ASKEP KPP
ASKEP KPP
ASKEP KPP
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN DIAGNOSA KETUBAN PECAH PREMATUR
DI RUANG VK IRD RSUD. SOETOMO SURABAYA
DISUSUN OLEH:
Asuhan Keperawatan pada klien dengan diagnosa Ketuban Pecah Premature (KPP)
dilakukan pada tanggal 15 Februari-5 Maret 2021 telah dilaksanakan sebagai laporan
praktik profesi Keperawatan Maternitas oleh :
NIM : P27820820008
Mahasiswa
Pembimbing Akademik
A. Definisi
Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat- obatan
(prawiroharjo, 2008).
Postpartus adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan ,keluarnya cairan berupa lochea dan lain sebagainya berkaitan saat
melahirkan (Suherni, 2009).
Periode post partus adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu
kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru ( Mitayani, 2011).
Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai
dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi
keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan
kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi
kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani
segera dengan efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan
kematian bagi ibusi masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan
(Syafrudin & Fratidhini, 2009).
B. Etilogi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi
rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a. Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan
estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone
turun.
e. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi
pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan
perinfus.
5. Perinium
Akan terdapat robekan jika di lakukan episiotomi yang akan terjadi masa
penyembuhan selama 2 minggu
6. Payudara
Payudara akan membesar karena vaskularisasi dan engorgemen (bengkak
karena peningkatan prilaktin.
II. KONSEP KETUBAN PECAH PREMATURE
A. DEFINISI
Ketuban pecah premature adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10 %
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014).
Ketuban pecah premature (KPP) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau
kurang waktu (Ida Ayu, 2012).
Sedangkan menurut Yulaikhah (2014), ketuban pecah premature adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, kondisi ini merupakan penyebab
terbesar persalinan premature dengan segala akibatnya.
Dari ketiga penjelasan diatas dapat disimpulkan bawa ketuban pecah premature
adalah kondisi pecahnya selaput ketuban pada kehamilan preterm maupun aterm tanpa
di ikuti adanya tanda-tanda persalinan.
B. ETIOLOGI
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali akan lebih berisiko mengalami KPD,
karena jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh yang diakibatkan oleh vaskularisasi
pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan akhirnya selaput ketuban
mengalami pecah spontan. Semakin banyak paritas semakin mudah terjadi infeksi
amnion karena rusaknya struktur servik pada persalinan sebelumnya (Budi Rahayu,
Ayu Novitasari 2017).
Pada penelitian Susilowati dan Astuti (2017) bahwa sebagian besar ibu bersalin
dengan KPD yaitu antara umur kehamilan 37-42 minggu. Saat mendekati persalinan
terjadi peningkatan matrix metalloproteinase yang cenderung menyebabkan KPD dan
pada trimester akhir akan menyebabkan selaput ketuban mudah pecah dikarenakan
pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Hal ini juga menunjukkan
bahwa semakin tua umur kehamilan akan mengakibatkan pembukaan serviks dan
peregangan selaput ketuban yang berpengaruh terhadap selaput ketuban sehingga
semakin melemah dan mudah pecah.
Over distensi dapat menyebabkan terjadinya KPD karena distensi uterus atau over
distensi yang membuat rahim lebih besar sehingga selaput ketuban lebih tipis dan
mudah pecah. Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami KPD. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon yang dap
memungkinkan ketegangan rahim meningkat sewaktu-waktu selaput ketuban dapat
pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifi kasi sebagai KPD.
Pada penelitian Budi Rahayu (2017), letak susang merupakan salah satu penyebab
ketuban pecah dini, ini disebabkan karena pada letak sungsang dimana bokong
menempati servik uteri dengan keadaan ini pergerakan janin terjadi dibagian terendah
karena keberadaan kaki janin yang menempati daerah servik uteri sehingga tekanan
pada daerah serviks tidak merasa sehingga dapat menyebabkan KPD.
Berdasarkan penelitian diatas, diperoleh bahwa penyebab terjadinya ketuban pecah
premature antara lain:
1. Multipara
2. usia <20 atau >35 tahun
3. umur kehamilan ≥37 minggu
4. pembesaran uterus, kehamilan gemeli
5. letak presensi janin
C. PATOFISIOLOGI
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu mengalami perubahan biokimia
yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan. Perubahan struktur, jumlah
sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah (Negara, dkk. 2017). Selaput ketuban sangat kuat
pada awal trimester kehamilan. Akan tetapi di trimester ketiga selaput ketuban mudah
pecah karena melemahnya kekuatan selaput ketuban yang berhubungan dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim serta gerakan janin. Pada trimester akhir ini terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban. Jika ketuban pecah pada kehamilan aterm
adalah hal fisiologis. Namun, jika terjadi pada kehamilan premature dapat disebabkan
oleh faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. KPD pada premature
sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks dan solusio plasenta
(Prawirohardjo, 2014).
Risiko infeksi ibu dan bayi meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi
lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
D. PATHWAY
Kala 1 Persalinan
E. PENATALAKSANAAN
Pada kasus-kasus KPP dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah
sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam
untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37
minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda
proses persalinan (Manuaba, 2013).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita KPP kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika
selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-
tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur
kehamilan (Manuaba, 2013).
1. Pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif antara lain:
a. Rawat di RS di tidurkan dalam posisi trendernbeg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjainya infeksi dalam kehamila
n dirasakan bias mencapai 37 minggu
b. Berikan atibiotik (ampicillin 4x500mg) atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin dan metronidazole 2x500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-37 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin.
d. Jika umur kehamilan <32 – 34 minggu di rawat selama air ketuban masih
keluar,atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum impart tidak ada infeksi, tes basa
(+) beri dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu tidak ada infeksi berikan
tokolitik
(salbutamol), dexametason dan indikasi sesudah 24 jam
g. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu ada infeksi beri antibiotic dan lakukan
induksi
h. Nilai tanda tanda infeksi ( suhu leukosit tanda tanda infeksi intra uteri )
3. Penatalaksanaan lanjutan
a. Kaji djj setiap jam dan suhu nadi setiap 2 jam, kenaikan suhu, seringkali di
ketahidengan kondisi ibu yang menggigil.
b. Lakukan djj, pemeriksaan djj setiap jam sebelum persalinan adalah tindakan
yangadekuat sepanjang djj dalam batas normal.
c. Hindari pemeriksaan dalam yang tak perlu meminimalkan terjadinya infeksi
1) Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
2) Identifikasi bau, warna cairan yang ada di sarung tangan anda
F. KOMPLIKASI
Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu;
peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama
persalinan dan kelahiran, serta resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana
resiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap
masuknya penyebab infeksi (Sarwono, 2010).
Menurut Manuaba (2013), komplikasi yang biasa terjadi pada KPP meliputi;
1. mudah terjadinya infeksi intra uterin
2. partus premature
3. prolaps bagian janin terutama tali pusat.
I. Pengkajian
A. Anamnesa
1. Data Demografi Klien:
Menanyakan Identitas klien seperti : nama, usia, jenis kelamin, suku /
bangsa, alamat, agama,tanggal MRS, jam MRS, nama suami, pendidikan,
pekerjaan, tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama :
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/ kecoklatan sedikit/
banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir/ selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering. Menurut Nugroho (2012) ketuban merembes
dari vagina; aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah; cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran; demam, bercak vagina yang banyak,
nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tandatanda
infeksi yang terjadi.
3. Riwayat haid :
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal
partus
4. Riwayat Perkawinan :Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa,
apakah perkawinan sah atau tidak, atautidak direstui dengan orang tua
5. Riwayat Obstetris :
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah,
urine, keluhanselama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi,
upaya mengatasi keluhan, tindakandan pengobatan yang diperoleh. Paritas
juga berhubungan dengan KPD. Suatu penelitian menunjukan bahwa
didapatkan KPD pada 37,59% multipara dan 31,17% pada
grandemultipara(Kacerovsky, M; Vrbacky, F; Kutova, R; Pliskova, L;
Andrys. C; Musilova, 2015). Terlalu sering melahirkan mengakibatkan
endometrium menjadi rusak sehingga dapat menyebabkan komplikasi dalam
kehamilan yang salah satunya KPD (Prawirohardjo, 2008).
6. Riwayat penyakit dahulu:
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan
yang dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut
diderita sampai saat ini atau kambuh berulang-ulang.
7. Riwayat kesehatan keluarga :
Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yang menderita
penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah
diderita oleh keluarga.
8. Kebiasaan sehari-hari:
a. Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan
nafsu makan,frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
b. Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah
pinggangsehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah
terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada
perineum)
c. Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia(hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol
blas, terjadi over distensi blassatau tidak atau retensi urine karena rasa
takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB,
freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum,
kebiasaan penggunaan toilet.
d. Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias
rambut dan wajah
e. Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan
KPD di anjurkanuntuk bedresh total
f. Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan
yang membuatfresh dan relaks
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi
peningkatankarena respon dari terjadinya ketuban pecan prematur atau
tanda-tanda persalinan.
2. Head to toe
a. Rambut : warna rambut, jenis rambut, baunya, apakah ada luka
lesi/lecet2)
b. Mata : sklera nya apakah ikterik/tdk, konjungtiva anemis/tidak, apakah
palpebraoedema/tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik/tidak,
apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan/tidak. Pada umumnya
ibu hamil konjungtiva anemis3)
c. Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
serumen/tidak, apakah klienmenggunakan alat bantu pendengaran/tidak,
bagaimana fungsi pendengaran klien baik/tidak
d. Hidung : apakah klien bernafas dengan cuping hidung/tidak, apakah
terdapat serumen/tidak,apakah fungsi penciuman klien baik/tidak
e. Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab
atau kering,keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan
pendarahan, apakah ada karies gigi/tidak,keadaan lidah klien bersih/tidak,
apakah keadaan mulut klien berbau/tidak. Pada ibu hamil padaumum nya
berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan
kalsium
f. Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tiroid
g. Paru-paru
I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan,
apakah ada terdapatluka memar/lecet, frekuensi pernafasannya
P : apakah ada teraba massa/tidak , apakah ada teraba
pembengkakan/tidak, getaran dindingdada apakah simetris/tidak antara
kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
h. Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah
terlihat/tidak
P : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS%
Midclavikula
P : bunyi jantung
A : apakah ada suara tambahan/tidak pada jantung klien
i. Abdomen
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada/tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah masuk
PAP/belum
P : bunyi abdomen
A : bising usu klien, DJJ janin apakah masih terdengar/tidak
j. Payudara : puting susu klien apakah menonjol/tidak,warna aerola, kondisi
mamae, kondisiASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum
k. Ekstremitas
Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi/memar, apakah ada oedema/tidak
Bawah : apakah ada luka memar/tidak, apakah oedema/tidak
l. Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema/tidak
pada daerah genitaliaklien
m. Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik/tidak
C. Pemeriksasan Penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang
disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa
cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes.
Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat
dilakukan :
1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis
2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak
manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan infeksi
asenden dan persalinan prematuritas
3. Melakukan pemeriksaan menggunakan kertas lakmus. Apabila kertas lakmus
berubah menjadi biru (basa); air ketuban. Apabila lakmus berubah menjadi
merah (asam); urin. (Manuaba, 2013)
3. D.0077 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri: 1. Mengidentifikasi keadaan
dengan adanya kontraksi keperawatan selama 3x24 Observasi: umum pasien
dan pembukaan serviks. jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 2. Memberikan data dasar
nyeri menurun, dengan frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri untuk menentukan dan
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri mengevaluasi intervensi
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan yang diberikan
1. Frekuensi nadi
memperingan nyeri 3. Meningkatkan relaksasi
membaik
4. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup dapat mengurangi rasa nyeri
2. Pola nafas membaik
Terapeutik: 4. Pemahaman klien dan
3. Keluhan nyeri menurun
1. Berikan teknik non farmakologi untuk keluarga tentang penyebab
4. Gelisah menurun
mengurangi rasa nyeri nyeri akan mengurangi
5. Kesulitan tidur
2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ketegangan klien dan
menurun
3. Fasilitasi istirahat dan tidur memudahkan klien untuk
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam diajak bekerja sama dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri melakukan tindakan
Edukasi: 5. Memberikan kesempatan
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri pada otot untuk relaksasi
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri seoptimal mungkin
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk 6. Meningkatkan vaskularisasi
mengurangi nyeri untuk memberikan rasa
nyaman
7. Mengurangi nyeri dan
spasme otot.
IV. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan
atau perilaku keperawatan yang merupakan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang telah
ditetapkan sebelumnya pada intervensi keperawatan atau rencana keperawatan
Sehingga implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan perencanaan atau
intervensi yang telah ditentukan sebelumnya dan perlu dicatat pula respon klien
terhadap intervensi yang telah dilakukan padanya untuk mengetahui apakah
intervensi yang dilakukan dapat sesuai dengan kondisi klien atau tidak.
V. Evaluasi Keperawatan
Langkah evaluasi dari proses keperawatan adalah mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Hasil
asuhan keperawatan pada klien dengan KPP sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang
terjadi pada klien, misalnya DJJ dalam batas normal, klien bebas dari risiko cedera
pada janin.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: ECG
Hidayat, A.A.A. 2010. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan edisi
2. Jakarta:Salemba
Hakimi, 2010 : Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC
Ida Ayu, C. M. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Joseph H. K. 2010. Catatan Kuliah: Ginekologi dan Obstetri (Obsgin).
Suha Medika: Yogyakarta
Manuaba, I.B.G. 2013. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I . Jakarta :
Media
Nugroho. 2010. Ilmu Patologi Kebidanan. Jakarta : EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka
Saminem. 2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep dan Praktik. EGC.
