Peranan Influencer Dalam Mengkomunikasikan Pesan D
Peranan Influencer Dalam Mengkomunikasikan Pesan D
Peranan Influencer Dalam Mengkomunikasikan Pesan D
1929
Vol 16, No 2 July 2020 page: 203 - 229 P-ISSN: 1907-6134 E-ISSN: 2549-1466
1)
Universitas Pelita Harapan, Tangerang, BANTEN
2)
Universitas Indonesia, Depok, JAWA BARAT
ABSTRACT
Instagram as a social media network has produced influencers
who are influential in disseminating information and messages
digitally. Influencers are considered capable of impacting their
followers through photo uploads and electronic word of mouth
(EWoM) which they post on their social media feeds. This study
was conducted qualitatively with a literature review approach
and indirect interviews with influencers and their followers. The
results show that the role of influencers has an impact on
followers based on what they upload and what they write about
on Instagram.
ABSTRAK
Media sosial Instagram telah melahirkan para influencer yang
berpengaruh dalam penyebaran informasi dan pesan secara
digital. Influencer dinilai mampu memberikan dampak bagi para
pengikutnya melalui unggahan foto dan electronic word of
mouth (EWom) yang mereka sampaikan di media sosial mereka.
Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan
literature review dan wawancara tidak langsung kepada para
Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya teknologi, memiliki dampak yang
cukup signifikan bagi pola komunikasi di masyarakat. Kehadiran Internet
membawa warna baru bagi fenomena perkembangan dunia digital.
McLuhan (1975) dalam bukunya Understanding Media: The Extension of
Man mengungkapkan bahwa kemajuan teknologi membawa perubahan
dalam masyarakat dan budaya. Menurutnya perkembangan teknologi
komunikasi dalam menyediakan pesan dan membentuk perilaku
masyarakat dan perkembangan teknologi komunikasi berdampak pada
perubahan kebudayaan masyarakat. Contoh sederhananya adalah
penggunaan smartphone dalam kehidupan di masyarakat.
Menurut Pacey (2005) dalam bukunya The Culture of Technology
menuturkan bahwa pengertian teknologi secara umum dipengaruhi oleh
berbagai macam aspek. Karena dalam prakteknya teknologi memiliki
unsur-unsur tersendiri di berbagai aspeknya. 3 aspek besar tersebut
adalah Aspek Kebudayaan, Aspek Organisasi, dan Aspek Teknis dimana
satu sama lainnya saling berkaitan. Dalam Aspek Kebudayaan, teknologi
meliputi tujuan, nilai dan kode etik, kepercayaan, kesadaran dan
kreativitas. Dalam hal ini teknologi dapat dipakai untuk mengembangkan
kebudayaan. Aspek kedua adalah aspek organisasi, aspek ini sendiri
meliputi aktivitas ekonomi dan industri, aktivitas professional, konsumen
dan serikat buruh. Aspek ini sangat dipengaruhi oleh sisi kerjasama politik
dan kehidupan sosial masyarakat. Dan yang paling mendasar dari itu
semua aspek itu adalah aspek teknis yang meliputi pengetahuan,
kemampuan dan teknik; alat, mesin, bahan kimia, sumber, produk dan
juga limbah. Karena banyaknya unsur-unsur yang yang terkait
didalamnya maka pengertian teknologi itu sendiri dibatasi oleh aspek
organisasi dan aspek teknis, sedangkan aspek budaya biasanya dianggap
sebagai aspek eksternal.
mengunggah foto yang bisa diedit dengan berbagai filter. Instagram terus
melakukan terobosan dalam jejaring sosial berbasis foto dan video. Di
tahun 2019 menurut data terbaru Facebook Indonesia merupakan negara
terbesar pengguna Instagram di Asia Pasific dan juga Indonesia juga jadi
1 dari 5 negara dengan profil instagram bisnis terbanyak (QNBC.com,
2019). Hal itu membuktikan bahwa Instagram menjadi salah satu aplikasi
paling populer saat ini.
Media sosial telah semakin banyak digunakan oleh perusahaan
untuk melakukan aktivitas. (Lin, Li, & Wu, 2015) Berdasarkan sebuah
laporan oleh Stelzner, mayoritas (93%) dari perusahaan menggunakan
media sosial sebagai alat pemasaran, dan separuh pemasar
memiliki pengalaman menerapkan media sosial dalam pemasaran
selama minimal satu tahun. Selain itu, setidaknya 73% dari pemasar ini
berencana untuk meningkatkan penggunaan media sosial, seperti
YouTube, Facebook, dan Twitter. Sementara itu, setengah dari
perusahaan melakukan kegiatan pemasaran dan periklanan
menggunakan Internet dan sosial media (mis., pemasaran email,
optimisasi mesin pencari, sosial pemasaran).
gratis dan / atau pembayaran tunai per promosi. Tujuannya adalah untuk
membujuk para pengikut untuk membeli produk semacam itu. Media
sosial populer pilihan untuk para influencer adalah Instagram, Facebook,
Snapchat dan YouTube. Influencer memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi pembelian keputusan orang lain karena otoritas,
pengetahuan, posisi atau hubungan mereka dengan audiens mereka.
Sebuah catatan penting, bahwa orang-orang ini bukanlah alat pemasaran
yang sederhana, tetapi lebih merupakan aset hubungan sosial dimana
mereka dapat berkolaborasi untuk mencapai tujuan pemasaran
(Kadekova & Holiencinova, 2018).
mengurangi risiko membeli sesuatu barang yang baru yang tidak dikenal
sebelumnya (Hsu, Lin, & Chiang 2015)
3. Micro Influencer
Berbeda dengan selebriti tradisional, mikro-influencer punya audiens
kecil yang mereka jaga secara strategis melalui komunikasi yang
konsisten (Pedroni, 2016). Mikro-influencer adalah orang-orang yang
digambarkan sebagai orang yang sukses, berbakat, dan menarik dengan
kekaguman, pergaulan, dan aspirasi.
Mereka sangat mampu memicu keinginan konsumen dan dapat memiliki
dampak positif pada sikap dan loyalitas brand karena mereka dapat
meneruskannya rekomendasi untuk skala besar pengikut mereka.
Mereka sendiri adalah konsumen sehari-hari, dengan kemampuan
mengarahkan ke keterlibatan tinggi (26% -60%) para pengikutnya
(Mavrck, 2016).
Seorang Influencer yang terpercaya dapat mengarahkan
konsumen untuk menerima saran dan melakukan pembelian terhadap
barang yang mereka promosikan melalui media sosial. Ada 3 faktor yang
harus dimiliki oleh seorang influencer media sosial yaitu
R each - Kemampuan untuk mengirimkan konten ke audiens target.
R elevance - Kekuatan koneksi ke merek atau topik.
R esonance - Kemampuan untuk mengarahkan perilaku yang diinginkan
dari audiens. (Elli, 2017)
kerabat, teman atau influencer mereka lebih dari jenis iklan lainnya; 70%
remaja Pelanggan YouTube lebih percaya pada pendapat influencer
daripada selebriti tradisional. Dan 81% pemasar yang sudah
menggunakan influencer sebagai bentuk kegiatan marketing menilai
bahwa hal tersebut memang efektif. Influencer adalah saluran yang
paling cepat berkembang dalam pemasaran online dan alat yang paling
cepat berkembang untuk mendapatkan pelanggan.
Namun, 50% bisnis yang ada di Instagram tidak memiliki website dan ini
menunjukkan bahwa profil bisnis merupakan medium utama
menunjukkan kehadiran mereka secara online, dan saat ini ada lebih dari
7 juta pengiklan di seluruh aplikasi keluarga besar Facebook Inc dan 2 juta
diantaranya aktif menggunakan Insta Stories. (cnbc.com)
Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kualitatif.
pendekatan kualitatif adalah pendekatan di mana penanya sering
membuat klaim pengetahuan berdasarkan pada konstruktivis perspektif
(yaitu, beragam makna dari pengalaman individu makna dibangun secara
sosial dan historis, dengan maksud mengembangkan teori atau pola) atau
advokasi / partisipatif perspektif (mis., politik, berorientasi pada masalah,
kolaboratif, atau perubahan berorientasi) atau keduanya. Ini juga
menggugat strategi penyelidikan seperti narasi, fenomenologi, etnografi,
teori beralas studi, atau studi kasus. Peneliti mengumpulkan terbuka,
muncul data dengan tujuan utama mengembangkan tema dari data
(Cresswell, 2009).
Pendekatan yang akan diambil untuk penelitian ini adalah dengan
pendekatan tinjauan literatur/literature review dan deskriptif study.
Tinjauan literatur berfokus pada kumpulan teori yang telah terakumulasi
Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian terhadap literature review, dan
interview secara tidak langsung bahwa para influencer ini secara tidak
langsung memberikan pengaruh terhadap para pengikutnya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Para Influencer ini mereka tidak
menargetkan jumlah postingan yang harus mereka buat perhari,
terkecuali jika ada brand yang mengontrak mereka untuk
mempromosikan suatu barang ataupun produk. Jika mereka menerima
permintaan untuk mempromosikan suatu barang biasa baru akan
menentukan konten untuk postingan mereka tersebut. Untuk
memposting pesan yang ingin mereka sampaikan, mereka akan
menentukan waktu yang tepat untuk membuat postingan agar dapat
menarik para pengikutnya. Biasanya mereka akan memperhatikan sesuai
info statistik audience, biasanya sekitar jam jam 12 siang atau 6 sore.
Karena waktu tersebut dianggap sangat berpengaruh, karena merupakan
waktu yang tepat untuk membuka media sosial. Hal-hal yang
diperhatikan lainnya adalah pemilihan electronic word of mouth atau
caption yang tepat untuk pesan yang ingin mereka sampaikan melalui
foto yang mereka posting. Para Influencer ini akan menghindari kata-kata
negatif atau membuat postingan yang tidak sesuai dengan foto agar
menarik perhatian para pengikutnya. Tetapi biasanya juga mereka akan
membagikan photo yang menarik dengan kualitas yang baik, untuk
caption membagikan pengalaman pribadi yang positif, yang bisa
bermanfaat dan inspiratif bagi orang lain. Atau membagikan tentang
suatu hal atau bertanya pendapat kepada para pengikut (followers).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, C. (2016). “Aren’t these just young, rich women doing vain things
online?”: Influencer selfies as subversive frivolity. Social Media +
Society, 2(2), 1–17. https://doi.org/10.1177/2056305116641342
Bronner, F., & de Hoog, R. (2011). Vacationers and eWOM: Who posts,
and why, where, and what?. Journal of Travel Research, 50(1), 15-
26. https://doi.org/10.1177/0047287509355324
Hsu, C. L., Lin, J. C. C., & Chiang, H. S. (2013). The effects of blogger
recommendations on customers’ online shopping
intentions. Internet Research, 23(1), 69-
88. https://doi.org/10.1108/10662241311295782
Kireyev, P., Pauwels, K., & Gupta, S. (2016). Do display ads influence
search? Attribution and dynamics in online
advertising. International Journal of Research in Marketing, 33(3),
475–490. https://doi.org/10.1016/j.ijresmar.2015.09.007
Lee, E., Lee, J. A., Moon, J. H., & Sung, Y. (2015). Pictures speak louder
than words: Motivations for using Instagram. Cyberpsychology,
Behavior and Social Networking, 18(9), 552-
556. https://doi.org/10.1089/cyber.2015.0157
Lin, L. F., Li, Y. M., & Wu, W. H. (2015). A social endorsing mechanism for
target advertisement diffusion. Information & Management, 52(8),
982–997. https://doi.org/10.1016/j.im.2015.07.004
Liu, S., Jiang, C., Lin, Z., Ding, Y., Duan, R., & Xu, Z. (2015). Identifying
effective influencers based on trust for electronic word-of-mouth
marketing: A domain-aware approach. Information Sciences,
306(2), 34-52. https://doi.org/10.1016/j.ins.2015.01.034
Lo, I. S., McKercher, B., Lo, A., Cheung, C., & Law, R. (2011). Tourism and
online photography. Tourism Management, 32(4), 725-
731. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2010.06.001
Luarn, P., Huang, P., Chiu, Y. P., & Chen, I. J. (2016). Motivations to engage
in word-of-mouth behavior on social network sites. Information
Development, 32(4), 1253–
1265. https://doi.org/10.1177/0266666915596804
Pacey, A. (2005). The culture of technology. New York, NY: ACLS History
E-Book Project.
Senft, T. M. (2008). Cam girls: Celebrity & community in the age of social
networks. New York, NY: Peter Lang.