ACARA 5 - For Merge
ACARA 5 - For Merge
ACARA 5 - For Merge
A. Tujuan Acara
Mengetahui pengaruh panjang stek badatang terhadap pertumbuhan ubikayu.
B. Tinjauan Pustaka
Di Indonesia, ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan makanan pokok
ketiga setelah padi-padian dan jagung. Permasalahan umum pada pertanaman
ubikayu adalah produktivitas dan pendapatan yang rendah. Rendahnya
produktivitas disebabkan oleh belum diterapkannya teknologi budidaya
ubikayu dengan benar, seperti belum dilakukan pemupukan dengan baik. Salah
satu teknik budidaya yang dapat menjadi solusi untuk meningkatkan
produktivitas ubi kayu adalah dengan menggunakan sistem tanam double row.
Kita ketahui luas areal pertanaman ubi kayu masih sangat kurang dan jumlah
produksi masih sangat kurang belum memenui standar. Dengan berkurangnya
luas areal tanaman ubi kayu dan meningkatnya kebutuhan bahan baku ubi kayu
untuk industri makanan dan bio-etanol sementara produktivitas ubi kayu masih
rendah, maka solusi yag tepat adalah peningkatan produktivitas per satuan luas.
Karena itu penggunaan sistem tanam double row diharapkan akan menjadi
salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangan bahan baku ubi kayu di masa
mendatang. Berikut adalah klasifikasi dari ubikayu (Andoko, 2007).
Kingdom : Plantae
Infra Kingdom : Streptophyta
Divisi : Tracheophyta
Sub Divis : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Super Ordo : Rosanae
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
37
38
utama terbentuk bulat dan berbulu, warna batang, cabangnya ada yang
berwarna hijau dan ungu,biji kacang hijau merupakan lebih kecil dibanding biji
kacang-kacangan lain. Biji kacang hijau terdiri dari tiga bagian utama yaitu
kulit biji (10%), kotiledon (88%) dan lembaga (2%). Bagian kulit biji kacang
hijau mengadung mineral antara lain fosfor (P), kalsium (Ca), dan besi (Fe).
Kotiledonbanyak mengandung pati dan serat, sedangkan lembaga merupakan
sumber protein dan lemak (Purnomo, 2006). Tanaman kacang hijau berakar
tunggang dengan akar cabang pada permukaan dan bunga kacang hijau
berwarna kuning tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta batang dan
dapat menyerbuk sendiri. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman kacang hijau
(Rukmana, 1997).
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus L.
Tumpangsari merupakan salah satu jenis pola tanam yang
termasuk jenis polikultur. Polikultur karena pada suatu lahan ditanami lebih
dari satu jenis tanaman. Lebih detail, tumpangsari merupakan suatu pola
pertanaman dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu
hamparan lahan dalam periode waktu tanam yang sama. Pada awalnya,
tumpang sari merupakan pola tanam yang banyak digunakan oleh petani-petani
yang melakukan usaha tani guna mencukupi kebutuhan sendiri dan keluarga
(subsisten). Resiko kegagalan yang tinggi dalam usaha pertanian membuat
petani menanam lebih dari satu jenis tanaman sehingga ketika terjadi
kegagalan panen satu kamoditas masih dapat memanen komoditas yang lain.
40
Tumpangsari pada awalnya juga lebih dilakukan untuk tanah marginal modal
petani yang kecil. (Thahir, 1999).
Dalam perkembangan yang lebih lanjut, tumpangsari bukan hanya
milik petani subsisten yang hanya melakukan usaha tani pada lahan yang dapat
dikatakan marginal dengan modal yang seadanya. Tumpangsari sudah banyak
diterapkan petani baik semi-komersial maupun komersial dan juga diterpakan
pada lahan-lahan yang subur yang memang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan berbagai macam tanaman. Ini tidak terlepas dari beberapa
kelebihan yang dimiliki oleh pola tanam tumpangsari.
1. Efisien penggunaan ruang dan waktu
Seperti talah dijelaskan sebelumnya, tumpangsari merupakan penanaman
lebih dari satu jenis tanaman pada satu lahan dalam periode waktu yang sama.
Dengan pola tanam ini, akan dihasilkan lebih dari satu jenis panenan dalam
waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan. Lebih dari satu hasil panen
yang dihasilkan dalam satu waktu merupakan alah satu efisiensi produksi
dalam kaitannya dengan waktu. Dalam kaitannya dengan ruang, pada pola
tanam tumpang sari, masih ada space yang kosong pada jarak tanam tanaman
dengan habitus tinggi seperti jagung atau tanaman tahunan yang lainnya.
Ruang kosong itu yang dimanfaatkan untuk pertanaman tanaman yang lain
sehingga penggunaan lahan lebih efisien. Dalam beberapa penelitian,
tumpangsari diketahui mampu meningkatkan produktivitas lahan. Tumpangsari
memang menurunkan hasil untuk masing-masing komoditas yang
ditumpangsarikan karena adanya pengaruh kompetisi, tetapi, berdasarkan nilai
nisbah kesetaraan lahan (NKL), berkurangnya hasil tiap-tiap komoditas masih
berada di dalam kondisi yang menguntungkan. Contoh tumpangsari yang
mampu meningkatkan produktivitas lahan adalah tumpangsari antara jagung
dengan ubi kayu dan juga tumpangsari antara jagung dengan kacang
hijau. Berdasarkan fakta tersebut, tumpangsari kemudian disebut sebagai pola
tanam yang intensif.
2. Mencegah dan mengurangi pengangguran musim
41
Pada beberapa jenis tanaman, tanaga kerja banyak dibutuhkan pada musim
tanam dan musim panen saja. Akibatnya, banyak pengangguran di sela-sela
musim tanam dengan musim panen. Pada tumpangsari, tanaman yang
diusahakan lebih beragam. Perawatan yang dilakukan untuk setiap jenis
tanaman kebanyakan juga tidak dalam waktu yang sama. Dengan demikian,
petani akan selalu memiliki pekerjaan selama siklus hidup tanaman.
3. Pengolaahan tanah menjadi minimal
Pengolahan tanah minimal lebih terlihat pada pola tanam tumpang gilir.
Pada tumpang gilir, segera setelah suatu tanaman hampir menyelesaikan siklus
hidupnya, buru-buru ditanami tanaman yang lain. Akibatnya, tidak ada waktu
lebih untuk melakukan pengolahan tanah. Salah satu kelebihan tanpa
pengolahan tanah atau dengan pengolahan tanah minimal adalah tidak
terjadinya kerusakan struktur tanah karena terlalu intensif diolah. Selain itu,
pada pengolahan tanah minimal atau tanpa oleh tanah resiko erosi akan lebih
kecil daripada yang diolah secara sempurna.
4. Meragamkan gizi masyarakat
Hasil tanaman yang lebih dari satu jenis tentunya akan memberikan nilai
gizi yang beragam. Setiap tanaman pada dasarnya memiliki kandungan gizi
yang berbeda-beda. Ada sebagian yang mengandung karbohidrat, ada juga
yang mengandung protein, lemak, atau vitamin-vitamin. Penganekaragaman
jenis tanaman juga akan memberikan keanekaragaman jenis gizi kepada
masyarakat.
5. Menekan serangan hama dan patogen Pola tanam monokultur telah
mengingkari sistem ekologi. Penanaman hanya satu jenis tanaman talah
mengurangi keberagaman makhluk hidup penyusun ekosistemnya sehingga
seringkali terjadi ledakan populasi hama dan patogen penyebab penyakit
tanaman. Pola tanam dengan sistem tumpangsari sama dengan memodifikasi
ekosisitem yang dalam kaitannya dengan pengendalian OPT memberikan
keuntungan (1) penjagaan fase musuh alami yang tidak aktif (2) penjagaan
keanekaragaman komunitas (3) penyediaan inang alternative (4)penyediaan
42
makanan alami (5) pembuatan tempat berlindung musuh alami, dan (6)
penggunaan insektisida yang selektif.
Sistem budidaya (pola tanam) tumpangsari ubikayu dengan kacang
hijau di lahan kering biasa diterapkan petani di Pulau Jawa dengan beberapa
keuntungan antara lain:
1. Pertanaman kedelai dapat memanfaatkan ruang kosong antar barisan tanaman
muda ubikayu.
2. Petani memperoleh hasil panen dalam waktu singkat (80 - 85 hari) dari
tanaman kacang hijau.
3. Daun kacang hijau yang rontok dan perakaran kedelai yang membentuk bintil
rhizobium menambah kesuburan tanah.
4. Produktivitas lahan dan nilai ekonomi usahatani dalam satu tahun meningkat.
5. Secara empiris kombinasi tanaman ubikayu-kacang hijau menghasilkan
pertumbuhan yang serasi (Jumin, 1994).
