Makalah Bab Ii Tentang Mahabbah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Tujuan, dan Kedudukan Mahabbah


Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang
secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta
yang mendalam.1 Dalam Mu’jam al-Fasafi Jamil Shaliba mengatakan
mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. 2 Al-
Mahabbah dapat pula berarti al-wadud , yakni yang sangat kasih atau
penyayang.3 Selain itu al-Mahabbah dapat pula berarti kecenderungan kepada
sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan
yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang
kasmaran kepada seseorang yang dicintainya, orang tua pada anaknya,
seseorang pada sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya, atau seorang
pekerja kepada pekerjanya. Mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula
berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencaoai tingkat
rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta
kepada Tuhan.

Kata Mahabbah tersebut kemudian digunakan untuk menunjukan pada


suatu paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah
objeknya lebih ditujukan pada Tuhan. Dari sekian banyak arti mahabbah
diatas, tampaknya ada juga yang cocok dengan arti mahabbah yang , pada
Tuhan.4Al-Mahabbah merupakan hal atau (keadaan ) jiwa yang mulia yang
bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT., oleh hambanya
selanjutnya yang dicintainya juga mengatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya
dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.5
1
Mamud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya, 1990),hlm.96.
2
Jamil Shaliba, al-Mu’jam al-falsafy, Jilid II, (Mesir: Dar al-Kitab, 1978, hlm. 439
3
Ibid., hlm.349.
4
Ibid., hlm.440.
5
Al-Qusyairi al-Naisabury, al-Risalah al-Qusyairiyah, ( Mesir: Dar al-Kahir , t.t.).hlm.318.
2

Mahabbah kecintaan Allah kepada hamba yang mencintai-Nya itu


selajutnya dapat mengambil bentuk iradah dan rahmah Allah yang diberikan
kepada hamba-Nya dalam bentuk pahala dan nikmat yang melimpah.6
Mahabbah berbeda dengan al-raghbah, karena mahabbah adalah cinta yang
tanpa dibarengi dengan harapan pada hal hal yang bersifat duniawi,
sedaangkan al-raghbah cinta yang disertai perasaan rakus, keinginan yang kuat
dan ingin mendapatkan sesuatu, walaupun harus mengorbankan segalanya.7

Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa Mahabbah adalah


cinta dan yang dimaksud ialah cinta kepada Tuhan. Lebih lanjut Harun
Nasution mengatakan, pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara
lain sebagai berikut:

1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan


kepada-Nya.
2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi,
yaitu Tuhan.

Dilihat dari segi tingkatannya, mahabbah sebagai dikemukakan al-


Sarraj, sebagai dikutip Harun Nasution, ada tiga macam, yaitu mahabbah
orang biasa, mahabbah orang shidiq dan mahabbah orang yang arif. Mahabbah
orang biasa mengambil bentuk mengambil bentuk selalu mengingat Allah
dengan zikir, suka menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan
dalam berdialog dengan Tuhan. Selanjutnya mahabbah orang shidiq adalah
cinta orang yang kenal pada Tuhan, pada kebesaran-Nya, pada kekuasaan-
Nya, pada ilmu-Nya, dan lain-lain. Cinta yang dapat menghilangkan tabir
yang dapat memisahkan diri seorang dari Tuhan dengan demikian dapat
melihat rhasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia mengadakan dialog dengan
Tuhan dan memperoleh kesenangan dari dialog itu. Cinta tingkat kedua ini
membuat orangnya sanggup mengihilangkan kehendak dan sifat-sifatnya

6
Ibid., hlm.319
7
Jamil Shaliba, al-Mu’jam a-falsafis, op. Cit., hlm.617.
3

sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta pada Tuhan dan selalu
rindu pada-Nya. Seadangkan cinta orang yang arif adalah cinta orang yang
tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri
yang dicintai. Akhirnnya sifat-sifat yang dicintai masuk kedalam diri yang
dicintai.8

Tiga tingkat mahabbah tersebut tampat menunjuk suatu proses


mencintai, yaitu mulai dengan mengenal sifat-sifat Tuhan dengan menyebut-
Nya melalui zikir, dilanjutkan dengan leburnya diri (fana) pada sifat-sifat
Tuhan itu, dan akhirnya menyatu kekal (baqa) dalam sifat Tuhan. Dari ketiga
tingkatan ini tampaknya cinta yang terakhirlah yang dituju oleh mahabbah.

Dengan uraian tersebut kita dapat memperoleh pemahaman bahwa


mahabbah adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai Tuhan sepenuh hati,
sehingga sifat-sifat yang dicintai (Tuhan) masuk kedalam diri yang dicintai.
Tujuannya adalah adalah untuk memperoleh kesenangan batiniah yang sulit
dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa. Selain itu
uraian diatas juga menggambarkan bahwa mahabbah adalah merupakan hal
atau keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut
dan sebagainya. Hal bertalian dengan maqam, hal bersifat sementara, datang
dan pergi, datang dan pergi bagi orang sufi dalam perjalanannya medekati
Tuhan.9

Sementara itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa al-


mahabbah adalah suatu istilah yang hampir selalu berdampingan dengan
ma’rifah, baik dalam kedudukannya maupun dalam pengertiannya. Kalau
ma’rifah adalah tingkat pengetahuan kepada Tuhan melalui cinta (roh).
Seluruh jiwanya terisi dengan rasa kasih dan cinta kepada Allah. Rasa cinta itu
tumbuh karena pengetahuan dan pengenalan kepada Tuhan sudah sangat jelas
dan mendalam, sehingga yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri

8
Ibid., hlm.70-71.
9
Ibid., hlm. 63.
4

yang dicintai. Oleh karena itu, menurut al-Ghazali mahabbah itu manifestasi
dari ma’rifah kepada Tuhan.10

Pendapat yang terakhir ini ada juga benarnya jika dihubungkan dengan
tingkatan mahabbah sebagaimana dikemukakan diatas. Apa yang disebut
dengan ma’rifah oleh al-Ghazali itu pada hakikatnya sama dengan mahabbah
tingkat kedua sebagai dikemmukakan al-Sarraj diatas, sedangkan mahabbah
yang dimaksud mahabbah tingkat ketiga. Dengan demikian kedudukan
mahabbah lebih tinggi dari ma’rifah.

B. Alat untuk Mencapai Mahabbah


Dapatkah manusia mencapai mahabbah seperti disebutkan di atas?
Para ahli tasawuf menjawabnya dengan menggunakan pendektan, psikologi,
yaitu pendekatan yang melihat adanya potensi rohaniah yang ada dalam diri
manusia. Harun Nasution, dalam bukunya Falsafah dan Mistisis dalam Islam
mengatakan, bahwa alat untuk memperoleh ma`rifah oleh sufi disebut sir.
Dengan mengutip pendapal al-Qusyairi, Harun Nasution mengatan, bahwa
dalam diri manusia da tiga alat yang dapat dipergunakan untuk hubungan
dengan Tuhan. Pertama, al-qalb hati sanubari, sebagai alat untuk mengetahui
sifat-sifat Tuhan. Kedua roh sebagai alat untuk mencintai Tuhan. Ketiga, sir,
yaitu alat untuk melihat Tuhan. Sir lebih halus daripada roh dan roh lebih
halus dariapda qalb. Kelihatannya, sir berte,pat di roh, dan roh bertempat di
qalb dan roh telah suci, sesuci-sucinya dan sekosong-kosongnya, tidak berisi
apapun.11
Dengan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa alat untuk
mencintai Tuhan adalah ro, yaitu roh yang sudah dibersihkan dari dosa dan
maksiat, serta dikosongkan dari kencintaan kepada segala sesuatu, melainkan
hanya diisi oleh cinta kepada Tuhan.

10
IAIN Sumatra Utara, pengantar ilmu tasawuf , (Sumatra Utara, 1983/1984).hlm.125.
11
Ibid., Hlm.77.
5

Roh yang digunakan untuk mencintai Tuhan itu telah dianugerahkan


Tuhan kepada manusia sejak kehidupannya dalam kandungan ketika umur
empat bulan. Dengan demikian, alat untuk mahabbah itu sebenarnya telah
diberikan Tuhan. Manusia tidak tahu sebenarnya hakikat roh itu. Yang
mengetahui hanyalah Tuhan. Allah berfirman :

‫وح ۖ قُ ِل الرُّ و ُح ِم ْن أَ ْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيتُ ْم ِمنَ ْال ِع ْل ِم إِاَّل قَلِياًل‬ َ َ‫َويَسْأَلُون‬
ِ ُّ‫ك َع ِن الر‬
"Mereka itu bertanya kepada Engkau (Muhammad) tentang roh, katakanlah
bahwa roh itu urusan Tuhan, tidak kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit sekali." (QS. Al-Isra` [17] : 85)

ُ ‫فَإ ِ َذا َس َّو ْيتُهُ َونَفَ ْخ‬


َ‫ت فِي ِه ِم ْن رُو ِحي فَقَعُوا لَهُ َسا ِج ِدين‬
"Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepada-Nya
dengan bersujud." (QS. Al-Hijr [15] : 29)

Selanjutnya di dalam hadits pun diinformasikan bahwa manusia


diberikan roh oleh Tuhan, pada saat manusia berada dalam usia empat bulan di
kandungan. Hadis tersebut selengkapnya berbunyi :

َ ِ‫ط ِن أُ ِّم ِه أَرْ بَ ِع ْينَ يَوْ ًما ثُ َّم يَ ُكوْ نُ فِ ْي َذل‬


َ ِ‫ك َعلَقَةً ِم ْث َل َذل‬
َ ِ‫ك ثُ َّم يَ ُكوْ نُ فِ ْي َذل‬
ً‫ك ُمضْ َغة‬ ْ َ‫إِ َّن أَ َح َد ُك ْم يُجْ َم ُع َخ ْلقُهُ فِى ب‬
ُ َ‫ك ثُ َّم يُرْ َس ُل ْال َمل‬
‫ك فَيَ ْنفُ ُخ فِ ْي ِه الرُّ وْ َح‬ َ ِ‫ ِم ْث َل َذل‬ 
"Sesunggunya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya
selama empat puluh hari (berupa nutfah/sperma), kemudian menjadi alaqah
(segumpal darah) selama waktu itu juga, kemudian menjadi mudghah
(segumpal daging) selama waktu itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat
untuk meniupkan ruh kepadanya."

Dua ayat dan satu hadits di atas selain menginformasikan bahwa


manusia dianugerahi roh oleh Tuhan, juga menunjukkan bahwa roh itu pada
6

dasarnya memiliki watak tunduk dan patuh pada Tuhan. Roh yang wataknya
demikian itulah yang digunakan para sufi untuk mencintai Tuhan.

C. Tokoh yang Mengembangkan Mahabbah


Hampir seluruh literature bidang tasawuf menyebutkan bahwa tokoh
yang memperkenalkan ajaran mahabbah ini adalah Rabi`ah al-Adawiyah. Hal
ini didasarkan pada ungkapan-ungkapannya yang menggambarkan bahwa ia
menganut paham tersebut.
Rabi`ah al-Adawiyah adalah seorang Zahid perempuan yang amat
besar dari Bashrah di Irak. Ia hidup antara tahun 713-801 H.12 Sumber lain
menyebutkan bahwa ia meninggal dunia dalam tahun 185 H / 796 M. 13
Menurut riwayatnya ia adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan.
Dalam hidup selanjutnya ia banyak beribadat, bertaubat dan menjauhi hidup
duniawi. Ia hidup dalam kesederhanaan dan menolak segala bantuan material
yang diberikan orang kepadanya. Dalam berbagai doa yang dipanjatkannya ia
tak mau meminta hal-hal yang bersifat materi dari Tuhan. Ia betul-betul hidup
dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat dengan Tuhan.14
Riwayat lain menyebutkan bahwa ia selalu menolak lamaran-lamaran
pria salih, dengan mengatakan: “Akad nikah adalah bagi pemilik kemaujudan
luar biasa. Sedangkan pada diriku hal itu tidak ada, karena aku telah berhenti
maujud dan telah lepas dari diri. Aku maujud dalam Tuhan dan diriku
sepenuhnya milik-Nya. Aku hidup dalam naungan firman-Nya. Akad nikah
mesti diminta dari-Nya, bukan dariku”.15 Rabi`ah tenggelam dalam kesadaran
kedekatan dengan Tuhan. Ketika sakit ia berkata kepada tamu yang
menanyakan sakitnya: “Demi Allah aku tak merasa sakit, lantaran surge telah

12
A.J. Arberry, Pasang Surut Aliran Tasawuf, (terj.) Bambang Herawan, dari judul asli
Sufism: An Account of the Mytics of Islam, (Bandung: Mizan, 1985), cet.1, hlm.49. Lihat pula
Harun Nasution, loc, cit., hlm.71.
13
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Permurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1984), cet.XI, hlm.79.
14
Ibid., hlm.71-72.
15
Aththar, Tadzkirat al-Aulia 1,(Mesir: Al-Ma`arif, t.t.), hlm.66.
7

ditampkkan bagiku sedangkan aku merindakannya dalam hati, dan aku


merasa bahwa Tuhanku cemburu kepadaku, lantas mencelaku. Dialah yang
dapat membuatku bahagia.}16
Cinta Rabi`ah yang tulus tanpa mengharapkan sesuatu pada Tuhan
terlihat dari ungkapan doa-doa yang disampaikannya. Ia nisalnya berdoa, “Ya
Tuhanku, bila aku menyembah-Mu lantaran takut kepada neraka, maka
bakarlah diriku dalam neraka; dan bila aku menyembah-Mu karena
mengharapkan surge, maka jauhkanlah aku dari surga, namun jika aku
menyembah-Mu hanya demi Engkau, maka janganlah Engkau tutup
Keindahan Abadi-Mu.17
Kecintaan Rabi`ah pada Tuhan terlihat pada syairnya berikut ini :
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta. Cinta arena diriku dan cinta
karena diri-Mu. Cinta karena diriku adalah keadaanku senantiasa
mengingat-Mu. Cinta karena diri-Mu adalah keadaan-Mu
mengungkapkan tabir hingga Engkau kulihat. Baik untuk ini maupun
untuk itu pujian bukanlah bagiku. Bagi-Mulah pujian untuk
kesemuanya

Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi. Beri ampunlah


pembuat dosa yang datang ke hadirat-Mu. Engkaulah harapaknku,
kebahagiaan dan kesenanganku. Hatiku telah enggan mencintai
selain dari Engkau.18

Dalam syairnya yang lain ia mengatakan,


Kucintai Engkau lantaran aku cinta,
Dan lantaran Kamu patut dicintai,
Cintakulah yang membuat rindu kepada-Mu

16
AJ. Arberry, Pasang Surup, op.cit., hlm.50.
17
Al-Kalabadzi, al Ta`arruf, (terj.) Arberry, hlm.159. Lihat pula Harun Nasution,
op.cit.,hlm.72.
18
Ibid., hlm.74-75.
8

Demi cinta suci ini, sibakkanlah tabir penutup tatapan sembahku.


Janganlah Kau puji aku lantaran itu
Bagi-Mulah segala puji dan puji.19

Atas syair-syair tersebut, al-Ghazali mengatakan: “Barangkali yang ia


maksud dengan cinta kerinduan itu ialah, cinta kepada Tuhan, karena kasih
saying, rahmat dan iradah Allah telah sampai kepadanya.” Karena Allah telah
menganugerahkan roh, sehingga ia dapat menyebur dan dekat dengan-Nya.20
Syair-syair tersebut ia ucapkan pada saat telah datang keheningan
malam dengan gemerlapnya bintang, tertutupnya pintu-pintu istana raja dan
orang-orang telah trbuai dalam tidurnya. Waktu malam sengaja dipilih karena
pada waktu itulah roh dan daya rasa yang ada dalam diri manusia tambah
meningkat dan tajam, tak ubahnya seorang yang bercinta yang selalu
mengharapkan waktu-waktu malam untuk selalu bersamaan.

D. Mahabbah dalam Al-Qur`an dan al-Hadis


Paham mahabbah sebagaimana disebutkan di atas mendapatkan tempat
di dalam Al-Qur`an. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur`an yang
menggambarkan bahwa antara manusia dengan Tuhan dapat saling bercinta.
Misalnya ayat yang berbunyi :
ُ ‫قُلْ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّونَ هَّللا َ فَاتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم هَّللا‬
"Jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah akan
mencintai kamu." (QS. Ali `Imran [3]: 31)
ُ‫يَأْتِي هَّللا ُ بِقَوْ ٍم يُ ِحبُّهُ ْم َويُ ِحبُّونَه‬
"Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan yang
mencintai-Nya." (QS.Al-Maidah [5]: 54)
Di dalam hadits juga dinyatakan sebagai berikut:

19
A.J. Arberry, op, cit., hlm.50.
20
Hamka, Tasawuf, op,cit., hlm.80.
9

ُ‫ص َره‬ ُ ‫ فَإ ِ َذا أَحْ بَ ْبتُهُ ُك ْن‬، ُ‫ى بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أُ ِحبَّه‬
َ َ‫ َوب‬، ‫ت َس ْم َعهُ الَّ ِذى يَ ْس َم ُع بِ ِه‬ َّ َ‫َو َما يَ َزا ُل َع ْب ِدى يَتَقَرَّبُ إِل‬
ِ ‫الَّ ِذى يُ ْب‬
‫ َويَ َدهُ ا‬، ‫ص ُر بِ ِه‬
"Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan
perbuatan0perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang Kucintai
menjadi telinga, mata, dan tangan-Ku."

Kedua ayat dan satu hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa


antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk mencintai
Tuhan, yaitu roh adalah berasal dari roh Tuhan. Roh Tuhan dan roh yang ada
pada manusia sebagai anugerah Tuhan bersatu dan terjadilah mahabbah. Ayat
dan hadits tersebut juga menjelaskan bahwa pada saat terjadi mahabbah diri
yang dicintai telah menyatu dengan yang mencintai yang digambarkan dalam
telinga, mata, dan tangan Tuhan. Dan untuk mencapai keadaan tersebut
dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

E. Jenis-Jenis Mahabbah
Cinta dapat membawa seseorang kepada kebahagiaan yang hakiki, tapi
kebanyakan manusia hanyut dalam arus cinta hingga mereka tenggelam dalam
kesengsaraan dan penderitaan. Yang menjadi pertanyaan, cinta yang
bagaimanakah yang bisa membawa kita pada kesengsaraan?
Ibnul Qayyim Al-Jauziy menyebutkan bahwa ada beberapajenis cinta
yang harus dibedakan agar tidak timbul persepsi yang salah.

1. Mahabbatullah (cinta kepada Allah)


Cinta kepada Allah adalh cinta yang sebenar-benarnya cinta hakiki
dan merupakan kewajiban bagi kita untuk mewujudkannya, tetap hanya
dengan mencintai Allah saja tidak cukup untuk menyelamatkan kita dari
siksa atau azab-Nya karena orang-orang musyrik, para penyembah salib,
umat Yahudi, dan yang lainnya juga mencintai Allah.
 
10

َ َ‫صا َر ٰى نَحْ نُ أَ ْبنَا ُء هَّللا ِ َوأَ ِحبَّا ُؤهُ ۚ قُلْ فَلِ َم يُ َع ِّذبُ ُك ْم بِ ُذنُوبِ ُك ْم ۖ بَلْ أَ ْنتُ ْم بَ َش ٌر ِم َّم ْن َخل‬
‫ق ۚ يَ ْغفِ ُر‬ َ َّ‫ت ْاليَهُو ُد َوالن‬ ِ َ‫َوقَال‬
‫صي ُر‬ِ ‫ض َو َما بَ ْينَهُ َما ۖ َوإِلَ ْي ِه ْال َم‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫ك ال َّس َما َوا‬ ُ ‫لِ َم ْن يَ َشا ُء َويُ َع ِّذبُ َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهَّلِل ِ ُم ْل‬
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-
anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah
menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah
dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara
orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah
kembali (segala sesuatu)."
(QS. Al-Maidah [5]: 18)21

2. Mahabbatu ma yuhibbulah (mencintai apa yang dicintai Allah)


Agar mendapat cinta dari siapa yang kita cintai seharusnya kita
mencintai apa yang ia cintai terlebih dulu. Jenis cinta ini, akan
memasukkan seseorang ke dalam Islam dan mengeluarkannya dari
kekafiran. Kecintaan Allah terhadap seorang hamba berbanding lurus
dengan kadar kecintaan jenis ini. Contohnya adalah cinta kepada
Rasulullah SAW dan cinta terhadap berbagai ibadah kepada Allah.

3. Al-Hubbu fillah wa lillah (cinta karena Allah dan di jalan Allah)


Jenis Cinta ini merupakan syarat dari kecintaan kepada apa yang
dicintai oleh Allah (mahabbatu ma yuhibbullah). Mencintai apa yang
dicintai Allah tidak akan lurus kecuali jika ia mencintai karena Allah dan
di jalan Allah. Mari kita simak ilustrasi berikut ini. Seorang Muslim tentu
mencintai Rasulullah saw. Akan tetapi, jika cinta ini tidak dilakukan di
jalan Allah, tidak sesuai dengan tuntunan syariat, atau tidak mengikuti
perintah beliau, cinta ini akan menjadi kemaksiatan bahkan kesyirikan.

21
@tausiyahku, Tausiyah Cinta : No Khalwat until Akad (Jakarta: QultumMedia,2013).,
hlm.7.
11

Contoh lainnya adalah kecintaan seorang Muslim kepada saudaranya yang


dilandasi keimanan.22

4. Al-Mahabbah ma`allah (cinta yang mendua kepada Allah)


Maksudnya, kita mencintai selain Allah dan juga mencitai Allah
dengan kadar yang sama. Tak diragukan lagi, ini adalah ‘cinta syirik’.
Setiap orang yang mencintai sesuatu dengan kecintaan yang sama kepada
Allah, bukan dilakukan karena Allah atau di jalan-Nya, ia telah
menjadikan objek yang dicintainya sebagai tandingan Allah. Allah SWT
berfirman:

ْ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ ۖ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ َش ُّد ُحبًّا هَّلِل ِ ۗ َولَو‬ ِ ‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن د‬ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ِ ‫اب أَ َّن ْالقُ َّوةَ هَّلِل ِ َج ِميعًا َوأَ َّن هَّللا َ َش ِدي ُ¯د ْال َع َذا‬
‫ب‬ َ ‫يَ َرى الَّ ِذينَ ظَلَ ُموا إِ ْذ يَ َروْ نَ ْال َع َذ‬

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-


tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah [2]: 165)23

5. Al-Mahabbah ath-thabi`iyyah (rasa cinta yang manusiawi)


Untuk cinta jenis ini, berbeda dari jenis cinta sebelumnya, kita
diperbolehkan memilikinya. Cinta jenis ini memiliki kesesuaian dengan
watak dan naluri kita untuk mencintai. Orang yang sedang haus tentu
mencintai air. Begitu pula orang yang lapar akan mencintai makanan.

ِ ‫ك فَأُو ٰلَئِكَ هُ ُم ْالخ‬


َ‫َاسرُون‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ْل ِه ُك ْم أَ ْم َوالُ ُك ْم َواَل أَوْ اَل ُد ُك ْم ع َْن ِذ ْك ِر هَّللا ِ ۚ َو َم ْن يَ ْف َعلْ ٰ َذل‬
22
Ibid., hlm.8.
23
Ibid., hlm 10-11
12

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu


melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-
Munafiqun : 9)

Ini bukan cinta yang dicela, kecuali jika melalaikan kita dari
mengingat Allah dan menyibukkan diri kita dari cinta kepada-Nya.

‫ض ِة َو ْالخَ ي ِْل ْال ُم َس َّو َم ِة‬


َّ ِ‫ب َو ْالف‬
ِ َ‫ير ْال ُمقَ ْنطَ َر ِة ِمنَ ال َّذه‬ ِ ‫ت ِمنَ النِّ َسا ِء َو ْالبَنِينَ َو ْالقَن‬
ِ ‫َاط‬ ِ ‫اس حُبُّ ال َّشهَ َوا‬ ِ َّ‫ُزيِّنَ لِلن‬
ِ ‫ع ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا ۖ َوهَّللا ُ ِع ْن َدهُ ُحسْنُ ْال َمآ‬
‫ب‬ َ ِ‫ث ۗ ٰ َذل‬
ُ ‫ك َمتَا‬ ِ ْ‫َواأْل َ ْن َع ِام َو ْال َحر‬
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).” (QS. Ali `Imran : 14)

‫ارةٌ ت َْخ َشوْ نَ َك َسا َدهَا‬ َ ‫قُلْ إِ ْن َكانَ آبَا ُؤ ُك ْم َوأَ ْبنَا ُؤ ُك ْم َوإِ ْخ َوانُ ُك ْم َوأَ ْز َوا ُج ُك ْم َو َع ِشي َرتُ ُك ْم َوأَ ْم َوا ٌل ا ْقتَ َر ْفتُ ُموهَا َوتِ َج‬
‫ضوْ نَهَا أَ َحبَّ إِلَ ْي ُك ْم ِمنَ هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َو ِجهَا ٍد فِي َسبِيلِ ِه فَتَ َربَّصُوا َحتَّ ٰى يَأْتِ َي هَّللا ُ بِأ َ ْم ِر ِه ۗ َوهَّللا ُ اَل‬ َ ْ‫َو َم َسا ِكنُ تَر‬
َ‫يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم ْالفَا ِسقِين‬
“Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
(QS. At-Taubah : 24)

Demikian macam-macam cinta menurut Ibnul Qayyim Al- Jauzy


yang beliau sampaikan dalam kitab Al-Jawabul Kali. Di buku lain, Ibnul
Qayyim ARIauzy menerangkan kembali kategori-kategori Cinta tersebut.
13

“Cinta yang bermanfaat itu terbagi menjadi tiga, yaitu


mahabbatullah (Cinta kepada Allah), mahabbah fillah (Cinta di jalan
Allah), dan mahabbah kepada segala sesuatu yang dapat membantu kita
semakin taat kepada Allah dan menjauhi segala larangannya. Cinta yang
membahayakan terbagi menjadi tiga pula, mahabbah ma 'allah (mencintai
sesuatu di samping mencintai Allah), mahabbah kepada hal- hal yang
dibenci oleh Allah, dan mahabbah kepada sesuatu yang dapat memangkas
Cinta seseorang kepada Allah.

Kita tidak mungkin lepas dari keenam jenis cinta ini.


Mahabbatullah merupakan sumber segala cinta yang terpuji, merupakan
dasar iman dan tauhid. Sementara dua cinta terpuji yang lain merupakan
penyerta cinta jenis ini. Mahabbah ma'allah (mencintai sesuatu di samping
mencintai Allah) merupakan sumber kemusyrikan dan merupakan Cinta
yang tercela. Sementara dua Cinta tercela lainnya merupakan penyerta
cinta jenis ini."24

24
Ibid., hlm.11-12

Anda mungkin juga menyukai