Analisa Jurnal
Analisa Jurnal
Analisa Jurnal
Erna Setiawati
Ak. 14
STIKES PERTAMEDIKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat allah SWT yang selalu memberikan rahmat
serta kasih sayang kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya, shalawat dan salam semoga selalu di
limpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW.
Alhamdulillah dengan segala kemampuan yang dimiliki dan berkat kemudahan yang
diberikan Allah SWT, penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I yang membahas tentang “Analisa Jurnal Sistem Pernafasan dengan Teknik Pulse Lips
Breathing pada Penderita PPOK”. Makalah ini dibuat sebagai bukti tertulis bahwa penyusun
telah melaksanakan tugas yang telah di tentukan.
Tugas ini telah disusun berdasarkan apa yang ditugaskan, namun penyusun menyadari
bahwa tugas ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
penyusun terbuka untuk menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan dan
penyempurnaan tugas, penyusun juga mengharapkan semoga tugas yang telah di buat ini ada
manfaatnya bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa memberkati segala usaha dan upaya
penyusun laksanakan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
ANALISA JURNAL
5
6) Derajat PPOK : Derajat II
Teknik Sampling
4. Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah pre eksperimental design, dengan rancangan one group
pre test – post test design. Rancangan ini sangat baik digunakan untuk evaluasi program
pendidikan kesehatan atau pelatihan-pelatihan lainnya, dimana hasil perlakuan dapat
diketahui lebih akura t karena hasil post test dapat dibandingkan dengan hasil pre test
sebelum perlakuan.
5. Instrumen yg digunakan
UntuK menilai saturasi oksigen responden dilakukan dengan menggunakan pulse
oksimetri.
6
2.2 Jurnal pendukung
1. Judul
Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Peak Expiratory Flow Rate Penderita
Penyakit Paru Obstruksi Kronis
2. Peneliti
Emdat Suprayitno
3. Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel 1 rata-rata nilai PEF sebelum edukasi self management dan
latihan PLB kelompok intervensi yaitu 148.6±47.4 dan kelompok kontrol yaitu
154±48.9. Rata-rata nilai PEF setelah edukasi self management dan latihan PLB
kelompok intervensi yaitu 162±50 dan kelompok kontrol yaitu 153.3±49.3. Hasil analisa
uji paired t test kelompok intervensi menunjukkan nilai p=0.000 dan kelompok kontrol
menunjukkan nilai p=0.334 berarti terdapat pengaruh PLB terhadap peningkatan nilai
PEF kelompok intervensi.
Berdasarkan tabel 2 hasil analisa uji independent t test nilai PEF p=0.000 yang
menunjukkan adanya perbedaan signifikan nilai PEF pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan PLB.
7
Berdasarkan hasil analisa uji paired t test nilai p= 0.000 pada kelompok intervensi
dan p= 0.900 pada kelompok control. Sedangkan, berdasarkan hasil uji independent t test
didapatkan nilai p=0.000 yang menunjukkan adanya perbedaan selisih rata-rata nilai PEF
kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah edukasi self
management dan latihan PLB.
Latihan pernafasan dengan metode PLB pada kelompok intervensi yang teratur
selama 4 minggu dapat meningkatkan tahanan udara dan kepatenan jalan nafas dan
dapat dipengaruh oleh pemberian edukasi self management, latihan PLB dan terapi obat
yang tetap diberikan pada kelompok intervensi yaitu: Aminophilin 150 mg 3x sehari,
salbutamol 2 mg 3x sehari, ambroxol 30 mg 3x sehari. Proses ini membantu menurunkan
pengeluaran air trapping, sehingga dapat mengontrol ekspirasi dan memfasilitasi
pengosongan alveoli secara maksimal (Aini, 2008). Ada pengaruh latihan PLB yang
diberikan untuk meningkatkan nilai PEF. Ada
perbedaan nilai PEF pada kelompok perawatan dan kelompok kontrol setelah latihan
pernapasan bibir yang diberikan.
2. Intervention :
Pada pasien PPOK di Poli RSUP Haji Adam Malik Medan, Oksigen terendah
adalah 95% dan tertinggi 99%, dimana saturasi oksigen responden mayoritas berada
pada angka 96 % yaitu sebanyak 33, 3 % dan minoritas saturasi oksigennya 99% yaitu
sebanyak 8,3 %. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sesudah dilakukan
latihan nafas pursed lip breathing, nilai saturasi Oksigen terendah adalah 96% dan
tertinggi 99%, dimana saturasi oksigen responden mayoritas berada pada angka 98 %
dan 99 % yaitu masing-masing sebesar 38, 9 % dan minoritas saturasi oksigennya 96%
yaitu sebanyak 5,6 %. Penderita yang rutin melakukan latihan nafas bisa berefek positip
terhadap perkembangan paru-parunya.
