Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD)
OLEH :
ASISTEN:
FANNY NOVIA
LABORATORIUM AIR
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) dalah
jumlah oksigen (MgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang
ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K 2Cr2O7 digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent) (Alaerts, dkk. 1984).
Tes COD sangat luas digunakan sebagai alat pengukuran kekuatan organik
buangan domesik dan industri. Tes ini mengukur kandungan organik sebagai
juumlah total oksigen yang diperlukan untuk oksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air (Sawyer, 1978).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemar air oleh zat-zat organis yang
secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. analisa COD berbeda
dengan analisa BOD namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD
dapat ditentukan. Tidak semua zat-zat organis dalam air buangan maupun air
permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD atau BOD (Alaerts, dkk. 1984).
Karena pengukuran COD permintaan oksigen senyawa organik dalam sampel air,
penting bahwa tidak ada di luar bahan organik menjadi sengaja ditambahkan ke
sampel yang akan diukur. Untuk mengontrol, ini yang disebut sampel kosong
yang diperlukan dalam penentuan COD (dan direksi permintaan biokimia).
Sampel kosong dibuat dengan menambahkan semua reagent (misalnya asam dan
agent oksida) ke volume air suling. COD diukur baik untuk air sampel dan sampel
kosong, dan keduanya dibandingkan. Permintaan oksigen dalam sampel kosong
dikurangi dari COD untuk sampel asli memastikan pengukuran sejati materi
organik (Sawyer, 1978).
Kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang
sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara
biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang
menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga
suatu pendekatan saja (Anonim.2010).
Pada prinsip analisa COD, sebagian besar zat organis mealalui tes COD ini
dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang emndidih. Reaksi
yang terjadi pada saat penentuan adalah:
CaHbOc + Cr2O7 + H+ Ag2SO4 CO2 + H2O + Cr3+
Zat organis (warna kuning) (warna hijau)
Selama reaksi yang berlangsung lebih kurang 2 jam ini, uap direfluks dengan alat
kondensor, agar zat organik volatil tidak lenyap keluar. Perak Sulfat (Ag2SO4)
ditambahkan sebagai katalisator untuk menghilangkan gangguan klorida yang
pada umumnya ada dalam air buangan (Alaerts dkk, 1984).
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi, maka zat
pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus terisisa sesudah direfluks. sisa K 2Cr2O7
ditentukan melalui titrasi FAS yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan
untuk menentukan berapa oksigen yang telah dipakai. Reaksi yang berlangsung
adalah (Alaerts dkk, 1984):
6Fe+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
COD merupakan salah satu parameter indikator pencemar didalam air yang
disebabkan oleh limbah organik, keberadaan COD didalam lingkungan sangat
ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga
maupun industri, secara umum konsentrasi COD yang tinggi dalam air
menunjukkan adanya bahan pencemar organik yang berbahaya. kadar COD dalam
air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik
yang terdapat dalam air limbah. konsentrasi bahan organik yang rendah tidak
selalu dapat direduksi dengan metoda pengolahan yang konvensional (Alearts
dkk. 1984).
Analisis COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antar angka
COD dengan angka BOD dapat ditentukan, seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan Rata – Rata Angka BOD5/COD
Untuk Beberapa Jenis Air
Jenis Air BOD5/COD
-Air buangan domestik(penduduk) 0,40 – 0,60
-Air buangan domestik setelah 0,60
pengendapan primer
-Air buangan setelah pengolahan secara 0,20
biologis
- Air sungai 0,10
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1. Buret;
2. Tabung reaksi 4 buah;
3. Erlenmeyer 100 ml 3 buah;
4. Pipet volum 5 ml;
5. Pipet tetes;
6. Corong;
7. Bola hisap;
8. COD reactor dan transformer;
9. Gelas ukur 10 ml.
3.2.2 Reagen
1. Larutan standar digesti K2Cr2O7 0,25 N
Ditimbang dengan teliti 12,259 gram K2Cr2O7 yang telah dipanaskan
pada temperatur 105o C selama 1 jam, kemudian diencerkan dengan
aquadest hingga volumenya tepat 1 L.
2. Reagen asam sulfat-perak sulfat
5,5 gram Ag2SO4dimasukkan ke dalam 1 kg H2SO4, pekat dan dibiarkan
selama 1 hari atau 2 hari untuk melarutkan serbuk tersebut.
3. Larutan indikator ferroin
1,485 gram 1,10-phenantrolin monohidrat dan 695 mg dan FeSO 47H2O
dilarutkan dalam aquadest dan diencerkan hingga volume 100 ml.
indikator ini harus dibuat baru.
4. Larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,05 N
98 gram Fe(NH4)2(SO4)6H2O dilarutkan dalam aquadest. Kemudian
ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan encerkan hingga volume 1 L.
larutan itu harus distandarisasi setiap hari.
3.4 Rumus
( A B ) x N x 8000
COD sebagai mg O2 = ml Sampel
Dimana :
A = ml FAS untuk blanko
B = ml FAS untuk sampel
N = normalitas FAS
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Volume Volume Volume FAS Titrasi
K2Cr2O7 (ml) Ag2SO4(ml) yg Terpakai (ml)
Blanko 1,5 3,5 2,4
Sampel 1,5 3,5 2,2
4.2 Perhitungan
Dik :
A = mL FAS Blanko = 2,4 ml
B = mL FAS sampel = 2,2 ml
N = Normalitas FAS = 0,05 N
ml sampel = 2,5 ml
Dit : COD sebagai mg O2…..?
Jawab:
( A B ) x N x 8000
COD sebagai mg O2 = ml Sampel
= 640 mg O2/liter
4.3 Analisa
Seperti yang diterangkan dalam tinjauan pustaka, semakin tinggi kadar COD
dalam suatu perairan, maka semakin buruk kualitas air tersebut karena semakin
banyak limbah organik yang ada di perairan tersebut. Kondisi seperti ini dapat
membahayakan kehidupan biota perairan dan manusia yang mempergunakan air
ini secara langsung.
Jika diperhatikan lebih teliti lagi, nilai COD yang didapat terlihat relatif kecil
dibandingkan dengan tempat pengambilan sampel. Dlihat dari segi industrinya,
Loundry menggunakan sabun atau berbagai deterjen dalam produksinya,
berdasarkan praktikum deterjen yang telah dilakukan sebelumnya, banyaknya
kadar sulfaktan anionik akan memperburuk keadaan perairan seperti matinya
mikroorganisme yang penting dalam penguraian akibat kehilangan oksigen.
Dalam hal ini dapat disimpulkan semakin banyak surfaktan anionik pada
perairan akibat deterjen berbanding terbalik dengan tersedianya oksigen terlarut
(DO) didalamnya, karena nilai DO akibat deterjen rendah, maka nilai CODnya
harus sangat besar. Sedangkan penalaran tadi tidak sesuai dengan hasil
praktikum dengan nilai COD yang didapat tidak terlalu besar. Setelah diteliti
lagi, ternyata sampel air diambil pada saat Loundry tidak berproduksi atau
beroperasi. Jika sampel diambil pada saat loundry beroperasi maka bukan tidak
mungkin nilai COD yang didapat akan menjadi sangat besar.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat praktikan berikan setelah melakukan percobaan ini
adalah:
1. Jika sampel nantinya akan dibandingkan dengan standar air baku, sebaiknya
pengambilan sampel dilakukan sesuai prosedur;
2. Sebaiknya pencucian alat dilakukan lebih bersih agar kadar fosfat pada alat
tidak tertinggal yang menyebabkan bertambahnya kadar fosfat pada reagen;
3. Sebaiknya alat-alat yang akan digunakan dicek terlebih dahulu apakah
sesuai dengan prosedur percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G dan Sri Sumantri Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional