Tugas KWN1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

Nama : M.

Jundi Azikri

Kelas : XI IPS 2

Soal :

1. Jelaskan perbedaan tarip pajak progresif, proporsional, degresif, regresif dan

konstan !

2. Identifikasikan Menurut Lembaga Pemungutnya atau Cara Pemungutannya!

3. Berikan contoh pajak langsung dan pajak tidak langsung

4. Dari tiga macam sistem pemungutan pajak yang ada, Indonesia menggunakan

sistem pemungutan pajak yang mana? Jelaskan!

5. Bagaimana alur administrasi perpajakan di Indonesia?

6. Carilah data melalui internet tentang Pajak apa saja yang tergolong

menggunakan system pemungutan pajak berdasarkan pajak progresif,

proporsional, degresif, regresif dan tafir pajak konstan!


Jawab :

1. Jelaskan perbedaan tarip pajak progresif, proporsional, degresif, regresif dan

konstan !

Pengertian Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab

wajib pajak.

Biasanya tarif pajak berupa persentase yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang

berbeda-beda.

Dasar pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan dasar untuk

menghitung pajak terutang.

Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:

1. Tarif Progresif (a progressive tax rate).

2. Tarif Degresif (a degressive tax rate).

3. Tarif Proporsional (a proportional tax rate).

4. Tarif Tetap/regresif (a fixed tax rate).

 Tarif Progresif

Tarif pajak progresif merupakan tarif pungutan pajak yang mana persentase akan naik

sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya.


Di Indonesia itu sendiri, tarif pajak progresif ini diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh)

wajib pajak orang pribadi, seperti:

 Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya 5%.

 Lapisan PKP lebih dari Rp50 – Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.

 Lapisan PKP lebih dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%.

 Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif pajaknya 30%.

 Tarif Proporsional

Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan

terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun jumlah objek pajak, persentasenya akan

tetap.

Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (10%) dan PBB (0,5%) dari berapa pun objek

pajaknya.

 Tarif Degresif

Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini merupakan tarif pajak

yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak tinggi.

Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin

meningkat.

Jadi, jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil. Melainkan

bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
 Tarif Tetap/Regresif

Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa

memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya.

Tarif tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap sesuai dengan

peraturan yang telah diberlakukan, seperti Bea Meterai dengan nilai atau nominal sebesar

Rp3.000 dan Rp6.000.

Pada dasarnya tarif pajak dipungut berdasarkan atau sesuai dengan pengelompokan jenis-

jenis pajak.

Nah, mari simak ulasan pengelompokan pajak di bawah ini.

Pengelompokan Pajak

Berdasarkan golongannya pajak terbagi menjadi 2, yaitu pajak langsung dan pajak tidak

langsung.

Pajak langsung merupakan pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan

tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain (contoh: Pajak Penghasilan (PPh)). Sedangkan

pajak tidak langsung merupakan pajak yang bebannya bisa dialihkan oleh pihak lain (contoh:

Pajak Pertambahan Nilai).

Berdasarkan sifatnya, pajak terbagi menjadi 2 sifat, yakni pajak subjektif dan pajak objektif.

Pajak subjektif adalah pajak yang melihat dan memerhatikan keadaan wajib pajak. Jadi,

pajaknya berpangkal pada subjeknya (contoh: Pajak Penghasilan (PPh)). Sedangkan pajak

objektif memiliki arti sebaliknya (contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)).


Selanjutnya, berdasarkan lembaga pemungutannya. Lembaga pemungutan pajak terbagi

menjadi 2, yaitu pusat dan daerah.

Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan pajaknya digunakan

untuk biaya pengeluaran atau biaya rumah tangga negara (contoh: PPh, PPN, Bea Meterai,

dan PPnBM).

Sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah untuk biaya rumah tangga daerah.

Pajak daerah sendiri terdiri dari Pajak Provinsi (contoh: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) dan Pajak Kabupaten/Kota (contoh: Pajak

Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Hiburan).

2. Identifikasikan Menurut Lembaga Pemungutnya atau Cara Pemungutannya!

Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungutnya

Pajak dikelompokkan pula berdasarkan lembaga yang memungut pajak, yaitu:

 Pajak pusat

Seperti namanya, pajak pusat adalah pajak yang ditarik oleh pemerintah pusat dan uang

pajaknya dipakai untuk biaya pengeluaran atau biaya rumah tangga negara.

Contohnya, PPN, PPnBM, PPh dan meterai.

 Pajak daerah
Sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai anggaran

pengeluaran rumah tangga daerah.

Pajak daerah ini biasa disebut PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). 

Contoh pajak daerah adalah pajak kendaraan, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak

penerangan jalan.

Pajak daerah dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

 Pajak Provinsi yang contohnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor.

 Pajak Kabupaten atau Kota, contohnya Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak

Hiburan.

3. Berikan contoh pajak langsung dan pajak tidak langsung

Pengertian Pajak Langsung

Di Indonesia, pajak dikelompokkan menjadi pajak langsung dan tidak langsung. Apa itu

pajak langsung dan  apa saja jenis pajak yang masuk dalam kategori pajak langsung?

Penjelasan lengkapnya dapat Anda temukan di bawah ini.

Pajak langsung adalah pungutan yang menjadi beban wajib pajak dan tidak dapat

dipindahtangankan kepada pihak lain. Karenannya, kewajiban untuk membayar pajaknya

menyatu dengan wajib pajak.

Jenis Pajak Langsung


Perlu Anda tahu, pajak langsung dan tidak langsung merupakan pengelompokkan jenis pajak

berdasarkan golongan atau cara pemungutannya. Jenis pajak yang masuk dalam kategori

pajak tidak langsung adalah pajak pertambahan nilai (PPN), pajak ekspor, dan pajak bea

masuk.

Sementara, yang masuk dalam jenis pajak langsung adalah pajak kendaraan bermotor, pajak

bumi dan bangunan (PBB), dan pajak penghasilan. 

Selain kategori ini, terdapat dua jenis pengelompokkan lainnya. Pertama, berdasarkan

sifatnya, maka pajak dibagi menjadi dua jenis, yakni pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak

jenis ini biasanya dikaitkan pula dengan perlu tidaknya melihat keadaan atau status wajib

pajak.

Kedua, berdasarkan siapa yang melakukan pemungutan dan pengelolaan pajak tersebut.

Berdasarkan ketentuan ini, pajak digolongkan menjadi dua yakni pajak pusat dan pajak

daerah.

Selain memperhatikan siapa yang memungut pajak, pengelompokkan ini juga terkait dengan

alokasi atau penerima dana pungutan/pajak tersebut.

Contoh Pajak Langsung

Seperti sudah dijelaskan di atas, ada beberapa contoh pajak langsung yang mungkin sudah

Anda tahu atau minimal pernah Anda dengar. Agar lebih bisa memahami secara rinci, berikut

penjelasan masing-masing contoh pajak di atas.

1. Pajak Kendaraan Bermotor


Pajak kendaraan bermotor adalah pungutan yang dibebankan pada siapa saja yang memiliki

kendaraan beroda dua atau lebih.

Tarif pajak motor pun sudah ditetapkan seragam di seluruh Indonesia, seperti diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001. Subjek pajak ini adalah orang pribadi atau

badan yang mempunyai atau menguasai kendaraan bermotor.

Besaran pajak kendaraan bermotor didasarkan pada nilai jual kendaraan bermotor.  Kemudian

diperhitungkan pula bobot dan dampak dari pemakaian kendaraan terkait terhadap tingkat

kerusakan jalan serta pencemaran lingkungan yang mungkin ditimbulkan. Adapun

pembayaran pajak ini dapat dilakukan langsung ke kantor SAMSAT atau

secara online melalui e-Samsat.

2. Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang telah diubah dan

disesuaikan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

Dasar pengenaan pajak ini adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditentukan sesuai

harga pasar per wilayah. Oleh karena itu, besarannya bisa berbeda setiap tahun dan akan

disampaikan kepada wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Wajib pajak yang disebutkan dalam PBB adalah orang pribadi atau badan. Secara nyata,

mereka memiliki hak dan mendapatkan manfaat atas tanah serta memiliki dan menguasai

bangunan, dan/atau mendapatkan manfaat dari bangunan tersebut.

Meskipun demikian, tidak semua jenis tanah dan bangunan dapat dikenakan PBB ini.

Contohnya antara lain rumah ibadah, sekolah, panti asuhan, area pemakaman, dan hutan

lindung.
PBB masuk dalam kategori pajak pusat dan harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan

setelah tanggal SPPT diterima. Biasanya, pembayaran PBB dilakukan melalui bank yang

tertera dalam SPPT, ATM, atau dinas pendapatan daerah setempat.

3. Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan adalah wajib pajak yang menerima atau memperoleh suatu

penghasilan dalam jumlah tertentu.

Biasanya perhitungan pajak dilakukan selama satu tahun. Termasuk dalam wajib pajak jenis

ini adalah orang pribadi yang berpenghasilan kena pajak dan badan/perusahaan dengan izin

usaha legal, seperti koperasi, CV, PT, BUMD, dan BUMN.

Penghasilan merujuk pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak.

Kemudian penghasilan itu digunakan untuk menambahkan kekayaan maupun konsumsi wajib

pajak bersangkutan.  

Pajak penghasilan pun memiliki beberapa jenis, yakni Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22,

Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26. Tata cara pembayaran dan pelaporannya pun

berbeda-beda sesuai jenis yang dikenakan pada wajib pajak.

Kini, Anda dapat memanfaatkan aplikasi OnlinePajak untuk melakukan penghitungan,

pembayaran dan pelaporan PPh, PPN, PPh Final dan berbagai jenis pajak lainnya.

Demikianlah penjelasan mengenai pengertian, jenis, dan contoh pajak langsung yang berlaku

di Indonesia.
4. Dari tiga macam sistem pemungutan pajak yang ada, Indonesia menggunakan

sistem pemungutan pajak yang mana? Jelaskan!

 Berita & Regulasi

 Perhitungan

 Perencanaan Pajak

 Data

 Produk

3 Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

Pajak merupakan salah satu sumber dana dan penerimaan negara yang bersifat vital dalam

kepentingan dan pembangunan negara. Sistem pemungutan pajak merupakan suatu cara yang

dilakukan untuk mengetahui berapa besaran pajak terutang dengan menghitung jumlah yang

harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara yang ia tempati.

Dasar Hukum

Pemungutan pajak di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No.10 tahun 1994 yang

membahas dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan subjek dan objek pajak. Inti

dari undang-undang ini adalah Indonesia dalam sistem pemungutan pajak, menerapkan asas

domisili dan asas sumber sekaligus atau dalam satu waktu. Indonesia memberlakukan kedua

asas ini sebagai aset penting bagi Negara yang memungkinkan untuk penambahan devisa

Negara.

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia


Sistem pemungutan perpajakan dapat dikatakan sebagai metode pengelolaan utang pajak

yang dibayarkan oleh yang bersangkutan agar dapat masuk kas negara. Di Indonesia, terdapat

3 jenis sistem perpajakan. Sistem pemungutan perpajakan di Indonesia sesuai dengan asas

pemungutan pajak menganut self assessment system dan withholding system. Berikut ini

adalah penjelasan lengkapnya untuk Anda

1. Self Assessment System

Self Assessment System merupakan salah satu sistem pemungutan pajak yang berlaku di

Indonesia dimana sistem ini membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan

oleh wajib pajak bersangkutan secara mandiri. Siapa itu wajib pajak? Wajib Pajak merupakan

pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya

ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau dapat melalui sistem administrasi online yang telah

dibuat oleh pemerintah.

Lalu bagaimana peran pemerintah dalam dalam self assessment system ini? Peran pemerintah

dalam sistem pemungutan pajak ini adlah sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan para

wajib pajak. Penerapan self assessment system ini berlaku untuk jenis pajak pusat. Contoh

jenis pajak pusat di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan

(PPh) yang berlaku setelah masa reformasi pajak pada 1983 hingga saat ini.

Di sisi self assessment system memberikan kemudahan dan keleluasaan wajib pajak, namun

dalam pelaksanaan sistem pemungutan ini juga terdapat konsekuensi. Wajib pajak biasanya

akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin. Karena wajib pajak memiliki

wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan.


Ciri-Ciri Self Asssessment System

 Penentuan atas besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri

 Wajib pajak memiliki peran aktif dalam memenuhi dan menuntaskan kewajiban

perpajakan mulai dari menghitung, membayar hingga melapor pajak.

 Pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak. Pengecualiannya

yaitu apabila wajib pajak telat lapor, telat membayar pajak terutang atau terdapat pajak yang

seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.

2. Official Assessment System

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan perpajakan yang memberikan

wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau

aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan

pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

Dalam sistem ini, petugas pajak sepenuhnya memiliki inisiatif dalam menghitung dan

memungut pajak. Penerapan official assessment system ini pun ditujukan kepada masyarakat

selaku wajib pajak, yang dinilai belum mampu untuk diberikan tanggung jawab dalam

menghitung serta menetapkan pajak. Sistem ini akan berhasil apabila petugas pajak secara

kualitas, kuantitas dan integritas telah memenuhi kebutuhan dan standar yang ditetapkan.

Official Assessment System diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

atau jenis-jenis pajak daerah lainnya. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) merupakan pihak yang

mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak berisi besaran Pajak Bumi dan Bangunan terutang

setiap tahunnya. Wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup

membayar Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT)

yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak terdaftar.


Meskipun fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan dalam menghitung dan

menetapkan hutang pajak, namun setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984, sistem

pemungutan perpajakan ini tidak lagi berlaku.

Ciri-Ciri Official Assessment System

 Sifat wajib pajak pasif dalam perhitungan pajak karena besaran pajak terutang

dihitung oleh petugas pajak (fiskus) yang dipilih dalam pengelolaan pajak.

 Pajak terutang timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dengan

diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

 Pemerintah mempunyai hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib

dibayarkan oleh wajib pajak.

3. Withholding System

Ciri dari sistem pajak ini adalah pihak ketiga memiliki wewenang dalam menentukan berapa

besar pajak yang harus dibayar. Besarnya pajak pada withholding system dihitung oleh pihak

ketiga bukan wajib pajak dan bukan aparat pajak atau fiskus. Sistem ini disebut juga dengan

jenis pajak potong pungut dan dinilai adil bagi masyarakat.

Contoh penerapan sistem perpajakan ini adalah pemotongan penghasilan karyawan yang

dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Oleh karena itu, karyawan tidak perlu lagi

mendatangi Kantor Pelayanan Pajak untuk membayarkan pajak terutang tersebut.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat 2 dan

Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis-jenis pengenaan pajak yang diterapkan

menggunakan withholding system. Bukti potong atau bukti pungut sebagai bukti yang

diterbitkan atas pelunasan pajak dengan menggunakan sistem pemungutan perpajakan ini.
Dalam beberapa keadaan tertentu, dapat juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti

pemotongan tersebut akan dilampirkan bersama Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh

atau SPT Masa PPN wajib pajak bersangkutan.

5. Bagaimana alur administrasi perpajakan di Indonesia?

Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Perpajakan sangat berkaitan

dengan hak dan kewajiban wajib pajak. Untuk memudahkan dalam memahami kewajiban

maupun hak wajib pajak, maka diperlukan pemahaman ketentuan formal maupun material

perpajakan. Ketentuan normal diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(KUP), sementara ketentuan material diatur dalam UU PPh maupun UU PPN/PPn BM.

Sehingga secara administratif kewajiban mupun hak wajib pajak antara lain :

1.Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dengan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP)

2.Menghitung besarnya pajak terutang

3.Memotong atau memungut pajak pihak lain

4.Melakukan pembayaran atas pajak yang terutang atau atas pajak yang telah

dipotong/dipungut

5.Melaporkan pajak yang terutang

6.Menyelenggarakan pembukuan

7.Kewajiban sebagai wajib pajak apabila yang bersangkutang dilakukan pemeriksaan pajak

8.Meminta kembali lebih bayar pembayaran pajak

9.Pengajuan pembetulan ketetapan pajak

10.Mengajukan keberatan atau banding atas ketetapan pajak

11.Mengajukan pengurangan/penghapusan sanksi administratif


12.Pengajuan pembatalan ketetapan pajak

13.Mengajukan penghapusan NPWP

Undang-undang KUP antara lain mengatur tata cara pendaftaran, tata cara penghapusan, tata

cara pembayaran , dan tata cara keberatan. UU PPh dan UU PPN/PPn BM antara lain

mengatur penghitungan, pemotongan dan pemungutan pajak dan besarnya taif pajak.

6. Carilah data melalui internet tentang Pajak apa saja yang tergolong

menggunakan system pemungutan pajak berdasarkan pajak progresif,

proporsional, degresif, regresif dan tafir pajak konstan!

a. Tarif Pajak Proporsional 

Tarif pajak proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan
terhadap dasar pengenaan pajak.

Dengan begitu, seberapa besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap.

Contohnya adalah PPN yang persentasenya 10% dan PBB dengan tarif 0,5%.

Note: Lebih lengkapnya mengenai bea meterai baru ini, baca UU Bea Meterai Terbaru:
‘Materai’ Elektronik (e-Meterai) Berlaku 2021

b. Tarif Pajak Tetap

Tarif pajak tetap atau yang nama lainnya tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang
nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya
(tidak berubah-ubah).

Tarif pajak tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu sama sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Contohnya, Bea Meterai dengan nilai Rp3000 dan Rp6000.

Tapi, tarif bea meterai ini mulai 2021 berlaku meterai elektronik. Bea meterai terbaru naik
menjadi Rp10.000 dan merupakan single tarif.

Ilustrasi bea meterai

3. Tarif Pajak Progresif 


Jenis tarif pajak progreif ini, persentase tarifnya semakin besar mengikuti besaran nilai objek
yang dikenai pajak.

Artinya, semakin besar nilai objek pajak, maka semakin besar pula tarifnya.

Tarif pajak progresif ini dipecah lagi menjadi tiga, yaitu:

a. Tarif progresif-progresif

Tarif progresif-progresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya semakin
besar atau persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya.

Di Indonesia, tarif pajak progresif ini diberlakukan untuk PPh WP individu (pribadi) yakni:

 Penghasilan kena pajak (gaji) sampai Rp50.000.000, tarif pajaknya 5%


 Penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000 – Rp250.000.000, tarif pajaknya
15%
 Penghasilan kena pajak lebih dari Rp250.000.000 – Rp500.000.000, tarif pajakya
25%
 Penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000, tarif pajaknya 30%

b. Tarif pajak progresif-tetap

Tarif progresif-tetap adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya tetap.

Note: PPh Pribadi: Cara Hitung, Bayar dan Lapor SPT Pribadi Karyawan Swasta

c. Tarif progresif-degresif

Tarif progresif-degresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya semakin
menurun (degresif). 

Ilustrasi jenis tarif pajak

4. Tarif Pajak Degresif 

Tarif pajak degresif ini kebalikan dari tarif pajak progresif.

Tarif pajak degresif adalah nilai persentasenya semakin kecil jika nilai objek yang dikenai
pajak semakin besar.

Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin
meningkat.

Dengan begitu apabila persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut
mengecil.

Akan tetapi, bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya
semakin besar.
Ada tiga jenis tarif pajak degresif, yaitu:

 Tarif Degresif-Degresif

Tarif pajak degresif-degresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya
semakin kecil.  

 Tarif Degresif-Tetap

Tarif pajak degresif-tetap adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentasenya tetap.

 Tarif Degresif-Progresif

Tarif pajak degresif-progresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya
makin besar. 

Ilustrasi jenis tarif pajak progresif

5. Tarif Pajak Ad Valorem

Tarif pajak ad valorem adalah tarif dengan persentase khusus yang dikenakan pada harga
suatu barang.

Untuk memudahkan pemahaman tarif pajak ad valorem ini, berikut contohnya:


Perusahaan AAA mengimpor barang sebanyak 100 unit komputer dengan harga per unit
Rp10 juta. Jika tarif bea masuk impor barang tersebut 20%, maka nilai bea masuk yang harus
dibayarkan adalah:

Nilai barang impor = Jumlah Unit x Harga Per Unit

= 100 x Rp10.000.000

= Rp1.000.000.000

Bea Masuk =Tarif Bea Masuk x Nilai Barang Impor

= 20% x Rp1.000.000.000

= Rp200.000.000

Note: Untuk mengetahui contoh penghitungan PPN, Bea Masuk dan PDRI, selengkapnya
baca Cara agar Barang Impor Bebas PPN Bea Masuk

6. Tarif Pajak Spesifik

Seperti namanya, tarif pajak spesifik adalah tarif pajak dengan jumlah tertentu dan dikenakan
pada suatu barang atau jenis barang tertentu.

Contoh kasus,

PT. AAA di Indonesia mengimpor mobil sedan dari Amerika Serikat sebanyak 100 unit.
Apabila harga satu mobil tersebut Rp100.000.000 dan tarif bea masuk atas impor barang
Rp20.000.000 per unit, maka jumlah bea masuk yang harus dibayarkan oleh perusahaan
tersebut sebagai berikut:

Jumlah mobil yang diimpor: 100 unit

Tarif bea masuk Rp20.000.000

Jumlah bea masuk yang harus dibayarkan

= Tarif Bea Masuk Per Unit x Jumlah Mobil

= Rp10.000.000 x 100

= Rp1.000.000.000

Anda mungkin juga menyukai