Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau
Pendahuluan
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis
Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup
bagi:
Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau pagar
yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai,
tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan
tenaga listrik, pipa gas.
Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan
rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di
dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA).
Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada
umumnya berwarna hijau.
Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan
luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana
tata bangunan dan lingkungan.
Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan
jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang
mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia
yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena
harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi
kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah,
nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.
Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah.
Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan
keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan
penataan ruang.
Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki
lebih dari satu batang utama.
Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter.
Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter.
Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka
hijau dan ruang terbuka non hijau.
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk
dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang
pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung
milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi
perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya
agar tidak saling mengganggu.
Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus.
Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan
rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana
kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain
mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara. Biasanya
merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman tanaman yang
tetap (permanen).
Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu
untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari
kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.
Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru
kota);
pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung
lancar;
sebagai peneduh;
produsen oksigen;
penyerap air hujan;
penyedia habitat satwa;
penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
penahan angin.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan
kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan
ekologi dan konservasi hayati.
Manfaat RTH
1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk
keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk
dijual (kayu, daun, bunga, buah);
2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih
udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah,
pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati).
Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan
lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman,
lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
Luas wilayah
Jumlah penduduk
Kebutuhan fungsi tertentu
ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20%
ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki
total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi
tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota,
baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem
ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan
masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan
antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang
berlaku.
250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan
Pemakaman (tersebar)
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana
misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi
perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik
tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH
sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
Prosedur Perencanaan
penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam
rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan
Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;
penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
o perencanaan;
o pengadaan lahan;
o perancangan teknik;
o pelaksanaan pembangunan RTH;
o pemanfaatan dan pemeliharaan.
penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk
pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau
reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam. Dalam Undang-undang No. 26 tahun
2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang
terdiri dari 20% publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), RTH di sekitar
sungai, pemakaman, dan rel kereta api. Sedangkan RTH Privat adalah RTH milik institusi
tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain
berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Penyediaan RTH memliki tujuan sebagai berikut :
RTH yang telah ada baik secara alami ataupun buatan diharapkan dapat menjalankan empat (4)
fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi ekologis antara lain : paru-paru kota, pengatur iklim mikro, sebagai peneduh, produsen
oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitas satwa, penyerap polutan dalam udara, air dan
tanah, serta penahan angin.
2. Fungsi sosial budaya antara lain : menggambarkkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi,
dan tempat rekreasi warga.
3. Fungsi ekonomi antara lain : sumber produk yang bisa dijual seperti tanaman bunga, buah,
daun, dan sayur mayur. Beberapa juga berfungsi sebagai bagian dari usaha pertanian,
perkebunan, kehutanan, dan lain-lain.
4. Fungsi estetika antara lain meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik skala
mikro (halaman rumah/lingkungan pemukiman), maupun makro (lansekap kota secara
keseluruhan); menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologis. dan
konservasi hayati.
1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan
dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun,
bunga, dan buah).
2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang
sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, dan pelestarian fungsi
lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati dan keanekaragaman
hayati)
Melihat besarnya fungsi dan peran RTH untuk menjamin kesimbangan kota, Medco Foundation
membuat sebuah program yang dinamakan GreenPOTS. GreenPOTS merupakan kegiatan
edukasi kepada masyarakat untuk menciptakan, mempertahankan, , dan memanfaatkan RTH
privat yang ada disekitarnya. Masyarakat diberikan pengetahuan dan penyadaran bahwa dengan
melakukan kegiatan penghijauan dalam skala kecil baik di rumah maupun komunitas akan
berkontribusi langsung dalam mendukung pencapaian target RTH perkotaan.
Sumber :
Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman,
produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman di perkotaan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin
parah, berkembangnya kawasan kumuh yang rentan dengan bencana banjir/longsor serta semakin hilangnya ruang
terbuka (Openspace) untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat
tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Aktivitas di ruang publik dapat bercerita secara
gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.
Ruang terbuka menciptakan karakter masyarakat kota. Tanpa ruang-ruang publik masyarakat yang terbentuk
adalah masyarakat maverick yang nonkonformis-individualis-asosial, yang anggota-anggotanya tidak mampu
berinteraksi apalagi bekerja sama satu sama lain. Agar efektif sebagai mimbar, ruang publik haruslah netral. Artinya,
bisa dicapai (hampir) setiap penghuni kota. Tidak ada satu pun pihak yang berhak mengklaim diri sebagai pemilik
dan membatasi akses ke ruang publik sebagai sebuah mimbar politik.
Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas
maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan,
trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya. Dilihat dari sifatnya ruang terbuka bisa
dibedakan menjadi ruang terbuka privat (memiliki batas waktu tertentu untuk mengaksesnya dan kepemilikannya
bersifat pribadi, contoh halaman rumah tinggal), ruang terbuka semi privat (ruang publik yang kepemilikannya
pribadi namun bisa diakses langsung oleh masyarakat, contoh Senayan, Ancol) dan ruang terbuka umum
(kepemilikannya oleh pemerintah dan bisa diakses langsung oleh masyarakat tanpa batas waktu tertentu, contoh
alun-alun, trotoar). Selain itu ruang terbuka pun bisa diartikan sebagai ruang interaksi (Kebun Binatang, Taman
rekreasi, dll).
Ditinjau dari pengertian di atas, ruang terbuka tidak selalu harus memiliki bentuk fisik (baca: lahan dan lokasi)
definitif. Dalam bahasa arsitektur, ruang terbuka yang telah berwujud fisik ini sering juga disebut sebagai ruang
publik, sebutan yang sekali lagi menekankan aspek aksesibilitasnya.
Stephen Carr dalam bukunya Public Space, ruang publik harus bersifat responsif, demokratis, dan bermakna.
Ruang publik yang responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Secara
demokratis yang dimaksud adalah ruang publik itu seharusnya dapat dimanfaatkan masyarakat umum tanpa harus
terkotak-kotakkan akibat perbedaan sosial, ekonomi, dan budaya. Bahkan, unsur demokratis dilekatkan sebagai
salah satu watak ruang publik karena ia harus dapat dijangkau (aksesibel) bagi warga dengan berbagai kondisi
fisiknya, termasuk para penderita cacat tubuh maupun lansia.
Ruang-ruang terbuka atau ruang-ruang publik ditinjau dari bentuk fisiknya dapat rupa Ruang Terbuka Hijau
dan/atau Ruang Terbuka Binaan (Publik atau Privat)
Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang
didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota,
dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas
atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah
ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.
Sejumlah areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, ruang publik, telah tersingkir akibat
pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola “kontainer” (container development) yakni bangunan yang
secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya,
yang berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke atas
saja yang “percaya diri” untuk datang ke tempat-tempat semacam itu.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang
terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan,
arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional
atau daerah dengan standar-standar yang ada.
Contoh, Curtibas, sebuah kota di Brazil yang menjadi bukti keberhasilan penataan ruang yang
mengedepankan RTH di perkotaan. Melalui berbagai upaya penataan ruang seperti pengembangan
pusat perdagangan secara linier ke lima penjuru kota, sistem transportasi, dan berbagai insentif
pengembangan kawasan, persampahan dan RTH, kota tersebut telah berhasil meningkatkan rata-rata
luasan RTH per kapita dari 1 m2 menjadi 55 m2 selama 30 tahun terakhir. Sebagai hasilnya kota
tersebut sekarang merupakan kota yang nyaman, produktif dengan pendapatan per kapita
penduduknya yang meningkat menjadi dua kali lipat. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggapan
pengembangan RTH yang hanya akan mengurangi produktivitas ekonomi kota tidak terbukti.
Kebijaksanaan pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek lingkungan hidup adalah jaminan terhadap
kelangsungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika dan
seyogyanya sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Taman-taman di kota menjadi
wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olah raga ringan dan lainnya. Demikian
pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka hendaknya semua pihak yang terkait harus mempertahankan
keberadaannya dari keinginan untuk merobahnya.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) Dan Ruang
Terbuka Hijau Binaan (RTH Binaan).
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh
tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya.
Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah
pertanian, persawahan, hutan bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan
tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang
terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan
terhadap flora
Ruang Terbuka Binaan atau Built Openspaces, terdiri dari Ruang Terbuka Binaan Publik (RTBPU) Dan Ruang
Terbuka Binaan Privat (RTBPV).
Ruang Terbuka Binaan Publik (RTBP) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan
tanah di dominasi keseluruhan oleh perkerasan.
Ruang Terbuka Binaan Publik makro antara lain: ruang jalan, kawasan bandar udara, kawasan pelabuhan laut,
daerah rekreasi, dan Ruang Terbuka Binaan Publik mikro seperti mall di lingkungan terbatas, halaman mesjid,
halaman gereja, plaza di antara gedung perkantoran dan kantin.
Ruang Terbuka Binaan Privat (RTBPV) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbatas/ pribadi.
Ruang Terbuka Binaan Privat antara lain: halaman rumah tinggal dengan berbagai luasan persil
RUANG TERBUKA
BINAAN PRIVAT
(RTBPV)
RUANG TERBUKA
BINAAN PUBLIK
(RTBPU)
RUANG TERBUKA
OPENSPACE
RUANG TERBUKA
HIJAU LINDUNG
(RTHL)
RUANG TERBUKA
HIJAU BINAAN
(RTH BINAAN)
RUANG TERBUKA
BINAAN
(RTB)
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau
mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman
budi daya.
Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan, hutan
bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Binaan Publik (RTBP) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau
mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi keseluruhan oleh perkerasan.
Ruang Terbuka Binaan Publik makro antara lain: ruang jalan, kawasan bandar udara, kawasan pelabuhan laut, daerah rekreasi,
dan Ruang Terbuka Binaan Publik mikro seperti mall di lingkungan terbatas, halaman mesjid, halaman gereja, plaza di antara gedung
perkantoran dan kantin.
RUANG TERBUKA
HIJAU
(RTH)
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau
mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan
sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang
berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan terhadap flora
Adapun kawasan ruang terbuka hijau binaan dimanfaatkan untuk fasilitas umum rekreasi dan olahraga taman, kebun hortikultura, hutan kota,
taman di lingkungan perumahan, pemakaman umum, jalur hijau umum, jalur hijau pengamanan sungai, jalur hijau pengamanan kabel tegangan
tinggi, dan termasuk bangunan pelengkap atau kelengkapannya
Ruang Terbuka Binaan Privat (RTBPV) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau
mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbatas/ pribadi.
Ruang Terbuka Binaan Privat antara lain: halaman rumah tinggal dengan berbagai luasan persil.
Pendekatan ini didasarkan pada bentuk-bentuk fungsi yang dapat diberikan oleh ruang terbuka hijau terhadap
perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan, atau dalam upaya mempertahankan kualitas yang baik.
Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dilandasi pemikiran bahwa ruang terbuka hijau tersebut merupakan
komponen alam, yang berperan menjaga keberlanjutan proses di dalam ekosistemnya. Oleh karena itu ruang
terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung terhadap keberlangsungan lingkungannya. Dalam hal ini
ketersediaan ruang terbuka hijau di dalam lingkungan binaan manusia minimal sebesar 30%.
– Gas-gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor sebagai gas buangan bersifat menurunkan kesehatan
manusia (dan makhluk hidup lainnya), tertama yang berbahaya sekali adalah dari golongan Nox, CO, dan
SO2. Diharapkan ruang terbuka hijau mampu mengendalikan keganasan gas-gas berbahaya tersebut,
meskipun ruang terbuka hijau sendiri dapat menjadi sasaran kerusakan oleh gas tersebut. Oleh karena itu,
pendekatan yang dilakukan adalah mengadakan dan mengatur susunan ruang terbuka hijau dengan
komponen vegetasi di dalamnya yang mampu menjerat maupun menyerap gas-gas berbahaya. Penelitian
yang telah dilakukan di Indonesia (oleh Dr. Nizar Nasrullah) telah menunjukkan keragaman kemampuan
berbagai jenis pohon dan tanaman merambat dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menjerat dan
menyerap gas-gas berbahaya tersebut. Perkiraan kebutuhan akan jenis vegetasi sesuai dengan maksud ini
tergantung pada jenis dan jumlah kendaraan, serta susunan jenis dan jumlahnya.
– Sifat dari vegetasi di dalam ruang terbuka hijau yang diunggulkan adalah kemampuannya melakukan
aktifitas fotosintesis, yaitu proses metabolisme di dalam vegetasi dengan menyerap gas CO2, lalu
membentuk gas oksigen. CO2 adalah jenis gas buangan kendaraan bermotor yang berbahaya lainnya,
sedangkan gas oksigen adalah gas yang diperlukan bagi kegiatan pernafasan manusia. Dengan demikian
ruang terbuka hijau selain mampu mengatasi gas berbahaya dari kendaraan bermotor, sekaligus menambah
suplai oksigen yang diperlukan manusia. Besarnya kebutuhan ruang terbuka hijau dalam mengendalikan
gas karbon dioksida ini ditentukan berdasarkan target minimal yang dapat dilakukannya untuk mengatasi
gas karbon dioksida dari sejumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan di kawasan perkotaan tertentu.
– Kemampuan vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat dijadikan alasan akan kebutuhan keberadaan
ruang terbuka hijau tersebut. Dengan sistem perakaran yang baik, akan lebih menjamin kemampuan
vegetasi mempertahankan keberadaan air tanah. Dengan semakin meningkatnya areal penutupan oleh
bangunan dan perkerasan, akan mempersempit keberadaan dan ruang gerak sistem perakaran yang
diharapkan, sehingga berakibat pada semakin terbatasnya ketersediaan air tanah.
– Dengan semakin tingginya kemampuan vegetasi dalam meningkatkan ketersediaan air tanah, maka
secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem hidrologis yang
ada, yang dapat menyebabkan kerugian berupa penurunan kualitas air minum dan terjadinya korosi/
penggaraman pada benda-benda tertentu.
– Dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan evapo-transpirasi, maka vegetasi dalam ruang terbuka
hijau dapat menurunkan tingkat suhu udara perkotaan. Dalam skala yang lebih luas lagi, ruang terbuka hijau
menunjukkan kemampuannya untuk mengatasi permasalahan ‘heat island’ atau ‘pulau panas’, yaitu gejala
meningkatnya suhu udara di pusat-pusat perkotaan dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya.
– Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan bergantung pada suatu nilai
indeks, yang merupakan fungsi regresi linier dari persentase luas penutupan ruang terbuka hijau terhadap
penurunan suhu udara. Jika suhu udara yang ditargetkan telah ditetapkan, maka melalui indeks tersebut
akan dapat diketahui luas penutupan ruang terbuka hijau minimum yang harus dipenuhi. Namun yang harus
dicari terlebih dahulu adalah nilai dari indeks itu sendiri.
– Keadaan panas suatu lansekap (thermoscpe) dapat dijadikan sebagai suatu model untuk perhitungan
kebutuhan ruang terbuka hijau. Kondisi Thermoscape ini tergantung pada komposisi dari komponen-
komponen penyusunnya. Komponen vegetasi merupakan komponen yang menunjukan struktur panas yang
rendah, sedangkan bangunan, permukiman, paving, dan konstruksi bangunan lainnya merupakan
komponen dengan struktur panas yang tinggi. Perimbangan antara komponen-komponen dengan struktur
panas rendah dan tinggi tersebut akan menentukan kualitas kenyamanan yang dirasakan oleh manusia.
Guna mencapai keadaan yang diinginkan oleh manusia, maka komponen-komponen dengan struktur panas
yang rendah (vegetasi dalam ruang terbuka hijau) merupakan kunci utama pengendali kualitas thermoscape
yang diharapkan. Keadaan struktur panas komponen-komponen dalam suatu keadaan thermoscape ini
dapat diukur dengan mempergunakan kamera infra merah.
– Keadaan panas suatu ruang lansekap yang dirasakan oleh manusia merupakan indikator penting dalam
menilai suatu struktur panas yang ada. Guna memperoleh keadaan yang ideal, maka diperlukan keadaan
struktur panas yang dirasakan nyaman oleh manusia. Dengan demikian, terdapat suatu korelasi antara
komponen-komponen penyusun struktur panas dalam suatu keadaan thermoscape tertentu, dan rasa panas
oleh manusia. Secara umum dinyatakan bahwa komponen-komponen dengan struktur panas rendah
dirasakan lebih nyaman dibandingkan dengan struktur panas yang lebih tinggi.
– Fungsi ruang terbuka hijau dalam mengendalikan bahaya lingkungan terutama difokuskan pada dua aspek
penting : pencegahan bahaya kebakaran dan perlindungan dari keadaan darurat berupa gempa bumi.
– Ruang terbuka hijau dengan komponen penyusun utamanya berupa vegetasi mampu mencegah
menjalarnya luapan api kebakaran secara efektif, dikarenakan vegetasi mengandung air yang menghambat
sulutan api dari sekitarnya. Demikian juga dalam menghadapi resiko gempa bumi yang kuat dan mendadak,
ruang terbuka hijau merupakan tempat yang aman dari bahaya runtuhan oleh struktur bangunan. Dengan
demikian, ruang terbuka hijau perlu diadakan dan dibangun ditempat-tempat strategis di tengah-tengah
lingkungan permukiman.
Pendekatan ini didasarkan atas satu atau lebih manfaat yang dapat diperoleh oleh pengguna, terutama di kawasan
perkotaan. Secara umum manfaat yang diinginkan adalah berupa perolehan kondisi dan atau suasana yang sifatnya
membangun kesehatan jasmani dan rohani manusia.
Pola pengembangan ruang terbuka hijau di berbagai kota memiliki keragaman penanganan yang disesuaikan
dengan kondisi fisik wilayah, pola hidup masyarakat, dan konsistensi kebijakan pemerintah.
Berikut akan diuraikan beberapa kasus pengembangan ruang terbuka hijau kota sebagai bahan komparasi untuk
memperoleh masukan yang komprehensif mengenai rumusan bentuk pengaturan yang akan dihasilkan.
Kesadaran pembangunan perkotaan berwawasan lingkungan di negara-negara maju telah berlangsung dalam
hitungan abad. Pada jaman Mesir Kuno, ruang terbuka hijau ditata dalam bentuk taman-taman atau kebun yang
tertutup oleh dinding dan lahan-lahan pertanian seperti di lembah sungai Efrat dan Trigis, dan taman tergantung
Babylonia yang sangat mengagumkan, The Temple of Aman Karnak, dan taman-taman perumahan.
Selanjutnya bangsa Yunani dan Romawi mengembangkan Agora, Forum, Moseleum dan berbagai ruang kota untuk
memberi kesenangan bagi masyarakatnya dan sekaligus lambang kebesaran dari pemimpin yang berkuasa saat itu.
