Urgensi Dan Tujuan Pendidikan Multikultural Di Indonesia
Urgensi Dan Tujuan Pendidikan Multikultural Di Indonesia
Urgensi Dan Tujuan Pendidikan Multikultural Di Indonesia
MAKALAH
Disusun oleh :
1. Arny Nasirah
2. Hikmatuz Zuhairah
3. Iqamatus Sholeha
4. Lailatul Hidayah
5. Yati Aniyah
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pengaruh positif dari globalisasi bagi dunia pendidikan diadopsi demi kemajuan
dan perkembangan bangsa, namun di lain sisi pengaruh negatifnya menjadi bahan
keterbukaan terhadap budaya lain setidaknya membuka sebuah pola pikir baru
pendidikan bisa membuka diri terhadap budaya lain semakin kuat tanpa harus
ruang bagi pendidikan budaya. Ada sebuah kecenderungan yang besar bahwa
1
adanya pemerataan pendidikan bagi setiap warga negara. Dengan kata lain peran
sebuah pola pendidikan yang tanggap dengan pengaruh globalisasi namun tetap
tak mudah untuk diwujudkan sebab bangsa Indonesia juga tidak terluput dari aneka
pernah mencetuskan sebuah metode pendidikan yang sifatnya dialogis. Salah satu
penting dari metode dialogis ini adanya relasi antara anak didik dengan lingkungan
sekitarnya. Kontak dengan lingkungan sekitarnya inilah yang membuat anak didik
mengerti dan memahami realitas di mana ia hidup yang pada hakikatnya merupakan
tergerus oleh aneka metode pendidikan yang ditawarkan dunia luar dan pada
semua orang tidak hanya para praktisi pendidikan, karena itu mesti ditanamkan
2
2. Bagaimana Keragaman Budaya dan Permasalahannya Secara umum?
3
BAB II
PEMBAHASAN
namun dengan cepat berkembang sebagai objek perdebatan yang menarik untuk
dikaji dan didiskusikan. Pembahasan tentang keragaman etnis dan budaya, serta
penerimaan kaum imigran di suatu negara, pada awalnya hanya dikenal dengan
istilah pluralisme yang mengacu pada keragaman etnis dan budaya dalam suatu
daerah atau negara. Baru pada sekitar pertengahan abad ke-20, mulai berkembang
istilah multikulturalisme. Istilah ini, setidaknya memiliki tiga unsur, yaitu: (1)
keragaman budaya, (2) ideologi, dan (3) strategi atau cara khusus untuk
tulisan ini bermaksud membahas sekilas unsur pertama dan kedua (keragaman
budaya dan ideologi), serta akan menganalisis lebih rinci tentang unsur ketiga
pandang pendidikan. Secara khusus tulisan ini akan menelaah tentang urgensi dan
status budaya yang berbeda. Agar tercipta sikap kesetaraan, perlu pengakuan
adanya pluralisme. Hal ini penting agar tercipta perdamaian dan keadilan sosial
dalam di berbagai belahan Dunia. Sebagaimana dilihat dari berbagai media bahwa
4
konflik dan perpecahan antar golongan merupakan masalah klasik yang terjadi
hampir di seluruh Negara di dunia. Bumi yang “terkotak-kotak” menjadi 192 negara
di mana lebih dari 6 milyar manusia hidup , ternyata penuh dengan konflik. Konflik
antar manusia, antar golongan, antar etnis dan antar negara. Steven D. Strauss
dalam bukunya yang berjudul World Conflicts (Penguin Books, 2006) menyatakan
bahwa dalam setengah abad terakhir, tidak ada dari 192 negara di dunia ini yang
tidak pernah terlibat konflik. Setiap negara pernah mengalami konflik baik dalam
negeri maupun luar negeri, bahkan ada yang sampai sekarang masih berlangsung
pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih
dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang
dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia
(Ismulail, 2007 dalam Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di
dunia yang memiliki ratusan suku bangsa. Sebagian menjadi penduduk terbesar
yang mendiami wilayah lebih dari satu provinsi, seperti etnik Jawa, namun ada juga
etnik yang hanya mendiami beberapa desa atau kecamatan saja. Mereka memiliki
5
Dari banyak studi, terjadinya konflik yang SARA pada beberapa daerah di
tentang konsep kearifan budaya. Konflik akan muncul apabila tidak ada distribusi
nilai yang adil kepada masyarakat. Terjadinya konflik etnis tersebut juga
yang berbeda-beda. Sehingga, etnis yang hidup dalam wilayah teritorial yang sama
tersebut menjadi terisolasi dan merasa berbeda yang ingin terus menjaga perbedaan
dari yang lain. Oleh karena itu, perlu upaya penyadaran kepada masyarakat,
terutama anak-anak di daerah konflik ini bahwa mereka hidup di antara berbagai
macam budaya yang berbeda dalam satu wadah Negara Republik Indonesia. Bisa
dikatakan modus kebersamaan inilah yang tidak akan mereka dapatkan dari orang
tua mereka karena orang tua mereka selalu dalam situasi konflik.
Menurut Ainul Yaqin (2007) faktor penting keterpurukan jalinan yang harmonis
multikulturalisme sejak awal. Bangsa ini sudah lama mengalami berbagai kecamuk
multikultural adalah salah satu agenda penting yang harus diperhatikan lebih serius.
Ketika pemahaman masyarakat akan kultur yang berbeda-beda sangat minim, maka
sudah sepantasnya pendidikan yang mampu mengenalkan setiap kultur yang ada
6
multikultural adalah satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep
secara kreatif dan produktif, seperti keragaman etnis, budaya bahasa, agama, status
hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah
masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme berasal dari dua
kata; multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang secara
etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan
budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika
seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. Konsep tentang ,
sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan tidak bebas nilai (value
free), tidak luput dari pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk
diterapkan. Demikian pula ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal
terpisahnya agama dari negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan orang-
7
Dalam konteks ini, dipandangnya sebagai pengayaan terhadap konsep
sederajat.
konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian
keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan
yang sederajat, suku bangsa, kesuku bangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan
8
multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan
dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik
diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis
dalam pembangunan bangsa. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas
pembangunan bangsa.
Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “bineka tunggal ika” seperti yang
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi
yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan
9
dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-
bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi
ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan
resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun
kebijakan tersebut juga mulai menjadi subjek debat di Britania Raya dan Jerman,
konflik antar peradaban di masa depan tidak lagi disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, politik dan ideologi, tetapi justru dipicu oleh masalah suku, agama, ras
dan antar golongan (SARA). Konflik tersebut menjadi gejala terkuat yang
ini sebenarnya telah didukung oleh peristiwa sejarah yang terjadi pada era 1980-an
pemerintahan Joseph Broz Tito: Keragaman, yang di satu sisi merupakan kekayaan
10
mengapa di masa mendatang akan terjadi benturan antar peradaban, antara lain
adalah:
pertama, perbedaan antara peradaban tidak hanya riil, tetapi juga mendasar;
kedua, dunia sekarang semakin menyempit interaksi antara orang yang berbeda
peradaban. Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan sosial dunia membuat orang
atau masyarakat tercerabut dari identitas lokal mereka yang sudah berakar, di
sisi barat berada di puncak kekuatan, di sisi lain mulai terjadi kembalinya fenomena
karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa menyatu dan karena itu kurang bisa
tidak mutlak menjadi sebab utama terjadinya sebuah perpecahan. Misalnya, setelah
perpecahan menuju entitas yang lebih kecil lagi, yaitu berdasarkan suku dan
etnisitas. Hal ini jelas sekali terlihat pada disintegrasi Uni Soviet yang secara ironis
justru disatukan oleh dasar budaya dan peradaban yang sama. Dan lain lagi,
persoalan perpecahan antara Jerman Barat dan Jerman Timur yang kembali bersatu
11
2.4 Pendidikan sebagai “Agent of Change”
yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari
seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial
namun juga dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana
dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat
plural tersebut telah memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan
dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan
melalui pendidikan, media massa, dan interaksi sosial. Hal itu bisa ditempuh
kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan
12
peningkatan populasi imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-
lembaga pendidikan. Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat
kegagalan dan putus sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang
empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis
pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai
mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat perkembangan teori, riset dan
praktek, perhatian pada hubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan
tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoretisi, jika bukan para praktisi, dari
semua murid, apa pun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan
pendidikan.
keterampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua
13
pengetahuan, dan keterampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan
menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun
intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, dan budaya. Kita perlu memberi
dorongan dan spirit bagi peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan
lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat
penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras,
etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar
implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem
14
diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama. Misalnya, ketika terjadi
bom Bali (2003), maka seorang guru yang berwawasan multikultural harus mampu
kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, maka pemboman, invasi
militer, dan segala bentuk kekerasan adalah sesuatu yang dilarang oleh agama.
sebuah konsep atau pemikiran muncul karena adanya interes politik, sosial,
bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM)
pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna
15
lain yang mengalami praktik diskriminasi di lembaga-lembaga publik pada masa
perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus
disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga
pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut
perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh
pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari
yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan
aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pionir dari
menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul
kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan
Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural,
16
menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada
tahun 1990-an.
sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai
dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di negara ini. Ide pendidikan
UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu diantara nya
untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi,
berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan
kedamaian dalam diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka
ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural
17
secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi
badai reformasi.
Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun
ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep
beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk
kebaikan bersama.
18
• Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada
beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah
tidak diubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau
19
2. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Suatu dimensi di
mana para guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan
mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar
dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik
yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa
yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran
ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para
pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
20
4. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable paedagogy). Dimensi ini
kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya
budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural
adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap
penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan
21
budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju
teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah
masyarakat, bahasa, dan dialek; di mana para pelajar lebih baik berbicara tentang
rasa hormat di antara mereka dan menjunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, daripada
dalam hal ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya (Banks, 1994).
(2) Untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap
sosialnya;
22
Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep
masyarakat;
etnik dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya
orang lain.
pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMA
maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak
diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau
ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat
dan pada tingkat SD, SLTP maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural
23
ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan
Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui
terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap
terhadap anak atau anggota keluarga yang lain merupakan cara yang paling efektif
dan elegan untuk mendukung terciptanya sistem sosial yang lebih berkeadilan.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
berikut:
(2) ideologi, dan (3) strategi atau cara khusus untuk mengantisipasi sikap
2) Konflik dan perpecahan antar golongan merupakan masalah klasik yang terjadi
mungkin, anugerah luar biasa yang diberikan kepada bangsa Indonesia akan
hilang jika tiap-tiap warga negara tidak lagi menjunjung tinggi nilai kebangsaan
3) Dari banyak studi, terjadinya konflik yang bernuansa SARA pada beberapa
yang sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat
beda, mengenalkan setiap kultur yang ada, sehingga dapat mencegah timbulnya
25
4) Pendidikan multikultural dirasakan penting untuk menjaga integritas bangsa
multikultural.
simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya
yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat
26
(content integration). (2) Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge
3.2 Saran
kekurangan. Kami berharap kritik dan saran kepada seluruh pembaca agar dalam
pembuatan makalah yang akan datang dapat terselesaikan dengan baik. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaiakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://pmiikomfaksyahum.wordpress.com/2007/07/28/memahami-cakrawala-
pendidikan-multikultural/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/wacana-pendidikan-
multikultural-di-indonesia/
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/10/pembelajaran-berbasis-
multikultural/
http://huzaifahhamid.blogspot.com/2009/02/menghilangkan-jejak-konflik-
etnik.html
http://staff.ui.ac.id/internal/132059031/publikasi/PENDIDIKANBERBASISMAS
YARAKAT.doc
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0609/01/opini/2921517.htm
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/wacana-pendidikan-
multikultural-di-indonesia/
http://staff.ui.ac.id/internal/132059031/publikasi/PENDIDIKANBERBASISMAS
YARAKAT.doc
28
Joyce, Bruce, et. al. Model of Teaching – edisi kedelapan, diterjemahkan oleh
Achmad Fawaid, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009
Kuper, Adam & Jessica Kuper (2000), Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
29