8
Latihan pernapasan umumnya dilakukan 20-30 menit perhari (sekaligus atau 2x
sehari). Pernapasan pursed lipsbreathing dilakukan dengan cara penderita duduk dan
bernafas dengan cara menghembuskan nafas melalui mulut yang hampir tertutup (seperti
bersiul) selama 4-6 detik.
3. Comparison :
Jurnal: Teknik Clapping Dan Vibrasi Meningkatkan Saturasi Oksigen Pasien PPOK
Peneliti: Ni Made Dwi Yunica Astriani , Kadek Yudi Aryawan2, Mochamad Heri
Hasil penelitian pada 26 responden PPOK menunjukkan rata-rata nilai saturasi oksigen
sebelum diberikan intervensi adalah 90,42 yang masuk dalam kategori hipoksemia
sedang, setelah diberikan intervensi selama 2 kali dalam sehari didapatkan rata-rata nilai
SaO2 95,00 yang masuk dalam kategori SaO2 normal dengan p-value 0,000. Terdapat
pengaruh nilai ini menunjukkan terdapat pengaruh clapping dan vibrasi terhadap saturasi
oksigen pasien PPOK.
4. Outcome :
Perbedaan rerata saturasi oksigen penderita PPOK sebelum dan sesudah
dilakukan latihan nafas pursed lip breathing. Sebelum dilakukan latihan nafas dalam
pursed lip breathing rerata saturasi oksigen responden adalah 96,72 %, setelah dilakukan
pursed lip breathing saturasi oksigen naik sebesar 1,39 menjadi 98,11 %. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh latihan nafas dalam pursed lip breathing terhadap
peningkatan saturasi oksigen penderita PPOK dengan nilai P = 0,001. Penderita sangat
dianjurkan untuk melakukan teknik latihan pernapasan meliputi pernapasan diafragma
dan pursed lips breathing dengan tujuan untuk memperbaiki ventilasi dan
mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Pursed lips breathing juga memperbaiki
pola nafas dan meningkatkan volume tidal. Selain itu, pursed lips breathing bertujuan
memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan
tegang karena sesak
Sedangkan sebelum dilakukan Clapping dan Vibrasi dengan nilai rata-rata SpO2
89%-94% dengan nilai saturasi oksigen pasien setelah diberikan teknik clapping dan
vibrasi menunjukkan bahwa frekuensi saturasi oksigen responden yang berada pada
9
rentang 95%-100% sebanyak 14 orang (53,8%) dan 89%-94% sebanyak 12 orang
(46,2%) dengan nilai rata-rata 95,00. Data ini menunjukkan nilai saturai oksigen pada
pasien PPOK setelah diberikan teknik clapping dan vibrasi sebagian besar mengalami
peningkatan saturasi oksigen menjadi SpO2 normal.
Sehingga Purse lips breathing memberi efisiensi dalam meningkatkan saturasi
oksigen pasien karena dapat mengurangi sesak, cemas, dan tegnag karena sesak dari
Teknik clapping dan vibrilasi
10
BAB III
TINJAUAN TEORI
11
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periode dan
reversible akibat bronkospasme
4. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi
bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran
pernafasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi
dan pembesaran nodus limfe.
3.1.2 Klasifikasi
Global Initiative For Chronic Obstritif Lung Disiase (GOLD) 2011
menyebutkan klasifikasi PPOK yaitu:
1) Derajat I (PPOK Ringan)
Gejala batuk kronik dan sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari
bahwa menderita PPOK.
2) Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk
dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan
kesehatannya.
3) Derajat III (PPOK Berat)
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan
eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4) Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika
eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.
3.1.3 Etiologi
12
Penyakit Paru Obstruktif Kronik disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya
hidup, yang sebagian besar dapat dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab
timbulnya 80-90% kasus PPOK. Faktor resiko lain termasuk keadaan sosial-ekonomi
dan status pekerjaan yang rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat dengan
lokasi pertambangan, perokok pasif atau terkena polusi udara dan konsumsi alkohol
yang berlebih, laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita
PPOK (Padila, 2012).
