Laporan 3 Protein

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Accelerat ing t he world's research.

Laporan 3 Protein.pdf
Nurul Marfira

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Laporan 3 Prot ein fix.pdf


Nurul Marfira

LAPORAN PRAKT IKUM BIOKIMIA"ANALISA KUALITAT IF PROT EIN DAN ASAM AMINO"
Dina Nur Mardiana

Fisika t ugas
Desi Ammelia
PENGENDAPAN, KOAGULASI DAN DENATURASI PADA
PROTEIN
Nurul Marfira, Giga Genggam G, Puspa Julistia P, SSi MSc.
Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Sarjana
Institut Pertanian Bogor
2018

ABSTRAK

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama")
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan
polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptida. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun
1838. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan
terkadang juga sulfur serta fosfor. Pada praktikum kali ini, metode uji kualitatif
yang digunakan adalah pengendapan protein oleh logam, garam, dan alkohol,
koagulasi protein dan denaturasi protein. Prinsip kerja semua uji ini adalah
penambahan zat yang dapat mengganggu struktur protein. Kestabilan struktur
protein dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, pH, radiasi dan pelarut
organik. Adapun sampel yang digunakan untuk uji ini adalah albumin yang
merupakan protein monomer yang larut dalam air dan larutan garam serta
mengalami koagulasi saat terpapar panas.
Kata Kunci : albumin, denaturasi protein, koagulasi protein, pengendapan protein,
struktur protein.

PENDAHULUAN

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling
utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada
tahun 1838. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan
terkadang juga sulfur serta fosfor (Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Protein terdiri
dari bermacam-macam golongan makromolekul heterogen dari polipeptida dengan
berat molekul yang tinggi. Dalam sel mereka berfungsi sebagai enzim, bahan
bangunan, pelumas dan molekul pengemban (Hart 2003).
Kunci ribuan protein yang berbeda strukturnya adalah gugus pada molekul
unit pembangunan protein yang relatif sederhana dibangun dari rangkaian dasar
yang sama, dari 20 asam amino mempunyai rantai samping yang khusus, yang
berikatan kovalen dalam urutan yang khas. Karena masing-masing asam amino
mempunyai rantai samping yang khusus yang memberikan sifat kimia masing-
masing individu, kelompok 20 unit pembangunan ini dapat dianggap sebagai abjad
struktur protein. Protein memiliki peranan sebagai enzim, alat pengangkut dan
penyimpanan, pengatur pergerakan, penunjang mekanik, pertahanan tubuh atau
imunisasi, media perambatan impuls saraf, dan pengendalian pertumbuhan
(Lehninger 2010).
Protein memiliki struktur yaitu primer, sekunder, tersier dan kuartener.
Struktur primer protein dibentuk oleh asam amino yang tergabung dalam ikatan
polipeptida, seperti yang terlihat pada gambar 1. Pada struktur sekunder, rangkaian
polipeptida bersifat reguler dan memiliki pola lipatan berulang dari rangka protein.
Dua tipe umum struktur protein sekunder yaitu α-heliks dan β-sheet. Gambar
struktur sekunder dapat dilihat pada gambar 2. Struktur polipeptida yang terjadi dari
lipatan disebut struktur tersier. Struktur kuartener protein adalah asosiasi yang
terjadi antara dua atau lebih rangkaian polipeptida menjadi protein multisubunit
(Wibowo 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur protein antara lain a) Suhu.
Kenaikan suhu dapat menyebabkan rusaknya struktur protein sehingga protein
terdenaturasi. b) pH. Struktur ion protein tergantung pada pH lingkungannya.
Struktur protein terdiri dari beberapa asam amino, dimana asam amino ini dapat
bertindak sebagai ion positif, ion negatif atau berdwikutub (zwitterion). pH yang
rendah dan tinggi dapat menyebabkan terjadinya denaturasi dan merubah strukktur
dari protein. c) Radiasi. Radiasi dapat merusak struktur protein jika terkena sinar
radiasi terus menerus. d) Pelarut organik. Protein terdiri atas asam amino yang
memiliki struktur yang berbeda. Ikatan-ikatan yang terbentuk pada protein
mempengaruhi perubahan struktur protein bila dilarutkan dalam pelarut organik
(Poedjiadi dan Supriyanti 2006).
Albumin (bahasa latin: albus, white) adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk ke segala jenis protein monomer yang larut dalam air dan larutan garam
dan mengalami koagulasi saat terpapar panas. Substansi yang mengandung
albumin, seperti putih telur, disebut albuminoid. Albumin diproduksi oleh hati
dalam bentuk prealbumin dan memenuhi sekitar 60% jumlah serum darah dengan
konsentrasiantara 30-50 g/l. Asam amino penyusun crude albumin berjumlah 19
macam. Albumin pada manusia terutama banyak mengandung asam aspartat dan
glutamat dan sangat sedikit triptofan (Santoso 2001). Praktikum bertujuan
mengetahui sifat dan struktur asam amino dan protein melalui uji-uji kualitatif, serta
mempelajari beberapa reaksi uji terhadap asam amino dan protein.

Gambar 1 Struktur Primer dan Sekunder Protein


(Sumber Seminar Nasinal Teknologi Informasi XI 2014)

Gambar 2 Struktur Sekunder Protein a) Alpha-helix, (b) betha-sheet, (c) coil.


(Sumber Seminar Nasinal Teknologi Informasi XI 2014)
METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Selasa, 6 maret 2018 pukul 13.00-16.00


WIB di Laboratorium Pendidikan Biokimia, Gedung Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, penjepit tabung, gelas piala, pipet
mohr, kertas saring, corong, batang pengaduk, penangas air dan alat-alat gelas
lainnya.
Bahan yang digunakan adalah albumin, HgCl 2 %, larutan Pb-asetat 5 %,
larutan AgNO3 5 %, garam (NH4)2SO4, akuades, larutan asam asetat 1 M, larutan
HCl 1 M, larutan NaOH 1 M, buffer asetat pH 4.7, dan etanol 95 %.

Prosedur

Pengendapan oleh logam


Sebanyak 1,5 mL albumin ditambahkan 3 tetes larutan HgCl2 2% dan diuji
ulang dengan menggunakan larutan Pb-Asetat 5% dan AgNO3 5%.
Pengendapan oleh garam
Larutan protein dijenuhkan sebanyak 5 mL dengan (NH4)2SO4 dengan
sedikit ditambahkan garam, diaduk sampai larutan jenuh dan disaring. Diuji
kelarutan dengan air dan diuji endapan dan filtrat dengan uji Biuret.
Uji koagulasi
Larutan protein dimasukkan sebanyak 5 mL dalam tabung reaksi dan
diletakkan tabung dalam air mendidih selama 5 menit dan diamati perubahannya.
Pengendapan oleh alkohol
Disediakan 3 buah tabung reaksi yang berisi larutan campuran yaitu 3
tabung berisi larutan albumin 5 mL dan larutan etanol 95% 6 mL. Tabung 1 diisi 1
mL HCl 0.1 M, tabung 2 diisi 1 mL NaOH 0.1 M dan tabung 3 diisi 1 mL buffer
asetat pH 4.7. Larutan dikocok dan diamati perubahannya.
Denaturasi protein
Disediakan 3 buah tabung reaksi yang berisi larutan albumin sebanyak 9
mL. Tabung 1 ditambahkan bufer asetat pH 4.7 sebanyak 1 mL, tabung 2
ditambahkan HCl 0.1 M sebanyak 1 mL dan tabung 3 ditambahkan NaOH 0.1 M
pada tabung 2 sebanyak 1 mL. Ketiga tabung dipanaskan dan tabung 1 dan 2
ditambahkan buffer asetat pH 4.7. Kemudian perubahan yang terjadi diamati.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Denaturasi dan koagulasi merupakan aspek kestabilan bahang yang dapat


