LP Multiple Myeloma
LP Multiple Myeloma
MYELOMA MULTIPLE
Myeloma multiple lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dan
merupakan salah satu keganasan hematologic tersering pada populasi kulit
hitam. Pada populasi kulit hitam, penyakit ini juga muncul pada usia lebih
muda. (Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson, 2004)
I.2 Etiologi
Belum diketahui penyebab pasti dari multiple myeloma. Ada beberapa
penelitian yang menunjukan bahwa faktor-faktor risiko tertentu meningkatkan
kesempatan seseorang akan mengembangkan penyakit multiple myeloma,
diantaranya:
I.2.1 Umur diatas 65 tahun: Tumbuh menjadi lebih tua meningkatkan
kesempatan mengembangkan multiple myeloma. Kebanyakan orang-
orang dengan myeloma terdiagnosa setelah umur 65 tahun. Penyakit ini
jarang pada orang-orang yang lebih muda dari umur 35 tahun.
I.2.2 Ras (Bangsa): Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi
diantara orang-orang Amerika keturunan Afrika dan paling rendah
diantara orang-orang Amerika keturunan Asia. Sebab untuk perbedaan
antara kelompok-kelompok ras belum diketahui.
I.2.3 Jenis Kelamin: Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan 8.700
wanita terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa
lebih banyak pria-pria terdiagnosa dengan penyakit ini.
I.2.4 Sejarah perorangan dari monoclonal gammopathy of undetermined
significance (MGUS): MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan
dimana sel-sel plasma abnormal membuat protein-protein M. Biasanya,
tidak ada gejala-gejala, dan tingkat yang abnormal dari protein M
ditemukan dengan tes darah. Adakalanya, orang-orang dengan MGUS
mengembangkan kanker-kanker tertentu, seperti multiple myeloma.
Tidak ada perawatan, namun orang-orang dengan MGUS memperoleh
tes-tes laborat regular (setiap 1 atau 2 tahun) untuk memeriksa
peningkatan lebih lanjut pada tingkat protein M.
I.2.5 Sejarah multiple myeloma keluarga: Studi-studi telah menemukan
bahwa risiko multiple myeloma seseorang mungkin lebih tinggi jika
saudara dekatnya mempunyai penyakit ini.
I.4 Patofisiologi
Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya
sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal
gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak
memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko
progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.
Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma
I.5.2 Radiologi
I.5.2.1 Foto Polos X-Ray
Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multipel,
berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang
belakang, dan pelvis.
I.5.2.2 CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada multiple
myeloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti,
dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran
pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi
yang CT scan dapat deteksi.
I.5.2.3 MRI
MRI potensial digunakan pada multiple multiple myeloma
karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara
khusus, gambaran MRI pada deposit multiple myeloma berupa
suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,
yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Pada
pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk
menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi
kompresi tulang.
I.5.2.4 Radiologi Nuklir
Multiple myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan
overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir
mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada
penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif
skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple multiple
myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal,
membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
I.6 Komplikasi
1.6.1 Kerusakan produksi antibody menyebabkan sering kambuhnya infeksi.
1.6.2 Neorologis (paraplegia karena kolapsnya struktur-struktur pendukung,
infiltrasi akar syaraf atau
1.6.2.1 kompresi korda karena tumor sel-sel plasma).
1.6.2.2 Fraktur patologis.
1.6.2.3 Renal dan hematologis. (gangguan).
I.7 Penatalaksanaan
I.7.1 Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada
tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
I.7.2 Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya
harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu
mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
I.7.3 Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan
bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang
mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat
karena tulang-tulangnya rapuh.
I.7.4 Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil,
daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
I.7.5 Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau
mendapatkan eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel
darah merah). Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan
prednison dan cairan intravena, dan kadang dengan difosfonat (obat
untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol diberikan kepada
penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi.
I.7.6 Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan
membunuh sel plasma yang abnormal. Yang paling sering digunakan
adalah melfalan dan siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel
yang normal, karena itu sel darah dipantau dan dosisnya disesuaikan
jika jumlah sel darah putih dan trombosit terlalu banyak berkurang.
Kortikosteroid (misalnya prednison atau deksametason) juga diberikan
sebagai bagian dari kemoterapi.
I.7.7 Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran
masih dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun,
sehingga sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau
sumsum tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan
selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita yang berusia
dibawah 50 tahun. peneliti dari Klinik Mayo melaporkan 67 persen
pasien yang menggunakan Revlimid (plus steroid dexamethasone)
sebagai terapi utama, mencapai reaksi yang dikategorikan lengkap atau
sangat baik, dengan tingkat perkembangan penyakit rendah yang
berlanjut bahkan setelah dua tahun.
I.7.8 Perawatan pasca-radiasi dan pasca-kemoterapi diberikan pada kasus
yang berat. Selain itu, pasien juga dipantau kalau-kalau ada infeksi,
perdarahan, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pasien dianjurkan untuk
memantau gejala yang muncul di rumah, termasuk gejala yang timbul
dari patah tulang, kejang, dan batu ginjal.
I.8 Pathway
Kerusakan
mobilitas fisik
II. Rencana Asuhan Klien Dengan
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat Penyakit
Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan pasien, kapan
terjadinya, biasanya terjadi pada malam hari. Tanyakan umur pasien,
riwayat dalam keluarga apakah ada yang menderita kanker, prnah
tidaknya terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan
sesuai dianjurkan
Diagnosa 5 : Gangguan harga diri b/d hilangnya bagian tubuh atau perubahan
kinerja peran.
2.2.12 Definisi : Evaluasi diri atau perasaan negatif tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang berlangsung lama
2.3 Perencanaan
Diagnosa I : Nyeri b/d proses patologik penyakit
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.1.1 Tujuan :
Nyeri Berkurang Atau Terkontrol
2.3.1.2 Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
Diagnosa 5 : Gangguan harga diri b/d hilangnya bagian tubuh atau perubahan
kinerja peran.
2.3.9 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.9.1 Tujuan :
Pasien memahami proses penyakit dan program terapi
2.3.9.2 Kriteria hasil :
a. Bergantung pada pendapat orang lain
b. Ekspresi rasa bersalah
c. Ekspresi rasa malu
d. Enggan mencoba hal baru
e. Kegagalan hidup berulang
f. Kontak mata kurang
g. Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
h. Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
i. Meremehkan kemampuan mengatasi situasi
j. Pasif
k. Perilaku bimbang
l. Perilaku tidak asertif
m. Secara berlebihan mencari penguatan
Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. p. 205-
206
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and Illness.
New York : Churcill Livingstone. p. 388-392
Banjarmasin, Desember 2016
( ) ( )