1) Usia
PPOK jarang mulai menyebabkan gejala yang dikenali secara klinis sebelum
usia 40 tahun. Kasus-kasus yang termasuk perkecualian yang jarang dari pernyataan
umum ini sering kali berhubungan dengan sifat yang terkait dengan defisiensiv
bawaan dari antitripsin α-1. Ketidakmampuan ini dapat mengakibatkan seseorang
mengalami emfisema dan PPOK pada usia 20 tahun, yang beresiko menjadi
semakin berat jika mereka merokok (Francis, 2008)
2) Merokok
Pada saluran napas, merokok menyebabkan gangguan gerak silia,
menghambat fungsi sel-sel makrofag alveoli dan menimbulkan hipertrofi serta
hiperflasia sel-sel goblet dan kelenjar mukous pada percabangan bronkus. Ketiga
perubahan ini mengakibatkan kelainan yang secara klinis diberi nama bronkitis
kronis. Merokok juga menyebabkan destruksi parenkim paru (perubahan
emfisematous) melalui inhibisi enzim-protease yang normalnya terdapat di dalam
paru-paru (khususnya α1-antitripsin). Merokok juga membuat sel-sel
polimorfonuklear melepaskan enzim-enzim proteolitik khusunya elastase. Merokok
juga menimbulkan peningkatan akut resistensi jalan napas melalui stimulasi
reseptor iritan dan demikian menyebabkan kontraksi ototpolos bronkus yang
diperantarai oleh saraf parasimpatik. (R. K. Marya, 2013)
3) Faktor genetik
Faktor genetik dapat memudahkan terjadinya PPOK; predisposisi ini
mungkin timbul melalui defisiensi aktivitas anti-tripsin yang normalnya terdapat di
dalam paru-paru untuk melawan kerja enzim elastase dan enzim-enzim proteolitik
lainnya yang dihasilkan oleh leukosit.
13
Polutan udara mungkin tidak memulai penyakit tersebut tetapi tentu saja akan
membuat kambuhnya kembali penyakit yang sudah ada. Demikian pula, infeksi
respiratorius tidk memulai kelainan ini tetapi menyebabkan keburukan sepintas
fungsi paru pada seorang pasien yang sudah menderita PPOK. Infeksi respiratorius
pada usia kanak-kanak dapat menjadi predisposisi terjadinya PPOK pada usia
dewasa, jika terus merokok. (R. K. Marya, 2013)
3.1.4 Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih
lanjut, kekuatan kontraksi otot pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernafas,
fungsi paru – paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen
yang diikat oleh darah dalam paru – paru untuk di gunakan tubuh. Konsumsi oksigen
sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-
paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi
paru (Anderson, 2007).
Faktor-faktor resiko tersebut diatas mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
juga menimbulkan kerusakan pada dinding 15 bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke
alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal ini lah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi
akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Fungsi-fungsi paru: Ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan. (Anderson, 2007)
14
PATHWAY PPOK (Manurung, Nixson 2016)
BATUK
PEMBENTUKAN
HILANGNYA PRODUKTIF
MUKUS
ELASTISITAS PARU
MENINGKAT REAKSI
ANTIGEN
ANTIBODI
BRONKIOLUS RUSAK
PELEPASAN
VENTILASI DAN MELEBAR
MEDIATOR-
BERKURANG MEDIATOR KIMIA
BRONKITIS
KRONIK
COPD ASTMA
ENFISEMA
INTOLERANSI PEMENUHAN
TERHADAP NUTRISI KURANG
AKTIFITAS DARI KEBUTUHAN
KERUSAKAN TUBUH
PERTUKARAN GAS
15
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1) Pengukuran Fungsi Paru
a) Kapasitas inspirasi menurun
b) Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan asma.
c) FEV1selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif
kronik
d) FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma.
e) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema)
2) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH normal,
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisetimia sekunder.
b) Jumlah darah merah meningkat
c) Eosinofil dan total IgE serum meningkat
d) Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
e) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
4) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang
biasa ditemukan adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan
moraxella catarrhalis.
5) Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area
paru. Pada emfisema paru didapatkan diagpragma dengan letak yang rendah dan
mendatar, ruang udara retrosternal ˃ (foto lateral), jantung tampak bergantung,
memanjang dan menyempit.
6) Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukan di latasi bronkus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
7) EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada
16
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebi dari 1 dan di V6
V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. (Arif Mutaqin, 2009)
3.1.6 Penatalaksanaan
1) Penatalaksaan Medis bertujuan untuk:
a) Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme bronkhus dan
membersihkan sekret yang berlebihan.
b) Memelihara keefektifan pertukaran gas
c) Mencegah dan mengobati insfeksi saluran pernapasan
d) Meningkatkan toleransi latihan
e) Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status asmitikus).
f) Mencegah alergen / iritasi jalan napas
g) Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang sering menyertai
adanya obstruksi jalan napas kronis
2) Manajemen medis yang di berikan berupa:
a) Pengobatan farmakologi
b) Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain-lain
c) Bronkodilator.
d) Adrenergik: efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis selektif.
e) Nonadrenergik : aminofilin, teofilin.
f) Antihistamin
g) Steroid
h) Antibiotik
i) Ekspektoran
Oksigen digunakan 3 l/menit dengan nasal kanul
3) Higiene Paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan secret dari paru, meningkatkan kerja
silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada,
dan postural drainase.
17
4) Latihan
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih pungsi otot skeletal agar
lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat.
5) Menghindari bahan iritan
Penyebab iritan jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap rokok dan
perlu juga mencegah adanya alergen yang masuk tubuh.
6) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dispne. Pemberian porsi
yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan sekaligus banyak. (Arief,
Mutaqqin 2009)
18
ekspirasi sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut
yang diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi dapat
dicegah. Pernapasan pursed lips breathing dapat memperbaiki pertukaran gas yang dapat
dilihat dengan membaiknya saturasi oksigen arteri. Pursed lips breathing juga memperbaiki
pola nafas dan meningkatkan volume tidal. Selain itu, pursed lips breathing bertujuan
memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan
tegang karena sesak
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit kronik yang
ditandai dengan terbatasnya aliran udara yang terdapat di dalam saluran pernapasan.
Penderita sangat dianjurkan untuk melakukan teknik latihan pernapasan meliputi pernapasan
diafragma dan pursed lips breathing dengan tujuan untuk memperbaiki ventilasi dan
mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.
Salah satu penatalaksanaan yang diberikan utnuk meningkatkan saturasi oksigen dengan
latihan pernafasan dan Fisioteri dada. Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan
keperawatan yang terdiri atas perkusi (clapping), vibrasi, dan postural drainage. Adanya
teknik perkusi dan vibrasi tersebut mempermudah pengeluaran sputum sehingga sputum
menjadi lepas dari saluran pernafasan dan akhirnya dapat keluar mulut dengan adanya proses
batu. Sedangkan, Latihan nafas dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang
lebih terkontrol dan efisien meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi
otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak
berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, serta mengurangi udara
yang terperangkap.
Teknik Purse Lips Breathing diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat ekspirasi
sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut yang
diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi dapat dicegah.
Pernapasan pursed lips breathing dapat memperbaiki pertukaran gas yang dapat dilihat
dengan membaiknya saturasi oksigen arteri. Sehingga Purse lips breathing memberi efisiensi
dan efektif dalam meningkatkan saturasi oksigen pasien karena dapat mengurangi sesak,
cemas, dan tegnag karena sesak dan dapat dilakukan secara mandiri dari Teknik clapping dan
vibrilasi (fisioterapi dada).
20
4.2 Saran
4.2.1 Mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan kepada peserta didik tentang
pengaruh teknik clapping dan vibrasi dan dimasukan pada mata kuliah keperawatan
medikal bedah sebagai bagian dari topik penatalaksanaan paru pada pasien PPOK
4.2.2 Perawat
Hendaknya mau dan mampu untuk melatih penderita PPOK dalam melakukan
latihan pursed lip breathing sehingga penderita PPOK tetap termotivasi untuk
senantiasa melakukan rehabilitasi paru secara mandiri.
21
DAFTAR PUSTAKA
Astriana, Ni Made Dwi Yunica.Dkk. 2020. Teknik Clapping Dan Vibrasi Meningkatkan
Saturasi Oksigen Pasien Ppok Volume 4, Nomor 1. Jurnal Keperawatan Silampari
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. (2009). Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester,
Yasmin Asih. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Egc
Danusantoso, Halim. (2016). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Egc
Supriyatno, Emdat. 2019 Pengaruh Pursed Lips Breathing Terhadap Peak Expiratory Flow Rate
Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis. Sumenep: Jurnal Kesehatan “Wiraraja
Medika”.
Taringan, Amira Permata Sari & Juliandi. 2018. Pernafasan Pursed Lip Breathing
Meningkatkan Saturasi Oksigen Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ppok)
Derajat Ii Vol.1 No.2. Medan: Jurnal Keperawatan Indonesia (Poltekkes Kemenkes)
22