Presus Ikterus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PATOLOGI NEONATAL

PADA BY NY “” DENGAN DAN RIWAYAT DI RSUD KALISAT


KABUPATEN JEMBER
PERIODE 18 s/d 30 APRIL 2022

LAPORAN PRAKTIK KLINIK

Oleh:
Kelompok
Siti Indah Hardiyanti (P17312215142)
Suryani Pratiwi (P17312215153)
Nurul Fadilah (P173122121)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MALANG JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kesempatan yang telah diberikan, sehingga Laporan Praktik Klinik yang
berjudul “Asuhan Kebidanan Komprehensif Patologi Neonatal Pada By Ny “” Di
RSUD Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2022”dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan komprehensif ini disusun dalam rangka pemenuhan target laporan asuhan
kebidanan komprehensif praktek klinik kebidanan fisiologis yang ditetapkan
kepada mahasiswa Pendidikan Profesi Bidan.

1. Budi Susatia, S.Kp, M.Kes. Direktur Politeknik Kesehatan Malang, yang telah
memberikan kesempatan menyusun Studi Literatur ini.
2. Herawati Mansur, S.ST.,M.Pd.,M.Psi, Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang.
3. Ibu Ika Yudianti, S.ST., M. Keb, selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan
dan Pendidikan Profesi Bidan Kebidanan Malang.
4. Jenie Palupi,S.Kp.,M.Kes selaku pembimbing akademik
5. Warih selaku pembimbing klinik yang telah bersedia membimbing ditempat
praktek

Semoga Studi Literatur ini berguna bagi semua pihak dan semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal baik yang telah
diberikan.

Jember, 19 April 2022

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KLINIK


ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PATOLOGI NEONATUS
PADA BY NY “”DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN RIWAYAT DI
RSUD KALISAT KABUPATEN JEMBER
PERIODE 18 s/d 30 APRIL 2022

Oleh:
Kelompok
Siti Indah Hardiyanti (P17312215142)
Suryani Pratiwi (P173122151)
Nurul Fadilah (P173122121)
Telah Diperiksa dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Presentasi Kasus
Laporan Praktik Klinik Stase Gadar Maternal dan Neonatal Prodi Pendidikan
Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Malang
Jember, .................................
Dewan Penguji,

Pembimbing Akademik Pembimbing Praktik

Jenie Palupi, S.Kp.,M.Kes Warih


NIP. 196906191993032001
Mengetahui,
Ketua Prodi Pendidikan Profesi Bidan

Ika Yudianti, SST, M.Keb


NIP. 19800727 200312 2 002

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

DAFTAR TABEL.............................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................3

1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4

2.1 Konsep dasar hiperbilirubin...............................................................................4

2.2 Konsep dasar fototerapi....................................................................................19

2.3 Kerangka konsep..............................................................................................25

BAB 3 METODE PENULISAN......................................................................................26

3.1 Desain Penulisan..............................................................................................26

3.2 Langkah-langkah penelusuran literature (Diagram Alir)..................................26

3.3 Rencana pelaksanaan review............................................................................28

3.4 Penyajian hasil penelusuran literature..............................................................29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................30

4.1 Hasil Telaah Artikel.........................................................................................30

4.2 Pembahasan......................................................................................................33

BAB 5 PENUTUP............................................................................................................37

iii
5.1 Kesimpulan......................................................................................................37

5.2 Saran................................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38

LAMPIRAN ARTIKEL ILMIAH....................................................................................41

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat Ikterus ......................................................................................18


Tabel 2.2 Rekomendasi “American Academy of Pediatrics” untuk penanganan
hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan....................21
Tabel 2.3 Rekomendasi “American Academy Of Pediatrcs” untuk penanganan
hiperbilirubin pada neonates premature (sehat dan sakit).....................21
Tabel 3.1 Kriteria inklusi dan eksklusi (PICO).....................................................28

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Derajat Ikterus...................................................................................18


Gambar 2.2 Fototerapi Blue light..........................................................................24
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Efektifitas Fototerapi terhadap penurunan kadar
bilirubin total pada neonatus dengan hiperbilirubinemia.................25
Gambar 3.1 Diagram Alir Literature Review .......................................................27

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur menggunakan berbagai
indikator kesehatan yang sudah ditetapkan diantaranya adalah kematian
perinatal, angka kematian bayi, dan angka kematian balita. Angka kematian
bayi (AKB) merupakan angka kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir
sampai bayi berusia 28 hari per 1000 kelahiran hidup (Siska, 2017).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan
angka kematian bayi (AKB) di seluruh dunia adalah sebesar 2,7 juta, faktor
faktor resiko kematian bayi dikaitkan dengan faktor dari bayi, ibu dan
kehamilan, faktor dari bayi seperti sepsis, kelainan kongenetal, BBLR dan
Prematur. (BPS, 2016 dalam Rachmadiani, 2018). Berdasarkan data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 AKB di Indonesia
mengalami penurunan yang signifikan yaitu dari 68 kematian per 1000
kelahiran hidup pada tahun 1991, hingga 24 kematian per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2017 (Maharrani, 2019).
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskerdas, 2015) menunjukkan
angka kejadian hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar
51,47% dengan faktor penyebabnya adalah Asfiksia 51%, BBLR 42,9%,
Sectio caesaria 18,9%, prematur 33,3%, kelainan konginetal 2,8% dan sepsis
12%. Di Jawa Timur pada tahun 2017 angka cakupan neonatal komplikasi
yang tertinggi adalah kota Madiun dengan angka 96,2% sedangkan yang
terendah adalah kabupaten Sumenep dengan angka 51,0% dan masih terdapat
24 (dua puluh empat) kabupaten/kota yang belum mencapai target (80%)
pada tahun 2017 (KGM, 2017). Pada tahun 2016, kabupaten Jember masuk
dalam peringkat dua dengan jumlah kematian bayi sebesar 50,19 per 1000
kelahiran hidup (BPS, 2016 dalam Rachmadiani, 2018). Dengan demikian
dapat diketahui bahwa masalah kesehatan yang sering terjadi pada bayi baru
lahir adalah hiperbilirubin atau icterus neonatorum.
Ikterus neonatorum adalah kondisi klinis pada bayi yang ditandai
dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera bayi yang disebabkan oleh

1
2

akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus umumnya mulai


tampak pada sklera kemudian muka selanjutnya meluas secara sefalokaudal
ke arah dada, perut dan ekstrimitas. Ikterus secara klinis akan mulai terlihat
pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah mencapai 5- 7 mg/dl. Neonatus
mengalami masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal
terutama pada neonatus kurang bulan sehingga proses glukuronidasi bilirubin
tidak terjadi secara maksimal (Widiawati, 2017). Hiperbilirubin bisa terjadi
secara fisiologis dan patologis atau kombinasi dari keduanya, risiko
hiperbilirubin lebih tinggi pada neonatus kurang bulan dan neonatus yang
mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena
peningkatan produksi kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada
bayi baru lahir yang disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan
bilirubin dan penurunan clearance bilirubin (Pudjiadi, dkk. 2011).
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia bertujuan untuk mencegah agar
kadar bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang neurotoksik.
Adapun tatalaksana terkini dalam mengatasi hiperbilirubin meliputi
pemberian air susu ibu (ASI), fototerapi, dan tranfusi tukar. Penggunaan
fototerapi sebagai salah satu terapi hiperbilirubinemia telah dimulai sejak
tahun 1950 dan efektif dalam menurunkan insiden kerusakan otak (kern
icterus) akibat hiperbilirubinemia. Fototerapi mengurangi hiperbilirubinemia
melalui proses fotoisomerisasi dan isomerisasi strukultural. Keuntungan
fototerapi yaitu tidak invasive, efektif, tidak mahal, dan mudah digunakan.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai efektifitas
fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin total pada neonatus.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
“Bagaimana efektifitas fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin
total pada neonatus dengan hiperbilirubinemia?”
3