berkaitan dengan susunan dan urutan asam amino dalam protein. Perbedaan antara
denaturasi dan koagulasi terletak pada dampaknya terhadap struktur protein.
Denaturasi dapat didefinisikan sebagai perubahan besar dalam struktur alami yang
tidak melibatkan perubahan dalam urutan asam amino. Sedangkan koagulasi adalah
keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid karena unit
ikatan yang terbentuk cukup banyak. Koagulasi pada protein dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain suhu tinggi, pH, dan bahan-bahan kimia (Buckle et al
2014)
Menurut Winarno (2008), denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan
hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win
molekul. Ada dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan
pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan
molekul ikatan. Ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi adalah ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan ionik, dan ikatan intramolekuler. Sedangkan
menurut Oktavia (2007), denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur,
tersier dan kuartener. Denaturasi struktur merupakan fenomena dimana terbentuk
konformasi batu dari struktur yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan
turunnya kelarutan, hilangnya aktivias biologi, peningkatan viskositas dan protein
mudah diserang oleh enzim proteolitik.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul
protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan
bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Garam logam berat
seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang
terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein
mengalami denaturasi. Gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat dalam
protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Ion-
ion tersebut adalah Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, Co2+, Mn2+ dan Pb2+. Selain
gugus –COOH dan gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat
pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada
molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg2+ (Poedjiadi dan Supriyanti
2006).
Berdasarkan tabel 1, pengendapan albumin akibat penambahan logam berat
dari yang terbesar adalah AgNO3, HgCl2 dan Pb-asetat. Hal ini sesuai dengan
literatur, (Winarno 2008) yang menyebutkan bahwa pengendapan albumin akibat
penambahan logam berat dari yang terbesar adalah AgNO3, HgCl2 dan Pb-asetat.
Hal ini disebabkan logam Ag dan Hg lebih reaktif daripada Pb kerena kedua logam
tersebut merupakan logam transisi pada sistem periodik unsur. Karena itu Ag dan
Hg lebih banyak mendenaturasi albumin sehingga endapan yang terbentuk lebih
banyak.
Tabel 1 Hasil pengendapan albumin oleh logam
Logam Hasil Gambar

AgNO3 +++

HgCl2 ++

Pb-Asetat +

Keterangan : +++ = banyak endapan, ++= cukup banyak endapan, += sedikit endapan
Tabel 2 Hasil pengendapan albumin oleh garam
Sanpel Hasil Gambar

Filtrat -

Endapan +

Keterangan : + = protein terendapkan, - = protein tidak terendapkan


Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan
garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan.
Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila garam netral yang
ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan
terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi
kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air.
Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk
molekul protein akan berkurang (Winarno 2008). Terlihat pada Tabel 2 bahwa hasil
yang didapatkan positif, sesuai dengan literatur (Winarno 2008).
Penambahan garam amonium sulfat menyebabkan peristiwa salting out
sehingga albumin terendapkan. Filtrat diuji dengan uji biuret seharusnya berubah
menjadi berwarna biru untuk menunjukkan bahwa masih ada protein dalam larutan
yang belum terendapkan sempurna. Akan tetapi, pada percobaan tidak ada
perubahan warna sehingga dapat disimpulkan uji filtrat negatif. Hal ini mungkin
disebabkan adanya pengotor atau konsentrasi albumin yang terlalu kecil sehingga
hanya sedikit yang bereaksi. Pada uji kelarutan endapan, hasil terbukti positif
karena semua garam larut sempurna dalam air. Hal ini dikarenakan sifat garam yang
hidrofobik, jadi saat garam dilarutkan pada air, garam akan menyerap air sehingga
garam mudah larut dalam air. Namun bila garam netral yang ditambahkan
berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno 2008).
Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-
beda. Titik Isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak
mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama,
sehingga tidak bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik. Pada pH isoelektrik
(pI), suatu protein sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya
nol. (Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Menurut Fessenden dan Fessenden (2005),
adanya gugus amino bebas pada gugus karboksil bebas pada ujung-ujung rantai
molekul protein menyebabkan protein bersifat. Pada pH tertentu muatan gugus
amino dan karboksilat saling menetralkan sehingga molekul protein tidak
bermuatan.
Titik isoelektrik adalah pH dimana suatu asam tidak mengandung muatan
ion netto. Titik isoelektrik suatu asam amino adalah suatu besaran fisis. Pada titik
isoelektrik, terdapat kesetimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion
amfoter, anion, dan kation. Pada setiap pH di atas titik isoelektrik, asam amino
mempunyai muatan negatif. Sedangkan pada pH di bawah titik isoelektrik, asam
amino mempunyai muatan positif. Larutan yang bersifat asam akan mendonorkon
proton (H+) sedangkan pada larutan yang bersifat basa akan mendonorkon OH-. Ion
H+ serta ion OH- yang ditambahkan dalam larutan protein dapat mengganggu
struktur tersiernya yang diakibatkan oleh ikatan elektrostatik (Fessenden dan
Fessenden 2005). Jika ikatan elektrostatiknya terganggu, maka protein dapat
terdenaturasi. Protein yang terdenaturasi dapat dicirikan dengan terbentuknya
gumpalan/endapan. Jika konsentrasi protein dalam larutan kecil atau asam dan basa
yang digunakan bersifat lemah/konsentrasi encer maka akan terbentuk koloid putih
(Deman 2016).
Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol melalui uji dengan
alkohol. Pelarut organik (alkohol) akan mengubah konstanta dielektrik dari protein
dengan berkompetisi terhadap air sehingga kelarutan protein berkurang. Buffer
asetat menghasilkan endapan yang paling banyak karena memiliki pH 4,7 yang
sama dengan pH isolistrik albumin (4,55-4,90) (Wibowo 2009). Berdasarkan Tabel
3, tabung 1 yang ditambahkan HCl 0.1 M dan tabung 3 yang ditambahkan buffer
asetat pH 4.7 menunjukkan hasil positif. Hal ini ditandai dengan adanya keruh pada
tabung. Berdasarkan literatur, pada tabung 1 yang diberi HCl 0.1 M, gugus positif
pada protein berikatan dengan gugus Cl- dan gugus negatif yang ada pada larutan
sehingga terbentuk endapan pada suasana asam. Akan tetapi, tidak ada endapan
yang terbentuk. Yang berubah hanya warna larutan yang semakin keruh dengan
serbuk keputihan. Tapi, hal ini sudah mengindikasikan bahwa uji yang dilakukan
positif. Tidak adanya endapan mungkin disebabkan karena HCl 0.1 M yang sudah
tidak murni, atau albumin yang konsentrasinya kecil sehingga hanya sedikit
bereaksi dengan HCl (Riawan 1990).
Hal yang sama terjadi pada tabung 3 untuk penambahan buffer asetat.
Berdasarkan literatur, harusnya tabung 3 menghasilkan endapan yang lebih banyak
dibandingkan HCl 0.1 M. Akan tetapi, tidak ada endapan yang terbentuk, hanya
warna larutan yang semakin keruh, lebih keruh dari tabung 1 dengan serbuk
keputihan yang lebih banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa uji positif. Perbedaan
ini mungkin disebabkan konsentrasi albumin yang kecil sehingga hanya sedikit
bereaksi atau pH buffer asetat yang kurang tepat karena adanya pengotor. Tujuan
penambahan buffer asetat pH 4,7 adalah untuk menghasilkan endapan. Hal ini
terjadi karena pH tersebut merupakan titik isoelektrik albumin sehingga endapan
yang terbentuk merupakan jumlah yang paling maksimal (Wibowo 2009).
Tabel 3 Hasil pengendapan oleh alkohol
Tabung Hasil Gambar

1 +

2 _

3 +

Keterangan : + = terdapat endapan protein (keruh), - = tidak terdapat endapan protein.


Pada tabung 2, hasil yang didapatkan negatif. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyebutkan bahwa protein tidak terendapkan oleh alkohol pada suasana basa
karena pH nya terlampau jauh dari titik isoelektrik protein (Wibowo 2009). Tabung
3 yang diberi perlakuan penambahan NaOH terlihat jernih karena albumin tidak
terendapkan oleh alkohol. Titik isolistrik albumin terlewat akibat penambahan
alkohol yang basa.
Salah satu penyebab denaturasi protein adalah perubahan temperatur, dan
juga perubahan pH. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah
detergen, radiasi zat pengoksidasi atau pereduksi, dan perubahan jenis
pelarut. Denaturasi dapat bersifat reversibel, jika suatu protein hanya dikenai
kondisi denaturasi yang lembut seperti perubahan pH. Jika protein dikembangkan
kelingkungan alamnya, hal ini untuk memperoleh kembali struktur lebih tingginya
yang alamiah dalam suatu proses yang disebut denaturasi. Denaturasi umumnya
sangat lambat atau tidak terjadi sama sekali (Fessenden dan Fessenden 2005).
Prinsip uji denaturasi mirip dengan uji alkohol yang bergantung pada titik
isolistrik albumin. Mengacu pada Tabel 4, hasil positif hanya terlihat pada tabung
3 yang ditambahkan buffer asetat pH 4.7, sedangkan tabung 1 yang ditambahkan
HCl dan tabung 2 yang ditambahkan NaOH mendapatkan hasil negatif. Hal ini tidak
sesuai dengan literatur, karena seharusnya setelah diberi perlakuan (penambahan
asam, basa atau buffer) dan dipanaskan, albumin akan mengendap. Hal ini
disebabkan panas akan menghancurkan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
nonpolar. Suhu tinggi akan meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul
penyusun protein bergerak dengan cepat dan mengacaukan ikatan protein tersebut
(Hawab 2004).
Hanya tabung 3 yang ditambahkan buffer asetat yang menunjukkan hasil
sesuai literatur. Setelah pemanasan dan penambahan buffer asetat, endapan albumin
semakin jelas. Hal ini membuktikan bahwa benar albumin mengendap pada titik
isolistriknya, yaitu sekitar pH 4,7. Tidak terbentuknya endapan pada tabung 1 dan
2 ini mungkin disebabkan konsentrasi albumin yang kecil sehingga hanya sedikit
bereaksi atau adanya pengotor (Fessenden dan Fessenden 2005).
Tabel 4 Hasil denaturasi albumin
Tabung Hasil Gambar

1 -

2 -

3 +

Keterangan : + = protein terdenaturasi, - = protein tidak terdenaturasi


Gambar 3 uji koagulasi
Berdasarkan gambar 3, terbukti bahwa uji koagulasi memperlihatkan hasil
positif, sesuai dengan literatur. Berubahnya warna albumin menjadi putih keruh
serta ada serbuk putih yang larut dalam larutan mengindikasikan uji ini positif,
walaupun endapan tidak terbentuk. Berdasarkan literatur, harusnya albumin setelah
dipanaskan menjadi endapan putih susu. Endapan putih susu yang dihasilkan terjadi
karena perubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut
mengendap. Jika dilanjutkan dengan uji kelarutan, endapan tidak akan larut. Hal
tersebut dikarenakan perubahan struktur tesier albumin yang tidak dapat diubah
kembali ke bentuk semula. Tidak terbentuknya endapan setelah pemanasan
mungkin disebabkan konsentrasi albumin yang kecil sehingga hanya sedikit
bereaksi atau adanya pengotor (Wibowo 2009).

SIMPULAN

Hasil penambahan AgNO3, HgCl2 dan Pb-asetat menunjukkan hasil positif,


terbukti dengan adanya endapan putih yang sesuai dengan literatur. Pengendapan
albumin akibat penambahan logam berat dari yang terbesar adalah AgNO3, HgCl2
dan Pb-asetat. Penambahan garam amonium sulfat menyebabkan peristiwa salting
out sehingga albumin terendapkan. Hasil uji biuret pada filtrat menunjukkan hasil
negatif, tidak sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan adanya pengotor
atau konsentrasi albumin yang terlalu kecil sehingga hanya sedikit yang bereaksi.
Pada uji kelarutan endapan, hasil sesuai dengan literatur karena terbukti positif yang
ditunjukkan dengan semua garam larut sempurna dalam air. Uji pengendapan
dengan alkohol menunjukkan hasil sesuai literatur. Tabung 1 dan 3 positif
sedangkan pada tabung 2, hasil yang didapatkan negatif. Uji denaturasi tidak sesuai
dengan literatur karena hasil positif hanya terlihat pada tabung 3, padahal
seharusnya setelah diberi perlakuan semua tabung dapat mengendapkan albumin
karena adanya pemanasan yang merusak ikatan pada protein. Hasil uji koagulasi
sesuai dengan literatur memperlihatkan hasil positif disebabkan perubahan struktur
tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut mengendap.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle KA, Edwards RA., Fleet GH, Wootton M. 2014. Ilmu Pangan. Jakarta (ID)
: UI Press.
Deman JM. 2016. Kimia Makanan edisi kedua. Bandung (ID) : Penerbit ITB.
Fessenden RJ, Fessenden JS. 2005. Kimia Organik edisi ketiga. Jakarta (ID) :
Erlangga.
Hart H. 2003. Kimia Organik : Suatu Kuliah Singkat. Jakarta (ID) : Erlangga.
Hawab HM. 2004. Pengantar Biokimia. Malang (ID) : Bayumedia.
Lehninger A. 2010. Dasar-dasar Biokimia Jilid 3. Jakarta (ID) : Erlangga.
Oktavia D. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 makanan ringan ekstrudat. Jurnal
Standarisasi. 9(1) : 1-6.
Poedjiadi A, Supriyanti FMT. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID) : UI Press.
Santoso, A. H. 2001. Ekstraksi Crude Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus
striatus) : Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Serta Fraksinasi Albumin
Menggunakan Asam [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian : Universitas
Brawijaya. Malang
Wibowo L. 2009. Deskripsi dan macam-macam tingkatan struktur protein.
Bandung (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai