PATOFISIOLOGI KASUS KEBIDANAN Sisa Plasenta
PATOFISIOLOGI KASUS KEBIDANAN Sisa Plasenta
PATOFISIOLOGI KASUS KEBIDANAN Sisa Plasenta
Dosen Pembimbing :
Oleh :
MARISASANTI PUTRI
NIM: PO71242210024
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
2021-2022
KATA PENGANTAR
kasus Sisa Plasenta makalah kasus ini penulis susun dalam rangka pencapaian
kompetensi, dan merupakan salah satu tugas yang harus dipenuhi oleh setiap
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kebidanan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
C........................................................................................... Tujuan 4
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................78
A.Kesimpulan.............................................................................94
B............................................................................................. Saran 95
Daftar Pustaka........................................................................................................97
LAMPIRAN JURNAL
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator yang penting bagi derajat
kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah ibu yang meninggal karena suatu penyebab
melahirkan dan dalam masa nifas tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000
Menurut WHO (2015) jumlah ibu yang meninggal karena komplikasi kehamilan dan
persalinan sekitar 830 ibu meninggal setiap hari di seluruh dunia. Peningkatan ini sangat luar
biasa, mengingat pertumbuhan populasi yang cepat dibanyak negara dimana kematian ibu
tertinggi. Menurut UNICEF (2015) di Negara Afrika Sub-Sahara jumlah angka kematian ibu
sangatlah tinggi yaitu mencapai 201.000 kematian per tahun. Perdarahan tetap menjadi penyebab
utama kematian ibu, terhitung dari 201.000 ibu yang meninggal, 28% ibu meninggal karena
perdarahan.
Prevalensi angka kematian ibu di Indonesia secara umum pada tahun 2015-2016 sebanyak
4.912, terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 4.999 kasus pada tahun 2015,
dan 4.912 pada tahun 2016, akan tetapi penurunan yang terjadi masih dikategorikan tinggi
karena angka kematian ibu merupakan indikator penting bagi derajat kesehatan (Kemenkes RI,
2017).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2017) kematian ibu di Indonesia masih didominasi
oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan
1
infeksi. Lebih dari 800 ibu meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.
Perdarahan tetap menjadi penyebab utama kematian ibu, terhitung lebih dari seperempat (28%)
Obafemi Awolowo Nigeria, penyebab dari perdarahan pasca persalinan adalah retensi produk
konsepsi karena kesalahan penanganan pada kala III persalinan, hal ini terjadi pada (78,57%)
kasus. Risiko yang dialami ibu selama proses persalinan tidak hanya terjadi di fase kala I atau II,
bahkan setelah bayi sudah keluar dari rahim ibunya risiko tersebut mengancam kehidupan
seorang ibu. Jika saat proses kala III atau tahap pengeluaran plasenta mengalami perlambatan
kemungkinan ibu dikatakan mengalami retensi plasenta yang selanjutnya menyebabkan ibu
berisiko mengalami perdarahan yang melebihi batas normal (Manurung, 2011). Menurut hasil
penelitian di Rumah Sakit Pendidikan Nigeria sebanyak 112 wanita mengalami perdarahan pasca
melahirkan ditinjau selama periode kala III persalinan, sebanyak 76(67,86%) mengalami
perdarahan pasca persalinan primer dan 36(32,14%) mengalami perdarahan pasca persalinan
Perdarahan yang mengakibatkan kematian paling sering terjadi di proses persalinan kala
III, dimana di proses persalinan kala III terjadi setelah bayi lahir uterus akan teraba keras dengan
fundus uteri diatas pusat dalam beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dinding uterus. Kontraksi otot uterus mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan tersebut mengakibatkan ukuran tempat
implantasi plasenta berkurang, sehingga plasenta menekuk dan kemudian terlapas dari dinding
uterus dan turun menuju ke bagian bawah uterus, kedalam vagina dan kemudian lahir melalui
2
Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta) dimulai setelah
lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Proses kala III
biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Jika di kala III tidak dilakukan penanganan
yang benar maka akan menyebabkan risiko perdarahan. (Mutmainnah, Johan & Liyod, 2017).
Perdarahan kala III adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah persalinan kala III,
yang dibagi menjadi bentuk perdarahan postpartum primer (berlangsung selama 24 jam pertama)
dan perdarahan post partum sekunder (setelah 24 jam pertama) (Sari & Rimandini, 2014).
Faktor penyebab perdarahan pasca persalinan secara langsung adalah atonia uteri, retensio
plasenta, trauma jalan lahir, inversion uteri, ruptur uteri, dan gangguan sistem pembekuan darah.
Faktor predisposisi yang harus dipertimbangkan ialah riwayat perdarahan pasca persaalinan
predisposisi perdarahan postpartum antara lain paritas, umur kehamilam, jarak persalinan,
induksi oksitosin, riwayat seksio sesaria, riwayat perdarahan postpartum dan kala I dan II yang
Jika perdarahan terus terjadi maka Ibu akan mengalami banyak kehilangan darah serta
keadaannya melemah dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Jika kehilangan
darah tidak dihentikan maka ibu akan mengalami kematian (Oxorn & Forte, 2010). Peran dari
penolong persalinan adalah menangani dan mengatasi komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu
atau janin. Jika di ambil keputusan untuk melakukan campur tangan, itu harus dipertimbangkan
dengan hati-hati. Tiap campur tangan tidak hanya membawa keuntungan potensial, tetapi juga
resiko potensial seperti risiko perdarahan. Pada sebagaian besar kasus, penanganan yang terbaik
3
dapat berupa menejeman aktif kala III, dimana tedapat tiga langkah utama di kala III yaitu :
Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan
tali pusat terkendali (PTT), masase fundus uteri. Tujuan dari manajemen aktif kala III adalah
untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
Sebagian besar kasus kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang
sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III (Aprillia, 2010). Untuk
mencegah terjadinya perdarahan maka dilakukan masase fundus uteri ketika persalinan. Masase
fundus uterus dilakukan untuk memicu kontraksi uterus disertai dengan tarikan tali pusat
terkendali (Rini & Kumala, 2016). Masase fundus uteri dilakukan pada kala III yaitu pada
langkah ke 3 dari 3 langkah utama manajemen aktif kala III (Tando, 2013).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Patofisiologi kasus kebidanan pada Ny. R G3P2A0H2 dengan retensio plasenta di
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuannya sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Tujuan umum Studi kasus ini adalah untuk mengetahui Patofisiologi kasus kebidanan pada Ny.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui gambaran tentang pengkajian dan pengumpulan data pada Ny R di RSUD Raden
2021.
d. Diketahui gambaran tentang menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera baik mandiri,
e. Diketahui gambaran tentang menyusun rencana asuhan yang menyeluruh dengan tepat dan
f. Diketahui gambaran tentang tindakan asuhan kebidanan yang diberikan sesuai dengan
rencana yang efesien dan aman selama masa persalinan pada Ny R di RSUD Raden
persalinan ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP pada Ny. R di RSUD Raden
1. Manfaat teriotis
Sebagai referensi dan sebagai salah satu sumber data bagi mahasiswa untuk melakukan
prosedur masase fundus uteri untuk mencegah risiko perdarahan kala III pada ibu bersalin
normal.
5
2. Manfaat praktis
Semoga hasil studi kasus ini dapat diaplikasikan oleh semua tenaga kesehatan khususnya
bidan dan tenaga medis lainnya dalam melakukan asuhan kebidanan dengan retensio plasenta
Semoga hasil kasus ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik lagi dan sebagai acuan dalam
c. Bagi penulis
Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi penulis untuk melakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Persalinan
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan
6
lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010:164). Persalinan
adalah proses keluar-nya bayi, plasenta dan selaput ketuban dari uterus ibu.
Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum
KR, 2013:37).
kehamilan cukup bulan, letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu,
ibu, serta dengan tenaga ibu sendiri. Hampir sebagian besar persalinan
persalinan patologi apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kondisi ibu dan
bayi atau juga akibat kesalahan dalam memimpin proses persalinan (Saifuddin,
2009:450).
lain :
7
b. Persalinan buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari
luar.
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan
a. Tanda-tanda Persalinan
1) Lightening
uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan
rotondum, gaya berat janin kepala kearah bawah. Masuknya kepala bayi ke
pintu atas panggul dirasakan ibu hamil sebagai terasa ringan dibagian atas, rasa
sesak berkurang, dibagian bawah terasa sesak, terjadi kesulitan saat berjalan,
yang terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi perdarahan karena kapiler
3) Blood show
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Kontraksi
sering, sebagai his palsu (Manuaba, 2010:172). Sifat his permulaan adalah rasa
nyeri ringan di bagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan
pada serviks atau pembawa tanda, durasinya pendek, dan tidak bertambah bila
(Sarwono, 2009:310)
a. Power
1) His
pendek dan lebih tebal dan kavumnya menghilang. Pada awal kala satu
interval 23 menit, berlangsung selama 5060 menit dan sangat kuat
(Fraser, M. D 2009:432).
9
Kontraksi ini bersifat involunter karena berada di bawah
pengaruh saraf instrinsik. Ini berarti ibu tidak memiliki kedali fisologis
2) Tenaga mengedan
ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intra abdominal
ibu yang meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot – otot
atau dipecahkan, serta sebagian presentasi sudah berada didasar panggul, yakni
bersifat mendorong keluar dibantu dengan keinginan ibu untuk mengedan atau
tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk
b. Passage
dan ligamen (Sarwono, 2010:188). Merupakan jalan lahir yang harus dilewati
oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks, dan vagina
(Badriah, 2012:32).
c. Passenger
1) Janin
2) Plasenta
Plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka dia dianggap sebagai
3) Air ketuban
kuat dan ulet tetapi lentur. Air ketuban adalah jaringan yang menentukan
Penurunan ini terjadi karena tekanan dari cairan air ketuban dan juga saat
terjadinya dilatasi serviks atau pelebaran muara dan saluran serviks yang
11
terjadi di awal persalinan, dapat juga karena tekanan yang ditimbulkan oleh
normal:
a. Turunnya Kepala
b. His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat,
sinklitismus, bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu
atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu
arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul.
membuat sudut lancip kedepan dengan pintu atas panggul. Dapat pula
anterior.
c. Majunya Kepala
rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara
majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi secara
12
bersamaan, majunya kepala bersamaan dengan gerakan fleksi, putaran
d. Fleksi
akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu
dalam rongga panggul. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul
maksimal.
f. Ekstensi
Pada saat rotasi ubun- ubun kecil berputar ke arah depan, sehingga di dasar
panggul ubun- ubun kecil di bawah simfisis, dan dengan suboksiput sebagai
bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera
mengadakan rotasi, yang disebut putaran faksi luar. Putaran paksi luar ialah
13
gerakan kembali ke posisi sebelum putaran faksi dalam terjadi, untuk
h. Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keaadaan miring. Di dalam rongga
panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada
depan terlebih dahulu, baru kemudian trokonter belakang. Kemudian bayi lahir
seluruhnya.
6. Tahapan Persalinan
a. Kala I
1) Pengertian Kala I
a) Fase laten
Sebelum kala satu aktif dan dapat berlangsung 68 jam pada ibu
2009:432).
b) Fase aktif
Serviks mengalami dilatasi yang lebih cepat. Saat ini dimulai ketika
serviks berdilatasi 34 cm dan, jika terdapat kontraksi ritmik, kala satu
aktif ini akan selesai jika serviks sudah mengalami dilatasi penuh 10cm
2) Partograf
kondisi ibu dan janin, asuhan yang diberikan selama persalinan dan
persalinan secara aman dan tepat waktu. Selain itu, dapat mencegah
(Sarwono, 2010:315).
15
3) Nyeri Persalinan
dari rahim memasuki medula spinalis pada segmen torakal ke-10, ke-
11, ke-12, serta segmen lumbal yang pertama. Selama bagian akhir
kala I dan di sepanjang kala II, impuls nyeri bukan saja muncul dari
(Yulianti, 2009:49).
b. Kala II
1) Pengertian kala II
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai kala
kontraksi.
16
d) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan
vagina.
e) Perineum menonjol.
h) Durasi
c. Kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun
Pada kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 510 menit. Dengan
a) Metode Schultze
b) Metode Duncan
19
Menurut JNPK-KR (2013:124) tujuan manajemen aktif kala III
bayi lahir
d. Kala IV
2 jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan
bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, ibu
melahirkan bayi dari perutnya dan bayi menyesuaikan diri dari dalam perut ibu
ke dunia luar. Bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan
bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu.
berkontraksi baik dan kuat, evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan
20
anda secara melintang dengan pusat sebagaai patokan, memperkirakan
asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di bagian belakang partograf,
dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atau
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume
dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua
darah ibu ialah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila
serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi
2013:137).
Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal
Tekanan darah dan nadi ibu harus dicatat segera setelah kelahiran bayi
a. Persiapan Persalinan
a) Ruangan yang hangat dan bersih, memiliki sirkulasi udara yang baik
b) Sumber air bersih dan mengalir untuk cuci tangan dan memandikan
d) Kecukupan air bersih, klorin, detergen, kain pembersih, kain pel dan
e) Kamar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan penolong
persalinan.
22
f) Tempat yang lapang untuk ibu berjalan-jalan dan menunggu saat
persalinan.
persalinan.
diperlukan
dalam keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan kelahiran banyi.
terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat
3) Persiapan rujukan
jiwa ibu dan banyinya apabila terjadi penyulit. Jika perlu dirujuk, siapkan
dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan yang telah diberikan dan
(JNPKR 2013:52).
Persalinan adalah saat yang menegangkan dan dapat menggugah emosi ibu
dan keluarganya atau bahkan dapat menjadi saat yang menyakitkan dan
asuhan sayang ibu selama persalinan dan proses kelahiran banyinya (JNPK-
a) Dukungan emosional
kenyamanan ibu.
b) Mengatur posisi
anjurkan ibu untuk tidak berbaring telentang lebih dari 10 menit karena
apabila ibu berbaring telentang maka berat uterus dan isinya akan
kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten
Makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama persalinan akan
(JNPK-KR 2013:52).
lebih sering jika ibu merasa ingin berkemih atau jika kandung kemih
Anjurkan ibu untuk buang air besar bila perlu. Jika ibu ingin buang air
besar saat fase aktif, lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa
apa yang dirasakan ibu bukan disebabkan oleh tekanan bayi pada
rektum. Bila memang bukan gejala kala II izinkan ibu untuk kekamar
e) Pencegahan infeksi
25
Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan
kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan untuk
26
Berdasarkan penjelasan teori di atas, maka dapat digambarkan dalam Gambar 1 sebagai
berikut:
Pengkajian :
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan obstetric
d. Pemeriksaan dalam
e. Mencatat dan mengkaji hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
Hasil :
Persalinan
27
b. Asuhan persalinan Normal
Menurut JNPK-KR (2013:1319) Langkah asuhan persalinan normal antara lain :
1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala II
2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
3) Pakai celemek plastik
4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai. cuci tangan dengan sabun dan
air bersih yang mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi
yang bersih dan kering.
5) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada tangan yang akan digunakan untuk periksa
dalam.
6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik, gunakan tangan yang memakai sarung tangan
DTT dan steril pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat steril.
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang
dengan menggunakan kapas atau kassa telah dibasahi air DTT. jika mulut vagina,
perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama
dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kassa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi.
8) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap, bila
pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban belum pecah maka lakukan amniotomi.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepas dan rendam sarung tangan
dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan.
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk memastikan
DJJ dalam batas normal (120160 x/menit)
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, dan bantu ibu dalam
menemukan posisi yang nyaman dan sesuai keinginannya.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran, pada saat ada his,
bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
28
15) Meletakkan handuk bersih di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 56 cm.
16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18) Memakai sarung tangan DTT pada ke-2 tangan
19) Pada saat kepala bayi tampak dengan diameter 56 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang
lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan
22) Pada saat kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara bipariental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas
dan distal untuk melahirkan bahu belakang
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
tangan dan siku sebelah atas
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah.
25) Melakukan penilaian selintas:
a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b) Apakah bayi bergerak aktif?
Jika bayi tidak menangis, bernapas megap-megap lakukan langkah resusitasi.
26) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk kain yang
kering. Biarkan bayi di atas perut ibu
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 IU IM di 1/3 paha atas
bagian distal lateral.
29
30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Mendorong isi tali pusat kearah ibu dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari
klem pertama
31) Dengan 1 tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit, dan lakukan pengguntingan tali
pusat diantara 2 klem tersebut. ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci
pada sisi lainnya
32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu, luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di
dada/ perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari puting payudara ibu.
33) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi dikepala bayi
34) Memindahkan klem pada tali pusat berjarak 510 cm dari vulva
35) Meletakkan 1 tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk mendeteksi.
Tangan lain menegangkan tali pusat
36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso kronial. Jika plasenta tidak lahir
setelah 3040 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorso kronial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
kearah atas, mengikuti poros jalan lahir
38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan palsenta dengan kedua tangan. Pegang
dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang disediakan.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri. Letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi.
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan
bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukkan kedalam
kantong plastik atau tempat khusus.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan
42) Memastikan uterus berkontaksi dengan baik agar tidak jadi perdarahan pervagina
30
43) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit, kekulit di dada ibu paling sedikit 1 jam
44) Setelah 1 jam, lakukan penimbangan atau pengukuran bayi beri tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K 1Mg intramuscular di paha kiri anterolateral
45) Setelah 1 jam pemberian K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis B dipaha kanan
anterolateral
46) Melakukan pemantauan kontraksi dan mencegah pendarahan pervagina
47) Mengajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam ke 2 pasca persalinan
50) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik
51) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi selama 10 menit. Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi
52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang sesuai
53) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
54) Memastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klirin 0,5%.
56) Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin0,5%. Melepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
57) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
58) Melengkapi patograf , periksa tanda vital dan asuhan kala IV.
32
b) Menjelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak
nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam,
perlahan dan rileks.
c) Dengan lembut tapi mantap gerakkan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya
uterus berkontraksi.
d) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh. Periksa
plasenta sisi maternal untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang. Periksa plasenta
sisi foetal untuk memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan. Evaluasi
selaput untuk memastikan kelengkapannya.
e) Periksa uterus setelah 1 hingga 2 menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika
uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarganya cara melakukan masase uterus hingga mampu untuk segera mengetahui
jika uterus tidak berkontraksi baik.
f) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan dan
setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.
d. Asuhan Persalinan Kala IV
Menurut JNPK-KR (2013) selama 2 jam pasca persalinan :
1) Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan tiap 15 menit pada
satu jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak
normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
2) Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama 1 jam
pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal,
tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu
3) Pantau temperatur tubuh setiap jam selam 2 jam pertama pasca persalinan. Jika meningkat,
pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
4) Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan
setiap 30 menit selama jam ke-2 pada kala IV
5) Ajarkan ibu keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar
dan bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
6) Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan
baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posis ibu agar nyaman, duduk bersandarkan
bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup
baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI
33
7) Lengkapi asuhan esensial bagi bayi baru lahir. Jangan gunakan kain pembebat perut selama 2
jam pertama pasca persalinan atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut
menyulitkan penolong untuk menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih
penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan
setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda
setelah dia melahirkan banyinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara
menyiramkan air bersih dan hangat keperineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-jari
ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Jika setelah
upaya tersebut, ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin perlu dilakukan
kateterisasi (JNPK-KR 2013).
B. Konsep Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah suatu metode atau bentuk pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam memberi asuhan kebidanan.
34
introitus vagina, bagaimana gerakan janin, kontraksi uterus, pemeriksaan leopold dan
sebagainya (Yulianti,dkk, 2009: 9697).
b. Langkah II: Interpretasi data dasar.
Langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan
interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan
diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti
diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal
yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.
Masalah juga sering menyertai diagnosa. Sebagai contoh: wanita pada trimester ketiga merasa
takut terhadap proses persalinan dan melahirkan yang sudah tidak dapat ditunda lagi.
Perasaan takut tidak termasuk dalam kategori nomenklatur standar diagnosa tetapi tentu akan
menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan
suatu perencanaan untuk mengurangi rasa takut (Varney, 2007:27).
c. Langkah III: Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi
penanganannya.
Langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial
berdasarkan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap
mencegah diagnosa ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam
melakukan asuhan yang aman. Contoh: seorang wanita dengan pemuaian uterus yang
berlebihan, bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab pemuaian uterus yang
berlebihan tersebut. Kemudian dia harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk
mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan postpartum
yang disebabkan oleh atonia uteri karena pemuaian uterus yang berlebihan.
Langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak
hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan
antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar
merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional atau logis. Kaji ulang apakah
diagnosa atau masalah potensial yang diidentifikasi sudah tepat (Varney, 2007:27).
d. Langkah IV: Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera untuk melakukan konsultasi,
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien.
35
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan
prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada
waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi,
beberapa data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak
segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak. Dari data yang dikumpulkan dapat
menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus
menunggu intervensi dari dokter. Situasi lainnya tidak merupakan kegawatan tetapi
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Demikian juga bila ditemukan tanda-
tanda awal dari preeklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau
masalah medik yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang
ahli perawatan klinis BBL. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap
klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
manajemen asuhan kebidanan.
Pada penjelasan di atas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus
sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan
merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa atau masalah
potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan segera yang
harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini termasuk tindakan
segera yang mampu dilakukan secara mandiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan. Kaji
ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan (Varney, 2007:27).
e. Langkah V: Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh.
Langkah ini merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa
yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap
dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari
kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan
36
terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien
bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah
psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal
yang berkaitan dengan setiap aspek kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh
kedua pihak, yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga
akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah
merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien
kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya. Semua keputusan yang
dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid
berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa
yang akan dilakukan klien. Kaji ulang apakah rencana asuhan sudah meliputi semua aspek
kesehatan terhadap wanita (Varney, 2007:2728).
f. Langkah VI: Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman.
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.
Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya, misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar
terlaksana. Dalam situasi bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang
mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah
tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh
tersebut. Manajemen yang efesien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan
mutu dan asuhan klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan (Varney,
2007:28).
g. Langkah VII: Mengevaluasi efektivitas asuhan yang diberikan.
Langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut
dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan
bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa
proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen untuk
37
mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian
terhadap rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan pengkajian yang
memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses
klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung didalam situasi klinik dan dua langkah
terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini
dievaluasi dalam tulisan saja (Varney, 2007:28).
40
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang telah dibuat
sebelumnya, yang sesuai dengan kebutuhan ibu.
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
b. Kala II
1) Pengumpulan data dasar
a) Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui anamnesa
tanda gejala subjektif yang diperoleh dan his persalinan kala II fokus pendataan adalah sejak
kapan ibu merasakan mulas meningkat, apakah ibu sudah ada perasaan ingin meneran
bersamaan dengan terjadinya kontraksi, apakah ibu merasakan adanya peningkatan tekanan
pada rektum dan/ atau vaginanya (Yulianti, 2009:96).
b) Data Objektif
Menurut JNPK-KR (2013:76) data objektif dalam kala II adalah:
(1) Pembukaan serviks telah lengkap.
(2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
(3) Perineum menonjol vulva vagina dan spingter ani membuka.
(4) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
2) Interpretasi data dasar
Diagnosa kala II : Inpartu kala II
3) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Masalah pontensial yang mungkin terjadi pada persalinan kala II adalah distosia bahu, prolap tali
pusat, kala II memanjang dan perdarahan.
4) Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Pada pasien persalinan fisiologis tindakan segera kemungkinan tidak ada. Namun pada kasus
patologi tindakan segera dilakukan sesuai dengan kondisi pasien yang memerlukan rujukan dan
kolaborasi.
5) Perencanaan
Asuhan kebidanan pada kala II persalinan, sebagai berikut :
a) Dengar dan lihat adanya tanda persalinan kala II.
41
b) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan penatalaksanan komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
c) Pakai celemek plastik.
d) Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air
bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering.
e) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
f) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik, gunakan tangan yang memakai sarung tangan
DTT dan steril.
g) Bersihkan vulva dan perineum.
h) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
i) Dekontaminasi sarung tangan, dengan cara mencelupkan ke larutan klorin kemudian
lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan selama 10 menit.
j) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah konttraksi atau saat relaksasi uterus.
k) Beritahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu
menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginan.
l) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran.
m) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran.
n) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
o) Letakkan handuk bersih diperut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 56 cm.
p) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
q) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
r) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
s) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 56 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang
lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
t) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
u) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
42
v) Pada saat kepala telah melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas
dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
w) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran
tangan atas berlanjut kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan
jari-jari lainnya (JNPK-KR, 2013:25).
6) Pelaksanaan asuhan
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang telah dibuat sebelumnya, yang
sesuai dengan kebutuhan ibu.
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
c. Kala III
1) Pengumpulan data dasar
a) Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui anamnesa
tanda gejala subjektif yang diperoleh dan hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga
pada saat persalinan kala III: ibu mengatakan masih merasakan nyeri. Menurut Saifuddin
(2009:115) setelah persalinan, uterus kosong akan berkontraksi dengan sendirinya, kontraksi
pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologis yang menghentikan perdarahan.
b) Data Objektif
Menurut Cunningham (2011:409) data objektif dalam kala III, sebagai berikut:
(1) Semburan darah yang mendadak.
(2) Pemanjangan tali pusat yang terlihat pada introitus vagina.
(3) Perubahan bentuk uterus dari discoid ke bentuk globular, sewaktu uterus sekarang
berkontraksi dengan sendirinya.
(4) Perubahan posisi uterus, uterus meninggi didalam abdomen karena bagian terbesar
plasenta dalam segmen bawah uterus atau ruang vagina atas mendesak uterus keatas.
43
2) Interpretasi data dasar
Diagnosa kala III : Parturient kala III
3) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Masalah pontensial yang mungkin terjadi pada persalinan kala III adalah perdarahan, retensio
plasenta, inversio uteri dan atonia uteri.
4) Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Pada pasien persalinan fisiologis tindakan segera kemungkinan tidak ada. Namun pada kasus
patologi tindakan segera dilakukan sesuai dengan kondisi pasien yang memerlukan rujukan dan
kolaborasi.
5) Perencanaan
Asuhan kebidanan pada kala III persalinan menurut JNPK-KR (2013:125):
a) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
b) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
c) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas
bagian distal lateral.
d) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 510 cm dari vulva.
e) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi.
Tangan lain menegangkan tali pusat.
f) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus kearah belakang–atas secara hati-hati untuk mencegah inversio uteri.
Jika plasenta tidak lahir setelah 3040 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu
hinngga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
g) Lakukan peregangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas, mengikuti poros jalan lahir.
h) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang
dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang telah disediakan.
i) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi.
j) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
44
k) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan, bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif,
segera lakukan penjahitan.
6) Pelaksanaan asuhan
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang telah dibuat sebelumnya, yang
sesuai dengan kebutuhan ibu.
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
d. Kala IV
1) Pengumpulan data dasar
a) Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data pasien melalui anamnesa
tanda gejala subjektif yang diperoleh dan hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga
pada saat persalinan kala IV, yaitu: ibu mengatakan lelah dan lemas, kurang nyaman serta
ibu mengatakan darah yang keluar dari vaginanya seperti saat haid hari pertama (Yulianti,
2009:184).
b) Data Objektif
Data objektif dalam kala IV adalah sebagai berikut:
(1) Tingkat kesadaran pasien.
(2) Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.
(3) Kontraksi uterus
(4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400500 cc (Sulistyawati, 2010:9).
2) Interpretasi data dasar
Diagnosa kala IV : Parturient kala IV
3) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Masalah pontensial yang mungkin terjadi pada persalinan kala IV adalah perdarahan dan luka
jalan lahir.
4) Identifikasi kebutuhan tindakan segera
45
Pada pasien persalinan fisiologis tindakan segera kemungkinan tidak ada. Namun pada kasus
patologi tindakan segera dilakukan sesuai dengan kondisi pasien yang memerlukan rujukan dan
kolaborasi.
5) Perencanaan
a) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervagina.
b) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan cegah perdarahan pervagina.
c) Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
d) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
e) Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan, memeriksa temperatur
tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan.
f) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi
selama 10 menit. Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
g) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
h) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah.
Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
i) Pastikan ibu merasa nyaman, bantu ibu memberi ASI.
j) Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
k) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5 %.
l) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam ke luar
dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
m) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
6) Pelaksanaan asuhan
Pelaksanaan tindakan dilakukan berdasarkan rencana asuhan yang telah dibuat sebelumnya, yang
sesuai dengan kebutuhan ibu.
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi keefektivitan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.
E. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir 30 menit setelah bayi lahir pada manajemen
aktif kala tiga.
1. Patologi
Penyebab retensio plasenta dibagi menjadi dua, yaitu penyebabf ungsional, dan penyebab
patologi-anatomi.
a. Penyebab fungsional
Penyebab fungsional dari retensio plasenta adalah lemahnya his dan juga plasenta adhesiva,
yaitu plasenta yang sukar lepas karena tempatnya (insersi pada sudut tuba), bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis), maupun ukurannya (plasenta sangat kecil).
b. Penyebab patologi-anatomi
Penyebab patologi-anatomi dari retensio plasenta adalah implementasi dari plasenta yang
terlalu dalam. Normalnya plasenta melekat pada endometrium, namun pada kasus ini plasenta
lebih dalam, yaitu pada lapisan miometrium, bahkan lapisan serosa dari uterus.
Terdapat tiga tipe retensio plasenta yang dapat dibedakan melalui ultrasonografi:
47
1) Plasenta adheren/Placenta adherens (60%)
Plasenta adheren disebabkan oleh kontraksi miometrium retro plasenta yang gagal. Pada
pemeriksaan ultrasonografi akan terlihat lapisan tipis dari miometrium dibelakang sisa
plasenta. Pada kasus ini, plasenta dapat mudah dipisahkan dengan pengeluaran plasenta
secara manual.
Plasenta sudah terlepas dari uterus, baik seluruh maupun sebagian, namun terperangkap
karena serviks yang menutup menghalangi jalan keluar plasenta. Pada pemeriksaan
ultrasonografi, uterus akan terlihat kosong karena plasenta yang sudah lepas dan
dinding uterus sudah tampak menebal.
Plasenta akreta disebabkan oleh plasenta yang menginvasi daerah dibawah miometrium.
Invasi tersebut dapat bersifat local maupun menyebar.
a) Plasenta akreta
b) Plasenta inkreta
c) Plasenta perkreta
2. Faktor Risiko
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta apabila plasenta belum lahir
dalam satu setengah jam sampai satu jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai
perdarahan. Jika plasenta tetap melekat, tidak ada tindakan lain yang harus dilakukan
49
sebelum dokter diberi tahu. Kemungkinan pemisahan manual dapat diindikasikan. Jika
plasenta dapat di palpasi di dalam vagina, kemungkinan pemisahan telah terjadi, dan jika
uterus berkontraksi dengan baik, upaya maternal (mengejan) dapat dianjurkan. Jika terjadi
keraguan, bidan harus memakai sarung tangan steril sebelum melakukan pemeriksaan vagina
untuk memastikan terjadinya pemisahan. Sebagai upaya terakhir, jika ibu tidak mampu
mengejan secara efektif, tekanan fundus dapat dilakukan. Uterotonik harus diberikan
sebelum tekanan fundus dilakukan. Kecermatan yang tinggi harus dilakukan untuk
memastikan bahwa pemisahan plasenta sudah terjadi dan uterus berkontraksi dengan baik.
Ibu harus rileks saat bidan member tekanan ke bawah dan ke belakang pada fundus yang
sedang berkontraksi kuat. Metode ini dapat menyebabkan nyeri yang cukup berat dan
disstres pada ibu dan mengakibatkan peregangan dan memar pada ligament uterus penopang.
Jika dilakukan tanpa kontraksi uterus yang baik, inverse akut dapat terjadi. Hal ini
merupakan prosedur yang sangat berbahaya jika dilakukan oleh tangan yang tidak trampil
dan tidak dianjurkan dalam praktik sehari-hari jika dapat dilakukan metode yang lain yang
lebih aman. Pelepasan plasenta secara manual. Hal ini harus dilakukan oleh dokter. Infuse
intravena dipasang dulu dan anestetik bekerja secara efektif. Pilihan anesthesia yang
digunakan bergantung pada kondisi umum ibu. Jika anestetik epidural efektif sudah
diberikan dan masih bekerja, tambahannya dapat diberikan untuk menghindari anestesi
umum. Anestetik spinal merupakan alternatif lain, tetapi jika waktu merupakan faktor yang
sangat mendesak, anestetik umum dapat dilakukan. Pelepasan manual dilakukan dengan
tindakan aseptik penuh dan kecuali jika terdapat kedaruratan yang memaksa, tindakan ini
tidak boleh dilakukan sebelum memastikan keadekuatan kerja analgesia pada ibu. Dengan
tangan kiri, tali pusat dipegang dan direntangkan, sedangkan tangan kanan ditangkupkan dan
dimasukan ke dalam vagina dan uterus sesuai arah tali pusat. Setelah letak plasenta
ditemukan, tali pusat dilepaskan sehingga tangan kiri dapat digunakan untuk menopang
50
fundus pada abdomen, untuk mencegah rupture uterus bagian bawah. Operator akan
merasakan adanya pelepasan tepian plasenta. Jari-jari tangan direntangkan dan tepi
diselipkan tangan secara di antara plasenta dan dinding uterus, dengan telapak tangan
menghadap plasenta. Secara perlahan, plasenta dilepaskan dari dinding uterus dengan
gerakan mengiris dari arah tepi. Setelah lepas sepenuhnya, tangan kiri merangsang kontraksi
dan tangan kanan dikeluarkan dengan plasenta dalam genggaman. Plasenta harus segera
diperiksa kelengkapannya sehingga eksplorasi uterus lebih lanjut dapat dilakukan tanpa
keterlambatan. Obat uterotonik diberikan setelah plasenta terpisah sepenuhnya. Pada situasi
yang sangat khusus, yaitu ketika tidak ada dokter yang dapat dipanggil, bidan diharapkan
dapat melakukan pelepasan plasenta secara manual. Setelah mendiagnosis adanya retensi
plasenta sebagai penyebab perdarahan pascapartum, bidan harus bertindak cekatan untuk
menurunkan risiko syok dan kehilangan darah. Harus diingatkan bahwa risiko terjadinya
syok akibat pelepasan plasenta secara manual lebih besar jika anestetik tidak diberikan. Di
Negara maju, bidan jarang berhadapan langsung dengan situasi ini. Di rumah. Jika retensi
plasenta terjadi setelah persalinan di rumah, bantuan obstetric darurat harus dihubungi. Ibu
tidak boleh dipindahkan ke rumah sakit sampai infuse intravena diberikan dan kondisinya
a. Melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga pada semua ibu yang melahirkan melalui
vagina.
b. Bila plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 IU oksitosin IM dosis
kedua.
c. Periksa kandung kemih, jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptic untuk
memasukan cateter nelaton desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan
kandung kemih.
f. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali
pusat untuk terakhir kalinya, jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera.
g. Jika plasenta belum lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera
lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. h. Melakukan
a. Memasang infus set dan cairan infuse NaCl 0,9% atau RL dengan tetesan cepat,
jarum berlubang besar (16 atau 18 G) untuk mengganti cairan yang hilang.
f. Menjepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan
menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
i. Sambil menahan fundus, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga
j. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti member salam (ibu jari merapat ke
k. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta
52
berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari
tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah
(posterior ibu). Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan
sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan
l. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas
pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke 23 kanan dan kiri sambil digeser ke
atas (cranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
m. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk
n. Memindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus)
kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
o. Melakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simfisis) uterus kearah
dorso-kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah
disediakan.
digunakan.
q. Melepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin
FORMAT PENDOKUMENTASIAN
55
PERENCANAAN
TANGGAL / DIAGNOSA NAMA
PKL DAN PERENCANAAN &
MASALAH PARAF
23-6-2021 G3P2A0 H2 Hamil 1) Informasikan semua hasil pemeriksaan
13.10 wib aterm inpartu pada ibu dan keluarga
kala 1 fase aktif 2) Memantau TTV dan DJJ
JTHIUPK 3) Kolaborasi dengan dokter kandungan
4) Anjurkan ibu untuk istirahat senyaman
mungkin
5) Berikan nutrisi untuk menambah tenaga
ibu
6) Informasikan ibu posisi yang nyaman saat
bersalin
7) Berikan dukungan emosional
8) Pantau kemajuan persalinan dalam
partograf
9) Siapkan alat, obat-obatan, dan
perlengkapan ibu serta bayi
10) Lakukan Pendokumentasian
CATATAN PELAKSANAAN
56
NAMA :Ny. R NO. RM :434XXX RUANG : Bersalin
UMUR :36 Tahun TANGGAL :23-6-2021 KELAS : 3
Diagnosa/masalah
G3P2A0H2 Hamil aterm inpartu kala 1 fase aktif
TANGGAL / CATATAN PELAKSANAAN NAMA &
PKL PARAF
23-6-2021 12) Menjelaskan kemajuan persalinan dan kondisi janin
13.10 wib kepada ibu dan keluarga
13) Memantau TTV dan DJJ
14) Kolaborasi dengan dokter kandungan
15) Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAK
16) Memberikan asuhan sayang ibu
17) Menganjurkan ibu untuk tetap makan dan minum
18) Menganjurkan ibu untuk tidur miring ke kiri
19) Menyiapkan ruangan, alat, dan obat-obatan
20) Menginformasikan ibu posisi yang nyaman saat
bersalin seperti jongkok, duduk, berdiri, miring,
setengah jongkok dan setengah duduk. Ibu mengerti
dan memutuskan untuk memilih posisi setengah duduk
pada saat proses persalinan nanti.
21) Mengobservasi keadaan umum ibu, tanda-tanda vital,
dan kemajuan persalinan dalam partograf
22) Melakukan pendokumentasian
KONTROL HIS
NamaIbu :Ny. R
57
Umur :36 Tahun
63
DATA PERKEMBANGAN KALA III
66
diselimuti dan memakaitopi untuk menjaga
kehangatan bayi IMD berhasil selama 1 jam.
Kolostrum sudah keluar dan daya hisap bayi
kuat.
6. Memantau keadaan ibu setiap 15 menit pada
1 jam pertama dan memantau keadaan ibu
setiap 30 menit pada 1 jam kedua
67
LAPORAN PERSALINAN
Nama : Ny. R
Umur : 36 Tahun
Keluhan : Mules-mules
25-3-2021 Ibu masuk ruang vk, ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah dan menjalar
sampai kepinggang
Kala I Melakukan pemeriksaan dengan hasil K/U: cm , TD: 110/70 mmHg, S:
Faseaktif 36,60C, N: 88 x/menit, RR: 20x/menit, Kontraksi: 2x10’/10’’, DJJ: (+), Frek:
13.10 wib 140x/mnt, VT porsio tipis, pembukaan 4cm, penurunan H I, presentasi kepala.
13.30 wib Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada pasien Mengobservasi TD:
140/90 mmHg, S: 36,60C, N: 88 x/menit, RR: 20x/menit, Kontraksi:
2x10’/10’’, DJJ: (+), Frek: 140x/mnt, VT porsio tipis, pembukaan 3-4 cm,
penurunan H I, presentasi kepala.Melanjutkan therapy infus RL
14.30 wib Pasien mengeluh sakit perut menjalar ke pinggang KU sedang, portio tipis DJJ
140x/m, His 2x10’/10’’
14.31 wib Kolaborasi dengan dokter, observasi TTV, DJJ dan kemajuan persalinan
15.00 wib Melakukan drip oksitosin ½ ampul kolf 1 terpasang
18.30 wib Pasien mengeluh nyeri perut menjalar ke pinggang KU sedang TD 110/70
mmhg DJJ 152x/m, His 2x10’/10’’. HII+. Ketuban merembes , mengobservasi
HIS, DJJ, kolaborasi dengan dokter
18.45 wib Pimpin persalinan normal
K/u ibu : cm
TD : 110/70 mmHg, N: 79x/menit, : 370C
TFU: Sepusat. kontraksi uterus baik kandungkemihkosong, perdarahan +100
cc.
K/u Bayi : baik
PB: 50 cm
BB : 3000 gram
JK : perempuan
Anus : +, cacat –
70
P3A0 AH3Post partum hari pertama dengan nifas normal+ post manual plasenta
No Tanggal/jam Diagnosa SOAP
Catatan perkembangan
1 24-6-2021 Ny. R. Post partum hari S :ibu mengatakan lelah dan pusing
07.30 wib pertama dengan nifas O : KU sedang suhu 36.1 nadi 84x/m,
12 jam post normal + post manual RR 21x/m, TFU 2 Jari bawah pusat,
partum palsenta kontraksi uterus baik, lochea rubra,
TD 110/70 mmhg
A :post partum hari pertama dengan post
manual plasenta, pusing kepala, ibu
belum mengerti tentang perawatan
luka perinium
P :mengobservasi KU, TTV, involusi,
TFU, perdarahananjurkan ibu untuk
istirahat,
Mengkonsumsi makanan bergizi,
mengganti pakaian pasien dengan
yang bersih, menganjurkan ibu untuk
miring ke kiri dan kanan bila sudah
mampu untuk belajar duduk dan
berdiri, membersihkan ibu dengan
cara mengusap badan dengan air.
Mengajarakn perawatan luka
perinium. kolaborasi dengan dokter
yaitu memberikan SF 3x1, B.Comp
3x1, Asam mefenamat 3x1,
ciprotaxime 3x1. IVFD RL +oksi 20
tts/m
2 24-6-2021 Ny. R. Post partum hari S :ibu mengatakan badan sudah membaik
11.30 wib pertama dengan nifas dan nyaman
16 jam post normal + post manual O : KU sedang suhu 36.5 nadi 84x/m,
partum palsenta RR 21x/m, TFU 2 Jari bawah pusat,
kontraksi uterus baik, lochea rubra,
TD 110/70 mmhg
P:
71
1. mengobservasi KU, TTV, involusi,
TFU, perdarahan
2. anjurkan ibu untuk istirahat,
3. Menkonsumsi makanan bergizi,
4. mengganti pakaian pasien dengan
yang bersih, menganjurkan ibu
untuk miring ke kiri dan kanan
bila sudah mampu untuk belajar
duduk dan berdiri,
5. Mengedukasi ibu tentang
perawatan luka perinium.
6. Ibu pindah ke ruang perawatan.
3 25-6-2021 Ny. R. Post partum hari S :ibu mengatakan merasa keadaannya
2 hari post pertama dengan nifas semakin membaik, ASI sudah
partum normal + post manual keluar, bayi bisa menyusu.
07.30 wib palsenta O : KU baik suhu 36.5 nadi 78x/m, RR
21x/m, TFU pusat simpisis,
kontraksi uterus baik, lochea rubra,
TD 110/80 mmhg, kontraksi uterus
baik, emosional stabil
P:
1. Melepas infus
2. Memberitahu hasil pemeriksaan
3. mengobservasi KU, TTV, involusi,
TFU,
4. anjurkan ibu untuk istirahat,
5. Memberitahu bahwa involusi uteri
ibu berjalan dengan baik dan
normal TFU pertengahan simfisis
dengan pusat, uterus berkontraksi
dengan baik, tidak ada perdarahan
abnormal dan tidak berbau. Ibu
dalam keadaan normal.
6. Mengingatkan ibu kembali untuk
72
memakan makanan bergizi dan
asupan nutrisi yang cukup untuk
metabolisme dan proses
pembentukan ASI yaitu
karbohidrat, tinggi protein (tahu
tempe, kacang-kacangan, daging,
ikan), sayur-mayur, buah-buahan
dan minum air putih minimal 3
liter/hari serta minum pil zat besi.
Ibu minum air putih lebih dari 8
gelas/hari dan telah minum pil zat
besi sesuai aturan yang diberikan
petugas.
7. Memberikan ibu pendidikan
kesehatan tentang perawatan
payudara dan posisi yang baik
saat menyusui. Memastikan ibu
menyusui bayi secara bergantian
dan mengajarkan posisi yang baik
yaitu meletakkan bayi pangkuan
ibu dengan posisi ibu duduk,
seluruh daerah hitam harus masuk
ke dalam mulut bayi. Ibu mengerti
dengan penjelasan yang diberikan
dan mempraktekkannya di depan
petugas dengan benar
8. Menilai adanya tanda-tanda
demam dan infeksi pada ibu.
Tidak ada tanda-tanda demam dan
infeksi pada ibu
9. Edukasi tentang kehamilan
berikutnya
25-6-2021 Ny. R. Post partum hari S :ibu mengatakan badan sudah membaik
2 hari post pertama dengan nifas dan nyaman
73
partum normal + post manual O : KU sedang suhu 36.5 nadi 84x/m,
10.30 wib palsenta RR 21x/m, TFU 2 Jari bawah pusat,
kontraksi uterus baik, lochea rubra,
TD 110/70 mmhg
P:
1. Persiapan Pasien pulang
74
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengumpulan Data
Dalam teori menurut Benson dan Martin 2009 tanda dan gejala retensio
plasenta, semburan darah tiba, uterus globular, tali pusat memanjang. Sehingga
dapat di simpulkan bahwaantara teori dan lahan tidak ada kesenjangan Karena
DilahanNy.R tidak ada tanda-tanda pelepasan plasenta.
2. Interpretasi Data
90
data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yangs
pesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah, keduanya harus ditangani.
Meskipun masalah tidak diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan
penaganan.
3. Diagnosa Potensial
4. Antisipasi/Tindakan Segera
91
Menurut Soepardan (2008) dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin
juga perlu melakukan tindakan yang harus disesuaikan dengan prioritas masalah
atau kondisi keseluruhan yang dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan hal-hal
yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/masalah potensial pada
langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergensi darurat
yang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Rumusan ini mencakup
tindakan segera yang bias dilakukan secara mandiri, kolabirasi, atau bersifat
rujukan.
5. Perencanaan
92
kesenjangan pada perencanaan.
6. Pelaksanaan
7. Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan sebagaimana telah diidentifikasi didalam
masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang
benar efektif dalam pelaksananya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana
tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif Estiwidani,(2008).
93
kondisinya saat ini dan bayi lahir secara spontan. Secara umum penanganan
kasus dan retensio plasenta ini sudah sesuai dengan teori yang diberikan yang
telah dikemukakan diatas, sehingga pasien telah tertangani dengan baik.
94
BAB V
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Asuhan kebidanan persalinan normal pada Ny R dengan pengelolaan
Retensio plasenta di RSUD Raden Mattaher Jambi , dilakukan dengan teknik
pendekatan manajemen asuhan kebidanan yang dimulai dari pengkajian dan
analisa data dasar, pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan pengumpulan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan ibu secara lengkap,
mulai dari anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjangsesuai dengan teori.
2. Interprestasi Data Dasar / Analisa Masalah
Berdasarkan data yang dikumpulkan diagnosa Ny R adalah pada kala I
diagnosa yaitu inpartu kala I fase aktif, parturient kala II, parturient kala III
dengan Retensio plasenta, dan parturient kala IV, Diagnosa yang ditegakkan pada
langkah ini sesuai daftar nomenklatur kebidanan.
3. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Penulis menemukan pasien Ny. R ini mengalami retensio plasenta maka
diagnosa potensial yang terjadi jika retensio tidak segera ditangani adalah
perdarahan yang dapat menyebabkan syok anafilskis dan tidak ada kesenjangan
antara teori dan kasus pada saat penatalaksaan kasus retensio plasenta.
4. Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Tindakan segera yang dilakukan pada pasien Ny. R ini adalh melakukan
manual plasenta untuk mencegah terjadi perdarahan yang hebat serta melakukan
kolaborasi dengan tenaga dokter tentang therapy Sesuai dengan teori Varney
(2007:27), bahwa mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
94
dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lainnya sesuai dengan kondisi klien.
5. Rencana tindakan
Rencana tindakan yang telah disusun pada Ny R bertujuan agar ibu
mendapatkan penanganan yang bersih dan aman, sesuai dengan kondisinya dan
mencegah terjadinya komplikasi serta mencegah terjadinya trauma berat pada ibu,
khususnya pada penanganan kasus retensio plasenta.
6. Pelaksanaan Tindakan
Sesuai dengan rencana tindakan yang dilakukan berdasarkan kondisi pasien
saat itu.
7. Evaluasi
Tindakan evaluasi pada Ny R dengan Asuhan Persalinan dengan retensio
plasenta telah diberikan semaksimal mungkin dan sesuai standar
pelayanan/rencana asuhan kebidanan serta komplikasi-komplikasi yang mungkin
terjadi dapat teratasi.
B. Saran
1. Bagi RSUD Raden Mattaher Jambi
95
Dapat mengaplikasikan teori dan ketrampilan yang diperoleh dari bangku kuliah
secara langsung dengan memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan
retensia plasenta.
96
DAFTAR PUSTAKA
Istiasih, Aini I, Dewi RS. 2020. Hubungan Paritas dengan Kejadian Retensio
Plasenta (di RSI Muhammadiyah Sumberejo Kabupaten Bojonegoro).
Bojonegoro: STIKES Insan Cendikia Medika Jombang.
97
98