LP Stemi
LP Stemi
LP Stemi
Disusun Oleh
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufiensi aliran darah kororner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi
pada pemeriksaan EKG. . Menurut American Hearth Association (2013),
STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan oleh karakteristik gejala iskemia
miokard berhubungan dengan persisten elevasi ST elektrokardiografi (EKG) dan
pelepasan biomarker nekrosis miokard jantung. STEMI adalah cermin dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi serta oksigen.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarc) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST,
dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST
(STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).
2. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
a. Trombus
b. Plak aterosklerotik
c. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
d. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
e. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
f. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot (Sudoyo, 2010).
3. Faktor resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk
terkena AMI, yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor resiko
yang tidak bisa dimodifikasi
a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1) Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain:
menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan
vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang
rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali
disbanding yang tidak merokok.
2) Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol
dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan
trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan
meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya
masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep
ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi
sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
3) Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative
intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan,
tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
4) Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan,
peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM
tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah
5) Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko
terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
6) Penyakit diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien
dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa.
Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid,
obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis
(peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis).
7) Hipertensi sistemik
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load
yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung.
Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai
kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya
meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
b. Faktor resiko yang todak dapat dimodifikasi
1) Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita
diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause)
2) Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-
laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini
berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada
perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan
cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa
menopause
3) riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK
sebelm usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk
terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya
predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa
riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK
pada keluarga dekat
4. Patofisiologi
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplei oksigen
oleh pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan
menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang
bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob.Pembentukan fosfat berenergi
tinggi akan menurun. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat
akan tertimbun sehingga pH sel menurun.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram
akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang T terbalik dan
depresi segmen ST. Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa
menit bila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah
diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan
elektrokardiografik bersifat reversibel.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau
nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila
pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan
bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah
nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri.
Infark trasmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan,
sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam
miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferoir, lateral, posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan bagian
besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu anteroseptal,
anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel kanan juga ditemukan
pada sekitar seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi
ini disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian
perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot
yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya
alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul
edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-
enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau
ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua
serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira
pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
5. Pathway
A. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
NOC NIC
DX KEPERAWATAN
1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Cardiac care
jantung berhubungan selama 3x24 jam masalah pasien teratasi dengan 1. Evaluasi nyeri pada eksterimitas atas meliputi
dengan Perubahan kriteria hasil : lokasi, intensitas, skala, radiasi dan faktor
hasil elektrokardio penyebab.
gram. cardiac pump effectiveness 2. Monitoring fluid balance.
1. Tekanan darah dalam batas normal. 3. Kolaborasi pemberian obat –obat digutalis untuk
2. Sitol dalam batas normal. meringankan beban jantung.
3. Pengeluaran urin lancar.
4. Tidak ada intoleran aktifitas. Vital sign monitoring
1. Memonitor vital sign
2. Tekanan darah.
3. Frekuensi Nadi
4. Frekuensi Napas
5. suhu tubuh
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.