Makalah Profesi Dan Etika Keguruan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Guru dalam Perspektif Islam

Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti perkuliahan
Profesi dan Etika Keguruan

Dosen Pembimbing : Dra. Suhertina, M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 7

Annisatul Humairah
11910321903
Helmi Syaputra
11910310857
Inda Srimawati
11910322048
Muhammad Iqbal
11910310885

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kerahmatan dan kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Guru dalam
Perspektif Islam”. Shalawat serta salam tidak lupa pula dihadiahkan kepada Nabi
junjungan alam Nabi Muhammad SAW. Dan kami berterimakasih kepada Ibuk
Dra. Suhertina, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Profesi dan Etika Keguruan
yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

Dalam pelaksanaan makalah ini, penulis tentu menyadari bahwa makalah


ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan
didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Pekanbaru, 11 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2

A. Pengertian Guru ...................................................................................... 2


B. Kedudukan Guru dalam Islam ................................................................ 4
C. Sifat-Sifat Guru dalam Islam .................................................................. 5
D. Guru Profesional dalam Perspektif Islam ............................................... 6

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 10

A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang guru adalah orang yang sangat berperan dalam
memberikan sumbangan pikirannya untuk digunakan sebagai pijakan bagi
seseorang untuk mengetahui apa yang nantinya akan dilakukan dalam
kehidupannya, baik itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk yang
dilakukan. Guru merupakan penyalur ilmu pengetahuan yang bersumber
dari Allah Swt kemudian disampaikan kepada muridnya agar mereka
mengetahui mana yang baik dan yang tidak baik. Namun menjadi guru
bukanlah sebuah perkara mudah, karena guru juga mempunyai beban
moral yang harus dipertanggung jawabkan, senantiasa menjaga sikap serta
perilakunya, selalu berupaya memberikan teladan dan bisa menjadi contoh
yang baik bagi masyarakat, dan tidak kalah pentingnya seorang guru harus
mempunyai kepribadian serta akhlak yang mulia.
Seorang guru harus memiliki sifat-sifat tertentu sebagaimana
diajarkan Rasulullah Saw Beliau juga seorang guru yang selalu mengajar
umatnya dengan berbagai macam hal. Dalam mengajar, Beliau memiliki
berbagai sifat mulia sehingga maksud ajarannya dapat tersampaikan dan
diamalkan oleh murid-muridnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan guru?
2. Bagaimana kedudukan guru dalam Islam?
3. Apa saja sifat-sifat guru dalam Islam?
4. Bagaimana guru profesional dalam perspektif Islam
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertia guru
2. Untuk mengetahui kedudukan guru dalam Islam
3. Untuk mengetahui sifat-sifat guru dalam Islam
4. Untuk mengetahui guru profesional dalam perspektif Islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Guru
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai
orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)
mengajar.Definisi ini cakupan maknanya sangat luas, mengajar apa saja
bisa disebut guru, sehingga ada sebutan guru ngaji, guru silat, guru olah
raga, dan guru lainnya. Dalam dunia pendidikan, sebutan guru dikenal
sebagai pendidik dalam jabatan. Pendidik jabatan yang dikenal banyak
orang adalah guru, sehingga banyak pihak mengidentikkan pendidik
dengan guru. Sebenarnya banyak spesialisasi pendidik baik dalam arti
teoritisi maupun praktisi yang pendidik tapi bukan guru.1
Dalam konteks pendidikan Islam, guru adalah semua pihak yang
berusaha memperbaiki orang lain secara Islami. Mereka ini bisa orang tua
(ayah-ibu), paman, kakak, tetangga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan
masyarakat luas. Khusus orang tua, Islam memberikan perhatian penting
terhadap keduanya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-
anaknya, serta sebagai peletak fondasi yang kokoh bagi pendidikan anak-
anaknya di masa depan. Banyak dalil naqli yang menunjukkan hal ini,
misalnya sabda Rasulullah SAW :
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanya
yang menjadikan mereka beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR.
Bukhari).”
Ada beberapa istilah dalam bahasa Arab yang biasa dipakai sebagai
sebutan bagi para guru, yaitu ustâdz, mu’allim, mursyîd, murabbî,
mudarris, dan mu-addib. Istilah-istilah ini, dalam penggunaannya,
memiliki makna tertentu.

1
Fathiyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Terj. Ahmad Hakim dan
Imam Aziz, ( Jakarta: P3M), hlm.41

2
1. Ustadz
Orang yang berkomitmen terhadap profesionalis-me, yang melekat
pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu, proses, dan
hasil kerja, serta sikap continous improvement
2. Mu’allim
Orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta
menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis
dan praktisnya, atau sekaligus melakukan transfer ilmu/pengetahuan,
internalisasi, serta amaliah.
3. Murabbî
Orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu
berkreasi, serta mampu menga-tur dan memelihara hasil kreasinya
untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyara-kat dan
alam sekitarnya.
4. Mursyîd
Orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau
menjadi pusat anutan, tela-dan dan konsultan bagi peserta didiknya.
5. Mudarris
Orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta
memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan,
dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas ke-
bodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya.
6. Mu-addib
Orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun per-adaban yang berkualitas di
masa depan.
Di samping istilah-istilah atau predikat di atas, dalam tradisi Islam
Indonesia ditemukan pula beberapa predikat bagi guru yang biasanya
berbeda dalam setiap daerah. Misalnya, Kyai di pulau Jawa dan Madura,
Ajengan di Jawa Barat, Tuan Guru di Lombok, dan Teuku di Aceh.2

2
Ibid., hlm 45

3
B. Kedudukan Guru dalam Islam
Kedudukan guru dalam Islam sangat istimewa. Banyak dalil naqli
yang menunjukkan hal tersebut. Misalnya Hadits yang diriwayatkan Abi
Umamah berikut:
“Sesungguhnya Allah, para malaikat, dan semua makhluk yang ada
di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan
besar, semuanya bersalawat kepada mu’allim yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia (HR. Tirmidzi).”
Tingginya kedudukan guru dalam Islam, menurut Ahmad Tafsir,
tak bisa dilepaskan dari pandangan bahwa semua ilmu pengetahuan
bersumber pada Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Baqarah
ayat 32:
“Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada pengetahuan
bagi kami selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui (lagi) Maha Bijaksana.”
Karena ilmu berasal dari Allah, maka guru pertama adalah Allah.
Pandangan demikian melahirkan sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu
tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari guru. Dengan demikian,
kedudukan guru amat tinggi dalam Islam. Alasan lain mengapa guru
mendapat kedudukan mulia dalam Islam adalah terkait dengan kewajiban
menuntut ilmu bagi setiap muslim. Proses menuntut ilmu berlangsung di
bawah bimbingan guru. Tanpa guru, sulit rasanya peserta didik bisa
memperoleh ilmu secara baik dan benar. Itulah sebabnya, kedudukan guru
sangat istimewa dalam Islam. Bahkan dalam tradisi tasawuf/tarekat,
dikenal ungkapan, “siapa yang belajar tanpa guru, maka gurunya adalah
setan”.3
Al-Ghazali menggambarkan kedudukan guru agama sebagai
berikut: ”Makhluk di atas bumi yang paling utama adalah manusia, bagian
manusia yang paling utama adalah hatinya. Seorang guru sibuk
menyempurnakan, memperbaiki, membersihkan dan mengarahkannya
agar dekat kepada Allah azza wajalla. Maka mengajarkan ilmu merupakan

3
Zuhairini, Filsafat Penddidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 71

4
ibadah dan merupakan pemenuhan tugas dengan khalifah Allah. Bahkan
merupakan tugas kekhalifahan Allah yang paling utama.
Sebab Allah telah membukakan untuk hati seorang alim suatu
pengetahuan, sifat-Nya yang paling istimewa. Ia bagaikan gudang bagi
benda-benda yang paling berharga. Kemudian ia diberi izin untuk
memberikan kepada orang yang membutuhkan. Maka derajat mana yang
lebih tinggi dari seorang hamba yang menjadi perantara antara Tuhan
dengan makhluk-Nya daam mendekatkan mereka kepada Allah dan
menggiring mereka menuju surga tempat peristirahatan abadi.”
Kedudukan guru yang istimewa, ternyata berimbang dengan tugas
dan tanggungjawabnya yang tidak ringan. Seorang guru agama bukan
hanya sekedar sebagai tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik.
Dengan kedudukan sebagai pendidik, guru berkewajiban untuk
mewujudkan tujuan pendidikan Islam, yaitu mengembangkan seluruh
potensi peserta didik agar menjadi muslim sempurna. Untuk mencapai
tujuan ini, guru harus berupaya melalui beragam cara seperti; mengajar,
melatih, membiasakan, memberi contoh, memberi dorongan, memuji,
menghukum, dan bahkan mendoakan. Cara-cara tersebut harus dilakukan
secara sungguh-sungguh dan konsisten. Suatu tugas yang sangat berat.4
C. Sifat-Sifat Guru Dalam Islam
Mengingat beratnya tugas dan tanggungjawab guru dalam Islam,
tidak semua muslim bisa menjadi guru. Ada banyak persyaratan yang
harus dipenuhi. Beberapa ahli pendidikan Islam telah merumuskan syarat-
syarat yang harus dipenuhi guru, terutama dari aspek kepri-badian. Al-
Gazâlî menyebut beberapa sifat yang harus dipenuhi guru, yaitu :
1. kasih sayang dan lemah lembut
2. tidak mengharap upah
3. pujian, ucapan terima kasih atau balas jasa
4. jujur dan terpercaya bagi murid-muridnya
5. membimbing dengan kasih sayang, tidak dengan marah
6. luhur budi dan toleransi

4
Ibid., hlm 77

5
7. tidak merendahkan ilmu lain di luar spesialisasinya
8. memperhatikan perbedaan individu
9. konsisten.
Abd al-Raḥman al-Naḥlâwî menyebutkan beberapa sifat yang harus
dimiliki para pendidik, yaitu:
1. bersifat rabbâni, yaitu semua aktifitas, gerak dan langkah, niat dan
ucapan, sejalan dengan nilai-nilai Islam;
2. ikhlas;
3. penyabar;
4. jujur, terutama adanya kesamaan antara yang disampaikan (kepada
murid) dengan yang dilakukan;
5. selalu berusaha meningkatkan ilmu dan terus mengkajinya;
6. menguasai berbagai metode mengajar dan mampu memilih metode
yang sesuai;
7. mampu mengelola murid, tegas dalam bertindak serta meletakkan
berbagai perkara secara proporsional;
8. memahami perkembangan psikis anak;
9. tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang
mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir angkatan muda;
10. bersikap adil dalam menghadapi murid.5
Sifat-sifat guru sebagaimana disebut beberapa tokoh di atas, sangat
ideal, tapi masih bisa dilakukan asal ada kemauan keras dari para guru. Di
era sekarang, ketika ukuran-ukuran moral kian terpinggirkan oleh pola
hidup modern yang sekuler, sifat-sifat ideal tersebut semakin terasa untuk
direaktualisasikan.
D. Guru Profesional Dalam Perspektif Islam
Apa yang disampaikan para ahli pendidikan Islam di atas adalah
persyaratan guru secara umum. Sedangkan bagi guru profesional, ada
beberapa syarat tambahan yang harus dipenuhi. Untuk kasus Indonesia,
misalnya, ketentuan tentang guru profesional diatur dalam Undang-
Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 1 ayat (1)
5
Muhaimin dan Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam : Kajian Filosofis Dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 173

6
dinyatakan, guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Istilah profesional dalam definisi guru di atas, menunjuk pada
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
Sedangkan menurut Noeng Muhadjir, istilah profesional mengarah
pada tampilnya kemampuan untuk mem-buat keputusan keahlian atas
beragam kasus serta mampu mempertang-gungjawabkan berdasar teori
dan wawasan keahliannya.
Suatu pekerjaan disebut profesi jika telah memenuhi beberapa
kriteria. Menurut Sanusi dkk, kriteria tersebut meliputi;
1. suatu profesi memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang
menentukan;
2. suatu profesi menuntut keterampilan/keahlian tertentu;
3. keterampil an/keahlian yang dituntut dalam suatu profesi diperoleh
melalui pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan
ilmiah;
4. suatu profesi berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang
jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat
umum;
5. suatu profesi memerlukan pendidikan tinggi dalam waktu yang
cukup lama;
6. proses pendidikan untuk suatu profesi tersebut juga merupakan
aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri;
7. dalam memberikan layanan masyarakat, anggota profesi berpegang
teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi;
8. setiap anggota profesi memiliki kebebasan dan memberikan
judgement terhadap masalah profesi yang dihadapinya;

7
9. dalam melaksanakan tugas profesi, anggota profesi memiliki hak
otonomi dan bebas dari intervensi pihak lain;
10. suatu profesi mempunyai prestise tinggi di masyarakat, karena itu
seorang profesional memperoleh imbalan yang layak 6

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang Guru


dan Dosen, maka untuk menjadi guru profesional, seseorang harus
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.

Ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru profesional,

1. yaitu; kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola


pembelajaran),
2. kompetensi kepribadian (kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta
didik),
3. kompetensi profesional (kemampuan penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam),
4. kompetensi sosial (kemampuan guru untuk ber-komunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama
guru, orang tua/walai peserta didik, dan masyarakat sekitar).

Sifat-sifat guru rumusan para ahli pendidikan Islam (sebagaimana


disebut sebelumnya) dapat dikelompokkan ke dalam empat kompetensi di
atas. Dan karena keempat kompetensi tersebut masih bersifat umum, maka
untuk guru agama Islam, empat kompetensi tersebut perlu diformulasikan
menjadi:

1. kompetensi pedagogik-religius,
2. kompetensi kepribadian-religius,
3. kompetensi sosial-religius,
4. dan kompetensi profesional-religius.

6
Ibid., hlm. 175

8
Kata religius perlu melandasi setiap kompetensi untuk
menunjukkan adanya komitmen pendidik dengan ajaran Islam sebagai
ruhnya, sehingga segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan,
dan dipecahkan, serta ditempatkan dalam perspektif Islam.Keempat
kompetensi tersebut merupakan satu kesatuan, pemilahan menjadi empat
bagian hanya untuk mempermudah pembahasan.

Dengan demikian, dalam diri guru agama harus terinternalisasi


keempat kompetensi tersebut secara integral; ahli di bidangnya, mampu
mengelola kelas dengan baik, berakhlak mulia, dan memiliki hubungan
sosial yang baik dengan guru, murid, orang tua murid dan masyarakat.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam konteks pendidikan Islam, guru adalah semua pihak yang
berusaha memperbaiki orang lain secara Islami. Mereka ini bisa orang tua
(ayah-ibu), paman, kakak, tetangga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan
masyarakat luas. Khusus orang tua, Islam memberikan perhatian penting
terhadap keduanya sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-
anaknya, serta sebagai peletak fondasi yang kokoh bagi pendidikan anak-
anaknya di masa depan. Ada beberapa istilah dalam bahasa Arab yang
biasa dipakai sebagai sebutan bagi para guru, yaitu ustâdz, mu’allim,
mursyîd, murabbî, mudarris, dan mu-addib. Istilah-istilah ini, dalam
penggunaannya, memiliki makna tertentu.
Kedudukan guru yang istimewa, ternyata berimbang dengan tugas
dan tanggungjawabnya yang tidak ringan. Seorang guru agama bukan
hanya sekedar sebagai tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik.
Dengan kedudukan sebagai pendidik, guru berkewajiban untuk
mewujudkan tujuan pendidikan Islam, yaitu mengembangkan seluruh
potensi peserta didik agar menjadi muslim sempurna. Untuk mencapai
tujuan ini, guru harus berupaya melalui beragam cara seperti; mengajar,
melatih, membiasakan, memberi contoh, memberi dorongan, memuji,
menghukum, dan bahkan mendoakan.
Dengan demikian, dalam diri guru agama harus terinternalisasi
keempat kompetensi tersebut secara integral; ahli di bidangnya, mampu
mengelola kelas dengan baik, berakhlak mulia, dan memiliki hubungan
sosial yang baik dengan guru, murid, orang tua murid dan masyarakat.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa didalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, maka dari itu pemakalah mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca dan terutama untuk pemakalah
sendiri.

10
DAFTAR PUSTAKA

Mujib Abd, Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya. (Bandung: Trigenda Karya)

Sulaiman, Hasan, Fathiyah. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Terj. Ahmad Hakim


dan Imam Aziz. (Jakarta: P3M)

Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara)

11

Anda mungkin juga menyukai