Jakarta
Sarwono, Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Cetakan ke-2. Tridasa
Printer : Jakarta
Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi
3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi1.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan II. Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA KETUBAN
PECAH PREMATURE (KPP)
Pemeriksaan kebidanan:
1. Abdomen
- Inspeksi: tidak ditemukan luka bekas operasi, terdapat linea alba, arah
perbesaran melebar, tidak ditemukan kelainan
- Palpasi:
Leopold I : teraba lunak, besar, dan bila digoyang memantul, TFU 22 cm
Leopold II : teraba keras memanjang seperti papan di sebelah kanan ibu,
ada teraba bagian kecil janin di sebelah kiri ibu
Lepold III : teraba keras dan mudah digoyang
Lepold IV : teraba keras, tangan pemeriksa konvergen (kepala belum
masuk PAP).
- Auskultasi: DJJ 136x/menit
2. Anogenetalia
- Inspeksi: terdapat pengeluaran pervaginam berupa air ketuban
- Pemeriksaan menggunakan kertas lakmus positif (lakmus merahbiru)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
ruptur membrane diharapkan infeksi tidak terjadi - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan a. Mencegah pertumbuhan bakteri dan
sistemik
amniotic dan dengan kriteria hasil: kontaminasi pada vagina
Terapeutik
pemeriksaan vagina 1. Tidak terdapat tanda-tanda
- Batasi jumlah pengunjung Berikan perawatan
berulang infeksi
kulit pada area edema
2. Demam menurun b. Menurunkan risiko infeksi saluran
(D.0142) - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
3. Nyeri menurun asendens
paslen dan lingkungan pasien
4. Kadar sel darah putih dalam - Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko c. Mengurangi tejadinya infeksi
batas normal (3,37 – 10,0 x nosocomial
103 /µL) tinggi d. Jika terjadi infeksi, cairan amnion
5. Ketuban jernih, tidak berbau Edukasi menjadi lebih kental, kuning pekat
menyengat - Jelaskan tanda dan gejala infeksi dan berbau menyengat
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
L.14137 e. Mengetahui gejala adanya infeksi
- Ajarkan cara perawatan luka atau luka operasi
f. Mengurangi perkembangan
-Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
mikroorganisme
-Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi
g. Memenuhi kebutuhan amnion
- Kolaborasi mempersembahkan imunisasi, jika apabila bayi belum siap dilahirkan
perlu
S: 37oC
00.45
RR: 18x/menit
7. Memonitor gerakan
janin
R:Gerakan Janin masih
terasa
8. Mengatur posisi pasien
R:Klien diposisikan
semi fowler
9. Melakukan manuver
leopold untuk
menentukan posisi
janin
R: Hasil: tinggi fundus
22cm
Leopold I : teraba
lunak, besar, dan bila
digoyang memantul,
TFU 22 cm
Leopold II : teraba
keras memanjang
01.00 seperti papan di
sebelah kanan ibu, ada
teraba bagian kecil
janin di sebelah kiri ibu
Lepold III : teraba
keras dan mudah
digoyang
Lepold IV : teraba
keras, tangan
pemeriksa konvergen
(kepala belum masuk
PAP).
10. Menjelaskan tujuan
dann prosedur
pemantauan
R: Klien kooperatif
11. Menginformasikan
hasil pemantauan , jika
perlu
R: Klien Kooperatif
N: 69x/menit
S: 36,5oC
RR: 20x/menit
3. Memonitor tanda
hemokonsentrasi
(misalnya kadar natrium,
15.20 BUN , hct, berat jenis urine
R:BUN 20, 1 g/dL
Kreat :1.73
4. Membatasi asupan cairan
dan garam
R: klien kooperatif
5. Meninggikan kepala
tempat tidur 30-40 derajat
R; klien tidur semi fowler
N: 80x/menit,S: 36,5oC
15.30 RR: 20x/menit
5. Mempersiapkan klien
untuk operasi
6. Mengantar klien ke OK
EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf
S: klien mengatakan masih
merasakan pergerakan janin
P: intervensi dilanjtukan
1/3/2020 Risiko cidera pada janin S: klien mengatakan masih
berhubungan dengan merasakan pergerakan janin
16.30
berkurangnya cairan
O: klien dilakukan cito SC, DJJ
ketuban pada Rahim
136x/menit
(D.0138)
A: cedera pada janin tidak terjadi
P: intervensi dihentikan
1/3/2020 Risiko infeksi berhubungan S: klien mengatakan tidak
dengan ruptur membrane demam/meriang
16.20
amniotic dan pemeriksaan
O: tidak ditemukan tanda infeksi,
vagina berulang
suhu tubuh 36,7oC
(D.0142)
-ketuban jernih
P: intervensi dihentikan
1/3/2020 Hipervolemia berhubungan S : tidak dikaji
dengan hipoalbuminemia
16.16 O: edema pada ekstrimitas
ditandai dengan edema
berkurang, vulva masih edema
pada ekstrimitas inferior
dan vulva, penurunan HB A: masalah hipervolemia belum