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan neonatal patologi dengan
menggunakan pendekatan manajemen asuhan kebidanan dengan
pendokumentasian SOAP.
b. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada neonatal dengan hiperbilirubin
2. Melakukan analisis data pada neonatal dengan hiperbilirubin 3.
3. Memberikan asuhan kebidanan pada neonatal dengan hiperbilirubin
4. Melakukan evaluasi dari asuhan kebidanan pada neonatal dengan
hiperbilirubin
5. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan pada neonatal
dengan hiperbilirubin
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat digunakan sebagai sumber informasi atau acuan dalam
pemberian asuhan kebidanan pada neonatal serta dapat juga digunakan
sebagai referensi atau bahan bacaan yang dapat dimanfaatkan oleh
angkatan selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Membentuk hubungan saling percaya dengan ibu dan keluarganya
sehingga proses pemberian asuhan dapat diterima dengan baik oleh
klien dan keluarganya serta dapat memberikan asuhan secara
langsung dan menyeluruh yang meliputi pemenuhan kebutuhan dan
pemberian edukasi terkait dengan proses neonatal.
1.4.2.2 Bagi Bidan
Dengan adanya asuhan kebidanan pada neoanatal ini, tenaga
kesehatan dapat mendeteksi dini resiko yang akan terjadi saat
pemantauan kesehatan sehingga kesehatan neonatal dapat berjalan
lancar dan aman bagi bayi.
4

1.4.2.3 Bagi Klien


Mendapatkan asuhan kebidanan secara menyeluruh, tambahan
pengetahuan untuk ibu dan keluarga serta mendapatkan pemantauan
selama proses pemantauan kesehatan neonatal agar
ketidaknyamanan yang dirasakan dapat terastasi dengan baik serta
terhindar dari komplikasi.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar hiperbilirubin


a. Pengertian hiperbilirubin
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru
lahir ditandai dengan meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler sehingga terjadi perubahan warna menjadi kuning pada
kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. Hiperbilirubin adalah
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari
normal (nilai normal bilirubin indirek 0,3 -1,1 mg/dL dan bilirubin direk
0,1 -0,4 mg/dL). (Handriana, 2016)
Hiperbilirubin adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah meningkat secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan
perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi baru lahir.
Hiperbilirubinemia juga merupakan peningkatan kadar bilirubin serum
yang disebabkan oleh bermacam macam keadaan seperti kelainan bawaan
(Maulida, 2018).
Dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan peningkatan
kadar bilirubin dalam darah secara berlebihan sehingga dapat
menimbulkan perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi baru
lahir yang bisa disebabkan oleh faktor fisiologis maupun patologis.
b. Metabolism bilirubin
75% dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari
penghancuran hemoglobin, dan 25% dari myoglobin, sitokrom, katalase
dan tritofan pirolase. 1 gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg
bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak 1
gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin
bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin).
Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadilah kenikterus. Yang
memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia atau
6

hipoksia, trauma lahir, BBLR (< 2500 gram), infeksi, hipoglikemia,


hiperkarbia.
Didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil
transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan
menjadi sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urin
sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek
didalam usus karena di sini terdapat beta-glukoronidase yang berperan
penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali
oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hari yang di sebut dengan siklus
enterohepatik (Handriana, 2016).
c. Etiologi
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh disfungsi
hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat
berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang
selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus
menjadi urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin
meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir
(Handriana, 2016). Beberapa etiologi hiperbilirubin dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
1) Produksi yang berlebihan
Berlebihnya produksi ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada Rh,
ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, perdarahan tertutup dan
sepsis
2) Golongan darah ibu dan bayi tidak sesuai (Inkompatibilitas ABO)
Inkompatibilitas ABO adalah ketidak sesuaian golongan darah antara
ibu dan bayi. Inkompatibilitas ABO dapat menyebabkan reaksi
isoimun berupa hemolisis yang terjadi apabila antibodi anti A dan anti
B pada ibu golongan darah O, A,B dapat melewati plasenta dan
7

mensensitisasi sel darah merah dengan antigen A,B, atau AB pada


janin
3) Gangguan dalam proses uptake (penyerapan) dan konjungasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil
transferase. Penyebab lain defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel –sel hepar.
4) Gangguan Ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar. Kelainan hepar biasanya disebababkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar
oleh penyebab lain.
5) Gangguan Transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat-
obatan misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. (Fatmawati, 2016)
d. Faktor predisposisi
1) Faktor Maternal
a) Komplikasi Kehamilan Seperti Inkompatibilitas ABO
Inkompatibilitas sel darah merah (inkompatibilitas ABO) dapat
disebabkan oleh ketidakcocokan atau inkompatibilitas golongan
darah ABO saat melakukan transfusi sehingga terjadi reaksi
hemolisis intravascular akut dan juga dapat disebabkan oleh reaksi
imunitas antara antigen dan antibody yang sering terjadi pada ibu
dan janin yang akan dilahirkan.
b) Usia Gestasi
Sejak terjadinya konsepsi sampai saat kelahiran dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Klasifikasi usia gestasi atau umur kehamilan
yaitu bayi kurang bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan masa
8

gestasi kurang dari 37 minggu. Hal ini masa gestasi mempengaruhi


terjadinya hiperbilirubin.
2) Faktor Perinatal
a) Jenis Persalinan
Persalinan seksio caesarea akan menunda ibu untuk menyusui
bayinya, yang kemudian dapat berdampak pada lambatnya
pemecahan kadar bilirubin. Ibu yang melahirkan dengan seksio
caesarea juga membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihan
kesehatanya dan adanya rasa sakit yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ibu yang melahirkan per vaginan (spontan), sehingga
pemberian ASI pada bayi akan tertunda. Selain itu, bayi yang
dilahirkan secara ekstraksi vakum dan ekstraksi forcep mempunyai
kecenderungan terjadinya perdarahan tertutup dikepala, seperti caput
succadenaum dan cephalhematoma yang merupakan faktor resiko
terjadinya hiperbilirubin pada bayi.
b) Infeksi Dan Trauma Lahir
Trauma lahir adalah suatu tanda yang timbul akibat proses
persalinan. Trauma lahir yang sering terjadi pada umumnya tidak
memerlukan tindakan khusus. Hanya beberapa kasus yang
memerlukan tindakan lebih lanjut. Pada bayi yang mengalami
trauma lahir atau infeksi bisa menyebabkan hipoksia, hipoglikemi,
dan kelainan susunan syaraf pusat sehingga bilirubin mudah masuk
kedalam sawar darah otak yang akan menyebabkan peningkatan
kadar bilirubin indirek. Sedangkan infeksi pada janin tergantung dari
sifat organisme dan masa kehamilan. Infeksi yang terjadi sangat dini
dapat menyebabkan kematian janin, aborsi atau malformasi jika
infeksi terjadi pada usia kehamilan dini. Bayi yang terinfeksi juga
dapat terlahir dengan menunjukkan gejala viremia aktif seperti
ikterus, hepatosplenomegali, dan sesekali lesi pada tulang dan paru
(Lestari, 2018).
9

3) Faktor Neonatal
Faktor-faktor neonatal yang dapat menyebabkan hiperbilirubin menurut
Rini (2016) adalah sebagai berikut :
a) Berat Badan Lahir
BBLR dan prematur merupakan faktor resiko terjadinya
hiperbilirubin. Berat badan lahir rendah sering mengalami
hiperbilirubin karena organ tubuhnya yang masih lemah disebabkan
fungsi hepar yang belum matang atau terdapat gangguan fungsi
hepar seperti hipoglikemi, asfiksia sehingga meningkatkan
kadarbilirubin. Pada bayi yang lahir prematur menyebabkan
hipoksia, hipoglikemi, dan kelainan susunan syaraf otak sehingga
bilirubin mudah masuk kedalam sawar otak yang akan menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin indirek.
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin terbanyak terjadi pada bayi laki-laki. Karena pada bayi
laki-laki bilirubin lebih cepat diproduksi dari pada bayi perempuan,
hal ini karena bayi laki-laki memiliki protein Y dalam hepar yang
berperan dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar. Kebanyakan laki-
laki dengan tanda-tanda infeksi seperti splenomegali hemolisis dan
retardasi pertumbuhan intrauterine, sehingga angka kejadian
hiperbilirubin relative lebih besar terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
c) ASI (Air Susu Ibu)
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai berumur 6 bulan
karena mempunyai komposisi gizi yang paling lengkap dan ideal
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Bayi yang kurang
mendapatkan kan kecukupan ASI saat menyusui dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan yang masuk ke usus untuk memproses
pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada
bayi prematur yang ibunya kurang memproduksi ASI.
10

