satu wadah atau satu induk
perusahaan yang sama, dalam operasionalnya masing-masing dituntut untuk
memberikan keuntungan citra dan finansial yang baik bagi perusahaan, hal ini
pada akhirnya menuntut peran apoteker yang paripurna sebagai orang yang
terdepan dalam pengelolaan apotek.
52
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan di apotek Kimia Farma 240 Bandung, dapat disimpulkan bahwa :
5.2 Saran
Dari hasil PKPA di Apotek Kimia Farma 240 Bandung, maka ada beberapa saran
yang dapat disampaikan, diantaranya:
2. Memperbaiki pencatatan stok masuk dan keluar pada kartu stok manual
untuk menghindari kehilangan stok yang tidak dapat di telusuri saat stok
opname.
3. Sebaiknya disediakan ruang khusus konseling bagi pasien yang
membutuhkan konseling khusus.
54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
DENAH APOTEK KIMIA FARMA 240
F
J
L
H D G
E
A D
B C
Swalayan/OTC/HV (I)
K
1 2 5 6 9 10 14
3 4 7 8 11
12
13
Keterangan:
A. Tempat penerimaan resep G. Meja peracikan
C. Kasir I. Swalayan/OTC/HV
LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI APOTEK KIMIA FARMA 240
RANCABOLANG
Apoteker Pendamping
LAMPIRAN 3
57
KARTU STOK
58
LAMPIRAN 4
Disc. Ext.
No NamaPelayanan L/R No Kd Tgl Tunai Kredit Jml
Tag. Disc.
PenjualanKredit
1 ResepKredit UK
SUB TOTAL
PenjualanTunai
2 ObatBebas HV
3 ReturTunai RT
4 ResepTunai UM
5 Resep UPDS UP
SUB TOTAL
TOTAL
Tunai : Setoran :
Kartu debit :
1. Bank …..
2. Bank …..
TOTAL :
Kartukredit :
1. Bank …..
2. Bank …..
TOTAL :
59
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
Konsumen
Resep diserahkankekasir
KonfirmasikeDokter
Lengkap Tidak lengkap
Penyerahanobatdaninformasiobat kepadakonsumen
63
LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10
LAMPIRAN 11
LAMPIRAN 12
LAMPIRAN 13
LAMPIRAN 14
KWITANSI APOTEK
69
LAMPIRAN 15
SALINAN RESEP
70