NNNNN

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Status Gizi dan Peran Keluarga Terhadap Pencegahan

Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan

Disusun Oleh :
Nama : Linda Amilia
Nim : 1910105057

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA
2020 / 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa balita adalah usia penting untuk pertumbuhan fisik.
Pertumbuhan anak balita balita begitu pesat maka memerlukan asupan
zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Asupan zat gizi yang tidak
memenuhi kebutuhan balita akan menyebabkan mal nutrisi. Balita yang
mengalami hal tersebut beresiko mengalami tubuh pendek (stunting).
Pada data Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2018, dalam 3 tahun
terakhir, stunting merupakan prevalensi tertinggi dibandingkan dengan
masalah gizi lainnya, maka hal ini harus diatasi agar angka kejadian
stunting tidak meningkat, yaitu dengan melakukan upaya-upaya
pencegahan terhadap kejadian stunting. Permasalahan stunting adalah
issu baru yang berpengaruh buruk pada masalah gizi di Indonesia, karena
berpengaruh pada fisik dan fungsional pada tubuh balita serta
meningkatkan angka kesakitan balita, bahkan kejadian stunting tersebut
telah menjadi sorotan WHO untuk segera dituntaskan. (Qolbi,
Munawaroh, & Jayatmi, 2020)
Kejadian stunting adalah suatu permasalahan yang banyak terjadi
dibeberapa negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Menurut
United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF)
menyatakan 1 dari 3 balita mengalami stunting. Sekitar 40% balita di
suatu desa mengalami lambat pertumbuhan. Oleh karena itu UNICEF
mendukung gagasan untuk menciptakan lingkungan secara nasional
kondusif, pada gizi melalui berbagai peluncuran pada gerakan sadar gizi
nasional (Scaling Up Nutrition – SUN). Program ini meliputi pencegahan
pada kejadian stunting. Pencegahan merupakan proses, cara, tindakan
mencegah atau tindakan menahan agar suatu hal tidak terjadi.5 Tingkat
pencegahan menurut Levell and Clark pada keperawatan komunitas bisa
diterapkan ditahap sebelum terjadinya penyakit atau pencegahan primer
(Prepathogenesis Phase) dan pada tahap sesudah terjadinya penyakit atau
pencegahan sekunder dan tersier (Pathogenesis Phase). (Qolbi et al.,
2020)
Kader posyandu belum pernah memberikan penyuluhan pen-cegahan
stunting di posyandu karena tidak tahu mengenai stunting, padahal kader
posyandu mempunyai peran penting dalam memberikan informasi
kepada masya-rkat, khususnya tentang kesehatan pada ibu balita. Kader
posyandu juga melakukan kerjasama dengan petugas kesehatan dan lintas
sektor dalam upaya meningkatkan kegiatan posyandu, meningkatkan
kunjungan masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan oleh kader posyandu
berkaitan dengan intervensi pencegahan stunting adalah memantau
pertumbuhan balita di posyandu, karena itu merupakan upaya yang
strategis untuk mendeteksi secara dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
Penanganan stunting merupakan prioritas pembangunan nasional melalui
Rencana Aksi Nasional Gizi dan Ketahanan Pangan, penyelenggaraan
dan pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan dan gerakan
masyarakat hidup sehat termasuk prioritas dana desa. Upaya pemerintah
lainnnya melalui media masa, komunikasi pada keluarga dan advokasi.
(Astuti, 2018)
Pemerintah telah mengupayakan mengatasi permasalahan status gizi
di Indonesia melalui program Indonesia sehat dengan pendekatan
keluarga dan keluarga sadar gizi. Program Indonesia Sehat memiliki
sasaran yaitu derajat kesehatan dan status gizi masyarakat dengan
meningkatkan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung
perlindungan finansial dan pelayanan kesehatan yang pemerataan.
Program pemerintah lainnya keluarga sadar gizi, yaitu keluarga yang
tidak hanya mengenal tetapi juga dapat mencegah serta mengatasi
masalah gizi yang dialami oleh setiap anggota keluarganya. (Rahmawati,
S, & Rasni, 2019)
Pada data WHO 2018 di tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta
balita di dunia mengalami stunting. Di tahun 2017 lebih dari 50% balita
stunting di dunia berasal dari Asia (55%) dan sepertiga lainnya (39%)
tinggal di Afrika. Pada tahun 2018 dari 83,6 juta balita stunting di Asia,
proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling
sedikit di Asia Tengah (0,9%), dan Asia Tenggara berada diposisi
tertinggi kedua dengan angka (14,9%).11. Berdasarkan data profil
kesehatan Indonesia tahun 2012, di ASEAN ada 3 angka prevalensi
stunting tertinggi di wilayah Asia Tenggara yaitu, Laos (48%), Kamboja
(40%) dan Indonesia (37,2%).12 Di Indonesia sendiri diperoleh dari hasil
Riskesdas tahun 2017 Prevalensi balita stunting mengalami peningkatan
dari tahun 2016 yaitu (27,5%) menjadi (29,6%) pada tahun 2017.1
Menurut UNICEF terdapat beberapa faktor yang mampu
mempengaruhi stunting pada balita, diantaranya adalah faktor langsung
dan faktor tidak langsung.18 Faktor secara langsung yaitu status gizi
kurang dan status gizi buruk yang diakibatkan oleh terbatasnya asupan
gizi pada tubuh balita yang tidak mengandung zat gizi yang sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Faktor tidak langsung adalah peran keluarga
dalam menerapkan pengasuhan, peran keluarga beruhubungan dengan
kejadian stunting terutama pada kebiasaan keluarga dalam menerapkan
kebiasaan pengasuhan, kebiasaan kebersihan, dan kebiasaan mendapat
pelayanan kesehatan pada balita.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di
Puskesmas Jatiasih Kelurahan Jatimekar Kota Bekasi terdapat 10 balita
usia 24-59 bulan dengan 2 orang yang mengalami stunting dengan
beberapa penyebab. Diantaranya adalah status gizi yang buruk,
kurangnya pengetahuan tentang pola makan yang tepat, serta kurangnya
pengetahuan dalam menerapkan peran keluarga yang baik dalam
kehidupan seharihari pada balita.
Menurut perspektif Muhammadiyah bisa dibagi menjadi 3 kata,
feeding, schooling, healing. Ketika kita menggunakan surat Ali Imron
ayat 104, mereka yang memiliki dakwah amar ma’rufnahi munkar
dengan lisan maupun tulisan dengan cara khas Muhammadiyah,yang
dikatakan sebagai orang-orang yang berbahagia itu hanya dengan
memenuhi beberapa syarat. Surat AliImron104 tidak bisa dipisahkan
dengan AliImron 113. Khoirul ummah terbaik dan umat terbaik maka
sudah kahapa yang kita lakukan sudah sesuai dan fastabiqul khoirotbukan
sebagaimana yang lain mengartikan fastabiqul khoirot. (PP Nasyiatul
Aisyiyah, 2018)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah status gizi dan peran keluarga menjadi resiko terjadinya
stunting?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi stunting?
3. Bagaimana cara mengurangi jumlah stunting di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian bertujuan untuk mengkaji hubungan status gizi dan
peran keluarga dengan pencegahan stunting
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui status stunting pada balita
b. Mengetahui peran keluarga terhadap status gizi pada balita
c. Menganalisis faktor resiko hubungan status gizi dan peran
keluarga terhadap pencegahan stunting
1.4 Manfaat
a. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor resiko yang
mempengaruhi stunting pada balita 24-59 bulan khususnya
mengenai status gizi dan pencegahan stunting
b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan dalam
menentukan program penanggulangan stunting pada palita usia
24-59 bulan
1.5 Ruang Lingkup
a. Materi
Materi dalam penelitian hubungan Status Gizi dan peran keluarga
terhadap pencegahan stunting pada balita usia 24-59 bulan
b. Responden
Responden pada hubungan status gizi dan peran keluaga terhadap
pencegahan stunting ini adalah orang tua dan anak
c. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari
d. Tempat
Hubungan status gizi dan dan peran keluarga terhadap
pencegahan stunting dilakukan di
1.6 Keaslian Penelitian