d) Rawat Gabung
Bila dilakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya maka ASI akan
semakin lancar. Rawat gabung akan meningkatkan hormon dan
peningkatan rasa emosional ibu dan anak. Selain itu perawatan rawat
gabung yang lebih cepat akan meningkatkan frekuensi hisapan bayi.
Hal tersebut dapat meningkatkan produksi ASI dibandingkan yang
tidak dilakukan rawat gabung. Rawat gabung yang semakin cepat
memungkinkan bayi untuk menghisap secara lebih cepat dan sering
ini akan memperlancar produksi ASI.
e. Tanda dan gejala
Bayi tampak lemas, kejang, bayi sudah tidak mau menghisap puting
ibu, pembesaran pada hati, tampak ikterus pada sclera, kuku, kulit dan
membrane mukosa, bayi mulai muntah, anoreksia, warna urin sudah
terlihat gelap dan warna tinja gelap (Rini, 2016).
Sebagian besar kasus hiperbilirubin tidak berbahaya, tetapi kadang-
kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan
otak (Kern icterus). Adapaun gejala yang tampak yaitu :
1) Rasa kantuk.
2) Warna tubuh kuning.
3) Tidak kuat menghisap ASI atau susu formula.
4) Muntah.
5) Opistotonus.
6) Mata terputar-putar ke atas.
7) Kejang, dan yang paling parah bisa menyebabkan kematian. Efek
jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental, kelumpuhan
serebral, tuli, dan mata tidak dapat digerakkan ke atas. (Stevry,dkk,
2013).
f. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki
11

usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah,


sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek
yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus
bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Menurut Maulida (2014) klasifikasi patologis yaitu :
1) Ikterus akan muncul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin
total lebih dari 12 mg/dl.
2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dari 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi ≤ 37 minggu
(BBLR) dan 12,5 mg/dl pada bayi yang sudah cukup bulan.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD), dan sepsis).
Ikterus yang disertai berat bayi lahir kurang 2500 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom, gangguan
pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hipokapnia, hiperosmolatitas darah
(Atika dan Jaya, 2016).
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan:
1) Produksi yang berlebihan
Produksi bilirubin meningkat akibat peningkatan pemecahan eritrosit
oleh fetus. Hal ini menyebabkan pendekatan masa hidup eritrosit pada
neonatus dan melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah
Rh, ABO, defisiensi enzim G-6-PD, dan perdarahan tertutup.
2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat
asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak twrdapatnya enzim glukoronil
transferase (Sindrom Criggler Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke
sel hepar.
12

3) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat. Defisiensi albumin dapat menyebabkan
meningkatnya bilirubin tak terkojugasi dalam darah.
4) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar
hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain. Selain itu, pada ibu yang mengalami
kesulitan menyusui bayinya dapat menyebabkan penurunan intake
nutrient dan cairan pada bayi. Hal ini mengakibatkan peningkatan
sirkuasi enterohepatik karena peses meconium pada bayi terlambat
pengeluarannya.
g. Diagnosis
Menurut Hansen (2016), selain anamnesis dan pemeriksaan fisik
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai hasil penunjang pada
ikterus antara lain :
1) Bilirubin Serum : Pemeriksaan kadar bilirubin merupakan hal yang
penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis ikterus dalam
penanganan yang akan dilakukan. Umumnya yang akan diperiksa
adalah kadar bilirubin total. Sampel bilirubin serum harus dilindungi
dari cahaya (biasanya menggunakan alumunium foil) dan disarankan 13
untuk melakukan pemeriksaan kadar bilirubin direk apabila kadar
bilirubin >20 gr/dl atau usia bayi >2 minggu.
2) Bilirubinometer Transkutan : Bilirubinometer adalah instrument
spektofotometrik yang bekerja dengan memanfaatkan bilirubin yang
menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang
dipantulkan merupakan representasi warna kulit bayi yang sedang
diperiksa dan biasanya pemeriksaan ini dilakukan untuk tujuan
skrinning atau sebelum bayi pulang ke rumah.
13

3) Bilirubin Bebas : Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar


darah otak. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur
bilirubin bebas yakni metode oksidase-peroksidase. Prinsip metode ini
berdasar pada kecepatan oksidasi reaksi peroksidase terhadap bilirubin
menjadi substansi tidak berwarna
Beberapa pemeriksaan Penunjang hiperbilirubin menurut Mathindas
(2013) yaitu :
1) Pemeriksaan Bilirubin Serum Pada bayi yang cukup bulan bilirubin
mencapai puncak kira kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari. Apabila
nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisilogis. Pada bayi dengan prematur
kadar bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari. Kadar
bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Ikterus
fisiologis pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek muncul ikterus 2-3
hari dan hilang 4-5 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak
10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan prematur, bilirubin indirek
muncul 3-4 hari dan hilang 7-9 hari dengan bilirubin mencapai puncak
15 mg/dl perhari. Ikterus patologis meningkat bilirubin lebih dari 5
mg/dl perhari dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl.
Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-13 mg/dl
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
3) Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada
saat kelahiran
Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan hiperbilirubin
pada satu hari (24 jam) pertama kelahiran
h. Penatalaksanaan
Mandiri
Penanganan Hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Maryunani
(2013):
1) Memeriksa golongan darah ibu (RH, ABO) pada waktu hamil
2) Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi
14

3) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yag sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup ditempat bayi
dirawat
4) Memeriksa derajad kremer pada tubuh bayi (batas kremer normal pada
bayi yaitu derajad 2)
5) Pengobatan terhadap faktor penyebab
6) Memenuhi kebutuhan atau nutrisi.
Pemberian ASI merupakan sumber energi makanan terbaik bagi
bayi selain mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi
bayi, pemberian ASI juga dapat meningkatkan dan lebih menambah
kasih sayang antara ibu dan dengan bayi itu sendiri, serta meningkatkan
daya kekebalan tubuh bagi bayi.
Pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat menyebabakan
terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine, oleh
sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan untyuk mencegah
terjadinya ikterus pada bayi baru lahir (BBL) (Herawati & Indriati,
2017). Bayi dengan ikterus akibat pemberian ASI yang tidak adekuat
dapat diatasi dengan cara mulai menyui dan beri ASI sesering mungkin.
Ibu dianjurkan untuk menyusui 8-12 kali sehari untuk memenuhi
kebutuhan ASI bayi.
7) Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya gejala ikterus.
8) Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan.
Kolaborasi
Tata laksana awal ikterus neonatorum (WHO) (Maternity, dkk. 2018):
1) Mulai dengan sinar fototerapi bila ikterus diklasifikasikan sebagai
ikterus berat.
2) Tentukan apakah bayi memiliki faktor faktor kehamilan 37 minggu,
hemolisis atau sepsis.
3) Ambil contoh darah dan periksalah kadar bilirubin serum dan
hemoglobin, tentukan golongan darah bayi , dan lakukan tes coombs.
4) Bila kadar bilirubin serum dibawah nilai yang di butuhkannya maka
hentikan pemberian sinar fototerapi.
15

5) Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai


dibutuhkannya sinar fototerapi, maka lakukan sinar fototerapi.
6) Bila faktor rhesus dan golongan darah AB-O bukan penyebab
hemolisis atau bila memungkinkan.
7) Cara mengatasi Hiperbilirubin :
a) Pemberian fenobarbital
Mempercepat proses konjugasi, (pemberian fenobarbital
diberikan 1-2 hari sebelum ibu melahirkan). Fenobarbital dapat
bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi bisa
dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan
membutuhkan waktu 48 jam dan baru terjadi penurunan
hiperbilirubin yang berarti, mungkun bermanfaat pada ≤ 2 hari
sebelum kelahiran bayi (Atika & Jaya, 2016).
b) Pemberian Substrat
Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi
inkonjugasi pemberian albumin. Contohnya yaitu pemberian
albumin untuk meningkatkan kadar bilirubin bebas. Albumin dapat
diganti dengan plasma dengan dosis 30mg/kg BB. Pemberian
glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energy.
c) Fototerapi
Fototerapi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kadar total bilirubin serum (TSB) meningkat. Uji klinis pada
fototerapi ini telah divalidasi kemajuan fototerapi dalam mengurangi
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang berlebihan, dan
implementasinya mengalami perubahan secara drastis membatasi
tranfusi tukar (Bhutani, 2012).
Penelitian menunjukkan bahwa ketika fototerapi belum
dilakukan, 36% bayi dengan berat kelahiran ≤ 1500 gram
memerlukan tranfusi tukar. Sinar fototerapi yang diberikan adalah
sinar yang konvensional. Sumber sinar yang digunakan memiliki
spesifikasi, lampu fluorescent 4 buah merk Philips dengan kekuatan
masing-masing 20 watt, panjang gelombang yang digunakan 420-
16

470 um, intensitas cahaya 10 W/cm2, jarak antara bayi dan sumber
sinar 30 cm, dan dan digunakan alas linen putih pada basinet atau
incubator dan tirai di sekitar daerah unit sinar fototerapi untuk
memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi, terapi sinar
diberikan secara berkelanjutan dan hanya dihentikan pada saat bayi
menyusus atau dimandikan (Dewi, dkk. 2016).
d) Tranfusi Tukar
Tranfusi tukar dilakukan akan dilakukan apabila terapai sinar
tidak berhasil dalam mengendalikan kadar bilirubin. Tranfusi tukar
merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian tranfusi tukar
dilakukan apabila kadar bilirubin 20mg/dL, kenaikan pada kadar
bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gejala
gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg/dL, dan uji
coombs direk menyatakan hasil yang positif.
i. Komplikasi
Kern ikterus (ensefalopati biliaris) merupakan suatu kerusakan otak
akibat adanya bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ini ditandai dengan
kadar bilirubin darah yang tinggi ( > 20 mg% pada bayi cukup bulan atau
> 18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai dengan tanda-tand
kerusakan otak berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau mengisap,
tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis, serta dapat
juga diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi mental
dikemudian hari (Dewi, 2014)
Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi hiperbilirubin
neonatorum non fisisologis akibat efek toksis bilirubin tak terkojugasi
terhadap susunan saraf pusat. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian
atau apabila bertahan hidup dapat menimbulkan gejala sisa yang berat
istilah jam adalah kernikikterus yang berarti titik-titik berwarna kuning
pada sebagian besar stuktur sususnan saraf pusat yang ditemukan pada
autopso bayi yang sudah meninggal akibat ensefalopati bilirubin.
17

Bilirubin dapat menghambat enzimenzim mitokondria serta


mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal
neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius)
sehingga meninggalkan gejala sisa berupa tuli saraf. Kerusakan jaringan
otak yang terjadi seringkai tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin
serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan
oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan (Tando,
2016).
j. Klasifikasi
1) Hiperbilirubin Fisiologis
Hiperbilirubin fisiologis tidak terjadi pada hari pertama setelah
bayi dilahirkan tetapi timbul pada hari kedua dan ketiga, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek
dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat
dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/ 24 jam. Biasanya peningkatan
bilirubin total tidak lebih dari 5 mg/dl perhari, pada bayi cukup bulan
peningkatan bilirubin mencapai puncaknya pada 72 jam dengan serum
bilirubin sebanyak 6-8 mg/dl. Selama 3 hari, kadar bilirubin akan
meningkat sebanyak 2-3 mg/dl dan pada hari ke 5 serum bilirubin akan
turun sampai dengan 3 mg/dl. Setelah hari ke 5, serum bilirubin akan
turun secara perlahan sampai dengan normal pada umur bayi sekitar 11-
12 hari. Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ataupun prematur
bilirubin mencapai puncak pada 120 jam dengan peningkatan serum
bilirubin sebesar 10- 15 mg/dl dan akan menurun setelah 2 minggu
(Maulida, 2018).
Menurut Rini (2016) hiperbilirubin dikatakan fisiologis apabila :
a) Hiperbilirubin timbul pada hari kedua sampai ketiga
b) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl
perhari
c) Hiperbilirubin menghilang pada 10 hari pertama
d) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
18

e) Kadar bilirubin indirek sesudah 2-24 jam tidak melewati 15 mg/dl


pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dl pada neonatus kurang
bulan
f) Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
g) Kadar bilirubinnya tidak melewati kadar yang membahayakan
2) Hiperbilirubin Patologis
Hiperbilirubin patologis akan timbul dalam 24 jam pertama
setelah bayi dilahirkan. Serum bilirubin totalnya akan meningkat lebih
dari 5 mg/dl perhari. Pada bayi cukup bulan, serum bilirubin total
meningkat sebanyak 12 mg/dl, sedangkan pada bayi premature serum
bilirubin total meningkat sebanyak 15 mg/dl. Bilirubin biasanya
berlangsung lebih dari satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih
dari dua minggu pada bayi prematur (Maulida, 2018). Dikatakan
hiperbilirubin apabila :
a) Ikterus terjadi pada 24 – 36 jam pertama
b) Peningkatan konsentrasi bilirubin > 5mg/dl / 24 jam
c) Konsentrasi serum sewaktu 10 mg/dl pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg/dl pada neonatus kurang bulan
d) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
e) Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut :
(1) Berat lahir kurang dari 2000 gram
(2) Asfiksia
(3) Hipoksia
(4) Sindrom gangguan pernafasan
(5) infeksi, trauma lahir pada kepala
(6) Hipoglikemia
f) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari
g) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
h) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
19

k. Penilaian hiperbilirubin
Pengamatan hiperbilirubin paling baik dilakukan dalam cahaya
matahari dengan menekan kulit yang akan diamati untuk menghilangkan
warna karena pengaruh sirkulasi darah. Untuk penilaian hiperbilirubin,
kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari
kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit,
tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan
termasuk telapak tangan (Prawirohardjo, 2013).
Berikut pembagian derajat dan daerah icterus:
Tabel 2.1 Derajat Ikterus

Daera Kadar
Luas ikterus
h bilirubin
1. Kepala leher 5
2. Daerah 1 (+) badan bagian atas 9
3. Daerah 1, 2 (+) badan bagian bawah dan tungkai 11
4. Daerah 1, 2, 3 (+) lengan dan kaki dibawah lutut 12
5. Daerah 1, 2, 3, 4 (+) telapak tangan dan kaki 16

Daerah kulit bayi yang berwarna kuning untuk penerapan rumus


Kremer, seperti dibawah ini
Keterangan :
1. Kepala dan leher
2. Daerah 1 (+) Badan bagian atas
3. Daerah 1, 2 (+) Badan bagian
bawah dan tungkai
4. Daerah 1, 2, 3 (+) Lengan dan
kaki di bawah lutut
5. Daerah 1, 2, 3, 4 (+) Telapak
Gambar 2.1 Derajat Ikterus
tangan dan kaki
20

2.2 Konsep dasar fototerapi


a. Definisi Fototerapi
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan
terhadap bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia. Fototerapi merupakan
penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau mencegah peningkatan kadar
bilirubin (Atikah, 2015).
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat
dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun
faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang
gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh
yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar
(Matiandas, 2013).
Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk
menurunkan kadar total bilirubin serum (TSB) dan mencegah kadar
bilirubin meningkat. Uji klinis telah divalidasi keefektifan fototerapi dalam
mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang berlebihan, dan
implementasinya telah secara drastic membatasi penggunaan transfuse
tukar (Bhutani, 2011)
b. Tujuan Fototerapi
Tujuan terapi ini adalah membatasi peningkatan serum bilirubin dan
mencegah penumpukan di dalam otak yang dapat menyebabkan
komplikasi neurologis permanen yang serius. Keberhasilan pelaksanaan
perawatan bayi yang mengalami hiperbilirubinemia sangat tergantung dari
efektifitas fototerapi dan minimnya komplikasi yang terjadi (Damanik &
Sitorus, 2019)
c. Mekanisme Kerja
Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi
ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer
yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
21

pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin


berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian
bergerakke empedudan di ekskresikankedalamduodenum untuk di buang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil foto degradasi
terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui
urine (Damanik & Sitorus, 2019).
d. Cahaya yang digunakan
Pada awalnya terapi sinar dilakukan dengan mempergunakan cara
alami, yaitu dengan sumber dari sinar matahari. Tetapi karena terbatasnya
waktu yang efektif untuk penyinaran, yaitu hanya dapat dilakukan antara
rentang waktu pukul 07.00-09.00 pagi maka terapi ini tidak dapat
dilakukan sepanjang hari. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dipergunakan alat terapi yang bersumber dari cahaya buatan, yang sering
disebut dengan blue light therapy.
Alat terapi ini mempergunakan lampu yang memancarkan spektrum
cahaya biru dengan panjang gelombang berkisar antara 450-490 nm.
Adapun jarak penyinaran antara bayi dengan sumber sinar (lampu) saat
dilakukan terapi adalah + 30-50 cm. Umumnya lampu fluorescent bentuk
tabung memanjang merupakan jenis lampu yang dipergunakan untuk blue
light therapy di puskesmas, klinik bersalin dan rumah sakit. Selain
menggunakan lampu fluorescent (TL) maka saat ini peralatan blue light
therapy ada pula yang menggunakan lampu LED (light emitting diode)
sebagai sumber penyinarannya.
Alat fototerapi ada yang menggunakan sumber cahaya tunggal yang
menyinari sebagian tubuh dan sumber cahaya ganda yang dapat menyinari
dua bagian tubuh sekaligus. Efek terapi sinar tidak bergantung pada
beberapa arah penyinaran, tetapi pada jumlah energy cahaya yang dapat
menyinari kulit neonatus.
Oleh karena itu, walaupun menggunakan penyinaran searah (sumber
cahaya tunggal) tetapi posisi pasien diubah dalam jangka waktu tertentu
dan energy cahaya yang baik akan diperoleh hasil yang optimal. Besarnya
gelombang sinar dapat diukur dengan alat iradiasi meter, jarak antara
22

sumber cahaya dan bagian tubuh yang disinari mempengaruhi energy


cahaya optimal yang diperoleh neonatus (Agristianto, 2017).
e. Indikasi fototerapi
Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat
dengan kadar billirubin indireks melebihi batas normal (normal 0.60-
10.50 mg/dl) sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau
berdasarkan berat badan pada neonatus prematur (sesuai dengan American
Academy of Pediatrics).
Tabel 2.2 Rekomendasi “American Academy of Pediatrics” (AAP) untuk
penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan cukup bulan

Tabel 2.3 Rekomendasi “American Academy Of Pediatrcs” (AAP) untuk


penanganan hiperbilirubin pada neonates premature (sehat dan sakit)

(Santriari, dkk. 2018)


23

f. Faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi sinar


Faktor yang mempengaruhi efektivitas terpi sinar antara lain:
1) spektrum sinar yang dihasilkan
2) Lama waktu penyinaran
3) besar irradiasi
4) luasnya permukaan tubuh yang terpapar
5) Penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi
dimulai.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fototerapi :
1) Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500 jam, untuk
menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang
digunakan.
2) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena
sinar
3) Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat
pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan
rangsangan visual pada neonates. Pemantauan iritasi mata dilakukan
tiap 6 jam dengan membuka penutup mata
4) Daerah kemaluan ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi
5) Posisi lampu diatur dengan jarak 30-50 cm diatas tubuh bayi, untuk
mendapatkan energy yang optimal
6) Posisi bayi diubah setiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran
seluas ,mungkin.
7) Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.
8) Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan
muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
9) Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.
10) Lamanya terapi sinar dicatat.
Apabila evaluasi kadar bilirubin serum berada dalam batas
normal, terapi sinar di hentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak
24

banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara


lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia,
infeksi, gangguan metabolism dan lain-lain (Kristianti, 2015).
g. Komplikasi
Kelainan atau komplikasi yang mungkin timbul pada neonates yang
mendapatkan fototerapi atau terapi sinar antara lain :
1) Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur (Inesible water loss).
Energy cahaya fototerapi dapat menimbulkan suhu lingkungan dan
menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi
premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi
dengan pemberian cairan tambahan
2) Frekuensi defekasi meningkat, meningkatnya bilirubin indirek pada
usus akan meningkatkan pembentukan enzim lactase yang dapat
meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa
rendah akan mengurangi timbulnya diare
3) Timbul kelainan kulit “ flea bite rash” di daerah wajah, badan dan
ekstremitas, kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.
Tetapi dilaporkan pada beberapa bayi terjadi “ bronze baby syndrome,”
hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera
hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak
mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi
4) Peningkatan suhu, beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar
menunjukan kenaikan suhu tubuh, keadaan ini dapat disebabkan karena
suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh
bayi. Pada bayi prematur fungsi thermostat yang belum matang. Pada
keadaan ini fototerapi dapat dilanjutkan dengan mematikan sebagian
lampu yang digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neonatus
dengan jangka waktu (interval) yang lebih singkat.
5) Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minuman, letargi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan
sendirinya.
25

6) Gangguan pada mata dan pertumbuhan, kelainan retina dan gangguan


pertumbuhan ditemukan pada binatang percobaan. Pada neonatus yang
mendapat terapi sinar, gangguan pada retina dan fungsi penglihatan
lainnya serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan
belum ditemukan. Walaupun demikian diperlukan kewaspadaan
perawat tentang kemungkinan timbulnya keadaan tersebut (Kristianti,
2015).
h. Persiapan alat
1) Penutup mata
2) Penutup plastic
3) Lampu fluorense
4) Box bayi
5) Alas box bayi
Alat Blue Light Therapy Fungsi terapi sinar biru adalah mengubah
bilirubin menjadi senyawa yang larut dalam air sehingga dapat
dikeluarkan dari tubuh bayi. Alat ini terdiri dari sumber cahaya yang
memancarkan cahaya biru dengan panjang gelombang 450-490 nm.

Gambar 2.2 Fototerapi Blue light


Alat blue light therapy pada gambar diatas menggunakan lampu
fluorescent bentuk tabung dengan panjang 60 cm. Jumlah lampu untuk
1 unit alat ini, dapat terdiri dari 1-5 buah lampu fluorescent khusus
dengan daya 20 W.
Jarak pemasangan lampu sangat mempengaruhi nilai intensitas
cahaya pada area penyinarannya, jarak ideal 30 cm50cm dari
permukaan tubuh bayi. Jarak lampu semakin dekat dengan permukaan
tubuh bayi dapat menurunkan kadar bilirubin (Kristianti, 2015).
26

ASUHAN KEBIDANAN NEONATAL


Pada By Ny. “” Usia Hari dengan dan Riwayat Kelahiran

Nama pengkaji : nama petugas yang melakukan pengkajian


Tanggal/jam : menunjukkan tanggal dan jam dilakukan pengkajian
Tempat pengkajian : menunjukkan tempat dimana dilakukan pengkajian
A. DATA SUBJEKTIF (S)
1. Pengkajian
a. Identitas Nama bayi : untuk membedakan bayi yang satudengan
bayi yang lain
b. Umur bayi : untuk mengetahui hari keberapa dilakukan pengkajia
n/asuhan
c. Tgl/jam lahir : untuk mengetahui kapan bayi tersebutlahir/umur
d. Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis kelamin bayi tersebut(ada
kemungkinan terjadi kelaina genderkejadian , iktems. pada BBL
lebih besar padaiaki-laki).
e. Berat badan : untuk mengetahui apakah bayi lahirdengan berat
rendah, nornial/bayi besar. Bayinormal 2500 gr - 4000 gr. Pada
bayi ikteruskemungkinan kecil masa kehamilan, BLR dan besar
masa kehamilan
f. Panjang badan : panjang badan normal 48 - 52 cm 
g. Nama Ibu/Ayah : untuk identifikasi bayi/pasien
h. Umur Ibu/Ayah : untuk identifikasi bayi / pasien .
i. Suku bangsa : untuk mengetahui adat istiadat dan kebiasaan
j. Agama : menentukan jenis pendekatan spiritual
k. Pendidikan : status sosial ekonomi dan pendapatan
l. Alamat : mengetahui keadaan lingkungan tempattinggal dan
untuk identifikasi.
2. Anamnesa
Pada tanggal ........ pukul......
1) Riwayat penyakit kehamilan
27

Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita


selamakehamilan yang dapat menyebabkan bayi ikterus.
2) Kebiasaan waktu hamil
Untuk mengetahui kebiasaan ibu pada saat hamil yang dapat
berpengaruh terhadap janin/BBL
3) Riwayat persalinan sekarang
- Jenis persalinan
- Penolong
- Umur kehamilan
- Ketuban
- Komplikasi persalinan
- Keadaan bayi baru lahir : nilas apgar 1 menit pertama dan 5
menit kedua
B. DATA OBJEKTIF
1) Pemeriksaan
- Keadaan umum : apakah bayi tampak baik atau tidak
- Suhu : suhu normal 36,5- 37,2
- Pernafasan : frekuensi RR sebaiknya dihitung 1 menit penuh
normal 40-60x/menit
- Nadi: frekuensi nadi normal 70-180
- BB sekarang : untuk mengetahui kenaikan atau penurunan
BB
2) Pemeriksaan Fisik
Kepala : Dilihat besar, bentuk, molding, sutura, adakah caput
ikterus terjadi pada pendarahan intrakranial dan sefal hematom
Muka : Untuk melihat kelainan kongenital, adakahwarna kuning
Mata : Ada tidaknya pendarahan atau warna kuning pucat
menandakan anemia
Telinga : Letak dan bentuk dapat mencerminkankelainan
konaenital
Mulut : Ada tidaknya tabioskilis, labiopatatoskius-Reflek hisap
baik atau tidak
28

Hidung : Ada sumbatan atau kelainan lain seperticuping hidung.
Leher : Apakah ada pembesaran kelenjar getah bening/ tiroid atau
tidak.
Dada : Apakah tampak simetris atau tidak, adawheezing dan ronchi
Tali pusat dan abdomen : Apakah ada tanda-tanda infeksi atautidak
dan pada ikterus pada palpasiabdomen terdapat pembesaran limfe
danhepar
Punggung : Adakah kelainan dan dilihat bentuknya,apakah ada
spina bifida atau tidak.
Ekstermitas : Dilihat kelainan bentuk dan jumlah
Genitalia : Pada bayi lakilaki testis sudah menurun atau belum dan 
terdapat lubang uretra atau tidak pada bayi perempuan labia rnayor
a telah menutupi labia minora belum? Lubang vaginaada atau tidak
Anus : Ada atau tidaknya lubang anus
Reflex: Bayi ikterus ada kemungkinan kehilanganreflek moro,
palmar reflek rooting reflek.AntropometriLingkar kepata, lingkat
dada, lingkar lengan atas.
Eliminasimiksi:Kemungkinan warna urine gelap pekat sampai
hitam kecoklatan
Meconium / feces: kemungkinan lunak dan berwarna coklat
kehijauan
Warna kulit : penilaian ikterus secara klinis menurut eumus kremer
C. ASASSEMENT
1) Interpretasi Data Neonatus dengan. ikterus patologis.
2) Identifikasi Diagnosa dan Masalah PotensialKern ikterus,
dehidrasi, bronze ikterus, hipotermi.
3) Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan SegeraKolaborasi dengan
dokter spesialis anak atau transfusi tukarsesuai dengan. advise dokt
4) Merencanakan Asuhan Yang MenyeluruhMerencanakan asuhan
untuk bayi baru lahir dengan ikterus sesuaidengan penyebabnya.
5) PelaksanaanMelaksanakan asuhan bayi baru lahir dengan. ikterus
sesuaidengan. perencanaan.Dalam penanganan Minis, cara-cara
29

yang dipakai ialah mencegahdan mengobati hiperbilirubinemia,


terbagi menjadi :
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin :
a. Early Feeding, pemberian makanan dim pada neonatus
dapatmengurangi terjadinya ikterus fisiologi pada neonatus.
Hal inimungkin sekali disebabkan karena dengan pemberian
makmanyang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus dan
mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga peredaran
enterohepati bilirubin berkurang. 
b. pemberian agar-agar, pemberian agar-agar peros dapat
mengurangiterjadinya ikterus fisiologik dan neonatus.
c. Mekanisme adalah dengan menghalangi atau
mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik.
d. pemberian tenobarbital, dapat menurunkan kadar bilirubbin t
idaklangsung dalam serum bayi yaitu dengan. mengadakan
induksienzim mikrosoma sehingga konjugasi bilirubin
berlansung lebihcepat.
2. Terapi sinar
Dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak
toksikdan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui
ginjal dantraktus digestivus. Cremer (1957) melaporkan bahwa
pada bayi penderita ikterusyang diberi sinar matahari lebih dari
penyinaran biasa. Ikterus lebih cepat hilang dibandingkan
dengan bayi lain yang tidak disinari. Dengan kriteria untuk
dilakukan penyinaran : suhu tubuh 36,5 - 37,2°C, tidak terjadi
cidera atau luka bakar pada kulit/jarinoan, kadar bilirubin
serum normal
D. PENATALAKSANAAN
1. Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, skleradan
tubuh secara progresif terhadap ikkterik sedikitnya setiapshift
2. Berikan suhu lingkungan netral.
3. Pertahankan suhu aksila 36,5°C, hindari stres dingin.
30

4. Pantau tanda vital tiap 2 jam sekali


5. Beri nutrisi yang adekuat
6. Pantau masukan dan keluaran cairan, timbang BB tiap hari
7. Pertahankan terapi cairan parenteral sesuai advis.
8. Cuci area perintal setiap habis defeksi, observasi kulit kemungkinan
iritasi.
9. Periksa kadar bilirubin setiap 12 jam.
10. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar Hb, trombosit, leukosit.
11. Periksa jampenggunaan lampu.
31

BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN
PADA NEONATUS DENGAN IKTERUS NEONATORUM
DI PERINATOLOGI RSD KALISAT

Tanggal MRS/ waktu : 19 April 2022/ 00.45 WIB


Tanggal Pengkajian/waktu : 21 April 2022/ 14.00 WIB
Tempat : RSD Kalisat (Ruang Perinatologi)
Pengkaji : Siti Indah, Suryani Pratiwi dan Fadilah Nurul
3.1 Subyektif
3.1.1 Identitas Bayi
Nama : By. Ny A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 19-4-2022
Usia : 3 Hari
Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. A Nama Ayah :Tn. M
Usia : Usia :
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Pendidikan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Alamat :
3.1.2 Keluhan Utama
Bayi usia 3 hari dengan keadaan umum sedang,bayi menjalani fototerapi
karena bayi mengalami ikterus neonatorum
3.1.3 Riwayat Perinatal
a) Prenatal
b) Natal
32

Tanggal 19 April 2022 pukul 00.45 WIB, bayi lahir di RSD Kalisat
secara normal, a/i prematur. Usia gestasi saat lahir ..minggu,
ketuban jernih, bayi lahir spontan, langsung menangis, A-S 7-8,
cacat (-), anus (+), genetalia (+), caput succedaneum (-), cephal
haematoma (-). Bayi lahir dengan jenis kelamin laki-laki, BBL
2500 gram, PB 47 cm, dan LK cm, LD cm, lingkar abdomen cm
c) Postnatal
Pada tanggal 19 April 2022 pukul 00.45 WIB bayi di bawa ke
ruang perinatologi karena bayi lahir preterm,kemudia bayi
mendapatkan terapi berupa injeksi Vit K 1 mg, imunisasi HB0.
Pada tanggal 19 April 2022 pukul 06.15 WIB dilakukan
pemeriksaan lab dan di dapatkan Hb 14,3 gr/dl, lekosit 20.600,
MVC 108, MCH 37,6, MCHC 34,9, HITUNG JENIS 1/3/76/8/12,
PCV HEMATOKTRIT 41%, Trombosit 273.000, Glukosa Stik 95
mg/dl. Kemudian pada tanggal 21 April 2022 pukul 08.00 WIB
bayi mulai terdapat kremer derajat.. kemudian dilakukan
pemeriksaan laboratorium (21 April 2022 pukul 09.15 WIB)
didapatkan hasil Bilirubin dirke 0,40 mg/dl, Bilirubin total 10,21
mg/dl serta dikonsulkan dr.Sp.A advice berupa fototerapi 1x24 jam
(tanggal 21-22 April 2022) dimulai pada pukul 14.00 WIB.
3.1.4 Riwayat Imunisasi
Sudah diberikan imunisasi HB0
3.1.5 Pola fungsional kesehatan
a) Nutrisi
Sesuai advice doker, bayi di beri vairan oral San B Plex 1x 0,3
b) Eliminasi
BAB 1x / hari, warna hitam, konsistensi kental. TeRakhir BAB
jam 14.30 WIB
BAK (+)
c) Istirahat
Bayi lebih banyak tidur
3.2 Data Objektif
33

3.2.1 Pemeriksaan Umum


Keadaan Umum : Cukup
3.2.2 TTV
Suhu :
HR :
RR :
(Score down ..)
Antropometri
BB Lahir : 2500 gram LK :
BB saat ini :2500 gram L. abdomen :
PB :47 cm
LD :
3.2.3 Pemeriksaan fisik
Kepala :Bersih, tidak ada caput succedaneum, tidak terdapat cepal
hematoma
Muka : kuning
Mata :Simetris, konjungtiva kuning,
Telinga : Simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada
pengeluaran cairan/kotoran, bentuk sempurna, membalik
seketika
Kulit : Warna kulit bagian kepala, wajah, leher, dada, perut dan
tungkai bewarna kuning (kremer derajat ..), tidak sianosis,
lanugo menipis
Dada :Simetris, pergerakan dada teratur, terdapat retraksi
dinding dada, tidak ada whezzing, areola menonjol
Abdomen : Tali pusat basah terbungku kasa, tidak ada pembesaran
abdomen
Punggung :Tidak ada spina bifida
Genetalia : testis turun, rugae bagus
Anus : Lubang anus +
Ekstremitas : Atas : simetris, yidak ada polidaktil/ sindaktil
Bawah : simetris, tidak ada polidaktil/ sindaktil
34

3.2.4 Pemeriksaan reflek


a. Reflek moro : +
b. Tonik neck :+
c. Grasping :+
d. Rooting :+
e. Sucking :+
f. Babinski :+
g. Tonus otot : lemah
3.2.5 Penunjang
Pemeriksaan laboratorium (19 April 2022, pukul 06.15 WIB)
Hb : 14,3 gr/dl
Lekosit : 20.600
MCV : 106
MCH : 34,9
Hitung Jenis : 1/3/76/8/12
PCV Hematoktrit : 41%
Trombosit : 273.00
Glukosa Stik :95 mg/dl
Pemeriksaan laboratorium (21 April 2022, pukul 09.15 WIB)
Bilirubin direk :0,40
Bilirubin total :10.21
3.3 Assesment
DS : Bayi lahir tanggal 19 April 2022 jam 00.45 WIB,
secara normal a/I prematur. Usia gestasi saat lahir…
minggu, ketuban jernih, bayi lahir spontan, langsung
menangis, A-S 7-8.
DO :TTV ( suhu , HR, RR), Skor down.., BB lahir 2500
gram, BB saat inin 2500 gram, saat ini kulit bayi
berwarna kuning dari kepala hingga badan bagian
bawah dan tungkai (kremer derajat ..), Bilirubin
direk 0,40 gr/dl, Bilirubin total 95 mg/dl
35

Masalah : Bayi mengalami Ikterus Neonatorum


Sintesis : Bayi Ny. A Usia 3 Hari Dengan Ikterus
Neonatorum

3.4 Penatalaksanaan
Jam Penataksanaan Nama
dan paraf
1. Beritahu keluarga tentang kondisi
bayi saat ini,
R/ Pemberian informasi kepada
keluarga akan membuat keluarga
tidak cemas akan kondisi bayinya
2. Lanjutkan intervensi dari dr. Sp.A
3. Bayi mengalami icterus
neonatorum
a. Cuci tangan sebelum
kontak dengan bayi
R/ mencegah
transmisikuman dan bakteri
b. Letakkan bayi di bed untuk
melakukan fototerapi
R/ menjaga suhu tetap
hangat dan mengurangi
kadar bilirubin dalam tubuh
c. Ukur suhu tubuh bayi
R/ memastikan bahwa bayi
tidak mengalami hipotermi
d. Lepas pakaian bayi atau
bayi hanya menggunakan
popok
R/ untuk melindungi
genetalia bayi dan agar
36

tubuh menyerap sinar


ultraviolet lebih banyak
e. Tutup kedua mata bayi
dengan kacamata
R/ untuk menghindari
retina mata agar tidak
terpapar langsung sinar
ultraviolet
f. Atur jarak lampu dengan
bayi yaitu jarak > 30 cm
R/ agar cahaya lampu
terserap oleh bayi dengan
optimal
g. Atur posisi bayi setiap 6
jam (telentang, miring
kanan kiri, telungkup)
R/ agar seluruh permukaan
tubuh terpapar sinar UV
dengan optimal
h. Beri bayi ASI yang cukup
R/ untuk pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada bayi
i. Cuci tangan setelah kontak
dengan bayi
R/ untuk mencegah
transmisi kuman atau
bakteri
37

Catatan Perkembangan
Tanggal 22 April 2022 Pukul
Data Subyektif
-
Data Obyektif
Keadaan umum :
Kesadaran :
TTV :
Pemeriksaan fisik :
Analisa :
Penataksanaan :
Tanggal 22 April 2022 Pukul
38

BAB 4

ANALISIS KEBUTUHAN KOLABORASI ANTAR PROFESI

NO Profesi Alasan Bentuk Tujuan kolaborasi Rencana


yang melakukan kolaborasi yang diharapkan Implementasi
diperlukan Kolaborasi yang Kolaborasi
untuk diperlukan
Berkolabora
si
1 Bidan Untuk Observasi Keadaan umum Lanjut intervensi,
mengetahui TTV, bayi membaik TTV bayi,
masalah yang observasi keadaan umum
terkait dengan K/U bayi, bayi
kebidanan melakukan
advis dokter
2 Perawat Untuk Observasi Keadaan umum Lanjut intervensi,
mengetahui TTV, bayi membaik TTV bayi,
masalah yang observasi keadaan umum
terkait dengan K/U bayi, bayi
keperawatan melakukan
advis dokter
3 Laboran Untuk Pemeriksaan Setelah dilakukan Pemeriksaan
mengetahui laboratorium pemeriksaan laboratorium
hasil laboratorium darah lengkap
pemeriksaan dapat diketahui
laboratorium pasien mengalami
pada pasien hiperbilirubin
atau tidak
4 Nutrisi Untuk Peningkatan Kebutuhan zat Edukasi pada ibu
mengetahui kebutuhan gizi bayi menyusui
kecukupan energi, zat terpenuhi
nutrisi yang gizi, adanya
dibutuhkan infeksi dan
bayi leukosit
5 Dokter Untuk Pemeriksaan Setelah dilakukan Pemeriksaan
Spesialis menunjang darah pemeriksaan laborat darah
kandungan diagnosa lengkap darah lengkap lengkap
hiperbilirubin dapat diketahui
jumlah bilirubin
39

tinggi atau normal


6 Apoteker Untuk Ketepatan
menunjang pemberian
advis dari dosis obat
dokter

BAB 5

TELAAH ARTIKEL ILMIAH

Identitas Artikel

Judul Artikel : Hubungan Fototerapi Dengan Penurunan


Kadar Billirubin Total Pada Bayi Baru
Lahir Di RS Aulia Jagakarsa Jakarta
Selatan Tahun 2019
Nama Jurnal : Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan
dan Keperawatan Vol 10 No. 1
Nama Penulis : Triana Indrayani & Amelia Riani
Tanggal Publikasi : 1 Juli 2019
Gambaran Umum Penelitian : Setelah semua responden mendapatkan
perlakuan selama 24 jam dan dilakukan
pengecekan kadar bilirubin diperoleh
nilai Sig. sebesar 0.039, hasil ini
diperoleh dari hasil uji chi-square, berarti
nilai sig < nilai α (0,05) artinya H0
ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa terdapat
hubungan antara pemberian fototerapi
dengan penurunan kadar bilirubin pada
bayi baru lahir selama 24 jam pemberian.
40

