LP Stemi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ST-SEGMEN ELEVATION


MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) DI RUANGAN ICCU RUMAH
SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN KOTA BANDA ACEH

Oleh :
Afifah Apriliani, S. Kep
2312501010052

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR


BAGIAN KEPERAWATAN DASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2023
KONSEP ST-SEGMEN ELEVATION MYOCARDIAL
INFARCTION (STEMI)
A. Defenisi

Infark miokard akut (IMA) adalah penyakit akibat berkurangnya pasokan darah

karena arteri coroner mengalami penyempitan karena adanya arteroklerosis atau

sumbatan arteri oleh emboli atau thrombus secara total yang membuat suplai dan

kebutuhan oksigen jantung tidak sesuai (Amrullah et al, 2022).

Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena

sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik

pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung

(Joyce, 2014).

Infark miokard disebabkan oleh nekrosis miokardium akibat perfusi darah yang

tidak adekuat pada jaringan otot jantung. Keadaan ini menyebabkan perubahan

mikroskopis pada jantung dan pelepasan enzim jantung ke dalam aliran darah. Faktor

resiko meliputi pertambahan usia, keadaan hiperkoagulabel, vaskulitis dan faktor yang

menjadi predisposisi aterosklerosis (Tao, 2014).

Bila dibandingkan penyakit jantung lainnya infark miokard akut (IMA)

merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. World Health Organization (WHO)

memperhitungkan tahun 2019 sekitar 17,9 juta meninggal karena penyakit kardiovaskular

seperti jantung koroner, IMA, angina pectoris, jantung rematik maupun stroke dan

lsebagian besar kematian terjadi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah (3).

Sementara di Indonesia, belum ada data epidemiologi khusus IMA di Indonesia, namun

laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 disebutkan angka prevalensi penyakit

jantung secara umum Indonesia mencapai angka 1,5%, termasuk IMA.


IMA dapat diklasifikasikan berdasarkan keberadaan elevasi segmen ST, yaitu:

1. ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI): Infark miokard dengan

gambaran elevasi segmen ST pada elektrokardiografi (EKG)

2. Non-ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI): Infark miokard tanpa

disertai gambaran elevasi segmen ST pada EKG[2,3,5]

B. Etiologi STEMI

IMA terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak

tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel–sel jantung tersebut.

Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut menurut Kasron,

(2016) diantaranya:

1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard Menurunnya suplai oksigen

disebabkan oleh tiga faktor,

a) Faktor pembuluh darah Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh

darah sebagai jalan darah mencapai sel – sel jantung. Beberapa hal yang

bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis,

spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada

orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan

biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: mengkonsumsi

obatibatan tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang

ekstrim, merokok.

b) Faktor sirkulasi

Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung

keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak
akan lepas dari faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan.

Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi

hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup

jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya

cardiac output (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan

sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah

dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.

c) Faktor darah

Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika

daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh

darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu.

Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain :

anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh

Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi

diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP.

Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme

kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena

kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak

bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan

meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya :

aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak, dan lain-lain. Hipertropi

miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang
harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari

pemompaan yang tidak efektif.

C. Klasifikasi STEMI

Menurut Wijaya dan Putri, (2013 ) klasifikasi Infark Miokard ada 2,

yaitu:

1. Infark Miokard Akut Sub-endokardial Infark miokard Sub-

endokardial terjadi akibat aliran darah sub-endokardial yang relatif

menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat

penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi

seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia.

2. Infark Miokard Akut Transmural Pada lebih dari 90 % pasien infark

miokard transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis

sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan

arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan.

D. Manifestasi Klinis STEMI

a. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di bagian

bawah sternum dan perut atas. Nyeri akan dirasakan semakin berat dan tidak

tertahankan. Rasa nyeri yang tajam dan berat bisa menyebar ke bahu dan

lengan. Nyeri muncul secara spontan dan bertahan hingga beberapa jam

bahkan beberapa jam dan tidaka akan sembuh dengan beristirahat ataupun

nitrogliserin.

b. Nyeri sering disertai dengan napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing,

mual dan muntah.


c. Nyeri yang dirasakan di daerah pericardial seperti desakan, diperas, ditekan,

dicekik dan nyeri seperti di bakar. Neri tajam dan menekan atau sangat nyeri,

nyeri yang dirasakan secara terus menerus dan dangkal.

Tanda dan gejala infark miokard (TRIAGE) adalah:

1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak

mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian

atas, ini merupakan gejala utama.

2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri

tidak tertahankan lagi.

3. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat

menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya

lengan kiri).

4. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau

gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan

tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).

5. Nyeri dapat menjalar ke arah tahang dan leher.

6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis

berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual, muntah.

7. Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang

hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu

neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri).


E. Pathway STEMI

Aterosklerosis dimulai ketika kolestrol berlemak tertimbun di inti arteri besar.

Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak yang akan mengganggu absorbs nutrient

oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan

menyumbat aliran darah karna timbunan lemak menonjol ke lumen pembuluh darah.

Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan

parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen

yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan

darah, hal ini menyebabkan terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit

tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis (Suddarth, 2013).

Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat

penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran

darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang akan

membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup. Jantung

yang mengalami kerusakan ireversibel akan mengalami degenarasi dan kemudian diganti

dengan jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan mengalami

kegagalan, artinya ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan

memberikan curah jantung yang adekuat. Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner

dapat berupa perubahan pola EKG, anerusima ventrikel, disritmia dan akhirnya akan

mengalami kematian mendadak (Suddarth, 2013).


F. Pemeriksaan Penunjang

1. Reaksi non-spesifik

Reaksi non-spesifik terhadap nekrosis miokrdial adalah leukosit yang miningkat dalam

beberapa jam setelah serangan IM akut. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ mm

dan berlangsung selama 3 -7 hari. Laju endap darah juga meningkat.

2. Elektrokardiogram

Pada infark miokard transmural ketika nekrosis dialami oleh semua lapisan dinding

miokardium, EKG dapat menunjukan kelainan, seperti gelombang Q mencapai segmen

ST meningkat, dan gelombang T abnormal apabila nekrosis dapat mengenai semua


lapisan miokardium, disebut infark subendokardium dan perubahan hanya terdapat pada

segmen ST. Perlu diketahui bahwa EKG tidak selalu memberikan informasi yang pasti

tentang iskemia.

3. Enzim serum

Apabila sel-sel jantung mati (nekrosis), ada enzim-enzim tertentu yang di keluarkan

kedalam darah. Enzim tersebut adalah kreatin kinase (CK), serum aspartate amino

transferase (AST) dulu adalah SGOT (serum glutamic-oxalocetic transaminase), lactic

acid dehydrogenase (LDH). Pada peningkatan enzim-enzim ini setelah serangan infark

miokard akut dapat membantu dalam menentukan diagnosis. Akan tetapi, peningkatan

enzim-enzim ini tidak terbatas pada kerusakan sel – sel miokardium, tetapi dapat juga

meningkat apabila terjadi kerusakan pada sel – sel hati, ginjal, otak, paru, vasika

urunaria, atau usus. Agar pemeriksaan enzim – enzim ini dapat spesifik, untuk sel – sel

miokardium, enzim dipecahkan atau dijadikan isoenzim. Misalnya enzim CK1 terdapat

pada otak, paru, vesika urunaria, atau usus. CK2 hanya terdapat pada sel –sel

miokardium, CK3 akan terdapat pada serum pasien dalam 48 jam setelah serangan IM

akut transmural.LDH juga dapat dipecahkan agar menjadi spesifik. Sel – sel

miokardium kaya dengan LDH1 sehingga kerusakan pada sel – sel miokardium akan

membuat LDH1 meningkat. (Mery Baradero 2008)

4. Kimia darah

a. Profil lemak. Kolesterol tetap, trigliserida dan lopoprotein diukur untuk

mengevaluasi resiko sterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang

positif, atau untuk mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterum total


yang meningkat diatas 200 mg/ml merupakan prediktor peningkatan resiko

penyakit jantung koroner (CAD). Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam

darah, dapat dianalisa melalui elektroforesis. Lipoprotein densitas tinggi (HDL),

yang membawa kolestrol dari sel perifer dan mengangkatnya ke hepar, bersifat

protektif, sebaliknya, lipoprotein densitas rendah (LDL) mengangkat kolesterol ke

sel perifer. Penurunan lipoprotein densitas tinggi dan peningakatan lipoprotein

densitas rendah akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik.

b. Elektrolit serum. Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan

infark miokard akut atau setiap kondisi jantung. Natrium serum mencerminkan

keseimbangan cairan relatif. Secara umum, hiponatremia menunjukan kelebihan

cairan dan hipernatremia menunjukan kekurangan cairan. Kalsium sangat penting

koagulasi darah dan aktifitas neuromuskular. Hipokalsemia dan hiperkalsemia

dapat menyebapkan perubahan EKG dan disretmia.

c. Kalsium serum. Di pengaruhi oleh fungsi ginjal dan dapat menurunkan akibat

bahan diuretika yang sering digunakan untuk marawat gagal jantung kongestif.

Penurunan kadar kalium mengakibatkan iritabilitas jantung dan membuat pasien

yang mendapatkan preparat digitalis cenderung mengalami toksisitas digitalis dan

peningkatan kadar kalium mengakibatkan depresi miokardium dan iritabilitas

ventrikel. Hipokelemia dan hiperkalemia dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel

dan henti jantung.

d. Nitrogen urea darah. (BUN) adalah produk akhir metabolisme protein dan

diekresikan oleh ginjal. Pada psien jantung, peningkatan BUN dapat mencerminkan
penurunan perfusi ginjal (akibat penurunan curah jantung) atau kekurangan volume

cairan intravaskuler (akibat terapi diuretika).

e. Glukosa. Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien jantung juga

menderita diabetes militus, glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan stres

akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebapkan konversi glikogen hepar

menjadi glukosa.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien STEMI dilakukan untuk memperkecil kerusakan

jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung

diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai

oksigen jantung. Terapi obat-obatan, pe,berian oksigen dan tirah baring dilakukan secara

bersamaan untuk mempertahankan jantung.

Obat yang biasa digunakan dalam tatanan perawatan kritis untuk mengobati

penyakit kardiovaskuler:

1. Terapi Fibrinolitik, diindikasikan untuk pasien dengan infark miokardium elevasi

segmen ST akut. Tujuan terapi fibrinolitik adalah melarutkan thrombus, menetapkan

kembali aliran darah koroner, meminimalkan ukuran infark, mempertahankan fungsi

ventrikel kiri, serta mengurangi morbiditas dan motilitas. obat fibrinolitik yang sering

dipakai yaitu Streptokinase, tenekteplase, reteplase, alteplase.

2. Terapi Antikoagulan, seperti heparin unfractionated, inhibitor thrombin langsung,

dan wafarin membatasi pembentukan fibrin lebih lanjut dan membantu mencegah

tromboembolisme.
3. Terapi Inhibitor Trombosit, aspirin merupakan inhibitor trombosit yang paling luas

digunakan, menghambat tromboksan A2, suatuagonis trombosit, dan mencegah

pembentukan thrombus dan vasokontriksi arteri. Aspirin digunakan untuk

mengurangi mortalitas pada pasien yang mengalami infark miokard, mengurangi

insiden infark miokard non fatal dan mortalitas pada pasien yang mengalami angina

stabil, angina tidak stabil, atau infark miokardium sebelumnya. Aspirin juga

diindikasikan untuk mengurangi risiko stroke nonfatal dan kematian pada pasien

yang memiliki riwayat stroke iskemik atau iskemia sementara akibat embolus

trombosit.

H. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

b. Identitas

 Identitas pasien

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk

rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.

 Identitas Penanggung Jawab

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta

status hubungan dengan pasien.

b. Riwayat kesehatan

 Riwayat kesehatan sekarang

- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur


- Faktor perangsang nyeri yang spontan

- Kualitas nyeri : rasa nyeri di gambarkan dengan rasa sesak

yang berat/mencekik

- Lokasi nyeri : di bawah atau disekitar leher, dengan dagu

belakang, bahu atau lengan

- Beratnya nyeri : dapat dikurangi dengan istirahat atau

pemberian nitrat

- Waktu nyeri : berlangsung beberapa jam/hari, selama selama

nyeri pasien akan memegang dada atau menggosok lengan kiri

- Diafireasi, muntah, mual, kadang-kadang demam, dyspnea

- Syndrom syok

 Riwayat kesehatan dahulu

- Penyakit pembuluh dara arteri

- Riwayat merokok

- Kebiasaan olah raga yang tidak teratur

- Riwayat DM, hipertensi, gagal jantung kongesif

- Riwayat penyakit pernapasan kronis

 Riwayat kesehatan keluarga

- Riwayat keluarga penyakit jantung, infark miokard, DM

stroke, hipertensi, penyakit vascular periver

c. Pengkajian focus

 Tingkat Kesadaran, orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan orang

dipantau dengan ketat terkadang terjadi perubahan status penginderaan mental


akibat terapi medis atau syok kardiogenik yang mengancam. Perubahan

penginderaan berarti bahwa jantung tidak mampu memompa darah yang cukup

untuk oksigenasi otak. Fungsi motorik dan tingkat kesadaran dapat diuji secara

bersamaan melalui kemampuan berespon perintah sederhana. Misalnya, respons

pasien untuk “menggenggam tangan saya” memumgkinkan perawat mengkaji

status mental maupun kekuatan genggaman masing-masing tangan.

 Nyeri Dada, ada atau tidaknya nyeri dada adalah satu-satunya temuan terpenting

pada pasien dengan miokard infark akut. Pada setiap episode nyeri dada, harus

dicatat EKG dengan 12 lead. Pasien bisa juga ditanya mengenai beratnya nyeri

dengan skala angka 0 sampai 10, dimana 0 tidak nyeri dan 10 terasa nyeri paling

berat.

 Frekuensi dan Irama Jantung, frekuensi dan irama jantung dipantau terus-

menerus ditempat tidur dengan monitor. Frekuensi dipantau akan adanya

kenaikan dan penurunan yang tidak dapat dijelaskan; irama dipantau akan

adanya deviasi terhadap irama sinus. Bila terjadi disritmia tanpa nyeri dada,

maka parameter klinis lain selain oksigenasi yang adekuat harus dicari, seperti

kadar kalium serum terakhir. Pada beberapa kasus mungkin diperlakukan terapi

medis antidisritmia.

 Bunyi Jantung, bunyi jantung harus diauskultasi dengan stetoskop yang baik.

Bagian bell stetoskop digunakan untuk mendengarkan nada rendah. Sedangkan

diafragma untuk mendengarkan suara bernada tingggi. Bell stetoskop diletakkan

diatas kulit dada dengan ringan, sebaliknya diafragma ditekan dengan mantap.
 Catat Bunyi yang Tidak Normal, mencakup bunyi jantung tiga (S3) yang

dikenal sebagai gallop ventrikel dan bunyi jantung empat (S4), yang dikenal

sebagai gallop atrial atau presistolik. Biasanya setelah terjadi miokard infark

akan timbul bunyi S3 dihasilkan saat darah dalam ventrikel menghantam dinding

yang tidak lentur dari jantung yang rusak. Bunyi S3 merupakan tanda awal gagal

ventrikel kiri yang mengancam. Deteksi dini S3 yang diikuti penatalaksanaan

medis yang agresif dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa.

 Mur-mur jantungatau friction rub, perikardium dapat didengar dengan mudah

sebagai bunyi tambahan. Bunyi ini lebih kompleks untuk didiagnosa namun

dapat terdengar dengan mudah dan harus dilaporkan segera. Adanya murmur

yang sebelumnya tidak ada dapat menunjukkan perubahan fungsi otot miokard,

sedangkan friction rub menunjukkan adanya perikarditis.

 Tekanan Darah, tekanan darah diukur untuk menentukan respon terhadap nyeri

dan keberhasilan terapi, khususnya terapi vasodilator, yang dikenal dapat

menurunkan tekanan darah. Pengukuran tekanan nadi perlu diperhatikan dengan

cermat. Tekanan nadi adalah perbedaan angka antara tekanan sistole dan

diastole. Penurunan tekanan nadi biasa terjadi setelah miokard infark.

 Denyut Nadi Perifer, denyut nadi perifer dievaluasi frekuensi dan volumenya.

Perbedaan frekuensi denyut nadi perifer dan frekuensi denyut jantung

menegaskan adanya disritmia seperti fibrilasi atrium. Denyut nadi perifer paling

sering dievaluasi untuk menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas.


Denyut nadi perifer yang melemah bisa merupakan petunjuk bahwa sedang

terjadi penyumbatan aliran darah.

 Tempat Infus Intravena, sering diperiksa kelancarannya dan akan adanya

tanda-tanda radang. Berbagai obat diberikan secara intravena untuk mencegah

perubahan kadar enzim serum yang dapat terjadi bila obat diinjeksikan secara

intramuscular. Maka penting sekali dipasang satu atau dua infuse intravena pada

pasien yang mengalami nyeri dada agar selalu tersedia akses untuk pemberian

obat darurat.

 Warna Kulit dan Suhu, kulit dievaluasi untuk mengetahui apakah warnanya

merah muda, hangat dan kering, yang menunjukkan sirkulasi perifer yang baik.

Karna warna kulit setiap orang berbeda, maka tempat terbaik untuk memeriksa

warna kulit adalah pada kuku, selaput mukosa mulut, dan cuping telinga. Pada

gtempat tersebut akan tampak biru atau ungu pada pasien yang mengalami

kesulitan untuk mempertahankan kebutuhan oksigen. Pasien yang kulitnya

dingin, lembab, atau berkeringat dingin (diaforesis) mungkin merupakan respon

terhadap terapi medis atau kolaps kardiovaskuler yang berlanjut seperti pada

syok kardiogenik.

 Paru, setiap peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan harus diawasi,

seiring dengan adanya kesulitan napas. Gerakan napas harus teratur dan tanpa

hambatan aliran udara.

 Napas Pendek, dengan atau tanpa sesak dan batuk adalah kunci tanda klinis

yang harus diperhatikan. Batuk kering pendek sering merupakan tanda gagal
jantung. Dada diauskultasi adanya wheezing atau krekel. Wheezing diakibatkan

oleh udara yang melintasi jalan sempit, krekel terjadi apabila udara bergerak

melalui air dan bila terjadi miokard infark akut, biasanya menunjukkan gagal

jantung.

 Fungsi Gastrointestinal, mual dan muntah dapat terjadi. Jumlah yang

dimuntahkan harus dicatat, dan muntahan diperiksa akan adanya darah.

Pembatasan asupan makanan hanya berupa makanan cair, dapat meringankan

kerja jantung dengan cara mengurangi aliran darah yang diperlukan untuk

mencerna makanan padat. Jika diperlukan prosedur invasive, maka kemungkinan

aspirasi isi lambung ke paru dapat dikurangi bila pasien hanya menelan makanan

cair. Abdomen dipalpasi adanya nyeri tekan keempat kuadran. Setiap kuadran

diauskultasi adanya bising usus. Dicatat juga ada atau tidaknya flatus. Setiap

feses yang dikeluarkan diperiksa adanya darah, khususnya pada pasien yang

mendapat obat-obatan yang mempengaruhi pembekuan darah.

 Status Volume Cairan, pengukuran haluaran urin sangat penting, terutama

dalam hubungannya dengan asupan cairan. Pada sebagian besar kasus, cairan

yang seimbang atau yang cenderung negatif akan lebih baik karena pasien

dengan miokard infark harus menghindari kelebihan cairan dan kemungkinan

terjadinya gagal jantung. Pasien harus diperiksa adanya edema. Perawat harus

waspada terhadap berkurangnya haluaran urin (oliguria), suatu tanda awal syok

kardiogenik adalah hipotensi yang disertai oliguria. (Suddarth, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d akumulasi cairan dalam alveoli sekunder

kegagalan fungsi jantung.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung.

c. Nyeri akut b.d hipoksia miokard (oklusi arteri koroner).

d. Penurunan curah jantung b.d perubahan laju, irama, dan konduksi

elektrikal.

e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen

miokard dan kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.

f. Ansietas b.d perubahan kesehatan dan status sosio-ekonomi.

g. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit,

kesalahpahaman terhadap kondisi medis atau terapi yang dibutuhkan,

ketidaktauan tentang sumber informasi, serta kurangnya kemampuan

mengingat.

3. Intervensi keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA SLKI
SIKI
(TUJUAN DAN
(INTERVENSI
KRITERIA HASIL)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan 5x24 jam Observasi
berhubungan diharapkan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan akumulasi meningkat dengan kriteria kedalaman dan upaya
cairan dalam hasil : napas
alveoli sekunder 1. Tingkat kesadaran 2. Monitor pola napas
kegagalan fungsi meningkat 3. Monitor kemampuan
jantung. 2. Pola napas batuk efektif
membaik 4. Monitor adanya produksi
3. Suara tambahan sputum
menurun 5. Monitor adanya
4. Pusing menurun sumbatan jalan napas
5. PCO2 membaik 6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-ray
toraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif b.d intervensi keperawatan
penurunan curah 5x24 jam, erfusi jarinagn Observasi
jantung erfer membaik:
1. Periksa sirkulasi perifer
1. Hb dalam batas (nadi perifer, edema,
normal pengisian kapiler, warna,
2. Tidak ada tanda- suhu, anklebrachial
tanda kejang index)
3. TTV dalam batas 2. Identifikasi Fetiologi
normal 3. risiko gangguan
sirkulasi (diabetes,
perokok, oramh tua,
hipertensi, dan kadar
kolesterol tinggi)
4. Monitor panas,
kemerahan, nyeri atau
bengkak pada
ekstremitas)

Terapeutik

1. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan
infeksi
5. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
6. Lakukan hidrasi

Edukasi

1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan dan
penurunan kolesterol jika
perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara rutin
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
8. Amjurkan program
rehabilitasi vascular
9. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
segera di informasikan
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
hipoksia miokard keperawatan 5x24 jam Observasi
(oklusi arteri diharapkan nyeri akut 11. Identifikasi lokasi,
koroner) membaik dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun 12. Identifikasi skala nyeri
2. TTV dalam batas 13. Identifikasi respon nyeri
normal non verbal
3. Menyatakan rasa 14. Identifikasi faktor yang
nyaman setelah memperberat dan
nyeri berkurang memperingan nyeri
15. Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
3. Berikanteknik
nonfarmokologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(hypnosis, terapi
murrotal dan terapi
relaksasi)
4. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
3. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
4. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik
Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung
jantung b.d keperawatan 5x24 jam Observasi
perubahan laju, diharapkan curah jantung 1. Identifikati tanda/gejala
irama, dan meningkat dengan kriteria primer penurunan curah
konduksi elektrika hasil : jantung
1. Tekanan darah 2. Identifikasi tanda/gejala
normal sekunder penurunan
2. CRT membaik curah jantung
3. Palpitasi menurun 3. Monitor tekanan darah
4. Distensi vena 4. Monitor intake dan ouput
jugularis menurun cairan
5. Gambaran EKG 5. Monitor BB setiap hari
aritmia menurun pada waktu yang sama
6. Lelah berkurang 6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri
dada
8. Monitor EKG 12
sadapan
9. Monitor aritmia
10. Monitor nilai
laboratorium jantung
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
setelah beraktivitas
13. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung
yangs esuai
3. Gunakan stocking elastis
atau pneumatic
intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress,
jika perlu
6. Berikan dukungan emosi
dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen
Edukasi
1. Anjurkan aktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur BB
harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
b.d tindakan keperawatan Observasi
ketidakseimbangan 5x24 jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan
antara suplay aktivitas pasien fungsi tubuh yang
oksigen miokard meningkat, dengan mengakibatkan kelelahan
dan kebutuhan kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik
1. Kemudahan dalam dan emosional
melakukan 3. Monitor pola dan jam
aktivitas sehari- tidur
hari meningkat 4. Monitor lokasi dan
2. Kekuatan tubuh ketidaknyamanan selama
bagian atas dan melakukan aktivitas
bawah meningkat Terapeutik
3. Keluhan lelah 1. Sediakan lingkungan
berkurang nyaman dan rendah
4. Dispnea saat stimulus
aktivitas berkurang 2. Lakukan rentang gerak
pasif/atau aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasidengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
perubahan tindakan keperawatan Observasi
kesehatan dan 5x24 jam diharapkan 1. Identifikasi saat tingkat
status sosio- ansietas menurun, ansietas berubah
ekonomi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi kemampuan
- Pasien tidak mengambil keputusan
gelisah 3. Monitor tanda-tanda
- Rasa cemas ansietas
menurun Terapeutik
1. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan
3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
6. Tempatkan barang
pribadi yang memberikan
kenyamanan
7. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dirasakan
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
4. Anjurekan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M. Nuralamsyah, M., dan Susaldi. (2016). Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:Salemba


Medika

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC

Huda, Murarif, & Hardhi Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc (Jilid 3). Penerbit Mediaction Jogja.

Joyce, Black, M & Hawks, Jane Hokanse (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta:
Salemba Medika

Karson. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: TIM.

Muttaqin, A & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Rendy, M.C and TH, Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogjakarta : 2012.

SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1, Cetakan
III. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 1, Cetakan
II. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

SLKI DPP PPNI, (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi 1, Cetakan II.
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tao. L dan Kendall. K.(2014). Sinopsis Organ System Pulmonologi. Jakarta : Karisma
Publishing Group.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Yuniarta, G. A., & Darmawan, N. A. S. (2014). Pengaruh Corporate Social Responsibility


Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ45 di
Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012). Jurnal S1 Ak Universitas Pendidikan
Ganesha, 02(1).

Anda mungkin juga menyukai