Berikutnya pada jaman Meldevel, pelataran gereja yang berfungsi sebagai tempat berdagang, berkumpul sangat
dominan sebelum digantikan jaman Renaisance yang glamour dengan plaza, piaza dan square yang luas dan hiasan
detail serta menarik. Seni berkembang secara optimal saat ini, sehingga implementasi keindahan dan kesempurnaan
rancangan seperti Versailles dan kota Paris menjadi panutan dunia.
Gerakan baru yang lebih sadar akan arti lingkungan melahirkan taman kota skala besar dan dapat disebut sebagai
pemikiran awal tentang sistem ruang terbuka kota. Central Park New York oleh Frederick Law Olmested dan Calvert
Voux melahirkan profesi Arsitektur Lansekap yang kemudian mengembang dan mendunia.
Melihat kenyataan tersebut tampaknya kebutuhan ruang terbuka yang tidak hanya mengedepankan aspek
keleluasaan, namun juga aspek kenamanan dan keindahan di suatu kota sudah tidak dapat dihidari lagi, walaupun
dari hari ke hari ruang terbuka hijau kota menjadi semakin terdesak. Beberapa pakar mengatakan bahwa ruang
terbuka hijau tidak boleh kurang dari 30%, Shirvani (1985), atau 1.200 m 2 tajuk tanaman diperlukan untuk satu
orang, Grove (1983).
Bagaimana kota-kota di Mancanegara menghadapi hal ini, berikut diuraikan beberapa kota-kota yang dianggap dapat
mewakili keberhasilan Pemerintah Kota dalam pengelolaan ruang terbuka hijau kota.
Singapura, dengan luas 625 Km2 dan penduduk 3,6 juta pada tahun 2000 dan kepadatan 5.200 jiwa/ km 2,
diproyeksikan memiliki ruang terbangun mencapai 69% dari luas kota secara keseluruhan. Dalam rencana digariskan
24% atau 177 Km2 sebagai ruang terbuka, sehingga standar ruang terbukanya mencapai 0,9 ha per 1.000 orang.
Tokyo, melakukan perbaikan ruang terbuka hijau pada jalur hijau jalan, kawasan industri, hotel dan penutupan
beberapa jalur jalan. Walaupun luas kota Tokyo sangat terbatas, namun Pemerintah kota tetap mengusahakan
taman-taman tersebut, yang memiliki standar 0,21 ha per 1.000 orang.
Sementara itu, pendekatan penyediaan ruang terbuka hijau yang dilakukan di Bombay – India, dapat pula dijadikan
masukan awal untuk dapat memahami Hirarki Ruang Terbuka Hijau di lingkungan permukiman padat.
Menurut Correa, (1988), dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa apabila diabstraksikan kebutuhan akan hal-hal
yang bersifat sosial tercermin di dalam 4 (empat) unsur utama, yaitu :
Daerah ruang terbuka utama yang digunakan untuk kegiatan bersama seluruh warga masyarakat
Penelitian ini lebih lanjut mengungkapkan bahwa diperkirakan 75% fungsi ruang terbuka hijau dapat tercapai. Hal ini
dikarenakan padatnya tingkat permukiman sehingga ruang terbuka berfungsi menjadi daerah interaksi antar individu
yang sangat penting bahkan dibutuhkan.
Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, mencapai 8.000.000 jiwa, merupakan kenyataan.
Oleh karenanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam menentukan besarnya Ruang
Terbuka Hijau pada kawasan permukiman padat.
Untuk menentukan standar RTH perlu dibuatkan suatu penelitian berdasarkan studi banding standar yang berlaku di
negara lain.
Ruang Terbuka Hijau Kota Roterdam terbagi sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut ini :
Hampir semua studi mengenai perencanaan kota (yang dipublikasikan dalam bentuk rencana umum tata ruang kota
dan pendetailannya) menyebutkan bahwa kebutuhan ruang terbuka di perkotaan berkisar antara 30% hingga 40%,
termasuk di dalamnya bagi kebutuhan jalan, ruang-ruang terbuka perkerasan, danau, kanal, dan lain-lain. Ini berarti
keberadaan ruang terbuka hijau (yang merupakan
sub komponen ruang terbuka) hanya berkisar antara 10 % – 15 %.
Kenyataan ini sangat dilematis bagi kehidupan kota yang cenderung berkembang sementara kualitas lingkungan
mengalami degradasi/kemerosotan yang semakin memprihatinkan. Ruang terbuka hijau yang notabene diakui
merupakan alternatif terbaik bagi upaya recovery fungsi ekologi kota yang hilang, harusnya menjadi perhatian
seluruh pelaku pembangunan yang dapat dilakukan melalui gerakan sadar lingkungan, mulai dari level komunitas
pekarangan hingga komunitas pada level kota.
Di Surabaya, kebutuhan ruang terbuka hijau yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah sejak tahun 1992 adalah 20
– 30%. Sementara kondisi eksisting ruang terbuka hijau baru mencapai kurang dari 10% (termasuk ruang terbuka
hijau pekarangan). Hasil studi yang dilakukan oleh Tim Studi dari Institut Teknologi 10 November Surabaya tentang
Peranan Sabuk Hijau Kota Raya tahun 1992/1993 menyebutkan bahwa luas RTH berupa taman, jalur hijau, makam,
dan lapangan olahraga adalah + 418,39 Ha, atau dengan kata lain pemenuhan kebutuhan RTH baru mencapai 1,67
m2/penduduk. Jumlah ruang terbuka hijau tersebut sangat tidak memadai jika perhitungan standar kebutuhan
dilakukan dengan menggunakan hasil proyeksi Rencana Induk Surabaya 2000 saat itu yaitu 10,03 m 2/penduduk.
Di Jogyakarta, luas ruang terbuka hijau kota berdasarkan hasil inventarisasi Dinas Pertamanan dan Kebersihan
adalah 51.108 m2 atau hanya sekitar 5,11 Ha (1,6% dari luas kota), yang terdiri dari 62 taman, hutan kota, kebun
raya, dan jalur hijau. Bila jumlah luas tersebut dikonversikan dalam angka rata-rata kebutuhan penduduk, maka
setiap penduduk Yogyakarta hanya menikmati 0,1 m2 ruang terbuka hijau.
Dibandingkan dengan dua kota yang telah disebutkan di atas, barangkali pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau
bagi penduduk di Kota Bandung masih lebih tinggi. Hingga tahun 1999, tiap penduduk Kota Bandung menikmati +
1,61 m2 ruang terbuka hijau. Angka ini merupakan kontribusi eksisting ruang terbuka hijau yang mencover Kota
Bandung dengan porsi + 15% dari total distribusi pemanfaatan lahan Kota.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1989. Laporan Dinas Pertamanan DKI 1988 – 1989. Dinas Pertamanan DKI
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Depdagri, Ruang Terbuka Hijau Kota. Jakarta, 1990
Danisworo, M, 1998, Makalah Pengelolaan kualitas lingkungan dan lansekap perkotaan di indonesia dalam
menghadapi dinamika abad XXI.
Danoedjo,S. 1990., Menuju Standar Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Kota Dalam Rangka Melengkapi Standar
Nasional Indonesia. Direktur Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Newton N,T, 1971. Design On the Land. (The Development Of Landscape Architecture).
Pemerintah DKI Jakarta, Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Tahun 1991. Jakarta, Maret
1992.
Pemerintah Kotamadya DT II Ambon, Aspek Pertamanan Dalam Program Trotoarisasi Kota Ambon. Ambon, 1990.
Pemerintah Kotamadya DT II Malang,, Sejarah Perencanaan Kota Malang Sejak Jaman Kolonial Dan
Perkembangannya Ditinjau Dari Aspek Pertamanan. Jakarta, 23 Agustus 1990.
Pemerintah Kotamadya DT II Surabaya, Langkah Kebijakan dan Pengalaman Praktis Pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau Di Surabaya. Jakarta, 1990.
Rustam Hakim, Thesis Analisis Kebijakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota DKI Jakarta, Institut Teknologi
Bandung, 2000.
Rustam Hakim, 1995, Peran Arsitektur Lansekap Dalam Wilayah Perkotaan, FALTL Universitas Trisakti, Jakarta.
Rustam Hakim, 1988, Unsur unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap, Bina Aksara, Jakarta.
Rustam Hakim, 1996, Tahapan dan Proses Perancangan dalam Arsitektur Lansekap, penerbit Bina Aksara Jakarta
Rustam Hakim, 2004, Arsitektur Lansekap,Manusia, Alam dan Lingkungan, penerbit Bina Aksara Jakarta
Susanto A., 1993. Gerakan Penghijauan Sejuta Pohon Menuju Jakarta Berwawasan Lingkungan. Dinas Bina
Program Dinas Pertanaman DKI Jaya.
Hester R.T, 1975 Neighborhood Space. Husting son and Rose.
Liliawati, E, Mudjono, 1998, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Penerbit Harvarindo.
Newton N,T, 1971. Design On the Land. (The Development Of Landscape Architecture).
Robinette, J., 1983. Lanscape Planning For Energy Conservation. Van Nostrand Reinhold Co., New York.
Soemarwoto, O., 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Jambatan Jakarta.
Walter, JK Stephen, 1993, Enterprise Government And The Public, McGrawHill Inc.
PENGERTIAN, KLASIFIKASI DAN FUNGSI RUANG TERBUKA HIJAU
Taman Beringin di Jl. Jend. Sudirman, sebagai salah satu RTH di Kota Medan
Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan
tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open spaces),
Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai pengertian yang hampir
sama. Secara teoritis yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah: Ruang yang
berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik secara individu maupun
berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan
(UUPR no.24/1992)
Suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai
penutup dalam bentuk fisik.
Ruang yang berfungsi antara lain sebagai tempat bermain aktif untuk anak-anak dan dewasa,
tempat bersantai pasif untuk orang dewasa, dan sebagai areal konservasi lingkungan hijau/
Ruang yang berdasarkan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau yaitu dalam bentuk taman,
lapangan atletik dan taman bermain.
Lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang
mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi; konservasi lahan dan sumber daya alam
lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan.
Beberapa pengertian tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) diantaranya adalah: Ruang yang
didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota, dalam bentuk taman, halaman,
areal rekreasi kota dan jalur hijau.
Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan
maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka
yang pada dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi sebagai kawasan pertamanan kota, hutan
kota, rekreasi kota, kegiatan Olah Raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau
pekarangan.
Dan pengertian ruang publik (public spaces) adalah suatu ruang dimana seluruh masyarakat
mempunyai akses untuk menggunakannya. Ciri-ciri utama dari public spaces adalah: terbuka
mudah dicapai oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok dan tidak selalu
harus ada unsur hijau, bentuknya berupa malls, plazas dan taman bermain.
Jadi RTH lebih menonjolkan unsur hijau (vegetasi)dalam setiap bentuknya sedangkan public
spaces dan ruang terbuka hanya berupa lahan terbuka belum dibangun yang tanpa tanaman.
Public spaces adalah ruang yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sedangkan RTH dan
ruang terbuka tidak selalu dapat digunakan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Ruang terbuka hijau membutuhkan perencanaan yang lebih baik lagi untuk menjaga
keseimbangan kualitas lingkungan perkotaan. Mempertahankan lingkungan perkotaan agar tetap
berkualitas merupakan penjabaran dari GBHN 1993 dengan asas trilogi pembangunannya yaitu
pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dan stabilitas nasional
melalui pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup.
§ Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang sekelilingnya ditata secara
teratur dan artistik, ditanami pohon pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta
memiliki fungsi relaksasi.
§ Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi utama sebagai hutan
raya.
§ Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang memanfaatkan ruang
terbuka hijau.
§ Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area lapangan, yaitu
lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu
lapangan olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan golf.
§ Kawasan Hijau Pemakaman.
§ Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal produktif, yaitu lahan sawah
dan tegalan yang masih ada di kota yang menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan
buah-buahan.
§ Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan, taman di persimpangan
jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.
Sementara klasifikasi RTH menurut Inmendagri No.14 tahun 1988, yaitu: taman kota, lapangan
O.R, kawasan hutan kota, jalur hijau kota, perkuburan, pekarangan, dan RTH produktif.
Bentuk RTH yang memiliki fungsi paling penting bagi perkotaan saat ini adalah kawasan hijau
taman kota dan kawasan hijau lapangan olah raga. Taman kota dibutuhkan karena memiliki
hampir semua fungsi RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau memiliki fungsi sebagai sarana
untuk menciptakan kesehatan masyarakat selain itu bisa difungsikan sebagian dari fungsi RTH
lainnya.
1. RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dimana penduduk dapat melaksanakan
kegiatan berbentuk rekreasi, berupa kegiatan rekreasi aktif seperti lapangan olahraga, dan
rekreasi pasif seperti taman.
2. RTH yang berfungsi sebagai tempat berkarya, yaitu tempat penduduk bermata pencaharian
dari sektor pemanfaatan tanah secara langsung seperti pertanian pangan, kebun bunga dan usaha
tanaman hias.
3. RTH yang berfungsi sebagai ruang pemeliharaan, yaitu ruang yang memungkinkan
pengelola kota melakukan pemeliharaan unusur-unsur perkotaan seperti jalur pemeliharaan
sepanjang sungai dan selokan sebagai koridor kota.
4. RTH yang berfungsi sebagai ruang pengaman, yaitu untuk melindungi suatu objek vital
atau untuk mengamankan manusia dari suatu unsur yang dapat membahayakan seperti jalur hijau
disepanjang jaringan listrik tegangan tinggi, jalur sekeliling instalasi militer atau pembangkit
tenaga atau wilayah penyangga.
5. RTH yang berfungsi sebagai ruang untuk menunjang pelestarian dan pengamanan
lingkungan alam, yaitu sebagai wilayah konservasi atau preservasi alam untuk mengamankan
kemungkinan terjadinya erosi dan longsoran pengamanan tepi sungai, pelestarian wilayah
resapan air.
6. RTH yang berfungsi sebagai cadangan pengembangan wilayah terbangun kota di masa
mendatang.
3. Sarana rekreasi
4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik darat,
perairan maupun udara
5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk
kesadaran lingkungan
Melihat beberapa fungsi tersebut diatas bisa disimpulkan pada dasarnya RTH kota mempunyai 3
fungsi dasar yaitu:
v Berfungsi secara sosial yaitu fasilitas untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan dan
olahraga. Dan menjalin komunikasi antar warga kota.
v Berfungsi secara fisik yaitu sebagai paru-paru kota, melindungi sistem air, peredam bunyi,
pemenuhan kebutuhan visual, menahan perkembangan lahan terbangun/sebagai penyangga,
melindungi warga kota dari polusi udara
v Berfungsi sebagai estetika yaitu pengikat antar elemen gedung dalam kota, pemberi ciri dalam
membentuk wajah kota dan unsur dalam penataan arsitektur perkotaan.
Sangat penting untuk diingat bahwa tumbuhan merupakan kehidupan pelopor yang menyediakan
bahan makanan dan perlindungan kepada hewan maupun manusia. Sementara untuk kota di luar
negeri taman identik dengan peradaban suatu bangsa, sehingga mereka sangat memperhatikan
masalah pembanguan fungsi, misalnya Di Italia; terkenal sebagai tempat asal pemusik kelas
dunia memiliki taman dengan ciri khas permainan musik lewat water orchestra, Di Yunani;
orang terkenal gemar memasak dan mengobati memiliki taman dengan ciri khas kitchen garden,
Di Mesir; taman memiliki ciri khas tanaman herba, rempah-rempah dan wewangian, di Inggris;
taman dengan rumput terpangkas rapi dengan seni pemangkasan yang terkenal yaitu topiary, di
Cina dan Jepang; dengan tradisi Buddhisme, taoisme merancang taman yang berfungsi spirit
kerohanian dengan ciri khas taman adalah air, batu dan bukit-bukitan dan di Sydney yang
berpenduduk asli suku Aborigin menganggap tanah dan alam bagian dari hidup mereka, jadi
pemerintah membangun taman nasional (suaka alam) dengan mempekerjakan masyarakat sekitar
sebagai pengelola taman dan setelah itu mengembalikannya kepada penduduk tradisional
sepenuhnya, lalu pemerintah menyewa taman tersebut dari penduduk, sehingga sehingga kedua
pihak mengelolanya bersama.
sumber: http://paradigmakaumpedalaman.blogspot.co.id
Sumber: www.teraskreasi.com
http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-699-pengertian-klasifikasi-dan-fungsi-ruang-terbuka-hijau-
.html#ixzz42sMoXi1k
Ruang Terbuka Hijau Dalam Perencanaan Kota
Penulis : Febry Aristian
Jurusan Teknik Perencanaan wilayah dan kota
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Abstrak
Kota merupakan tempat para warga melangsungkan berbagai aktivitasnya, sehingga
pengembangannya mestinya diarahkan agar dapat memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan
spiritual. Tapi banyak ditemukan suatu kota yang perencanaannya dilakukan secara kurang
memadai, sehingga menjadi lesu. Dalam makalah ini membahas tentang peran RTH dalam
perencanaan kota karena RTH merupakan Sesuatu yang sangat penting dalam perencanaan
kota. Dengan dibentuknya ruang-ruang terbuka hijau tersebut, dapat disusun suatu jaringan
RTH-kota yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman,
segar, bersih, sehat, dan indah. Di samping memperhitungkan aspek luas, bentuk, dan tipe RTH,
keberhasilan pengembangan RTH ini akan sangat ditentukan oleh adanya dukungan dari
seluruh lapisan masyarakat serta pengaturannya dituangkan dalam Peraturan Daerah.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup rumit untuk diatasi.
Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk
aspek lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang
terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya,
ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun.
Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain
dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal
tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap
aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa
ruang kota dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan samping di ruas-
ruas jalan tertentu1[1].
Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai
berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem
transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan
utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari
suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan
kotanya.
2. Rumusan Masalah
Beradasarkan latar belakang di atas maka hal yang akan dibahas di sini adalah definisi
serta peran dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam perencanaan kota.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ruang Terbuka
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka
hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari
ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman
dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya
dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.
Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang
terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang
diperuntukkan sebagai genangan retensi. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami
yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-
alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga. Secara ekologis
RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan
menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain
seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dll. Secara sosial-budaya
keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan
sebagai tetenger kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain
taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dan sebagainya2[2].
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif
untuk untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri
dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga
menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Hal ini umumnya
merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis.
Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai
bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar
dan telah menimbulkan berbagai ketidak nyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mengatasi
kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering
dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan.
Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai
berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem
transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan
utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari
suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan
kotanya3[3].
2. Ruang Terbuka Hijau
Secara historis pada awalnya istilah ruang terbuka hijau hanya terbatas untuk vegetasi
berkayu (pepohonan) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan
manusia. Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau di
wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi
oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan
berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut :
Ruang terbuka makro, mencakup daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota,
dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara;
Ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, Tempat
Pemakaman Umum (TPU);
Ruang terbuka mikro, mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan
(community park).
Haryadi (1993) membagi sistem budidaya dalam ruang terbuka hijau dengan dua sistem
yaitu sistem monokultur dan sistem aneka ragam hayati. Sistem monokultur hanya terdiri dari
satu jenis tanaman saja, sedang sistem aneka ragam hayati merupakan sistem budidaya dengan
menanam berbagai jenis tanaman (kombinasi antar jenis) dan dapat juga kombinasi antar flora
dan fauna, seperti perpaduan antaran taman dengan burung-burung merpati. Banyak pendapat
tentang luas ruang terbuka hijau ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota.
a. Ameliorasi iklim, artinya dapat mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. Ruang terbuka
hijau menghasilkan O2 dan uap air (H2O) yang menurunkan, serta menyerap CO2 yang bersifat
gas rumah kaca sehingga dapat menaikkan suhu udara dan berpengaruh pada iklim mikro
setempat
b. Memberikan perlindungan terhadap terpaan angin kencang dan peredam suara. Tanaman
berfungsi sebagai pematah angin (windbreak) dan peredam suara (soundbreak)
c. Memberikan perlindungan terhadap terik sinar matahari. Kehadiran tanaman dalam ruang
terbuka hijau akan mengintersepsi dan memantulkan radiasi matahari untuk fotosintesis dan
transpirasi sehingga di bawah tajuk akan terasa lebih sejuk
d. Memberikan perlindungan terhadap asap dan gas beracun, serta penyaring udara kotor dan debu
e. Mencegah erosi. Arsitektur tanaman (pilotaxi) berupa pohon akan mempengaruhi sifat aliran
batang (steam flow) air hujan yang tertampung oleh tajuk, sehingga dapat mempengaruhi tata air
dan erosi lahan.
f. Merupakan sarana penyumbang keindahan dan keserasian antara struktur buatan manusia secara
alami;
g. Ruang terbuka hijau berfungsi secara tidak langsung untuk memperbaiki tingkat kesehatan
masyarakat.
h. Membantu peresapan air hujan sehingga memperkecil erosi dan banjir serta membantu
penanggulangan intrusi air laut. Tanaman dalam ruang terbuka hijau yang diperuntukkan untuk
mencegah intrusi air laut adalah jenis tanaman yang berkemampuan dalam menyerap,
menyimpan, dan memasok air. Sebagai sarana rekreasi dan olah raga;
i. Tempat hidup dan berlindung bagi hewan dan pakan mikroorganisme;
j. Sebagai tempat konservasi satwa dan tanaman lain;
k. Sarana penelitian dan pendidikan;
l. Sebagai pelembut, pengikat, dan pemersatu bangunan;
m. Meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, apabila jenis tanaman yang
ditanam bernilai ekonomi;
n. Sarana untuk bersosialisasi antar warga masyarakat;
o. Sebagai media pengaman antar jalur jalan.
Sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di wilayah perkotaan memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan penyelenggaraan ruang terbuka hijau
di kota sesuai dan tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) kota masing-
masing;
2. Bagi daerah yang telah memiliki Ruang Terbuka Hijau, maka harus mengadakan
penyesuaian dengan peraturan instruksi ini;
3. Melaksanakan pengelolaan dan pengendalian fungsi serta peranan Ruang Terbuka Hijau
dengan melarangnya untuk penggunaan dan peruntukan ruang yang lain;
4. Melaksanakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau untuk mencapai pembangunan
berwawasan lingkungan.
Pendekatan ini didasarkan atas satu atau lebih manfaat yang dapat diperoleh oleh
pengguna, terutama di kawasan perkotaan. Secara umum manfaat yang diinginkan adalah
berupa perolehan kondisi dan atau suasana yang sifatnya membangun kesehatan jasmani dan
rohani manusia.
a. Peningkatan kesehatan dan kesegaran lingkungan
b. Penciptaan susunan ruang vista
c. Penciptaan ruang bagi pendidikan lingkungan.
Pola Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Beberapa Kota Besar
Ruang terbuka hijau sebaiknya ditanami pepohonan yang mampu mengurangi polusi
udara secara signifikan.. Menurut penelitian di laboratorium,pohon yang baik di tanam adalah
pohon felicium, mahoni, kenari, salam, perdu dan anting anting. Upaya yang penanaman bisa
pula dilakukan warga kota di halaman rumah masing-masing. Dengan penanaman pohon atau
tanaman perdu tadi, selain udara menjadi lebih sejuk, polusi udara juga bisa dikurangi. Untuk
menutupi kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga bisa melengkapi
rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur resapan. Sumur resapan
merupakan sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan, baik dari permukaan tanah
maupun dari air hujan yang disalurkan melalui atap bangunan. Bentuknya dapat berupa sumur,
kolam dengan resapan, dan sejenisnya. Pembuatan sumur resapan ini sekaligus akan mengurangi
debit banjir dan genangan air di musim hujan. Salah satu contoh upaya yang baik untuk
mengembalikan kualitas dan kuantitias RTH yang dapat diterapkan di lingkungan permukiman
adalah beberapa kebijaksanaan perencanaan oleh pemerintah
Upaya yang harus dilakukan Kota Makassar dalam menjaga keseimbangan ekologi
lingkungan sebagai berikut:
Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan RTH yang cukup yaitu:
o Untuk kawasan yang padat, minimum disediakan area 10 % dari luas total kawasan.
o Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya sedang harus disediakan ruang terbuka hijau
minimum 15 % dari luas kawasan.
o Untuk kawasan berkepadatan bangunan rendah harus disediakan ruang terbuka hijau minimum 20
% terhadap luas kawasan secara keseluruhan.
Pada kawasan terbangun kota, harus dikendalikan besaran angka Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sesuai dengan sifat dan jenis penggunaan
tanahnya. Secara umum pengendalian KDB dan KLB ini adalah mengikuti kaidah semakin besar
kapling bangunan, nilai KDB dan KLB makin kecil, sedangkan semakin kecil ukuran kapling,
maka nilai KDB dan KLB akan semakin besar.
Untuk mengendalikan kualitas air dan penyediaan air tanah, maka bagi setiap bangunan baik yang
telah ataupun akan membangun disyaratkan untuk membuat sumur resapan air. Hal ini sangat
penting artinya untuk menjaga agar kawasan terbangun kota, tinggi muka air tanah agar tidak
makin menurun. Pada tingkat yang tinggi, kekurangan air permukaan ini akan mampu
mempengaruhi kekuatan konstruksi bangunan.
Untuk meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, maka perlu dikembangkan kawasan resapan
air yang menampung buangan air hujan dari saluran drainase. Upaya lain yang perlu dilakukan
adalah dengan membuat kolam resapan air pada setiap wilayah tangkapan air.
Untuk kawasan pemukiman sebaiknya jarak maksimum yang ditempuh menuju salah satu jalur
angkutan umum adalah 250 meter.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif
untuk untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri
dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga
menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Hal ini umumnya
merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis.
Maka dari itu perlunya keberadaan RTH untuk melestarikan dan menjaga kestabilan lingkungan
perkotaan.
Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta
kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan
pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam. RTH perkotaan mempunyai
manfaat kehidupan yang tinggi. Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi
ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan
lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan
kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk
mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal,
pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun
dan mengembangkannya.
B. Saran
Beberapa upaya yang harus dilakukan oleh Pemerintah antara lain adalah:
Melakukan revisi UU 24/1992 tentang penataan ruang untuk dapat lebih mengakomodasikan
kebutuhan pengembangan RTH;
Menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan (NSPM) untuk peyelenggaraan dan pengelolaan
RTH;
Menetapkan kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan karakteristik kota, dan indikator
keberhasilan pengembangan RTH suatu kota;
Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH melalui gerakan kota hijau
(green cities);
Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis dan bentuk yang ada di
beberapa wilayah kota.
Upaya yang dilakukan masyarakat adalah tetap menjaga kebersihan lingkungan dan senantiasa
mendukung seluruh rencana pemerintah dalam merencanakan RTH di wilayah kota.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Hadi Sabar, (2005). Manajemen Kota: Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan
akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open
spaces), Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai pengertian
yang hampir sama. Secara teoritis yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces)
adalah: Ruang yang berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik
secara individu maupun berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan
berkembang secara berkelanjutan (UUPR no.24/1992)
Suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak
mempunyai penutup dalam bentuk fisik.
Ruang yang berfungsi antara lain sebagai tempat bermain aktif untuk anak-anak dan
dewasa, tempat bersantai pasif untuk orang dewasa, dan sebagai areal konservasi lingkungan
hijau/
Ruang yang berdasarkan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau yaitu dalam bentuk
taman, lapangan atletik dan taman bermain.
Lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah
perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi; konservasi lahan dan
sumber daya alam lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan.
Beberapa pengertian tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) diantaranya adalah: Ruang
yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota, dalam bentuk taman,
halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau.
Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi sebagai kawasan
pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota, kegiatan Olah Raga, pemakaman, pertanian, jalur
hijau dan kawasan hijau pekarangan.
Dan pengertian ruang publik (public spaces) adalah suatu ruang dimana seluruh
masyarakat mempunyai akses untuk menggunakannya. Ciri-ciri utama dari public spaces
adalah: terbuka mudah dicapai oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok
dan tidak selalu harus ada unsur hijau, bentuknya berupa malls, plazas dan taman bermain.
Jadi RTH lebih menonjolkan unsur hijau (vegetasi)dalam setiap bentuknya sedangkan
public spaces dan ruang terbuka hanya berupa lahan terbuka belum dibangun yang tanpa
tanaman. Public spaces adalah ruang yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sedangkan
RTH dan ruang terbuka tidak selalu dapat digunakan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Ruang terbuka hijau membutuhkan perencanaan yang lebih baik lagi untuk menjaga
keseimbangan kualitas lingkungan perkotaan. Mempertahankan lingkungan perkotaan agar
tetap berkualitas merupakan penjabaran dari GBHN 1993 dengan asas trilogi pembangunannya
yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, dan stabilitas
nasional melalui pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
§ Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang sekelilingnya ditata secara teratur
dan artistik, ditanami pohon pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memiliki
fungsi relaksasi.
§ Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi utama sebagai hutan raya.
§ Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang memanfaatkan ruang
terbuka hijau.
§ Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area lapangan, yaitu lapangan,
lahan datar atau pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan
olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan golf.
§ Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan, taman di persimpangan jalan,
taman pulau jalan dan sejenisnya.
Sementara klasifikasi RTH menurut Inmendagri No.14 tahun 1988, yaitu: taman kota,
lapangan O.R, kawasan hutan kota, jalur hijau kota, perkuburan, pekarangan, dan RTH
produktif.
Bentuk RTH yang memiliki fungsi paling penting bagi perkotaan saat ini adalah kawasan
hijau taman kota dan kawasan hijau lapangan olah raga. Taman kota dibutuhkan karena
memiliki hampir semua fungsi RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau memiliki fungsi
sebagai sarana untuk menciptakan kesehatan masyarakat selain itu bisa difungsikan sebagian
dari fungsi RTH lainnya.
1. RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dimana penduduk dapat melaksanakan kegiatan
berbentuk rekreasi, berupa kegiatan rekreasi aktif seperti lapangan olahraga, dan rekreasi pasif
seperti taman.
2. RTH yang berfungsi sebagai tempat berkarya, yaitu tempat penduduk bermata pencaharian
dari sektor pemanfaatan tanah secara langsung seperti pertanian pangan, kebun bunga dan
usaha tanaman hias.
3. RTH yang berfungsi sebagai ruang pemeliharaan, yaitu ruang yang memungkinkan pengelola
kota melakukan pemeliharaan unusur-unsur perkotaan seperti jalur pemeliharaan sepanjang
sungai dan selokan sebagai koridor kota.
4. RTH yang berfungsi sebagai ruang pengaman, yaitu untuk melindungi suatu objek vital atau
untuk mengamankan manusia dari suatu unsur yang dapat membahayakan seperti jalur hijau
disepanjang jaringan listrik tegangan tinggi, jalur sekeliling instalasi militer atau pembangkit
tenaga atau wilayah penyangga.
5. RTH yang berfungsi sebagai ruang untuk menunjang pelestarian dan pengamanan lingkungan
alam, yaitu sebagai wilayah konservasi atau preservasi alam untuk mengamankan
kemungkinan terjadinya erosi dan longsoran pengamanan tepi sungai, pelestarian wilayah
resapan air.
6. RTH yang berfungsi sebagai cadangan pengembangan wilayah terbangun kota di masa
mendatang.
3. Sarana rekreasi
4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik darat,
perairan maupun udara
5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk
kesadaran lingkungan
Melihat beberapa fungsi tersebut diatas bisa disimpulkan pada dasarnya RTH kota
mempunyai 3 fungsi dasar yaitu:
§ Berfungsi secara sosial yaitu fasilitas untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan dan
olahraga. Dan menjalin komunikasi antar warga kota.
§ Berfungsi secara fisik yaitu sebagai paru-paru kota, melindungi sistem air, peredam bunyi,
pemenuhan kebutuhan visual, menahan perkembangan lahan terbangun/sebagai penyangga,
melindungi warga kota dari polusi udara
§ Berfungsi sebagai estetika yaitu pengikat antar elemen gedung dalam kota, pemberi ciri dalam
membentuk wajah kota dan unsur dalam penataan arsitektur perkotaan.
Sangat penting untuk diingat bahwa tumbuhan merupakan kehidupan pelopor yang
menyediakan bahan makanan dan perlindungan kepada hewan maupun manusia. Sementara
untuk kota di luar negeri taman identik dengan peradaban suatu bangsa, sehingga mereka
sangat memperhatikan masalah pembanguan fungsi, misalnya Di Italia; terkenal sebagai
tempat asal pemusik kelas dunia memiliki taman dengan ciri khas permainan musik lewat water
orchestra, Di Yunani; orang terkenal gemar memasak dan mengobati memiliki taman dengan
ciri khas kitchen garden, Di Mesir; taman memiliki ciri khas tanaman herba, rempah-rempah dan
wewangian, di Inggris; taman dengan rumput terpangkas rapi dengan seni pemangkasan yang
terkenal yaitu topiary, di Cina dan Jepang; dengan tradisi Buddhisme, taoisme merancang
taman yang berfungsi spirit kerohanian dengan ciri khas taman adalah air, batu dan bukit-
bukitan dan di Sydney yang berpenduduk asli suku Aborigin menganggap tanah dan alam
bagian dari hidup mereka, jadi pemerintah membangun taman nasional (suaka alam) dengan
mempekerjakan masyarakat sekitar sebagai pengelola taman dan setelah itu
mengembalikannya kepada penduduk tradisional sepenuhnya, lalu pemerintah menyewa taman
tersebut dari penduduk, sehingga sehingga kedua pihak mengelolanya bersama.
Makalah Ruang Terbuka Hijau
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ruang terbuka hijau merupakan salah satu komponen penting lingkungan. Ruang terbuka hijau sebagai
unsur utama tata ruang kota mempunyai fungsi yang sangat berpengaruh besar yang berguna bagi
kemaslahatan hidup warga, khususnya bagi warga Kabupaten Garut.
Dalam hal ini ruang terbuka hijau mempunyai fungsi yaitu sebagai pendukung utama keberlanjutan
perikehidupan warga kota selain itu juga hutan kota dapat dijadikan sebagai pelunak dan penyejuk
lingkungan
Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa pada hakikatnya ruang terbagi
kedalam kawasan lindung (alami,konservasi) dan kawasan budi daya atau terbangun. Walau telah ada
peraturannya, pada kenyataanya telah terjadi degradasi kualitas lingkungan air, udara, dan tanah di
hamper seluruh wilayah kota karena lemahnya penegakan hukum.5[1]
Oleh karena itu dalam hal ini dengan cara mengambil salah satu sample RTH di Kab. Garut yakni Hutan
Kerkof, kami akan mencoba menganalisis dan mengidentifikasi apakah sample yang kami pilih tersebut
telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut UU No. 26 Tahun 2007.
B. Identifikasi Masalah
1. Apakah Ruang Terbuka Hijau di Kab. Garut telah sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007?
2. Bagaimana dampak Ruang Terbuka Hiijau terhadap lingkungan di Kab. Garut?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui implementasi UU No. 26 Tahun 2007 terhadap ruang terbuka hijau di Kab.
Garut
2. Untuk mengetahui dampak Ruang Terbuka Hijau terhadap Kab. Garut
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini adalah :
Bab I Pendahuluan
Dalam bab pendahuluan ini berisikan tentang latar belakang masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan
Penulisan, dan Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Pasal 1 butir 31 UUPR, ruang terbuka hijau adalah area memanjang/ jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Menurut Peraturan Daerah Kab. Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wiilayah Kab. Garut Tahun 2011-2031 Pasal 1 poin 40 menyatakan bahwa Ruang terbuka hijau
yang selanjutnnya disebut RTH adalah area memanjang/ jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan bahwa dalam Pasal 1
dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
2. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
3. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Pasal 1 bahwa dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri ini yang dimaksud dengan :
1. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas balk
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjangljalur di mana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah
bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan
tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Pengertian RTH menurut Purnomo Hadi (1995), adalah:
1. Suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup
tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu);
2. “Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas
geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau
berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri
utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya),
sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang
fungsi RTH yang bersangkutan”.
Klasifikasi Ruang Tebuka Hijau Kota
Dinas Pertamanan mengkalasifikasikan ruang terbuka hijau berdasarkan pada kepentingan
pengelolaannya adalah sebagai berikut :
Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang sekelilingnya ditata secara teratur
dan artistik, ditanami pohon pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memiliki
fungsi relaksasi.
Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi utama sebagai hutan raya.
Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang memanfaatkan ruang
terbuka hijau.
Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area lapangan, yaitu lapangan,
lahan datar atau pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan
olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan golf.
Kawasan Hijau Pemakaman.
Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal produktif, yaitu lahan sawah dan
tegalan yang masih ada di kota yang menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan
buah-buahan.
Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan, taman di persimpangan jalan,
taman pulau jalan dan sejenisnya.
Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan perumahan, perkantoran,
perdagangan dan kawasan industri.
Kawasan taman wisata alam.
Kawasan taman rekreasi.
Kawasan taman lingkungan perumahan dan permukiman.
Kawasan taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial.
Kawasan taman hutan raya.
Kawasan hutan lindung.
Kawasan bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah.
Kawasan cagar alam.
Kawasan kebun raya.
Kawasan kebun binatang.
Kawasan lapangan olah raga.
Kawasan lapangan upacara.
Kawasan parkir terbuka.
Kawasan lahan pertanian perkotaan.
Kawasan jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET).
Kawasan sempa dan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa.
Kawasan jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian.
Kawasan daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan
Kawasan taman atap (roof garden).
Tujuan Penyelenggaraan RTH
Tujuan penyelenggaraan RTH adalah:
BAB III
PEMBAHASAN
A. Implementasi UU No. 26 Tahun 2007 terhadap Ruang Terbuka Hijau di Kab. Garut
Penghijauan kota seharusnya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan, sehingga
pemerintah daerah mesti memiliki program tersendiri. Pelaksanaan program tersebbut dilakukan
oleh suatu badan pemerintah yang ditunjuk khusus, dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan perawatan baik berupa pembuatan tanaman pot ditengah kota,
serta aneka kegiatan lainnya.
Dalam hal ini pemerintah daerah sebagaimana yang disebutkan dalam perencanaan tata ruang
kota yang ditegaskan dalam Pasal 28 berikut ini.
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,
Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku mutatis mutadis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota,
dengan ketentuan selain rincian pada Pasal 26 ayat (1) mengenai rencana tata ruang kabupaten
ditambahkan
a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau
b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau, dan
c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan
umum, kegiatan sector informal, dan ruang evakuasi bencana yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan social ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.
Penjelasan Pasal 28 menyatakan bahwa: Pemberlakuan secara mutatis-mutadis dimaksudkan
bahwa ketentuan mengenai perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku pula dalam
perencanaan tata ruang wilayah kota.
Pengaturan Ruang Terbuka Hijau ditegaskan dalam pasal 29 berikut ini.
(1) RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau public dan
ruang terbuka hijau privat
(2) Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota
(3) Proporsi RTH public pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah
kota.
Penjelasan terhadap Pasal 29 :
Ayat (1)
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh
pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang
termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum,
dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat,
antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.
Ayat (2)
Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem
ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan
masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan
fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong
untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.
Ayat (3)
Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh
pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih
dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH dan ruang terbuka non hijau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a dan huruf b diatur dalam peraturan menteri.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Pasal 11 dinyatakan bahwa :
(1) Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dijabarkan lebih
lanjut dalam bentuk rencana pembangunan RTHKP dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi, dan
untuk Pemerintah Aceh ditetapkan dengan Qanun Aceh, serta untuk Pemerintah Kabupaten/Kota
di Aceh ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota.
(2) Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Garut Tahun 2011-2031 masuk dalam
rencana kawasan lindung sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 1, yang kemudian
dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 26 (1) poin e ,bahwa ruang terbuka hijau termasuk dalam
kawasan perlindungan setempat.
Pasal 26 (6) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau (RTH) kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa RTH sebesar 30 (tiga puluh persen) dari luas kawasan
perkotaan.
Dalam Pasal 45 ayat 6 dinyatakan bahwa perwujudan kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. penegakan aturan garis sempadan pantai dan sempadan sungai;
b. penataan kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai; dan
c. pengelolaan, pemeliharaaan, pelestarian dan rehabilitasi kawasan sempadan.
Seperti yang kita lihat bahwa pengaturan mengenai RTH diruang lingkup perda saja terlihat
kurang mendukung seperti pada pasal 45 ayat 6 tersebut bahwa hanya kawasan perlindungan
setempat dengan jenis sempadan saja yang mendapat pengelolaan, pengelolaan, pemeliharaaan,
pelestarian dan rehabilitasi, ini artinya bahwa tidak ada kepastian hokum yang mengatur lebih
lanjut mengenai ruang terbuka hijau.
Dalam hal ini juga didalam Peraturan Daerah tidak disebutkan bagian-bagian wilayah mana saja
yang menjadi kawasan ruang terbuka hijau. dari hal-hal ini seolah-olah pemerintah daerah
kurang memperhatikan pentingnya kawasan ruang terbuka hijau. Dari data yang kami dapat dari
dinas lingkungan hidup juga terlihat data-data yang kurang memadai mengenai RTH, berikut
data mengenai kawasan RTH di Kab. Garut :
RUANG TERBUKA HIJAU
Luas
No Nama Taman m² lokasi
1 Taman Tugu Batas Kota 115 Tarogong Kaler
Alun-Alun
2 Tugu Alun-alun Tarogong 600 Tarogong
3 Taman Ciateul 367,5 STM Negeri
4 Taman Simpang Lima 178 Jalan Cimanuk
5 Taman Suci 86,3 Jln Sudirman
6 Taman Bratayuda 863,4 Jln Bratayuda
7 Taman Copong 151 Jln Sudirman
8 Taman Alun-alun Garut 600 Alun-alun Garut
9 Bunderan tugu Adipura Tarogong Kaler
10 Segitiga Patriot
11 Segitiga Hampor
12 Segitiga Depan Dewan
13 Jalur Tengah Pembangunan
14 Segitiga Rumah Sakit
15 Kiansantang
16 Alun-alun Jalur Tengah
17 Bunderan Kerkop
18 Segitiga SMA 6 Garut
19 Cempaka Jalur Tengah
20 Batas Kabupaten Garut-Tasik
21 Segitiga Tegal Kurdi
22 Segitiga Lapang Jayaraga
23 Bunderan Guntur
LOKASI HUTAN KOTA
Luas
No Nama (Ha) Lokasi
1 Hutan Kota Copong 0,6 Jln Sudirman
2 Hutan Kota Kerkop 0,4 Jln Merdeka
3 Hutan Kota Nusa Indah 0,5 Jln Subyadinata
4 Hutan Kota Situ Bagendit 5,1 Jln Banyuresmi
5 Hutan Kota Situ Cangkuang 6,5 Jln Cangkuang
6 Hutan Kota Ngamplang 5,5 Jln Tasikmalaya
Dari data di atas kami ambil satu sample mengenai salah satu ruang terbuka hijau di Kab. Garut,
yakni Hutan Kota Kerkof memiliki luas sebesar 0,4 Ha dan terletak di Jalan Merdeka. Hutan
kota kerkof memiliki bentuk yang bulat melingkar yang juga berfungsi sebagai persimpangan
jalan.
Hutan Kota Kerkof memiliki beberapa tanaman yakni :
1. Angsa
2. Akasia
3. Bungur
4. Beringin
5. Bunga sepatu
6. Bunga kertas
7. Batrawali
8. Cinderela
9. Flamboyant
10. Gedang
11. Hampelas
12. Jeruk bali
13. Jawer kotok
14. Jarak
15. Johor
16. Jambu batu
17. Jati
18. Kiara payung
19. Kisireum
20. Katapang
21. Kiara
22. Kayu manis
23. Ki acret
24. Lamtoro gung
25. Lampeni
26. Mahkota dewa
27. Manglid
28. Manga
29. Nyamplung
30. Nangka
31. Pulai
32. Sungkai
33. Sengon
34. Saga
35. Sukun
36. Tanjung
37. Tisuk
38. Trembesi
39. Wareng
Namun dari daftar beberapa tanaman yang kami dari hutan kota kerkof ini. Tetapi dalam hal ini
ada hal yangperlu diperhatikan yaitu kondisi hutan kota kerkof yang sangat tidak kondusif
apalagi untuk dikunjungi oleh masyarakat setempat. Terlihat dari pagar yang di gembok oleh
petugas, sampah yang berceceran dimana-mana, kondisi cat yang sudah kotor, pagar yang rusak,
tembok yang kotor dengan coretan dan pamphlet, banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan
disana sehingga mengotori area hutan kota kekof, tembok yang retak-retak, pohon yang di corat-
coret, daun yang bertebaran dimana-mana. Hal yang sangat memprihatinkan adalah kondisi
hutan kerkof yang seperti tempat pembuangan sampah, terlihat dari kondisi disana yang banyak
sekali sampah plastic yang berasal dari pedagang-pedagang makanan dan masyarakat yang
hanya sekedar duduk untuk menikmati makanan yang berasal dari penjual yang berlokasi dihutan
kerkof tersebut. Jika dilihat dari luas hutan kota kerkof yang hanya memiliki luas sebesar 0,4 Ha
maka untuk kawasan setingkat Garut di mana tingkat polusinya cukup tinggi diperlukan hutan
kota sedikitnya 40 hektare.
Dari kondisi ini hutan kota kerkof masih jauh dari kata ideal.
Meskipun dengan jumlah yang minim hutan kota di Kab. Garut tentu sangat memberikan
kontribusi yang besar terhadap upaya untuk memaksimalkan keberadaan ruang terbuka hijau
untuk membangun kota sehat dengan berbagai manfaatnya demi keberlangsungan hidup
masyarakat sekitar. Berikut dampak ruang terbuka hijau bagi Kab. Garut yakni :
Penyerap dan penjerap partikel timbal dari kendaraan bermotor, kendaraan bermotor merupakan
sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan. Salah satu upaya menurunkan
kadar pencemaran dengan memperbanyak tanaman di perkotaan dengan jenis yang mampu
menyerap dan menjerap timbal dan sebagai penyerap gas karbondioksida
b. Manfaat Ekonomi
Sebagai tempat berjualan biasanya edagang banyak menjajakan makanan dan minuman
jualannya di tempat yang teduh di bawah pohon yang rindang selain itu juga sebagai penunjang
rekreasi dan pariwisata, ini biasanya dilakukan orang untuk menghilangkan kejenuhannya.
Sebagai sarana pendidikan ruang terbuka hijau yang dikembangkan menjadi sebuah hutan kota
ataupun kebun raya memiliki nilai pendidikan yang tinggi. Para pelajar yang berkunjung ke
tempat ini akan dapat belajar mengenai ilmu tumbuhan dan ilmu lingkungan yang langsung
didapat dari alam dan juga sebagai sarana penelitian dengan memanfaatkan kekayaan flora dan
fauna serta ekosistem yang ada di dalam kawasan hutan kota. Ini terbukti dengan adanya orang
yang berjualan diarea sekitar hutan kota kerkof
d. Manfaat Produksi
Persediaan air tanah melalui pembangunan taman kota serta hutan kota, dengan penanaman
pohon diharapkan akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas air tanah. Pohon-pohon yang
ditanam, akarnya akan mampu mengikatkan dan menyaring air, sehingga air menjadi lebih baik
kualitasnya. Selain itu akar pohon juga dapat membuat rekahan tanah sehingga air lebih mudah
masuk kedalam tanah. Daun-daun yang berjatuhan akan terdekomposisi dan membentuk humus
yang tebal sehingga dapat mengikat air lebih banyak
Sebaliknya jika ruang terbuka hijau tidak dimanfaatkan secara baik maka akan menimbulkan
dampak yang buruk
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2001), kurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan
:
Saat ini kondisi ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan banyak mengalami penurunan baik
secara kuantitas maupun kualitas. Penyediaan ruang terbuka hijau sangat sedikit karena beralih
fungsi untuk berbagai keperluan. Perhatian yang rendah terhadap upaya konservasi
menyebabkan kota menjadi kumuh dan tidak nyaman untuk ditempati.
b. Merusak estetika kota
Ruang terbuka hijau yang tidak terpelihara dengan baik cenderung menjadi tempat pembuangan
sampah yang dapat mengeluarkan bau tidak sedap, menjadi tempat sarang tikus dan nyamuk,
serta menjadi tempat gubuk-gubuk liar sehingga mengurangi nilai estetika kota.
Berkurangnya tempat rekreasi dan tempat berolahraga, mengakibatkan anak-anak menjadi tidak
mempunyai tempat untuk bermain, anak muda tidak mempunyai tempat untuk berolahraga dan
orangtua tidak mempunyai tempat untuk bersantai dan bersosialisasi.
Ruang terbuka hijau di perkotaan umumnya tidak memadai karena didominasi dengan bangunan
gedung dan perkerasan. Pembangunan ini mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air
sehingga menurunkan suplai air tanah dan air permukaan, serta mengganggu aliran air tanah
yang dapat digunakan untuk sumber air minum. Pengurangan ruang terbuka hijau juga
menyebabkan menurunnya fungsi penyerapan air sehingga dapat menimbulkan banjir.
Tidak tersedianya ruang terbuka hijau yang memadai, dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran udara, karena pada dasarnya tanaman dapat memberikan udara yang bersih sehingga
menimbulkan kesejukan dan kenyamanan bagi lingkungannya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah lingkungan bukan hanya menjadi masalah pribadi ataupun golongan, tapi juga
merupakan masalah global, sehingga peran masyarakat dan pemerintah harus saling mendukung
untuk menciptakan suatu kondisi lingkungan yang baik. Pembangunan yang dilakukan saat ini
belum mengikuti perencanaan dan strategi daerah sehingga ketersediaan ruang terbuka hijau
belum memadai.
Ruang terbuka hijau memiliki manfaat baik secara ekologi, ekonomi, estetika, dan sosial.
Kurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau dapat mengganggu lingkungan, merusak estetika,
mengganggu kesehatan dan berkurangnya daerah resapan air. Perlu adanya peningkatan jumlah
luasan ruang terbuka hijau baik berupa hutan kota, taman kota, maupun jalur hijau. Pengelolaan
ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan harus dilakukan secara baik dan berkelanjutan.
Selain itu perlu adanya peranan aktif dari masyarakat yang berkolaborasi dengan pemerintah
sehingga mendapatkan kondisi lingkungan yang berkualitas.
B. Saran
Saat ini setiap daerah telah memiliki otonomi daerah, dengan demikian Pemerintah Daerah
seharusnya lebih memperhatikan kualitas lingkungan kotanya masing-masing agar menjadi
tempat yang sehat dan produktif. Sehingga kota tidak hanya maju secara ekonomi, tapi juga maju
secara ekologi. Pemerintah Daerah melalui dinas terkait yang dalam hal ini adalah dinas
kehutanan harus melakukan pengelolaan ruang terbuka hijau khususnya hutan kota kerkof yang
merupakan salah satu paru-paru di Kab. Garut dengan memperhatikan etika dan estetika
lingkungan sehingga ruang terbuka hijau ini dapat berfungsi secara maksimal.
Dengan melakukan pengelolaan ruang terbuka hijau secara baik dan benar diharapkan akan dapat
memberikan manfaat bagi kita, diantaranya dapat memperindah kota, menyejukkan udara kota,
mengurangi kebisingan, menyerap polutan, sebagai sarana rekreasi, penelitian dan habitat bagi
aneka ragam mahluk hidup, dan masih banyak lagi manfaat lainnya. Dengan manfaat yang kita
rasakan tersebut, maka pembangunan, penataan dan pengembangan ruang terbuka hijau harus
dapat dilaksanakan secara baik dan terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur buku :
Hasni. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. 2008. Jakarta:RajaGrafindo
Literatur Perundang-Undangan :
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Peraturan Daerah Kab. Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wiilayah Kab.
Garut Tahun 2011-2031
9[1] Hasan, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2008), hlm. 233.
10[2] Ibid. hlm. 242-250
11[3] Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Hlm.241
12[4] Ketentuan Umum Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Hlm.
5-6
PEMANFAATAN LAHAN UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU
BAYU ALFIAN
60800110019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pemanfaatan Lahan untuk Ruang
Terbuka Hijau”.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya
kepada :
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin
Makassar 11 Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya
ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman di perkotaan
bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh yang rentan
dengan bencana banjir/longsor serta semakin hilangnya ruang terbuka(Openspace) untuk
artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (i)
sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses
artifisial (reklamasi) sangat kecil; (ii) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral,
topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung
spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan untuk kegiatan yang paling
sesuai dengan sifat fisiknya serta dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang
terus berkembang. Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai
wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan
pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan lahan, terutama pada
kawasan-kawasan yang telah berkembang di mana sediaan lahan relatif sudah sangat terbatas.
Agar kegiatan masyarakat dapat berlangsung secara efisien dan dapat menciptakan keterpaduan
dalam pencapaian tujuan pembangunan, perlu dilakukan pengaturan alokasi lahan dengan
mempertimbangkan aspek kegiatan masyarakat (antara lain intensitas, produktivitas,
pertumbuhan) dan aspek sediaan lahan (antara lain sifat fisik, lokasi, luas). Dalam rangka
efisiensi alokasi pemanfaatan lahan, diperlukan rencana yang merangkum kebutuhan seluruh
sektor kegiatan masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun kegiatan di masa mendatang.
Rencana tata ruang merupakan bentuk rencana yang telah mempertimbangkan kepentingan
berbagai sektor kegiatan masyarakat dalam mengalokasikan lahan/ruang beserta sumber daya
yang terkandung di dalamnya (bersifat komprehensif). Rencana tata ruang merupakan pedoman
pemanfaatan ruang/lahan oleh sektor sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang.
Pasal 11
Seksi Peta Situasi
1. Seksi Peta Situasi mempunyai tugas melaksanakan pembuatan peta situasi dan site plan.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Seksi Peta Situasi menyelenggarakan
fungsi :
a. Melaksanakan penyusunan program rencana dan program kerja pada Seksi Peta Situasi;
b. Membuat dan memeriksa rencana peta situasi dan rencana peletakan (site plan);
c. Menyusun peta situasi dan site plan;
d. Menyusun dan memeriksa perletakan fasilitas sosial dan fasilitas umum pada kawasan perumahan;
e. Menyusun dan memeriksa rancangan ruang terbuka, penghijauan (open space);
f. Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas;
g. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
B. Rumusan Masalah
1. Kebutuhan Lahan Terbuka Hijau di Kota Makassar
2. Isu Pemanfaatan Lahan untuk Ruang Terbuka Hijau
3. Aspek Pengendalian Pemanfaatan Lahan
4. Reformasi Bidang Penataan Ruang Terbuka Hijau
5. Konversi Pemanfaatan Lahan yang Tidak Terkontrol
BAB II
PEMBAHASAN
c. Konversi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menjadi lahan terbangun telah menurunkan
kualitas lingkungan kawasan perkotaan.Permasalahan tersebut di atas terjadi akibat dari
kurangnya perhatian terhadap kepentingan yang lebih luas. Untuk mengatasinya diperlukan
perangkat pengendalian yang mempu mengarahkan agar pemanfaatan lahan tetap sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (i)
sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses
artifisial (reklamasi) sangat kecil; (ii) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral,
topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung
spesifik.
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Kota Makassar maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan di Kota Makassar berdasarkan pendekatan ekologis
pada tahun 2007 adalah seluas 617,62 Ha dengan jumlah penduduk 1.235.239 jiwa.
2. Kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Makassar pada tahun 2017 dengan jumlah penduduk
2.274.383 jiwa adalah seluas 1.137,19 Ha.
3. Pengembangan ruang terbuka hijau dapat dilakukan dengan cara intensifikasi dan cara
ekstensifikasi.
B. Saran
Saya selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah ini diharapkan agar pembaca
dapat mengetahui dan memahami betapa penting sebuah lahan untuk dijadikan sebagai Ruang
Terbuka Hijau di kota Makassar yang saat ini masih kekurang Ruang Terbuka Hijau.