Presus Ikterus
Presus Ikterus
Presus Ikterus
Oleh:
Kelompok
Siti Indah Hardiyanti (P17312215142)
Suryani Pratiwi (P17312215153)
Nurul Fadilah (P173122121)
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kesempatan yang telah diberikan, sehingga Laporan Praktik Klinik yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Komprehensif Patologi Neonatal Pada By Ny “” Di
RSUD Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2022”dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan komprehensif ini disusun dalam rangka pemenuhan target laporan asuhan
kebidanan komprehensif praktek klinik kebidanan fisiologis yang ditetapkan
kepada mahasiswa Pendidikan Profesi Bidan.
1. Budi Susatia, S.Kp, M.Kes. Direktur Politeknik Kesehatan Malang, yang telah
memberikan kesempatan menyusun Studi Literatur ini.
2. Herawati Mansur, S.ST.,M.Pd.,M.Psi, Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang.
3. Ibu Ika Yudianti, S.ST., M. Keb, selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan
dan Pendidikan Profesi Bidan Kebidanan Malang.
4. Jenie Palupi,S.Kp.,M.Kes selaku pembimbing akademik
5. Warih selaku pembimbing klinik yang telah bersedia membimbing ditempat
praktek
Semoga Studi Literatur ini berguna bagi semua pihak dan semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal baik yang telah
diberikan.
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Kelompok
Siti Indah Hardiyanti (P17312215142)
Suryani Pratiwi (P173122151)
Nurul Fadilah (P173122121)
Telah Diperiksa dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Presentasi Kasus
Laporan Praktik Klinik Stase Gadar Maternal dan Neonatal Prodi Pendidikan
Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Malang
Jember, .................................
Dewan Penguji,
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
4.2 Pembahasan......................................................................................................33
BAB 5 PENUTUP............................................................................................................37
iii
5.1 Kesimpulan......................................................................................................37
5.2 Saran................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur menggunakan berbagai
indikator kesehatan yang sudah ditetapkan diantaranya adalah kematian
perinatal, angka kematian bayi, dan angka kematian balita. Angka kematian
bayi (AKB) merupakan angka kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir
sampai bayi berusia 28 hari per 1000 kelahiran hidup (Siska, 2017).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan
angka kematian bayi (AKB) di seluruh dunia adalah sebesar 2,7 juta, faktor
faktor resiko kematian bayi dikaitkan dengan faktor dari bayi, ibu dan
kehamilan, faktor dari bayi seperti sepsis, kelainan kongenetal, BBLR dan
Prematur. (BPS, 2016 dalam Rachmadiani, 2018). Berdasarkan data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 AKB di Indonesia
mengalami penurunan yang signifikan yaitu dari 68 kematian per 1000
kelahiran hidup pada tahun 1991, hingga 24 kematian per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2017 (Maharrani, 2019).
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskerdas, 2015) menunjukkan
angka kejadian hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar
51,47% dengan faktor penyebabnya adalah Asfiksia 51%, BBLR 42,9%,
Sectio caesaria 18,9%, prematur 33,3%, kelainan konginetal 2,8% dan sepsis
12%. Di Jawa Timur pada tahun 2017 angka cakupan neonatal komplikasi
yang tertinggi adalah kota Madiun dengan angka 96,2% sedangkan yang
terendah adalah kabupaten Sumenep dengan angka 51,0% dan masih terdapat
24 (dua puluh empat) kabupaten/kota yang belum mencapai target (80%)
pada tahun 2017 (KGM, 2017). Pada tahun 2016, kabupaten Jember masuk
dalam peringkat dua dengan jumlah kematian bayi sebesar 50,19 per 1000
kelahiran hidup (BPS, 2016 dalam Rachmadiani, 2018). Dengan demikian
dapat diketahui bahwa masalah kesehatan yang sering terjadi pada bayi baru
lahir adalah hiperbilirubin atau icterus neonatorum.
Ikterus neonatorum adalah kondisi klinis pada bayi yang ditandai
dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera bayi yang disebabkan oleh
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3) Faktor Neonatal
Faktor-faktor neonatal yang dapat menyebabkan hiperbilirubin menurut
Rini (2016) adalah sebagai berikut :
a) Berat Badan Lahir
BBLR dan prematur merupakan faktor resiko terjadinya
hiperbilirubin. Berat badan lahir rendah sering mengalami
hiperbilirubin karena organ tubuhnya yang masih lemah disebabkan
fungsi hepar yang belum matang atau terdapat gangguan fungsi
hepar seperti hipoglikemi, asfiksia sehingga meningkatkan
kadarbilirubin. Pada bayi yang lahir prematur menyebabkan
hipoksia, hipoglikemi, dan kelainan susunan syaraf otak sehingga
bilirubin mudah masuk kedalam sawar otak yang akan menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin indirek.
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin terbanyak terjadi pada bayi laki-laki. Karena pada bayi
laki-laki bilirubin lebih cepat diproduksi dari pada bayi perempuan,
hal ini karena bayi laki-laki memiliki protein Y dalam hepar yang
berperan dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar. Kebanyakan laki-
laki dengan tanda-tanda infeksi seperti splenomegali hemolisis dan
retardasi pertumbuhan intrauterine, sehingga angka kejadian
hiperbilirubin relative lebih besar terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
c) ASI (Air Susu Ibu)
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai berumur 6 bulan
karena mempunyai komposisi gizi yang paling lengkap dan ideal
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Bayi yang kurang
mendapatkan kan kecukupan ASI saat menyusui dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan yang masuk ke usus untuk memproses
pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada
bayi prematur yang ibunya kurang memproduksi ASI.
10
d) Rawat Gabung
Bila dilakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya maka ASI akan
semakin lancar. Rawat gabung akan meningkatkan hormon dan
peningkatan rasa emosional ibu dan anak. Selain itu perawatan rawat
gabung yang lebih cepat akan meningkatkan frekuensi hisapan bayi.
Hal tersebut dapat meningkatkan produksi ASI dibandingkan yang
tidak dilakukan rawat gabung. Rawat gabung yang semakin cepat
memungkinkan bayi untuk menghisap secara lebih cepat dan sering
ini akan memperlancar produksi ASI.
e. Tanda dan gejala
Bayi tampak lemas, kejang, bayi sudah tidak mau menghisap puting
ibu, pembesaran pada hati, tampak ikterus pada sclera, kuku, kulit dan
membrane mukosa, bayi mulai muntah, anoreksia, warna urin sudah
terlihat gelap dan warna tinja gelap (Rini, 2016).
Sebagian besar kasus hiperbilirubin tidak berbahaya, tetapi kadang-
kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan
otak (Kern icterus). Adapaun gejala yang tampak yaitu :
1) Rasa kantuk.
2) Warna tubuh kuning.
3) Tidak kuat menghisap ASI atau susu formula.
4) Muntah.
5) Opistotonus.
6) Mata terputar-putar ke atas.
7) Kejang, dan yang paling parah bisa menyebabkan kematian. Efek
jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental, kelumpuhan
serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke atas. (Stevry,dkk,
2013).
f. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki
11
3) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat. Defisiensi albumin dapat menyebabkan
meningkatnya bilirubin tak terkojugasi dalam darah.
4) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar
hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain. Selain itu, pada ibu yang mengalami
kesulitan menyusui bayinya dapat menyebabkan penurunan intake
nutrient dan cairan pada bayi. Hal ini mengakibatkan peningkatan
sirkuasi enterohepatik karena peses meconium pada bayi terlambat
pengeluarannya.
g. Diagnosis
Menurut Hansen (2016), selain anamnesis dan pemeriksaan fisik
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai hasil penunjang pada
ikterus antara lain :
1) Bilirubin Serum : Pemeriksaan kadar bilirubin merupakan hal yang
penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis ikterus dalam
penanganan yang akan dilakukan. Umumnya yang akan diperiksa
adalah kadar bilirubin total. Sampel bilirubin serum harus dilindungi
dari cahaya (biasanya menggunakan alumunium foil) dan disarankan 13
untuk melakukan pemeriksaan kadar bilirubin direk apabila kadar
bilirubin >20 gr/dl atau usia bayi >2 minggu.
2) Bilirubinometer Transkutan : Bilirubinometer adalah instrument
spektofotometrik yang bekerja dengan memanfaatkan bilirubin yang
menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang
dipantulkan merupakan representasi warna kulit bayi yang sedang
diperiksa dan biasanya pemeriksaan ini dilakukan untuk tujuan
skrinning atau sebelum bayi pulang ke rumah.
13
3) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yag sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup ditempat bayi
dirawat
4) Memeriksa derajad kremer pada tubuh bayi (batas kremer normal pada
bayi yaitu derajad 2)
5) Pengobatan terhadap faktor penyebab
6) Memenuhi kebutuhan atau nutrisi.
Pemberian ASI merupakan sumber energi makanan terbaik bagi
bayi selain mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi
bayi, pemberian ASI juga dapat meningkatkan dan lebih menambah
kasih sayang antara ibu dan dengan bayi itu sendiri, serta meningkatkan
daya kekebalan tubuh bagi bayi.
Pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat menyebabakan
terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine, oleh
sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan untyuk mencegah
terjadinya ikterus pada bayi baru lahir (BBL) (Herawati & Indriati,
2017). Bayi dengan ikterus akibat pemberian ASI yang tidak adekuat
dapat diatasi dengan cara mulai menyui dan beri ASI sesering mungkin.
Ibu dianjurkan untuk menyusui 8-12 kali sehari untuk memenuhi
kebutuhan ASI bayi.
7) Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya gejala ikterus.
8) Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan.
Kolaborasi
Tata laksana awal ikterus neonatorum (WHO) (Maternity, dkk. 2018):
1) Mulai dengan sinar fototerapi bila ikterus diklasifikasikan sebagai
ikterus berat.
2) Tentukan apakah bayi memiliki faktor faktor kehamilan 37 minggu,
hemolisis atau sepsis.
3) Ambil contoh darah dan periksalah kadar bilirubin serum dan
hemoglobin, tentukan golongan darah bayi , dan lakukan tes coombs.
4) Bila kadar bilirubin serum dibawah nilai yang di butuhkannya maka
hentikan pemberian sinar fototerapi.
15
470 um, intensitas cahaya 10 W/cm2, jarak antara bayi dan sumber
sinar 30 cm, dan dan digunakan alas linen putih pada basinet atau
incubator dan tirai di sekitar daerah unit sinar fototerapi untuk
memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi, terapi sinar
diberikan secara berkelanjutan dan hanya dihentikan pada saat bayi
menyusus atau dimandikan (Dewi, dkk. 2016).
d) Tranfusi Tukar
Tranfusi tukar dilakukan akan dilakukan apabila terapai sinar
tidak berhasil dalam mengendalikan kadar bilirubin. Tranfusi tukar
merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian tranfusi tukar
dilakukan apabila kadar bilirubin 20mg/dL, kenaikan pada kadar
bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gejala
gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg/dL, dan uji
coombs direk menyatakan hasil yang positif.
i. Komplikasi
Kern ikterus (ensefalopati biliaris) merupakan suatu kerusakan otak
akibat adanya bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ini ditandai dengan
kadar bilirubin darah yang tinggi ( > 20 mg% pada bayi cukup bulan atau
> 18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai dengan tanda-tand
kerusakan otak berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau mengisap,
tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis, serta dapat
juga diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi mental
dikemudian hari (Dewi, 2014)
Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi hiperbilirubin
neonatorum non fisisologis akibat efek toksis bilirubin tak terkojugasi
terhadap susunan saraf pusat. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian
atau apabila bertahan hidup dapat menimbulkan gejala sisa yang berat
istilah jam adalah kernikikterus yang berarti titik-titik berwarna kuning
pada sebagian besar stuktur sususnan saraf pusat yang ditemukan pada
autopso bayi yang sudah meninggal akibat ensefalopati bilirubin.
17
k. Penilaian hiperbilirubin
Pengamatan hiperbilirubin paling baik dilakukan dalam cahaya
matahari dengan menekan kulit yang akan diamati untuk menghilangkan
warna karena pengaruh sirkulasi darah. Untuk penilaian hiperbilirubin,
kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari
kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit,
tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan
termasuk telapak tangan (Prawirohardjo, 2013).
Berikut pembagian derajat dan daerah icterus:
Tabel 2.1 Derajat Ikterus
Daera Kadar
Luas ikterus
h bilirubin
1. Kepala leher 5
2. Daerah 1 (+) badan bagian atas 9
3. Daerah 1, 2 (+) badan bagian bawah dan tungkai 11
4. Daerah 1, 2, 3 (+) lengan dan kaki dibawah lutut 12
5. Daerah 1, 2, 3, 4 (+) telapak tangan dan kaki 16
Hidung : Ada sumbatan atau kelainan lain seperticuping hidung.
Leher : Apakah ada pembesaran kelenjar getah bening/ tiroid atau
tidak.
Dada : Apakah tampak simetris atau tidak, adawheezing dan ronchi
Tali pusat dan abdomen : Apakah ada tanda-tanda infeksi atautidak
dan pada ikterus pada palpasiabdomen terdapat pembesaran limfe
danhepar
Punggung : Adakah kelainan dan dilihat bentuknya,apakah ada
spina bifida atau tidak.
Ekstermitas : Dilihat kelainan bentuk dan jumlah
Genitalia : Pada bayi lakilaki testis sudah menurun atau belum dan
terdapat lubang uretra atau tidak pada bayi perempuan labia rnayor
a telah menutupi labia minora belum? Lubang vaginaada atau tidak
Anus : Ada atau tidaknya lubang anus
Reflex: Bayi ikterus ada kemungkinan kehilanganreflek moro,
palmar reflek rooting reflek.AntropometriLingkar kepata, lingkat
dada, lingkar lengan atas.
Eliminasimiksi:Kemungkinan warna urine gelap pekat sampai
hitam kecoklatan
Meconium / feces: kemungkinan lunak dan berwarna coklat
kehijauan
Warna kulit : penilaian ikterus secara klinis menurut eumus kremer
C. ASASSEMENT
1) Interpretasi Data Neonatus dengan. ikterus patologis.
2) Identifikasi Diagnosa dan Masalah PotensialKern ikterus,
dehidrasi, bronze ikterus, hipotermi.
3) Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan SegeraKolaborasi dengan
dokter spesialis anak atau transfusi tukarsesuai dengan. advise dokt
4) Merencanakan Asuhan Yang MenyeluruhMerencanakan asuhan
untuk bayi baru lahir dengan ikterus sesuaidengan penyebabnya.
5) PelaksanaanMelaksanakan asuhan bayi baru lahir dengan. ikterus
sesuaidengan. perencanaan.Dalam penanganan Minis, cara-cara
29
BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN
PADA NEONATUS DENGAN IKTERUS NEONATORUM
DI PERINATOLOGI RSD KALISAT
Tanggal 19 April 2022 pukul 00.45 WIB, bayi lahir di RSD Kalisat
secara normal, a/i prematur. Usia gestasi saat lahir ..minggu,
ketuban jernih, bayi lahir spontan, langsung menangis, A-S 7-8,
cacat (-), anus (+), genetalia (+), caput succedaneum (-), cephal
haematoma (-). Bayi lahir dengan jenis kelamin laki-laki, BBL
2500 gram, PB 47 cm, dan LK cm, LD cm, lingkar abdomen cm
c) Postnatal
Pada tanggal 19 April 2022 pukul 00.45 WIB bayi di bawa ke
ruang perinatologi karena bayi lahir preterm,kemudia bayi
mendapatkan terapi berupa injeksi Vit K 1 mg, imunisasi HB0.
Pada tanggal 19 April 2022 pukul 06.15 WIB dilakukan
pemeriksaan lab dan di dapatkan Hb 14,3 gr/dl, lekosit 20.600,
MVC 108, MCH 37,6, MCHC 34,9, HITUNG JENIS 1/3/76/8/12,
PCV HEMATOKTRIT 41%, Trombosit 273.000, Glukosa Stik 95
mg/dl. Kemudian pada tanggal 21 April 2022 pukul 08.00 WIB
bayi mulai terdapat kremer derajat.. kemudian dilakukan
pemeriksaan laboratorium (21 April 2022 pukul 09.15 WIB)
didapatkan hasil Bilirubin dirke 0,40 mg/dl, Bilirubin total 10,21
mg/dl serta dikonsulkan dr.Sp.A advice berupa fototerapi 1x24 jam
(tanggal 21-22 April 2022) dimulai pada pukul 14.00 WIB.
3.1.4 Riwayat Imunisasi
Sudah diberikan imunisasi HB0
3.1.5 Pola fungsional kesehatan
a) Nutrisi
Sesuai advice doker, bayi di beri vairan oral San B Plex 1x 0,3
b) Eliminasi
BAB 1x / hari, warna hitam, konsistensi kental. TeRakhir BAB
jam 14.30 WIB
BAK (+)
c) Istirahat
Bayi lebih banyak tidur
3.2 Data Objektif
33
3.4 Penatalaksanaan
Jam Penataksanaan Nama
dan paraf
1. Beritahu keluarga tentang kondisi
bayi saat ini,
R/ Pemberian informasi kepada
keluarga akan membuat keluarga
tidak cemas akan kondisi bayinya
2. Lanjutkan intervensi dari dr. Sp.A
3. Bayi mengalami icterus
neonatorum
a. Cuci tangan sebelum
kontak dengan bayi
R/ mencegah
transmisikuman dan bakteri
b. Letakkan bayi di bed untuk
melakukan fototerapi
R/ menjaga suhu tetap
hangat dan mengurangi
kadar bilirubin dalam tubuh
c. Ukur suhu tubuh bayi
R/ memastikan bahwa bayi
tidak mengalami hipotermi
d. Lepas pakaian bayi atau
bayi hanya menggunakan
popok
R/ untuk melindungi
genetalia bayi dan agar
36
Catatan Perkembangan
Tanggal 22 April 2022 Pukul
Data Subyektif
-
Data Obyektif
Keadaan umum :
Kesadaran :
TTV :
Pemeriksaan fisik :
Analisa :
Penataksanaan :
Tanggal 22 April 2022 Pukul
38
BAB 4
BAB 5
Identitas Artikel
No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak Tidak
diketahui
1 Apakah alokasi subyek penelitian ke √
kelompok terapi atau kontrol betul-betul
secara acak(random) atau tidak ?
Penjelasan : subyek penelitian tidak
diambil secara acak akan tetapi diambil
berdasarkan kejadian bilirubin total jadi
dibagi menjadi kelompok bilirubin total
dan kelompok tidak bilirubin total
2 Apakah semua luaran(outcome) √
dilaporkan ?
Penjelasan : semua dilaporkan jelas
3 Apakah lokasi penelitian menyerupai √
lokasi anda bekerja atau tidak ?
Penjelasan : lokasi penelitian sama
dengan tempat pengkajian pasien yaitu di
sebuah Rumah Sakit di kota Makasar
4 Apakah kemaknaan statistik maupun √
klinis dipertimbangkan atau dilaporkan ?
Penjelasan : kemaknaan statistik
dilaporkan secara lengkap dan detail
5 Apakah tidakan terapi yang dilakukan √
dapat dilakukan ditempat anda bekerja
atau tidak ?
Penjelasan : terapi tindakan yang
dilakukan dapat diterapkan karena terapi
yang silakukan sama
6 Apakah semua subyek penelitian √
41
BAB 6
PEMBAHASAN
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
Agristianto, M. R. 2017. Rancang Bangun Alat Fototerapi Untuk Penanganan
Neonatal Jaundice Berbasis LED daya Tinggi. Jurnal eproceeding of
engering, 745.
Atika, Manggiasih Vidia dan Jaya, Pongki. 2016. Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media
Atikah, M. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada neonatus, Bayi,dan Balita. Jakarta:
CV Trans Info Media.
Bhutani, V. 2012. Phototherapy to Prevent Severe Neonatal Hyperbilirubinemia in
the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation ‖.Journal of the
American Academy of Pediatrics,Vol. 128, No. 4,PPe1046-e1052.
http://pediatrics.aappublications.org/content/128/4/e1046. Diakses tanggal
04 Juli 2021
Damanik, Sri Melfa & Sitorus, Erita. 2019. Modul Praktikum Keperawatan Anak.
Jakarta : Universitas Kristen Indonesia
Dewi, AKS, dkk. 2016. Efektivitas fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin
total neonatal. Sari Pediatri. 18(2): 82.
Dewi, Ayu Ketut, dkk. 2016. Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar
Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal di RSUP Sanglah/ Sari
Pediatri Vol. 18, No. 2.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/34. Diakses
tanggal 11 Juli 2021
Dewi, V.L.N. 2014. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : EGC
Hansen WR. 2016. Neonatal Jaundice. Pediatrics : Cardiac Disease and Critical
Care Medicine. https://emedicine.medscape.com/article/974786-
overview#a6. Diakses tanggal 04 Julis 2021
Harahap, Syahri Hidayat. 2018. Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan
Kadar Bilirubin pada Bayi Prematur di RSUP H. Adam Malik Medan.
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/13406. Diakses tanggal 13 Juli
2021
Herawati, Yanti & Indriati, Maya. 2017. Pengaruh Pemberian ASI Awal
Terhadap Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Usia 0-7 Hari. Jurnal
Bidan. https://media.neliti.com/media/publications/234035-pengaruh-
pemberian-asi-awal-terhadap-kej-8c69ec05.pdf. Diaskes tanggal 04 Juli
2021
Indrayani, Triana & Riani, Amelia. 2019. Hubungan Fototerapi Dengan
Penurunan Kadar Billirubin Total Pada Bayi Baru Lahir Di RS Aulia
Jagakarsa Jakarta Selatan Tahun 2019/ Dinamika Kesehatan Jurnal
Kebidanan dan Keperawatan Vol 10 No. 1.
http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id. Diakses tanggal 11 Juli 2021
Kosim, M Sholeh, dkk. 2016. Dampak Lama Fototerapi Terhadap Penurunan
Kadar Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal.
https://www.saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/671.
Diakses tanggal 13 Juli 2021
Kristianti, E. L. 2015. Hiperbilirubinemia treatmen of neonatus. Jakarta: Folia
Medika Indonesia.
Lestari, S. (2018). Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dan Usia Kehamilan
Dengan Ikterus Neonatorum Di RSUD Sleman Tahun 2017.
Puspitosari, Ratih Dewi, dkk. 2013. Pengaruh Paparan Sinar Matahari Pagi
Terhadap Penurunan Tanda Ikterus Pada Ikterus Neonatorum Fisiologis.
https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/308/295. Diakses tanggal 13
Juli 2021
Rini, Kartika. 2016. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Ikterus Neonatorum Fisiologis Di Ruang Cendrawasih Rsud Dr. Soetomo
Tahun 2013. http://repository.unair.ac.id/54697/. Diakses tanggal 04 Juli
2021
Saboute, Maryam, dkk. 2017. The Effect of Intensive Phototherapy on
Management of Hyperbilirubinemia in Neonates with the Gestational Age
of 34 Weeks and More/ IJN Iranian Journal Of Neonatology.
https://ijn.mums.ac.ir/article_9984.html. Diakses tanggal 11 Juli 2021
Santiari, Dewa.A.S, dkk. 2018. Kajian Area Penyinaran Dan Nilai Intensitas Pada
Peralatan Blue Light Therapy. Majalah Ilmiah teknologi Elektro. 17 (2)
279-286
Stevry, dkk. 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume
5, Nomor 1, Suplemen
Sulendri, Nyoman. 2021. Hubungan Pemberian Asi Dengan Kejadian Ikterus
Bayi Hiperbilirubinemia Di Rsia Puri Bunda Denpasar. Diploma Thesis,
Stikes Bina Usada Bali. http://repository.binausadabali.ac.id/180/. Diakses
tanggal 13 Juli 2021
Tando, Naomy Marie. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : EGC