5.1 Hasil Telaah Kritis

No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak Tidak
diketahui
1 Apakah alokasi subyek penelitian ke √
kelompok terapi atau kontrol betul-betul
secara acak(random) atau tidak ?
Penjelasan : subyek penelitian tidak
diambil secara acak akan tetapi diambil
berdasarkan kejadian bilirubin total jadi
dibagi menjadi kelompok bilirubin total
dan kelompok tidak bilirubin total
2 Apakah semua luaran(outcome) √
dilaporkan ?
Penjelasan : semua dilaporkan jelas
3 Apakah lokasi penelitian menyerupai √
lokasi anda bekerja atau tidak ?
Penjelasan : lokasi penelitian sama
dengan tempat pengkajian pasien yaitu di
sebuah Rumah Sakit di kota Makasar
4 Apakah kemaknaan statistik maupun √
klinis dipertimbangkan atau dilaporkan ?
Penjelasan : kemaknaan statistik
dilaporkan secara lengkap dan detail
5 Apakah tidakan terapi yang dilakukan √
dapat dilakukan ditempat anda bekerja
atau tidak ?
Penjelasan : terapi tindakan yang
dilakukan dapat diterapkan karena terapi
yang silakukan sama
6 Apakah semua subyek penelitian √
41

dipertimbangkan dalam kesimpulan ?


Penjelasan : semua subyek penelitian di
bahas satu persatu di kesimpulan
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Berdasarkan hasil laboratorium kadar bilirubin pada bayi Ny. A


mengalami peningkatan dari angka normal yaitu pada bayi Ny. A kadar
bilirubin total 10.21 mg/dl. Data pengkajian yang didapatkan pada bayi Ny.
A mengalami Ikterus Neonatorum akibat produksi bilirubin tinggi dan
pengeluaran bilirubin yang terhambat sehingga menyebabkan bayi tampak
terlihat kuning.
Pada bayi Ny. A keluhan ikterus yang muncul 2 hari setelah bayi
dilahirkan seperti sklera bewarna kuning, terlihat jelas warna kuningnya
pada saat pagi hari. Bilirubin ini menyebabkan kunig pada bayi dan apabila
jumlah bilirubin semakin menumpuk ditubuh maka bayi semakin bertambah
kuning. Menurut Handriana, 2016 Hiperbilirubin adalah keadaan icterus
yang terjadi pada bayi baru lahir ditandai dengan meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahan warna
menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya.
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (nilai normal bilirubin indirek 0,3 -1,1 mg/dL dan
bilirubin direk 0,1 -0,4 mg/dL).
55

BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
56

DAFTAR PUSTAKA
Agristianto, M. R. 2017. Rancang Bangun Alat Fototerapi Untuk Penanganan
Neonatal Jaundice Berbasis LED daya Tinggi. Jurnal eproceeding of
engering, 745.
Atika, Manggiasih Vidia dan Jaya, Pongki. 2016. Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media
Atikah, M. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada neonatus, Bayi,dan Balita. Jakarta:
CV Trans Info Media.
Bhutani, V. 2012. Phototherapy to Prevent Severe Neonatal Hyperbilirubinemia in
the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation ‖.Journal of the
American Academy of Pediatrics,Vol. 128, No. 4,PPe1046-e1052.
http://pediatrics.aappublications.org/content/128/4/e1046. Diakses tanggal
04 Juli 2021
Damanik, Sri Melfa & Sitorus, Erita. 2019. Modul Praktikum Keperawatan Anak.
Jakarta : Universitas Kristen Indonesia
Dewi, AKS, dkk. 2016. Efektivitas fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin
total neonatal. Sari Pediatri. 18(2): 82.
Dewi, Ayu Ketut, dkk. 2016. Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar
Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal di RSUP Sanglah/ Sari
Pediatri Vol. 18, No. 2.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/34. Diakses
tanggal 11 Juli 2021
Dewi, V.L.N. 2014. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : EGC

Fatmawati, L., & Sumiati. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Hiperbilirubin. jurnal Ners Community, 08, 11–19.

Handriana, Idris. 2016. Keperawatan Anak. Cirebon : LovRinz Publishing


57

Hansen WR. 2016. Neonatal Jaundice. Pediatrics : Cardiac Disease and Critical
Care Medicine. https://emedicine.medscape.com/article/974786-
overview#a6. Diakses tanggal 04 Julis 2021
Harahap, Syahri Hidayat. 2018. Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan
Kadar Bilirubin pada Bayi Prematur di RSUP H. Adam Malik Medan.
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/13406. Diakses tanggal 13 Juli
2021
Herawati, Yanti & Indriati, Maya. 2017. Pengaruh Pemberian ASI Awal
Terhadap Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Usia 0-7 Hari. Jurnal
Bidan. https://media.neliti.com/media/publications/234035-pengaruh-
pemberian-asi-awal-terhadap-kej-8c69ec05.pdf. Diaskes tanggal 04 Juli
2021
Indrayani, Triana & Riani, Amelia. 2019. Hubungan Fototerapi Dengan
Penurunan Kadar Billirubin Total Pada Bayi Baru Lahir Di RS Aulia
Jagakarsa Jakarta Selatan Tahun 2019/ Dinamika Kesehatan Jurnal
Kebidanan dan Keperawatan Vol 10 No. 1.
http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id. Diakses tanggal 11 Juli 2021
Kosim, M Sholeh, dkk. 2016. Dampak Lama Fototerapi Terhadap Penurunan
Kadar Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal.
https://www.saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/671.
Diakses tanggal 13 Juli 2021
Kristianti, E. L. 2015. Hiperbilirubinemia treatmen of neonatus. Jakarta: Folia
Medika Indonesia.

Lestari, S. (2018). Hubungan Berat Badan Lahir Bayi Dan Usia Kehamilan
Dengan Ikterus Neonatorum Di RSUD Sleman Tahun 2017.

Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta


: Trans Info Medika
Maternity, Dianty, dkk. 2018. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Prasekolah. Yogyakarta : Penerbit Andi
Mathindas S, dkk . 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik. 5
(1): S4-10
58

Matiandas. 2013. Hiperbilirubin pada neonatus. Jurnal Biomedika, Volume 5.

Maulida, M. (2018). Hubungan kejadian hiperbilirubinemia dengan


inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD Abdul Moeloek
provinsi lampung tahun 2014-2015.

Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Puspitosari, Ratih Dewi, dkk. 2013. Pengaruh Paparan Sinar Matahari Pagi
Terhadap Penurunan Tanda Ikterus Pada Ikterus Neonatorum Fisiologis.
https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/308/295. Diakses tanggal 13
Juli 2021

Rini, Kartika. 2016. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Ikterus Neonatorum Fisiologis Di Ruang Cendrawasih Rsud Dr. Soetomo
Tahun 2013. http://repository.unair.ac.id/54697/. Diakses tanggal 04 Juli
2021
Saboute, Maryam, dkk. 2017. The Effect of Intensive Phototherapy on
Management of Hyperbilirubinemia in Neonates with the Gestational Age
of 34 Weeks and More/ IJN Iranian Journal Of Neonatology.
https://ijn.mums.ac.ir/article_9984.html. Diakses tanggal 11 Juli 2021
Santiari, Dewa.A.S, dkk. 2018. Kajian Area Penyinaran Dan Nilai Intensitas Pada
Peralatan Blue Light Therapy. Majalah Ilmiah teknologi Elektro. 17 (2)
279-286
Stevry, dkk. 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume
5, Nomor 1, Suplemen
Sulendri, Nyoman. 2021. Hubungan Pemberian Asi Dengan Kejadian Ikterus
Bayi Hiperbilirubinemia Di Rsia Puri Bunda Denpasar. Diploma Thesis,
Stikes Bina Usada Bali. http://repository.binausadabali.ac.id/180/. Diakses
tanggal 13 Juli 2021
Tando, Naomy Marie. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai