Jalan Berliku Menuju Tanjung Si Api

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Jalan Berliku menuju Tanjung si Api-api

Dirilis oleh admin pada Rabu, 08 Aug 2012


Telah dibaca 1218 kali

Maket Pelabuhan Internasional Tanjung si Api-api,

Mimpi masyarakat Sumatera Selatan memiliki pelabuhan laut bertaraf internasional Tanjung si
Api-api (TAA), ternyata masih harus tertunda. Pembangunan pelbagai prasarana dan
infrastruktur yang menopang keberadaan pelabuhan dan fasilitasnya, hingga saat ini terkesan
mandeg. Dalam master plannya, pembangunan pelabuhan TAA meliputi tiga cluster area
pembangunan, yakni pembangunan Dermaga Kapal Feri, Dermaga peti kemas dan Lapangan
Container. Telah lebih empat periode gubernur bergulir ditambah keluar masuk puluhan
kontraktor lokal dan nasional maupun konsorsium asing urung rembug dalam tender proyek ini,
namun belum menuntaskan capaian yang diharapkan. Selain dililit pelbagai problem
“permainan” licin di level pelaku-pelaku birokrasi nasional, lokal ataupun centang perenang
anggota parlemen yang menggangsir komponen anggaran proyek ini, parahnya lagi TAA
seringkali dijadikan isue lokal dalam kontelasi politik setempat. Mulai pemilihan gubernur
hingga kepala daerah (kabupaten), isue TAA kerap dijadikan pemantik menyudutkan pasangan
lawan.

Proyek pembangunan Pelabuhan TAA, telah dicanangkan jauh hari di era Gubernur Sainan
Sagiman. Namun, di masa Gubernur Rosian Arsyad start awal proyek TAA mulai dijalankan,
melalui pembukaan lahan berupa jalan menuju lokasi pelabuhan. Proyek sempat tertunda, karena
nampaknya konsentrasi pemda setempat lebih difokuskan kepada perhelatan akbar PON. Lalu, di
kepemimipinan Gubernur Syahrial Oesman pembangunan kembali dilaksanakan dengan target
akhir penyelesaian akhir 2009. Sejak 2005 hingga 2009, proyek TAA telah menguras anggaran
negara lebih dari 6 trilyun. Besarnya anggaran yang dikucurkan pun mendorong terbangunnya
ladang korupsi yang menyeret beberapa anggota parlemen, pejabat-pejabat pemerintahan sampai
kepada personel perusahaan rekanan proyek. KPK mencatat lebih dari 50 orang anggota Komisi
IV DPR tahun 2004-2009, diduga menerima suap terkait alih fungsi hutan lindung menjadi

1
pelabuhan TAA, namun hanya 6 (enam) anggota Komisi IV DPR 2004-2009 yang terbukti di
Pengadilan Tipikor pada tahun 2008.

Merujuk waktu ke belakang, di masa Gubernur Ramli Hasan Basri telah dijalankan riset yang
melibatkan para ahli pelabuhan dari luar negeri untuk melakukan appraisal terhadap Pelabuhan
TAA. Hasilnya, salah satu riset dari Asosiasi Pelabuhan Laut Asia menyatakan jika kawasan
tersebut tidak cocok untuk dibangun pelabuhan samudera. Alasannya adalah endapan lumpur dan
proses pendangkalan di kawasan TAA terlalu tinggi sehingga akan mengganggu aktivitas
pelabuhan nanti. Pelabuhan Samudera yang diharapkan ternyata merupakan kawasan dangkal,
tidak cocok untuk hilir mudik kapal-kapal besar. Atas hasil riset ini, upaya membangun TAA di
masa Gubernur Ramli menjadi lembek dan terlupakan. Pada era Gubernur Rosihan Arsyad,
kebaradaan proyek TAA kembali diangkat, sembari mengusulkan kepada Bappenas agar proyek
TAA bisa dianggarkan. Sayang, pemerintah pusat pun nampaknya tidak merespon positif. TAA
kembali menggantung. Di masa Gubernur Syahrial masalah TAA kembali diperjuangkan dengan
gigih, yang akhirnya, berbekal dukungan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa waktu itu, proyek
TAA pun kembali mulai digarap.

Persoalan lain yang menghadang proyek TAA adalah menyangkut alih fungsi lahan. Penggiat
lingkungan setempat menyoroti masalah rusaknya kawasan hutan mangroove disana. Lebih dari
1500 hektar hutan lindung tepi pantai itu dibabat habis. Di era Menteri Kehutanan MS. Kaban,
alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan ini sempat dipersoalkan. Ia menegaskan bahwa
pemberian ijin alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang menjadi pelabuhan TAA belum ada,
sehingga pengerjaan proyek TAA bisa dikategorikan illegal logging. Namun, dalam
perjalanannya izin pemanfaat lahan pun dikeluarkan seiring dukungan dari DPR RI. Para
penggiat lingkungan di Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan menolak izin
prinsip yang sudah dikeluarkan pemerintah pusat kepada Pemerintah Sumatera Selatan terkait
Pelabuhan TAA. Alasannya, sejak awal proses perizinan pelabuhan samudra itu telah cacat
hukum. WALHI beralasan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Desain Rencana
Detail Tata Ruang yang disusun oleh Pemerintah Sumatera Selatan sangat sedikit menyinggung
aspek biodiversiti (keanekaragaman hayati) yang berada di kawasan Hutan Lindung Air Telang
dan Taman Nasional Sembilang. Kenyataan ini diperparah oleh kasus korupsi alih fungsi Hutan
Lindung Air Telang yang melibatkan pimpinan dan anggota Komisi IV DPR RI, mantan
Gubernur Sumatera Selatan, serta pengusaha asal daerah, Presiden Direktur PT. Chandratex,
serta beberapa pejabat lainnya. Alhasil, dengan melihat persoalan korupsi itu, persoalan izin alih
fungsi Hutan Lindung Air Telang yang diperoleh dari Menteri Kehutanan RI dengan persetujuan
DPR RI kepada Pemerintah Sumatera Selatan adalah cacat hukum.

Ibarat anjing mengonggong kavilah berlalu, pembangunan pelabuhan internasional TAA terus
bergulir. Perkembangan terakhir, beberapa negara telah menyampaikan ketertarikannya untuk
terlibat proyek TAA. Selain Jordania, investor yang turut andil dalam investasi ini adalah
perusahaan Rask Al Khaimah, Nalco, FNG, Concorde, dan sebuah perusahaan investasi dari
China. Sebuah perusahaan asal negara Uni Emirat Arab (UEA) juga ikut melakukan
penandatanganan Naskah Kerjasama (Memorandum Of Understanding/ MoU) untuk
pembangunan Pelabuhan TAA dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan. Akhirnya,
masyarakat Sumatera Selatan pun kembali dapat melanjutkan mimpinya...?

2
Mereka yang tersandung di Tanjung si Api-api

Pembangunan pelabuhan laut internasional Tanjung si Api-api (TAA), tidak hanya jumbo dalam
penganggaran, namun ia pun telah menggiring rombongan para koruptor ke kursi pesakitan atau
dakwaan korupsi. Data Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menyebutkan lebih dari 50 orang
anggota Komisi IV DPR tahun 2004-2009, diduga menerima suap terkait alih fungsi hutan
lindung menjadi pelabuhan TAA. Belum termasuk beberapa pejabat dan pihak rekanan swasta
yang terlibat dalam olah gerak pengelolaan pelabuhan TAA ini.

Berikut beberapa nama terkait Kasus Alih fungsi hutan lindung TAA yang berada dalam pusaran
korupsi proyek pelabuhan TAA :

Anggota Komisi Kehutanan DPR RI 2004 – 2009

1) Azwar Chesputra – menerima 120 juta

2) Fachri Andi Leluasa – 335 juta

3) Hilman Indra – 375 juta

Tiga Orang ini disebut “Tim Gegana”

4) Yusuf Erwin Faisal - Ketua Komisi IV DPR RI saat itu. 1 Tahun Penjara Denda 100 juta

5) Al Amin Nasution - Anggota Komisi IV DPR RI saat itu

5) Sarjan Tahir - Anggota Komisi IV

6) Syahrial Oesman - Mantan Gubernur Sumatra Selatan – dipidana Penjara 3 Tahun denda 100
juta

7) Azirwan – Mantan Sekda Kab. Bintan – Divonis 2 tahun 6 bulan

Yang diperiksa sebagai saksi

1) Rusnain Yahya – Partai Persatuan Pembangunan (P3)

3
2) Wowo Ibrahim – PDI Perjuangan

3) Ishartanto – Ketua Komisi Kehutana (PKB)

4) Sujud Sirajudin (PAN)

5) Robert Kardinal (Partai Golkar)

6) Imam Syuja (PAN)

7) Indria Octavia Muaja (PD)

8) Chandra Antonio Tan - Direktur Utama PT Chandratex Indo Artha.

9) Sofyan Rebuin (Mantan Sekda Sumsel)

10) Dodi Supriyadi (Mantan Kadishut Sumsel)

11) Bun Purnama (Mantan Sekjen Dept. Kehutanan)

12) Putra Nevo (Mantan Direktur PT. Masaro)

13) David Angka Wijaya (Direktur Keuangan PT. Masaro.

http://www.tataruangindonesia.com/fullpost/head-line/1344406601/jalan-berliku-menuju-tanjung-si-
apiapi.html

Makalah Seminar FRN 2012


Posted on June 18, 2012 by admin

Reply

KAJIAN SEDIMENT TRANSPORT SUNGAI BANYUASIN SEBAGAI ALUR RENCANA


PELABUHAN SAMUDERA TANJUNG API-API

Achmad Syarifudin

Dosen Universitas Bina Darma Palembang

Mahasiswa Program Doktor Universitas Sriwijaya


4
email: [email protected]

[email protected]

Abstrak:

Investasi melalui sistem pada pelabuhan yang direncanakan pembangunannya sejak tahun 1975
ini, dipandang potensial karena Tanjung Api-Api dapat dimanfaatkan sebagai pelabuhan ekspor
batu bara oleh PT.Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA). PTBA saat ini mengeksplorasi batu
bara dengan cadangan mencapai 4,8 milyar ton, total cadangan batu bara di daerah ini mencapai
18 milyar ton atau lebih dari 50 persen jumlah potensi batu bara di Indonesia.

Sedimentasi yang terjadi di muara Sungai Banyuasin akibat pengendapan dari suspended load
yang dibawa oleh air. Kandungan suspended load rata-rata pada arus keluar pada saat neap tide
sebesar 0,0629 g/lt, sedangkan pada arus masuk adalah sebesar 0,0617 g/lt. Pada saat spring tide,
kandungan suspended load rata-rata arus keluar adalah 0,1613 g/lt dan pada saat arus masuk
adalah 0,3020 g/lt. Tingginya kandungan suspended load pada saat spring tide ini lebih
disebabkan oleh adanya pengadukan dasar laut. Besarnya net transport sediment pada saat neap
tide adalah 89 ton/tahun ke arah luar, sedangkan pada saat spring tide adalah 10.837 ton/tahun
masuk ke sungai. muatan dasar pada band 3-2-1 berkisar antara 98,07 – 116,93 mg/l, dimana
nilai konsentrasi terendah terdapat pada stasiun 27 dan yang terbesar pada tiga titik pengambilan
sampel, yaitu lokasi 5,6, dan 15.

Dari hasil perhitungan konsentrasi sedimen pada muara sungai Banyuasin, nilai konsentrasi MPT
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai konsentrasi muatan dasar. sedimentasi pada daerah
muara Sungai Banyuasin lebih dominan disebabkan oleh karena pengaruh debit sungai.

1. LATAR BELAKANG

Provinsi Sumatera Selatan dengan luas daerah 87.017 km2 dan berpenduduk 6,7 juta jiwa
merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai beragam potensi ekonomi dan
sumberdaya lainnya.Salah satu program yang telah diluncurkan oleh pemerintah provinsi
Sumatera Selatan pada tahun 2004 adalah menjadikan Sumatera Selatan sebagai lumbung energi
nasional, dimana kebijakan program tersebut telah mendapat dukungan secara nasional pula.
Pembangunan infrastruktur di daerah Sumatera Selatan memberi dampak luas pada pertumbuhan
perekonomian. Pertumbuhan investasi, peluang lapangan kerja yang menyedot tenaga kerja
diharapkan terdorong oleh pembangunan prasarana infrastruktur tersebut. Investasi melalui
sistem pada pelabuhan yang direncanakan pembangunannya sejak tahun 1975 ini, dipandang
potensial karena Tanjung Api-Api dapat dimanfaatkan sebagai pelabuhan ekspor batu bara oleh
PT.Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA). PTBA saat ini mengeksplorasi batu bara dengan
cadangan mencapai 4,8 milyar ton, total cadangan batu bara di daerah ini mencapai 18 milyar ton
atau lebih dari 50 persen jumlah potensi batu bara di Indonesia.
5
Dari penjelasan di atas, pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api di Kabupaten Banyuasin
cukup menjanjikan. Walaupun demikian ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dan
pertimbangan, salah satunya adalah faktor keterkaitan Pelabuhan Tanjung Api-Api dengan
lingkungan sekitar, khususnya lingkungan fisik perlu menjadi kajian. Lingkungan fisik tersebut
antara lain adalah kondisi debit air Sungai Banyuasin (Lokasi Pelabuhan Tanjung Api-Api) yang
akan berfungsi sebagai alur dan kolam pelabuhan serta lalu lintas air (debit rata-rata, debit
minimum dan debit andalan dalam konteks ketersediaan air serta debit banjir pada sisi keamanan
infrastruktur Pelabuhan Tanjung Api-Api)

Secara lebih jelas letak Pelabuhan Tanjung Api-Api seperti terlihat pada peta orientasi pelabuhan
berikut ini :

Gambar 1.1. peta orientasi pelabuhan tanjung api-api, 2006

Berdasarkan latar belakang di atas maka Universitas Bina Darma dengan bekerjasama dengan
Tim dari LAPI ITB Bandung, untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan konstribusi terhadap
pembangunan Sumatera Selatan, khususnya rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api
dengan menyusun Studi Kelayakan Pengembangan Pelabuhan Tanjung Api-Api.

2. KONDISI EKSISTING

Pokok bahasan yang tercangkup dalam penelitian ini adalah muara sungai banyu asin,
berdasarkan kenampakan warna dan rona dari citra kombinasi Band 3-2-1, terlihat bahwa
distribusi sedimen dikontrol oleh arah aliran di dalam muara Sungai Banyuasin, yang bergerak
dari arah barat daya ke arah timur laut. Aliran yang berasal dari kedua sungai yaitu Sungai
Sebalik dan Sungai Banyuasin yang masuk ke muara sungai terdistribusi menjadi 4 pola aliran.
Ketika mendekati muara, 2 pola aliran di sisi tenggara menjadi satu aliran menuju laut dan 2 pola
aliran di sisi barat laut menjadi satu aliran menuju laut ( lihat Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Pola aliran dan sedimentasi sungai Banyuasin, 2006

Mengingat bahwa pembangunan pelabuhan tanjung siapi-api sangat penting bagi perkembangan
daerah Sumatera Selatan, maka diperlukan kajian lebih lanjut masalah sedimentasi dalam
pembangunan Pelabuhan Tanjung Siapi-api.

6
3. DISKUSI

Proses sedimentasi yang terjadi di muara Sungai Banyuasin adalah akibat pengendapan dari
suspended load yang dibawa oleh air. Kandungan suspended load rata-rata pada arus keluar pada
saat neap tide sebesar 0,0629 g/lt, sedangkan pada arus masuk adalah sebesar 0,0617 g/lt. Pada
saat spring tide kandungan suspended load rata-rata arus keluar adalah 0,1613 g/lt dan pada saat
arus masuk adalah 0,3020 g/lt. Tingginya kandungan suspended load pada saat spring tide ini
lebih disebabkan oleh adanya pengadukan dasar laut. Besarnya net transport sediment pada saat
neap tide adalah 89 ton/tahun ke arah luar, sedangkan pada saat spring tide adalah 10.837
ton/tahun masuk ke sungai. Jadi besanya net transport sediment adalah 10.748 ton/tahun masuk
ke sungai. Lokasi perangkap sedimentasi terlihat pada Gambar 3.1 yang digambarkan dari hasil
komposit saluran band 3-2-1 dan sebaran sedimentasi permukaan dasar laut disepanjang tepi
muara Banyuasin dapat dilihat pada Gambar 3.2. dan Gambar 3.3.

Gambar 3.1. Kenampakan material endapan yang dibawa oleh arus di

perairan sungai Banyuasin (Citra Satelit TM+7, 13 Juli 2001)

Berdasarkan kenampakan warna dan rona dari citra kombinasi Band 3-2-1, terlihat bahwa
distribusi sedimen dikontrol oleh arah aliran di dalam muara Sungai Banyuasin, yang bergerak
dari arah barat daya ke arah timur laut. Aliran yang berasal dari kedua sungai yaitu Sungai
Chalik dan Sungai Banyuasin yang masuk ke muara sungai terdistribusi menjadi 4 pola aliran.
Ketika mendekati muara, 2 pola aliran di sisi tenggara menjadi satu aliran menuju laut dan 2 pola
aliran di sisi barat laut menjadi satu aliran menuju laut (lihat Gambar 3.1).

Dua pola aliran muatan sedimen tersebut akan mengendap di dasar sungai jika terjadi penurunan
kecepatan aliran secara besar-besaran karena terjadinya gesekan (friction) antara aliran sungai
dengan dinding sungai yang dipengaruhi oleh morfologi sungai yang bermeander. Sungai pada
bagian hulu Muara Sungai Banyuasin yang memiliki lengkungan yang cukup besar
menyebabkan kecepatan arus sungai menurun sehingga muatan sedimen yang dibawa oleh arus
akan terdeposit. Salah satu variabel yang diduga berpengaruh terhadap hasil sedimen pada muara
Sungai Banyuasin yaitu penutup dan penggunaan lahan pada sub DAS Banyuasin. Akan tetapi
pengaruhnya tersebut diperkirakan tidak terlalu besar karena menurut kemiringan lokasi hanya
sekitar 1-2 % dan lokasi penelitian ini hampir datar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Citra
satelit diketahui bahwa penutup dan penggunaan lahan pada daerah penelitian yaitu sub DAS
Banyuasin, dari 2.284,09 km2 untuk wilayah daratan pada daerah sekitar wilayah pengamatan,
penutup lahan (landcover) didominasi oleh semak belukar-rawa sebesar 1.062,12 km2 atau
sebesar 46,50 % dari luas wilayah daratan.Jenis tanah yang terdapat pada daerah penelitian ini di
dominasi oleh Organosol dan alluvial hidromof, hanya sebagian kecil Podzolik merah kuning. Di
sepanjang sub DAS Banyuasin pada wilayah penelitian, kiri-kanan sungai adalah hutan
mangrove sehingga kemungkinan sebagai tempat asal sedimen kecil.

7
Gambar 3.2. Penimbunan sedimentasi dari material endapan di Sekitar Muara

Sungai Banyuasin

Dari pengambilan contoh bed load di lokasi didapat bahwa untuk daerah yang masuk ke arah
hulu material dasar didominasi oleh material Lumpur, berarti ada pengendapan karena arus
relatif lemah. Sedangkan didaerah alur (agak ke tengah dari posisi muara) dengan kedalaman
relatif dalam, material utamanya pasir dan pasir kelanauan.

Dengan tipe pasang surut tunggal memungkinkan terjadinya pengendapan dua kali dalam satu
hari, yang masing-masing terjadi selama satu jam. Dari kandungan suspended load yang diambil
pada neap tide dan spring tide, maka besarnya laju pengendapan sedimen adalah 1,70 s/d 8,92
cm/tahun dengan rata-rata 4,97 cm/tahun.

http://blog.binadarma.ac.id/achmad_syarifudin/?m=201206

16 Juni 2008

DAMPAK ALIH FUNGSI HUTAN LINDUNG TERHADAP PERUBAHAN EKOSISTEM


DI LINGKUNGAN SEKITARNYA
DAMPAK ALIH FUNGSI HUTAN LINDUNG TERHADAP PERUBAHAN EKOSISTEM DI LINGKUNGAN
SEKITARNYA

(Tinjauan Kasus Alih Fungsi Kawasan Hutan Mangrove Tanjung Api-api sebagai Kawasan Industri dan
Pelabuhan)

Oleh :

IDIL VICTOR

PENDAHULUAN
Keberadaan hutan lindung di wilayah Indonesia sebagai paru-paru dunia tidak hanya dirasakan
manfaatnya secara nasional namun hingga ke tingkat global. Pemanasan global yang kerap kali menjadi
isu hangat di tingkat internasional sering kali menyudutkan negara-negara yang memiliki hutan sebagai
penyebab terjadinya global warming.
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki hutan sangat luas diandalkan negara-negara lain
untuk mampu menahan arus pemanasan global. Keberadaan hutan lindung menjadi salah satu alasan
Indonesia tetap di daulat sebagai wilayah paru-paru dunia. Namun keberadaan hutan lindung di wilayah
Indonesia dari hari ke hari semakin terancam keberadaannya. Luas hutan lindung di Indonesia semakin
berkurang dengan adanya alih fungsi lahan.
Alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia kerap kali diakibatkan oleh kebijakan pemerintah seperti
8
dalam pemekaran wilayah, baik pemekaran Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Hutan lindung yang
seharusnya tidak boleh berubah fungsi kerap kali terancam akibat pemekaran wilayah. Di Pulau Bintan,
wilayah hutan lindung justru masuk sebagai daerah yang akan di jadikan Ibu kota. Selain itu kawasan
hutan mangrove di Banyuasin yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung Dunia justru beralih fungsi
menjadi kawasan industri dan pelabuhan dan rencananya kedepan akan menjadi kawasan Hutan
Tanaman Industri (HTI).
Alih fungsi lahan semestinya harus mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia. Baik dari sisi
kelangsungan hidup sebagai mahluk hidup maupun untuk meningkatkan kesejahteraan. Alih fungsi hutan
lindung menjadi hutan produksi maupun kawasan industri di harapkan dapat menjadi salah satu faktor
pendukung meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan hal tersebut.
Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api adalah kawasan yang terdiri dari hutan mangrove. Kawasan
Mangrove merupakan ekosistem dominan di kawasan pesisir yang memiliki berbagai fungsi antara lain :
fungsi fisik, fungsi biologis dan fungsi ekonomis. Adanya pemukiman didalam dan disekitar hutan
mangrove tentu akan berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap semua fungsi yang
dimiliki mangrove tersebut.
Interaksi dan ketergantungan masyarakat sekitar hutan seperti nelayan, terhadap kawasan mangrove
akan berpengaruh pada kehidupan para nelayan karena intensitas interaksi harus mengarah pada
hubungan yang saling ketergantungan, dimana nelayan mendapat manfaat dari keberadaan hutan
mangrove dan kontribusi masyarakat menjaga keutuhan hutan mangrove.
Untuk mengetahui fungsi fisik, fungsi biologis dan fungsi ekonomis terhadap keutuhan kawasan maka
perlu dilakukan penelitian nilai ekonomi secara terukur pada kawasan hutan mangrove dan memprediksi
besar kerusakan yang diakibatkan perubahan status kawasan mangrove menjadi pelabuhan.

PERMASALAHAN
Dalam kesempatan ini akan dibahas mengenai permasalahan lingkungan hidup dengan memfokuskan
kepada pemaparan akibat pengalihan fungsi hutan mangrove sebagai ekosistem asal menjadi kawasan
pelabuhan dan industri terhadap keberadaan ekosistem hutan mangrove itu sendiri dan bagi manusia
atau makhluk hidup disekitarnya. Selain itu juga akan dipaparkan mengenai dasar pengalihan fungsi
serta rencana pengembangan kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api kedepan baik dari segi rasio
keuntungan atau kerugian maupun dari segi Amdal.

PEMBAHASAN

Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api semula adalah kawasan hutan mangrove seluas 600 Ha yang
termasuk kedalam Kawasan Hutan Lindung Air Telang Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan.
Kawasan ini tercatat sebagai daerah penyangga konservasi Taman Nasional Sembilang yang telah
ditetapkan sebagai hutan konservasi dunia. Rencana pembangunan kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api
dan fasilitas pendukungnya meliputi :

1. Rencana pembangunan kawasan pelabuhan Tanjung Api-api seluas 600 Ha yang berada di
kawasan Hutan Lindung Pantai Air Telang seluas 12.360 Ha.
2. Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api yang terdiri dari :
9
3. Pelabuhan Penyeberangan atau Ferry seluas 21 Ha
4. Pelabuhan Laut Regional seluas 91 Ha.
5. Docking Area (dalam kawasan Pelabuhan Laut).
6. Pelabuhan General Cargo seluas 80 ha.
7. Pelabuhan Peti Kemas seluas 80 Ha.
8. Pelabuhan Curah Cair seluas 80 Ha.
9. Pelabuhan Curah Kering seluas 95 Ha.
10.Jalan dan rel kereta api seluas 153 Ha.

Selain itu diluar Pembangunan Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api juga diperketat dengan adanya
wilayah industri seluas 12.300 Ha yang nantinya menjadi (South Sumatera Eastern Corridor
Development) SECDe yang dicanangkan oleh Kabupaten Banyuasin dan Provinsi Sumatera Selatan dapat
menjadikan kota industri mandiri terpadu yang akan menyerap banyak tenaga kerja dari dalam Propinsi
Sumatera Selatan serta membuka peluang investasi.
Keuntungan yang bisa didapat dengan adanya kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api diantaranya
diharapkan sebagai berikut :
1. Kegiatan perekonomian semakin meningkat, arus keluar masuk pemasaran sumberdaya alam
Sumatera Selatan semakin besar kapasitasnya dan semakin luas jangkauannya.
2. Peningkatan pendapatan perkapita daerah dan penduduk.
3. Letak strategis yang dimiliki oleh Pelabuhan Tanjung Api-api pada jalur perdagangan internasioanl
menjasikan pelabuhan ini menjadi salah satu pelabuhan laut dalam innternasioanal (International Deep
Sea Port) yang dimiliki Indonesia, Sumatera Selatan khususnya. (Jarak anatara Pelabuhan Tanjung Api-api
ke Singapura 450 KM; jarak Pelabuhan Tanjung Api-api ke Malaysia 750 KM; jarak Pelabuhan Tanjung Api-
api Jakarta 480 KM) diharapkan nantinya pelabuhan ini ramai dikunjungi oleh akapl-kapal domestik
maupun yang berbedera asing.
4. Kedalaman Sungai Banyuasin yang terbentuk alami antara 18-22 m, memungkinkan Pelabuhan
Tanjung Api-api dapat disinggahi kapal-kapal berbobot 65.000 DWT (Dead Weight Tonage) atau bahkan
lebih.
5. Letak kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api berdekatan dengan wilayah industri seluas 12.300 Ha,
memudahkan akses kegiatan perekonomian di kawasan tersebut.
6. Penyerapan tenaga kerja lokal yang akan banyak dibutuhkan di kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api.
7. Fasilitas penunjang yang lengkap seperti saluran gas, saluran telepon, kabel serat optik, dan lainnya
dalam satu Box Culvert didalam tanah, sarana air bersih, pengolahan limbah, rel kereta api jalur double
(Double track), jalan raya kelas I, pembangkit tenaga listrik, dan lain sebagainya.
8. Penataan kawasan yang asri mengacu kepada konsep penataan yang berwawasan lingkungan, tetap
mempertahankan Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Hijau sebagai paru-paru kawasan.
9. Memperlancar arus angkutan dari Sumatera menuju pulau Jawa dan sebaliknya yang dapat
menguntungkan dari segi ekonomis, berupa penghematan BBM bagi kendaraan yang berasal dari
wilayah sumatera lainnya menuju pelabuhan Merak di Jakarta yang selama ini selalu melewati pelabhan
Bauheni di Lampung, mengurangi jarak tempuh kendaraan danmengurangi bebean jalan lintas timur
(jarak Palembang – Bakauheni lebih kurang 600 KM), selain daripada itu dapoat mengurangi waktu

10
tempuh, keausan ban kendaraan dan lain-lain.[1]
Alih fungsi lahan hutan Tanjung Api-api menurut menteri Kehutanan, M.S. Kaban, sudah sesuai dengan
prosedur. Alasannya karena berdasarkan UU Kehutanan No 41 Tahun 1999 pemerintah memiliki
kewenangan untuk menentukan status apakah lahan itu merupakan hutan lindung, konservasi, atau
produksi. Kewenangan pemerintah itu juga meliputi pengalihan status hutan-hutan tersebut.[2]
Dalam proses pengalihan status lahan hutan lindung menjadi kawasan industri setidaknya harus melalui
18 tahapan yang diantaranya harus ada penilaian dari tim terpadu yang meneliti kawasan itu, biasanya
melibatkan Kementerian Kehutanan, LIPI, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Lembaga Akademis,
Departemen Kehutanan setempat dan pihak lainnya, kemudian tahap selanjutnya adanya persetujuan
DPR, dan ada lahan pengganti minimal dua kali dari luas lahan yang dialihfungsikan. Untuk alih fungsi
Hutan lindung Tanjung Api-api sudah ada lahan penggantinya seluas 1.200 Ha yang ditujukan untuk
memperluas kawasan Taman Nasional Sembilang.
Rekomendasi Tim Terpadu ini juga disertai sejumlah syarat yang harus diperhatikan pemerintah
setempat. Misalnya, pembangunan sarana perkantoran dan prasarana pemerintahan lainnya serta Jalan
Lintas Barat, dilaksanakan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap aliran air/saluran drainase
yang telah ada, meminimalkan cut and fill, membuat jalur hijau dan saluran drainase di kiri dan kanan
jalan dengan memperhitungkan kapasitas tampung sesuai dengan volume air yang masuk ke dalam
saluran drainase, memperhatikan rekomendasi analisis dampak lingkungan, apabila terdapat vegetasi
mangrove yang terkena pembangunan diharuskan menanam mangrove di lokasi lain dengan luas yang
sama. Untuk pembangunan pelabuhan di pantai, harus diperhatikan bahaya-bahaya pelayaran karena
kedangkalan dan sempitnya alur di jalur tertentu, faktor sedimentasi, serta belum adanya Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran dan berbagai hal lain, termasuk perlunya ganti rugi terhadap hak-hak masyarakat. [3]
Dari hal diatas berarti perlu juga diketahui apabila hendak melakukan alih fungsi lahan hutan lindung
dalam hal hal ini hutan mangrove Tanjung Api-api diperlukan adanya pertimbangan yang komprehensif
termasuk akjian tata ruang dan lingkungan. Ada baiknya jika pemerintah mempertimbangkan keseriusan
dalam prosedur alih fungsi yang benar. Yaitu alih fungsi dilakukan setelah dikeluarkannya peretujuan,
walaupun faktanya banyak alih fungsi dilakukan sebelum peretujuan DPR. Hal ini pulalah kiranya yang
menyebabkan mencuatnya kasus Tanjung Api-api ke permukaaan karena disinyalir adanya permainan di
DPR yang menyebabkan pelaksanaan alih fungsi telah dilakukan sebelum dikeluarkannya persetujuan
dari DPR atau dengan kata lain adanya alasan grativikasi. Namun beredar sumber yang menyatakan
bahwa untuk meluluskan alih fungsi hutan mangrove, disebar berlembar-lembar travellers cheque ke
komisi IV. Nilainya antara 25 juta samapai 35 juta rupiah perlembar. Total yang digelontorkan adalah
lebih kurang sepuluh miliar.[4]
Terlepas dari pro kontra perizinan dan penyelewengan wewenang tersebut diatas Pembangunan
pelabuhan Tanjung Siapi-api ternyata pada Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) masih meninggalkan
permasalahan. Seperti dampak terhadap Taman Nasional Sembilang karena masih menyisakan kematian
dan keanekaragaman hayati didalamnya.
Sri Lestari, selaku ketua Walhi, Sumsel mengemukakan pengerukan yang dilakukan berdampak terhadap
daerah istirahat dan mencari makan bagi burung-burung air, mulai dari sungai Borang hingga Muara
Sungai Sembilang. Juga daerah Tanjung Carat, Muara Sungai solok. Selain itu perubahan tersebut
berakibat menurunnya kualitas perairan disekitar lokasi pembangunan dan hilangnya berbagai plasma

11
nutfah yang menjadi makanan burung. Pencemaran daerah perairan akan meningkat seiring
mneingkatkatnya lalu lintas kapal. Semua ini akan berdampak buruk bagi kehidupan liar di semenanjung
Banyuasin. "Pemerintah tidak pernah memberikan solusi atas permasalahan tersebut dan faktanya
pembangunan masih jalan," tegas Sri.(Dewi Handayani).[5]
Diduga Pencemaran lingkungan oleh pabrik memberi kontribusi sekitar 30 persen dari total kerusakan
lingkungan. Pabrik-pabrik tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama ketiadaan Analisis mengenai dampak lingkungan hidup
(Amdal). Sedangkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup sendiri adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan.
Untuk mempertegas pelaksanaan sanksi, telah ada UU Persampahan yang baru disahkan. "Dengan
adanya UU Persampahan maka saya punya senjata jika ada yang mengadu soal sampah. Sanksinya bisa
pidana, penjara dan denda mencapai miliaran. (sumber : Rachmat Witoelar).[6]
Selain itu guna mendukung alih fungsi dapat sesuai peruntukkannya sebenarnya telah dibatasi oleh UU
No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur beberapa ketentuan yang terdiri atas
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam UU tersebut
juga dinyatakan ruang terbagi habis antara kawasan lindung dan kawasan budi daya. Sedangkan secara
fungsional ruang terdiri atas kawasan perkotaan, pedesaan, dan kawasan tertentu.
Meskipun telah ada UU Penataan Ruang, namun pada kenyataan di lapangan masih terdapat kelemahan
dalam memanfaatkan alih fungsi lahan. Masih lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang dalam
penerapan sanksi terhadap pemanfaatan ruang yang menyebabkan bencana seperti banjir, tanah
longsor, kebakaran hutan, dan pencemaran lingkungan.
Salah satu penyebabnya adalah tidak konsistennya antara kondisi eksisting pemanfaatan ruang dengan
penetapan kawasan terutama pada kawasan-kawasan yang berfungsi lindung dan masih terdapatnya
perbedaan pemahaman nomenklatur di bidang kehutanan.
Meskipun telah ada UU Penataan Ruang namun kerap kali terjadi timbul konflik antara kebijakan
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota dalam hal perizinan. Ia menilai konflik
tersebut timbul akibat tumpang tindih kepentingan sektor. Ia mencontohkan seperti yang terjadi pada
sektor pertambangan. Pemanfaatan ruang khususnya di sektor pertambangan sehingga menyebabkan
ketidakpastian hukum harus segera di cari solusinya dan segera diatur dalam bentuk peraturan
perundangan sehingga ada kejelasan dalam pelaksanaan pengaturannya.
Dalam penataan ruang,posisi kawasan hutan bisa terdapat dalam kawasan budi daya dan bisa pula
dalam kawasan lindung. Kawasan hutan yang masuk dalam kawasan budi daya adalah hutan-hutan
produksi, baik itu hutan alam maupun hutan tanaman, termasuk hutan rakyat. "Kawasan hutan yang
masuk dalam kawasan hutan lindung adalah hutan lindung yang bisa terdiri dalam beberapa jenis hutan
seperti taman nasional, suaka marga satwa, cagar alam hutan pendidikan dan lain-lain
Menurut Azwar Chesputara selama ini dalam penataan ruang,luas kawasan hutan seakan-akan statis
karena dikaitkan masalah kewenangan sektor kehutanan, tidak peduli apakah hutan tersebut bervegetasi
atau tidak. Luas hutan di tetapkan dalam sistem dinamis yang mengaitkan fungsi hutan yang multi fungsi
dengan sub system biogeofisik, sub sistem ekonomi dan sub sistem sosial, budaya dan kependudukan
bahkan pertahanan keamanan.

12
"Dengan demikian dapat ditentukan luas hutan minimum yang harus ada di suatu wilayah yang dapat
menjamin keberlanjutan proses pembangunan dalam arti mampu meminimalisir kemungkinan bencana
yang muncul," jelas Azwar.

Azwar menilai pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana dapat dilakukan antara lain dengan
meningkatkan keterlibatan dunia internasional dalam pengelolaan kawasan hutan untuk mendukung
pembangunan yang berkelanjutan terutama dalam mendukung upaya pencegahan pemanasan global
dan perubahan iklim. "Mengembangkan hutan tanaman rakyat dan hutan kemasyarakatan untuk
mengatasi deforestasi serta mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kemampuan wilayah
dalam pemekaran wilayah provinsi dan kabupaten/kota,"[7]

DAFTAR PUSTAKA

[1] Tanjung Api-api, Badan Pengelola dan Pengembangan Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api,
Palembang, 2008
[1] Sumber : Danang Widoyoko – Indnesian Corruption Watc (ICW), dalam acara diskusi dialketika
demokrasi oleh DPR RI Jakarta, 16 Mei 2008.
[1] Http;/korantempo.com, DPR jadi Tukang Stempel Dephut, diakses tanggal 26 Mei 2008.
[1] Republika, Alih fungsi hutan sesuai prosedur, 17 Mei 2008.
[1] http://www.sripo-online.com, Amdal TAA Buruk, diakses tanggal 26 Mei 2008.
[1] http://jurnalnasional.com, Menteri Negara Lingkungan Hdup siap Gugat 70 pabrim pencemar
Lingkungan, diakses tanggal 26 Mei 2008.

[1] http://www.dpr.go.id/majalahparlementaria, Alih Fungsi Lahan Harus Dikaji Dengan Cermat, diakses
tanggal 26 Mei 2008.

[1] Tanjung Api-api, Badan Pengelola dan Pengembangan Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api,
Palembang, 2008
[2] Sumber : Danang Widoyoko – Indnesian Corruption Watc (ICW), dalam acara diskusi dialketika
demokrasi oleh DPR RI Jakarta, 16 Mei 2008.
[3] Http;/korantempo.com, DPR jadi Tukang Stempel Dephut, diakses tanggal 26 Mei 2008.
[4] Republika, Alih fungsi hutan sesuai prosedur, 17 Mei 2008.
[5] http://www.sripo-online.com, Amdal TAA Buruk, diakses tanggal 26 Mei 2008.
[6] http://jurnalnasional.com, Menteri Negara Lingkungan Hdup siap Gugat 70 pabrim pencemar
Lingkungan, diakses tanggal 26 Mei 2008.

[7] http://www.dpr.go.id/majalahparlementaria, Alih Fungsi Lahan Harus Dikaji Dengan Cermat, diakses
tanggal 26 Mei 2008.

http://idilvictor.blogspot.com/2008/06/dampak-alih-fungsi-hutan-lindung.html

13
14

Anda mungkin juga menyukai