Pada dasarnya teknik ini menggabungkan tiga macam budidaya, yakni
budidaya monokultur tanaman kacang hijau pada musim pertama (awal musim
hujan), tumpang-sisip dengan penanaman ubi kayu yang diatur secara baris
ganda (double-row) (umur kacang hijau 20 hari), budi daya lorong tanaman
kacang hijau di antara ubi kayu pada musim kedua (menjelang akhir musim
hujan). Walaupun populasi ubi kayu sedikit lebih rendah dibanding populasi
monokultur (sekitar 90%), namun pada penanaman tumpangsari, hasil ubi kayu
per pohon lebih tinggi sehingga hasil total lebih tinggi daripada monokultur.
Teknologi Sistem tanam double row dirancang untuk memperbaiki lingkungan
tumbuh tanaman ubi kayu sehingga mampu berproduksi optimal. Teknologi
sistem tanam double row dirancang dengan pembuatan baris ganda pada
pertanaman ubi kayu, yakni pada umumnya jarak antar barisan tanaman 160 cm
dan 80 cm dan jarak di dalam barisan sama yakni 80 cm. Diantara barisan yang
berukuran 160 cm dapat ditanami jagung dan kacang-kacangan untuk
meningkatkan pendapatan petani. Sistem tanam double row dapat meningkatkan
produktivitas ubikayu dari 17,53 ton/ha menjadi 50 – 60 ton/ha atau terjadi
peningkatan produktivitas lebih dari 250 % dibandingkan dengan cara tanam
43
D. Cara Kerja
1. Membuat bedengan seluas 280 x 350 cm2.
2. Mengolah tanah dengan mencangkul dan meratakan serta memberikan
pupuk kandang ayam sebanyak 2 ember.
3. Menyiapkan stek batang ubikayu dengan panjang 25 cm dan benih kacang
hijau
4. Menanamkan stek batang ubikayu dengan jarak tanam 60 x 70 cm dan
tanaman kacang hijau dengan jarak tanam 30 x 35 cm
5. Memelihara tanaman dengan menyiram setiap pagi dan sore dan melakukan
penyiangan gulma
E. Tabel Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengaruh Panjang Stek terhadap Pertumbuhan Ubi Kayu
P Ulangan I Ulangan II Ulangan III
PT JD JT % PT JD JT % PT JD JT %
45
F. Pembahasan
Double row adalah sebuah system penanaman dengan membuat baris
ganda (double row), pada praktikum teknologi budidaya ubi kayu secara
Double row menggunakan stek ubi kayu dan kacang sebagai bahan. Ubi kayu
atau yang lebih sering dikenal dengan nama ketela pohon merupakan pohon
tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya
dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya
sebagai sayuran. Praktikum ini dilakukan tiga kali ulangan dengan perlakuan
yang diberikan untuk stek ubi kayu yaitu perlakuan 1 dan 2 dengan panjang
46
stek 20 cm, perlakuan 1 dan 2 dengan panjang stek 25 cm, dan perlakuan 1
dan 2 dengan panjang stek 30 cm.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil
paling baik ditunjukan pada stek ubi kayu dengan panjang 30 cm. Hal ini
dikarenakan semakin panjang bahan setek maka semakin banyak cadangan
makanan berupa karbohidrat yang dapat digunakan untuk membantu proses
pembentukan akar pada tanaman. Pada praktikum ini stek dengan panjang 30
cm juga menghasilkan tunas yang lebih banyak. Hal ini dikarenakan
kandungan cadangan makanan yang ada di dalam batang dianggap dapat
memenuhi kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan tunas baru. Dari hasil
pengamatan dalam praktikum ditunjukan pada semakin tinggi tanaman maka
semakin banyak tunas yang dihasilkan.
Sedangkan untuk jenis kacang yang digunakan sebagai bahan pada
praktikum ini yaitu kacang tunggak, kacang hijau, dan kacang kedelai.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh bahwa persentase
hidup paling besar ada pada jenis kacang tunggak. Hal ini disebabkan karena
pada jenis kacang tunggak dapat tahan dan kuat jika tumbuh pada lingkungan
yang kering atau bersuhu tinggi, selain itu juga jenis kacang tunggak ini lebih
mudah dalam budidayanya.
G. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakauan dan pembahasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin Panjang batang yang digunakan untuk stek maka
semakin baik pertumbuhannya.
47
DAFTAR PUSTAKA
Andoko. 2007. Budi Daya Singkong: Umbi Jalar. Jakarta: Agromedia Pustaka
Sutarno. 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanam. Bogor: Pusat Penelitian
Tanaman Pangan.