No Nama Judul Metode Hasil Perbedaan


Peneliti dan
persamaan
1 Qolbi, P. Hubungan Penelitian ini Hasil penelitian Perbedaan
A., status gizi menggunaka yang dilakukan Waktu,
Munawar pola makan n metode mengenai tempat, dan
oh, M., & dan peran kuantitatif hubungan pelaksanaa
Jayatmi, I keluarga dengan status gizi, pola n
terhadap rancangan makan, dan Persamaan
pencegahan penelitian peran orang tua Sama-sama
stunting pada cross pada balita usia meneliti
balita usia 24- sectional 24-59 bulan Di tentang
59 bulan Puskesmas hubungan
Jatiasih status gizi
Kelurahan dan peran
Jatimekar Kota keluarga
Bekasi tahun
2020 dengan
173 responden
peran keluarga
merupakan
variabel yang
berhubungan
dengan
pencegahan
stunting
2 Rahmawa Hubungan Metode Hasil penelitian Perbedaan
ti. U. H., Pelaksanaan penelitian ini berupa analisis Waktu,
S, L. A., peran menggunaka bivarat dan tempat, dan
Rasni, H. keluarga n jenis univarat yang pelaksanaa
dengan korelasi disajikan dalam n
kejadian dengan bentuk tabel Persamaan
stunting pada desain dan narasi. Sama-sama
balita di observasional Hasil penelitian meneliti
Kecamatan melalui ini menunjukan peran
Arjasa, pendekatan bahwa keluarga
Jember cross pelaksanaan terhadap
sectional peran keluarga kejadian
yang paling stunting
tinggi dalam
kategori sedang
dengan
indikator yaitu
peran formal
dan informal.
3. PP Prosiding - Hasil yang Perbedaan
Nasyiatul stunting diharapkan bukan jenis
Aisyiyah yaitu bisa jurnal
menghasilkan Persamaan
kesepakatan Sama-sama
bersama dari membahas
internal stunting
Muhammadiya menurut
h untuk perspektif
mengeluarkan islam
sikap atau
pernyataan
untuk
pencegahan
stunting.
4. Astuti, S Gerakan Metode a) Pada gerakan Perbedaan :
Pencegahan penelitian ini pencegahan Waktu,
Syunting menggunaka stunting tempat, dan
Melalui n cross dilakukan jenis
Pemberdayaa sectional dan promosi penelitian
n Masyarakat partisipasi pencegahan Persamaan
Di Jatinagor masyarakat stunting, :
Kabupaten sosialisasi Membahas
Sumedang penggunaan pencegahan
kartu stunting
integrating
untuk promosi
baik oleh
tenaga
kesehatan,
kader posyandu
dan ibu balita.
b) Komitmen
dari stakeholder
baik lintas
program
maupun lintas
sektor untuk
mencegah
stunting di
Kecamatan
Jatinangor yang
dituangkan
dalam
kesepakatan
bersama
c) Penyerahan
banner promosi
stunting kepada
Camat
Jatinangor
sebagai salah
satu media
promosi di
kantor
kecamatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting
2.1.1 Pengertian Stunting
Stunting merupakan salah satu dari permasalahan status gizi yang
ditinjau dari tinggi badan yang lebih pendek dibanding orang lain yang
seusia. (Rahmawati, S, & Rasni, 2019). Permasalahan stunting adalah
issu baru yang berpengaruh buruk pada masalah gizi di Indonesia, karena
berpengaruh pada fisik dan fungsional pada tubuh balita serta
meningkatkan angka kesakitan balita, bahkan kejadian stunting tersebut
telah menjadi sorotan WHO untuk segera dituntaskan. (Qolbi,
Munawaroh, & Jayatmi, 2020).
2.1.2 Faktor Penyebab Stunting
Secara tidak langsung selain tenaga kesehatan keluarga juga
berpengaruh pada status gizi balita, terutama peran ibu sejak masa
sebelum kehamilan hingga setelah melahirkan. Bedasarkan penelitian Car
dan Spinger pengaruh yang paling kuat pada kesehatan yaitu keluarga,
karena keluarga berperan sebagai penyedia sumber daya ekonomi, sosial
dan psikologis, ketegangan yang dapat menjadi pelindung ataupun
ancaman dari kesehatan anggota keluarga. (Rahmawati et al., 2019).
Tingginya masalah gizi kurang dan buruk pada balita menjadi bukti
bahwa balita berisiko tinggi terhadap terjadinya masalah gizi . Status gizi
pada balita dapat diketahui dengan parameter antropometri menggunakan
indeks Z-Score sebagai pemantauan pertumbuhan serta mengetahui
klasifikasi status gizi. (Latifah, Susanti, & Haryanti, 2018).
2.1.3 Tanda dan Gejala Stunting
2.1.4 Dampak Stunting
2.1.5 Cara Pengukuran Stunting
2.1.6 Patofisiologi Stunting
Masalah balita stunting menggambarkan masalah gizi kronis, yaitu
masalah yang terjadi dimasa lampau, yang dipengaruhi dari keadaan ibu
atau calon ibu, masa janin, dan masa bayi atau balita, serta penyakit yang
diderita selama masa balita. Pada masa kandungan, janin akan
berkembang dan tumbuh sesuai dengan bertambahnya panjang dan berat
badan, perkembangan otak juga organ-organ lainnya. kurangnya gizi
yang terjadi pada kandungan dan awal kehidupan mengakibatkan
terjadinya reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut
termasuk perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya.
Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi diekspresikan pada umur
dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek. (Qolbi et al., 2020)
2.2 Standar Kompetensi Bidan
2.2.1 Peran Bidan Dalam Upaya Stunting
2.2.2 Peran Bidan Dalam Menurunkan Stunting
2.3 Imunisasi Dasar Lengkap
2.3.1 Pengertian Imunisasi Dasar Lengkap
2.3.2 Jenis-Jenis Imunisasi Dasar
2.3.3 Manfaat Imunisasi Dasar
2.3.4 Akibat Tidak Imunisasi Dasar Lengkap
2.4 ASI Eksklusif
2.4.1 Pengertian ASI
2.4.2 Manfaat ASI
2.4.3 Kandungan Gizi
2.5 Asupan Makanan Energi dan Protein
2.5.1 Pengertian Energi dan Protein
2.5.2 Kebutuhan Energi dan Protein
2.5.3 Akibat Kekeurangan Energi dan Protein
2.6 Peran Keluarga
2.7 Pendapatan Rumah Tangga
2.8 Fasilitas Pelayanan Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, S. (2018). Gerakan Pencegahan Stunting Melalui Pemberdayaan Masyarakat Di


Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Dharmakarya, 7(3), 185–188.
https://doi.org/10.24198/dharmakarya.v7i3.20034
PP Nasyiatul Aisyiyah. (2018). PROSIDING Stunting dalam Perspektif Islam.
Qolbi, P. A., Munawaroh, M., & Jayatmi, I. (2020). Hubungan Status Gizi Pola Makan dan
Peran Keluarga terhadap. 167–175.
Rahmawati, U. H., S, L. A., & Rasni, H. (2019). Hubungan Pelaksanaan Peran Keluarga dengan
Kejadian Stunting pada Balita di Kecamatan Arjasa, Jember. Pustaka Kesehatan, 7(2), 112.
https://doi.org/10.19184/pk.v7i2.19123

Anda mungkin juga menyukai