Proposal Riset

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP

KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

Disusun oleh:
Kelompok 4.2 - PSIK A 2019

1. Alifiona Dhiwa Piechesha (201910420311030)


2. Siti Anisah Fitriyani (201910420311032)
3. Ferbian Argo Prabowo (201910420311034)
4. Ayu Fitri Nur Rahmawati (201910420311036)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita” tepat pada waktunya.
Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk tugas mata kuliah Riset
Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah.
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti banyak mendapat bantuan sejak awal
sampai selesainya penelitian ini, untuk itu dengan segala hormat dan kerendahan hati,
peneliti menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep., Sp.Kom. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Nur Lailatul Masruroh, S.Kep. Ns., M.N.S. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan kesempatam
untuk menyelesaikan penelitian ini.
3. Reni Ilmiasih, M.Kep.Sp.Kep.An selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dalam penyelesaian penelitian ini.
4. Aini Alifatin, S.Kep., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan dalam penyelesaian penelitian ini.
5. Nurul Aini, S.Kep, Ns. M.Kep. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan dalam penyelesaian penelitian ini.
6. Ns. Henny Dwi Susanti, M.Kep., Sp.Kep.Mat. selaku Dosen Pembimbing III yang telah
banyak memberikan bimbingan dalam penyelesaian penelitian ini.
7. Faqih Ruhyanudin, M. Kep., Sp. Kep.MB. selaku Dosen Pembimbing IV yang telah
banyak memberikan bimbingan dalam penyelesaian penelitian ini.
8. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan semangat, doa, dan
dukungannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
9. Teman-teman PSIK A Angkatan 2019 yang telah memberikan dukungan dan semangat
sehingga penelitian ini dapat terselaikan tepat pada waktunya.
Peneliti menyadari masih banyak keterbatasan dalam penyusunan penelitian ini.
Peneliti telah berusahan dengan segenap kemampuan dalam menuangkan pemikiran ke
dalam penelitian ini, tentunya masih banyak ditemukan hal-hal yang masih perlu
diperbaiki, sehingga peneliti mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya penelitian
ini. Semoga ada manfaatnya.

Malang,27 Oktober 2021


Peneliti

(Kelompok 4.2 A)
DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN ..........................................................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 4

BAB I PENDAHULUAN .....................................................Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang .........................................................Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ....................................................Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Penelitian .....................................................Error! Bookmark not defined.

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 13

2.1 Konsep Dasar Stunting.............................................Error! Bookmark not defined.

2.1.1 Pengertian Stunting .......................................Error! Bookmark not defined.

2.1.2 Stunting pada Balita ......................................Error! Bookmark not defined.

2.2 Sanitasi Lingkungan.................................................Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Konsep Sanitasi Lingkungan .........................Error! Bookmark not defined.

2.2.2 Model Sanitasi Lingkungan ...........................Error! Bookmark not defined.

2.3 Pengaruh Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Stunting pada BalitaError! Bookmark not defin

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ..............................Error! Bookmark not defined.

3.1 Kerangka Konsep.....................................................Error! Bookmark not defined.

3.2 Hipotesis Penelitian .................................................Error! Bookmark not defined.

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................Error! Bookmark not defined.

4.1 Desain Penelitian .....................................................Error! Bookmark not defined.


4.2 Kerangka Penelitian .................................................Error! Bookmark not defined.

4.3 Populasi Sampel dan Teknik Sampling ....................Error! Bookmark not defined.

4.4 Definisi Operasional ................................................Error! Bookmark not defined.

4.5 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................Error! Bookmark not defined.

4.6 Instrumen Penelitian ................................................Error! Bookmark not defined.

4.7 Uji Validasi dan Reabilitas .......................................Error! Bookmark not defined.

4.8 Pengumpulan Data ...................................................Error! Bookmark not defined.

4.9 Pengolahan Data ......................................................Error! Bookmark not defined.

4.10 Etika Penelitian ........................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 20


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan gizi merupakan salah satu permasalahan pada anak yang dialami
oleh setiap negara khususnya pada balita. United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan
World Health Organization (WHO) menyebutkan ada tiga permasalahan gizi pada balita,
salah satunya ialah stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak bawah lima
tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis, yang ditandai tinggi badan anak yang tidak
sesuai dengan usianya (Cynthia, 2019).

Menurut data prevalensi dari WHO (World Health Organization), Indonesia


menempati peringkat ketiga tertinggi di Asia Tenggara dengan kejadian stunting sekitar
36,4% di tahun 2005-2017. Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di
Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar
19% (Kemenkes RI, 2018); Putu Aris Budiyasa Putra, 2021). Stunting disebabkan oleh
faktor multi dimensi, diantaraya faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang menjadi
penyebab kejadian stunting yaitu higiene personal ibu (Rah et al., 2015), sanitasi (Rahayu
and Darmawan, 2019), air bersih (Adriany et al., 2021) dan sumber air minum (Irianti et al.,
2019).

Faktor sanitasi yang tidak layak, mempunyai hubungan signifikan dengan stunting
sehingga anak dengan kondisi sanitasi yang tidak layak mempunyai risiko 5 kali lebih besar
mengalami stunting (Apriluana, 2018). Akses sanitasi yang layak dapat melindungi balita
terhadap stunting sebesar 70,6% (Vilcins, Sly and Jagals, 2018). Air minum yang bersih
dan memadai, sanitasi layak, saluran air untuk air limbah dan pengelolaan limbah padat
yang tepat adalah intervensi kesehatan ekuitas yang utama (WHO, 2018).
Data Bappeda Kabupaten Malang mengungkapkan, angka stunting mencapai
25.587 kasus yang terdapat di 10 wilayah Kabupaten Malang, salah satunya di Pujon.
Faktor penyebab stunting adalah sanitasi rumah tangga dan lingkungan erat hubungannya
dengan pembuangan akhir sampah, sumber air bersih, dan tempat buang air besar (BAB)
(Arum et al., 2020).
Pada balita normal, pembuangan sampah akhir keluarga terbanyak adalah di TPA
sejumlah 30 orang (67%) dan yang paling sedikit membuang sampahdi tanah kosong
sejumlah 4 orang (9%). Sedangkan untuk keluarga balita stunting pembuangan sampah
akhir keluarga terbanyak adalah di TPA sejumlah 30 orang (67%) dan yang paling sedikit
membuang sampah di tanah kosong sejumlah 3 orang (6%).
Sumber air bersih yang digunakan oleh keluarga di Kabupaten Malang. Pada
balita normal, sumber air bersih yang digunakan oleh keluarga terbanyak adalah PDAM
sejumlah 42 orang (93%) dan yang paling sedikit adalah sumur terbuka sejumlah 3 orang
(7%). Sedangkan untuk keluarga balita stunting, sumber air bersih yang digunakan oleh
keluarga tpmerbanyak adalah PDAM sejumlah 44 orang (83%) dan yang paling sedikit
adalah sumur tertutup sejumlah 1 orang (2%)..
Tempat BAB di keluarga balita normal paling banyak adalah WC jongkok
sebanyak 42 orang (93%) dan lain-lain yaitu plung lap sebanyak 1 orang (3%).
Sedangkan untuk keluarga balita stunting paling banyak menggunakan WC jongkok
sebanyak 42 orang (93%) dan WC duduk sebanyak 3 orang (7%) (I Dewa Nyoman
Supariasa et al., 2019).
Dengan demikian, peneliti perlu menganalisis dan mengetahui pengaruh sanitasi
lingkungan terhadap kejadian stunting pada balita. Alasan dilakukan pada balita
dikarenakan pada masa balita merupakan puncak masa pertumbuhan dan perkembangan
dimana jika masalah kesehatan balita terganggu akan mempengaruhi proses pertumbuhan
dan perkembangan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah sanitasi lingkungan mempengaruhi stunting pada balita ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah menganalisis dan mengetahui pengaruh
sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting pada balita.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi sanitasi lingkungan dalam pemenuhan gizi pada balita.


b. Mengidentifikasi kejadian stunting pada balita.
c. Menganalisis pengaruh sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting pada
balita.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi akademik serta menambah ilmu
pengetahuan dan sebagai sumber informasi khususnya tentang pengaruh sanitasi
lingkungan terhadap kejadian stunting pada balita.

1.4.2 Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi yang
penting bagi institusi pemerintah dan kesehatan dalam menentukan kebijakan untuk
mengatasi dan mengendalikan masalah sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting
pada balita.
1.4.3 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wadah pembelajaran untuk mengasah
kemampuan dan keterampilan meneliti serta dapat memperbanyak pengetahuan dan
semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Stunting


2.1.1 Pengertian Stunting
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
gizi. WHO mengartikan stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga
melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang
menjadi referensi internasional. Keadaan ini terjadi akibat dari faktor lingkungan dan faktor
manusia (host) yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi (Dian Anisia
Widyaningrum, 2018).
Kategori status gizi anak usia 0-60 bulan termasuk pendek (stunted) jika PB/U
atau TB/U memiliki nilai Z-score berada pada nilai -3SD sd < -2SD, serta sangat pendek
(very stunted) dengan nilai <-3SD (Kemenkes RI, 2020). Stunting pada balita adalah suatu
kegagalan pertumbuhan yang berlangsung dalam jangka waktu lama pada anak di bawah
lima tahun ketika tumbuh dengan keterbatasan akses terhadap makanan dan pelayanan
kesehatan. Stunting juga dikenal sebagai kondisi kekurangan gizi kronis, stunting dapat
mengakibatkan gangguan kognitif seperti keterlambatan perkembangan motorik dan
gangguan fungsi otak (Mukaramah et al., n.d., 2020).
Menurut Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(KDPDTT), stunting merupakan salah satu dari permasalahan status gizi yang ditinjau dari
tinggi badan yang lebih pendek dibanding orang lain yang seuslanya (KDPDTT, 2017).
Berikut acuan penentuan klasifikasi status gizi pada balita stunting di Indonesia menurut
Putusan Kementerian Kesehatan RI:
Tabel 2.2 Klasifikasi Kasus Gizi
Indikator Status Gizi z-score
Jangkung >+2 SD
Tinggi Badan/Umur (TB/U) Normal -2 SD s/d +2 SD
Pendek -3 SDs/d = -2 SD
Sangat pendek -3 SD

2.1.2 Stunting pada Balita


Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting
(Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah
negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah
usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak
maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa
depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara
luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Dampak stunting dibagi menjadi dua, yakni ada dampak jangka panjang dan
juga ada jangka pendek. Jangka pendek kejadian stunting yaitu terganggunya
perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan gangguan metabolisme
pada tubuh. Sedangkan untuk jangka panjangnya yaitu mudah sakit, munculnya
penyakit diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan, kanker,
stroke, disabilitas pada usia tua, dan kualitas kerja yang kurang baik sehingga
membuat produktivitas menjadi rendah (Kemenkes RI, 2016).
Kejadian stunting menjadi salah satu masalah yang terbilang serius jika
dikaitan dengan adanya angka kesakitan dan kematian yang besar, kejadian
obesitas, buruknya perkembangan kognitif, dan tingkat produktivitas pendapatan
yang rendah. Berbagai permasalahan ini sangat mudah ditemukan di negara –
negara berkembang seperti Indinesia (Unicef, 2007).
Stunting pada anak yang harus disadari yaitu rusaknya fungsi kognitif
sehingga anak dengan stunting mengalami permasalahan dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Stunting pada anak ini juga
menjadi faktor risiko terhadap kematian, perkembangan motorik yang rendah,
kemampuan berbahasa yang rendah, dan ketidakseimbangan fungsional (Anwar
dkk, 2014).

2.2 Sanitasi Lingkungan


2.2.1 Konsep Sanitasi Lingkungan
Lingkungan adalah salah satu indikator penilaian dalam tingkat kesehatan
manusia. Lingkungan rumah merupakan bagian penting dari kesehatan keluarga dan
mengandung sumber penilaian penting untuk mendukung kesehatan yang optimal baik
bagi individu keluarga maupun unit keluarga. Menurut WHO, sanitasi lingkungan
adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin
menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan
fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Menurut Purnama (2017), sanitasi merupakan salah satu komponen kesehatan
lingkungan yaitu perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Purnama,
2017). Sanitasi juga diartikan sebagai usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan
kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan (Topowijono, 2018). Sanitasi lingkungan
sendiri merupakan salah satu usaha untuk mencapai lingkungan sehat melalui
pengendalian faktor lingkungan fisik khususnya hal-hal yang mempunyai dampak
merusak perkembangan fisik kesehatan dan keberlangsungan hidup manusia (Purnama,
S, 2017). Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya ((Notoatmodjo,
2003) dalam (Rohmat, 2009)).
Dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan keluarga adalah status kesehatan
pada suatu lingkungan yang berpengaruh kepada perkembangan fisik, kesehatan dan
keberlangsungan hidup manusia yang hidup dalam satu lingkup atap rumah. Dari
definisi tersebut, sanitasi lingkungan keluarga ditujukan untuk memenuhi persyaratan
lingkungan yang sehat dan nyaman Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi
sumber berbagai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Sanitasi
lingkungan yang sehat disebuah keluarga harus dijaga dan dipelihara oleh semua pihak.
Maka pembangunan sanitasi lingkungan harus atas dasar sebuah landasan yaitu untuk
menanamkan kesadaran akan pentingnya sanitasi lingkungan dalam sebuah keluarga.
Sanitasi lingkungan yang adekuat merupakan dasar terbentuknya keluarga yang sehat,
sehingga hal ini juga akan meningkatkan ekonomi dan kondisi sosial sebuah keluarga
(World Health Organization, 2008; Pusdatin, 2018). Jika salah satu komponen tersebut
biasa terpenuhi, maka morbiditas dan angka permasalahan gizi bisa diturunkan (Mara
dkk, 2010), salah satunya stunting (balita pendek) yaitu permasalahan gizi yang dapat
timbul akibat sanitasi lingkungan yang tidak sehat (Fregonese dkk, 2017).

2.2.2 Model Sanitasi Lingkungan


Sanitasi lingkungan yang adekuat merupakan capaian target Pembangunan
Sustainable Development Goal's (SDG's) PBB ditahun 2030 yang telah diselenggarakan
di Indonesia pada program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Program
pendekatan pemerintah bertujuan untuk memperkuat upaya menyelenggarakan sanitasi
total berbasis masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2015; SDG, 2017). Ciri dari
lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bersih dan rapi, tidak terdapat genangan
air, sampah yang tidak berserakan, udara yang segar dan nyaman, tersedianya air bersih,
tersedianya jamban sehat, dan tidak terdapat vektor penyakit (Kementerian Kesehatan
RI, 2013). Kementerian Kesehatan RI memiliki panduan untuk menilai kelayakan
sanitasi lingkungan rumah agar dapat mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera
yang dituliskan dalam KEPMENKES RI No. 852/MENKES/SK/IX/ 2008 menyebutkan
sarana sanitasi lingkungan rumah tangga meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan
sampah, sanitasi jamban dan sarana saluran pembuangan air limbah rumah tangga
(Kementerian Kesehatan RI, 2015).
1. Sarana Air Bersih
Air adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari. Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan
kesehatan. Fungsi terpenting dari sistem penyediaan air bersih adalah
pencegahan penyebaran penyakit melalui air (Majelis Ulama Indonesia,
2016). Sumber air yang digunakan oleh masyarakat Indonesia berasal dari
sumur, sumber mata air, sumur bawah tanah, atau didapatkan dari perusahaan
penyediaan air milik Negara (Sarana Multi Infrastruktur, 2019). Kriteria air
yang dimaksud dalam sanitasi lingkungan tentu merupakan air bersih yang
memenuhi syarat kesehatan. Menurut Permenkes No. 416 tahun 1990 tentang
syarat dan pengawasan kualitas air, kualitas air yang memenuhi syarat
kesehatan meliputi pengawasan fisika, mikrobiologi, kimia dan radioaktif
Pengawan ini bertujuan untuk mencegah penurunan kualitas air, penggunaan
air yang mampu mengganggu dan membahayakan serta meningkatkan
kualitas air itu sendiri (Menkes RI, 1990).
Bentuk fisik dari air yang memenuhi syarat kesehatan adalah tidak berbau,
tidak mengandung zat padat terlarut, kekeruhan dari air, tidak berasa, suhu air
sesuai dengan suhu lingkungan sekitar dan tidak berwarna. Pada saat
pembuatan sarana air bersih, jarak minimal sumber air dengan jamban atau
tempat pembuangan sampah minimal 10 meter agar tidak terjadi pencemaran.
Indikator organisme yang dipakai sebagai parameter mikrobiologi
pencemaran air bersih dari tinja hewan dan manusia adalah bakteri. Parameter
kimia dibedakan menjadi kimia organik dan anorganik. Kimia anorganik
berupa logam, zat reaktif, zat berbahaya dan beracun lain yang mampu
mengikat oksigen. Zat radioaktif dapat menimbulkan efek kerusakan sel yang
menyebabkan kematian sel maupun. Perubahan komposisi genetik (Menkes
RI, 1990; Majelis Ulama Indonesia, 2016).
2. Sarana Pembuangan Sampah
Tempat sampah yang digunakan dalam lingkungan rumah dapat terbuat dari
kayu, batu bata, dan lain sebagainya. Tempat sampah yang diharapkan dalam
sanitasi sehat adalah memiliki penutup dan juga kedap dari air. Hal ini untuk
menghindari serangga atau binatang lain yang masuk ke tempat sampah
sehingga terjadi pencemaran lingkungan dan risiko penyebaran penyakit.
Tempat sampah. Sebaiknya mudah untuk dibersihkan sehingga mudah dalam
proses pembuangan sampah (Menkes RI, 2012; Menkes RI, 2014).
3. Sarana Jamban
Jamban atau sarana pembuangan kotoran manusia (tinja) merupakan tempat
yang aman dan nyaman digunakan untuk buang air besar. Keberadaan jamban
selain harus nyaman dan aman tetapi juga memenuhi syarat-syarat kesehatan
untuk mencegah penularan penyakit, khususnya dalam usaha pencegahan
penularan penyakit saluran pencernaan. Jamban keluarga didefinisikan suatu
bangunan yang diperlukan untuk membuang tinja/ kotoran mamusia pada
keluarga. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan
kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam
mencemari tanah dan sumber air. (Purnama, S, 2017, Sarana Multi
Infrastruktur, 2019)
Jamban yang sehat memiliki 5 kriteria diantaranya, mencegah kontaminasi air,
mencegah kontak tinja dengan mamisia, mencegah tinja agar tidak dihinggapi
serannga maupun binatang lain, dan memiliki konstruksi yang aman untuk
digunakan. Jamban yang sehat berbentuk permanen ataupun non permanen
selama masih mengikuti 5 kriteria tersebut bisa dikategorikan sebagai jamban
yang sehat. Walaupun jamban sehat juga bisa bersifat non permanen karna
memiliki umur pemakaian yang singkat sehingga lama kelamaan jamban non
permanen dapat menjadi jamban yang tidak sehat. Bangunan jamban terdiri
dari tiga bagian utama yaitu rumah jamban, dudukan atau slab, dan tempat
penampungan tinja. Ketika membangun rumah jamban, perlu diperhatikan
sirkulasi udara didalamnya, mampu meminimalkan gangguan cuaca, nidah
diakses pada malam hari serta memiliki fasilitas penampungan air. Dudukan
atau slab yang baik memiliki penutup sehingga mencegah binatang atau
serangga masuk didalamnya. Slab juga harus memperhitungkan keamanan
penggunaannya sehingga saat dipakai tidak licin, midah runtuh, dan mampu
melindungi dari bau.
4. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Air limbah dalam rumah tangga terdiri dari dua jenis yaitu grey water dan
black water. Grey water merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan air
dari kamar mandi Grey water bisa disebut juga dengan sullage Black water
merupakan campuran feses, urin, dan air bilasan toilet yang banyak
mengandung mikroba pathogen (Tendean dkk, 2014). Pembuangan air limbah
rumah tangga dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu langsung disahakan
jauh dari daerah tempat tinggal dan menyalurkan langsung ke alam tanpa
diolah sebelumnya Namun, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi jika
air limbah langsung dibuang ke alam yaitu tidak mengotori sumber air minum,
tidak menjadi tempat perkembang biak penyakit, dan tidak menggangu hajat
hidup orang lain seperti menimbulkan bau atau merusak keindahan Air limbah
sebaiknya tidak langsung dibuang ke sungai namun terlebih dahulu disalurkan
ke penampungan induk dalam keadaan tertutup sehingga akan mengurangi
pencemaran baik dalam segi bau maupun bahan kimia dan patogen yang
terkandung didalanmya (Menkes RI 2014; Purnama, S,

2.3 Pengaruh Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Stunting pada Balita


Status gizi balita adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi. Beberapa faktor penyebab status gizi balita dapat digolongakan menjadi
penyebab langsung yaitu konsumsi makanan dan penyakit infeksi sedangkan penyebab
tidak langsung yaitu ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh anak, sanitasi
lingkungan, pelayanan kesehatan, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu,
jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan kemiskinan (Augsburg dan Lesmes,
2018). Sanitasi lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi.
Gizi kurang dan infeksi kedua-duanya bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak
sehat dengan sanitasi buruk (Fregonese dkk., 2016). Schmidt (2014) menyatakan dalam
penelitiannya, rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan memicu gangguan
pencernaan, yang membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh
terhadap infeksi (Schmidt, 2014).
Sanitasi dan kebersihan lingkungan yang buruk memicu risiko gangguan saluran
pencernaan pada anak karna nutrisi sulit diserap oleh tubuh. Nafsu makan seorang anak
yang berkurang akan membuat asupan gizi lebih rendah dan berdampak pertumbuhan otak
yang buruk. Selanjutnya dalam penelitian Kavosi dkk. (2014) juga menyatakan
ketersediaan air bersih berhubungan dengan kebiasaan buang air besar. Air yang bersih
mencegah perkembangan penyakit yang secara bersama-sama dengan sanitasi dan
kebersihan mempengaruhi kesehatan status gizi terutama gizi kurang (Kavosi dkk., 2014).
Balita yang meminum air tanpa di olah peluang terjadinya stunting tiga kali lebih besar
daripada balita dengan lingkungan sanitasi jamban yang buruk (Hammer dan Spears, 2016)
Sanitasi lingkungan keluarga berhubungan dengan berjalannya fungsi perawatan kesehatan
keluarga. Pada fungsi perawatan kesehatan keluarga terdapat pemenuhan sarana sanitasi
lingkungan keluarga yang akan berpengaruh dengan status gizi anak (Friedman dkk., 2010).

Faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil
dan tumbuh kembang anak karena anak di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai
infeksi dan penyakit. Paparan terus menerus terhadap kotoran manusia dan hewan dapat
menyebabkan infeksi bakteri kronis. Infeksi tersebut disebabkan oleh sanitasi yang buruk
dan praktik kebersihan yang buruk, sehingga nutrisi sulit diserap oleh tubuh. Sanitasi dan
kebersihan lingkungan yang rendah memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat
energi untuk pertumbuhan dialihkan ke daya tahan tubuh terhadap infeksi (Sugeng Wiyono,
2019).
Anak yang mengalami penyakit infeksi dapat menyebabkan mereka tidak merasa
lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori
yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Anak yang memiliki penyakit infeksi
akan menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh dalam mengabsorpsi zat-zat yang
dibutuhkan tubuh untuk perbaikan jaringan yang rusak, membentuk sel-sel baru dan sumber
energi tidak tersedia secara adekuat. Dampak lain dari penyakit infeksi adalah penggunaan
energi yang berlebih dari tubuh untuk mengatasi penyakit bukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan, sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak
(Linda Marni, 2020).

Hal penting yang menjadi pengaruh sanitasi lingkungan yang buruk meliputi akses air
bersih yang tidak memadai, penggunaan fasilitas jamban yang tidak sehat dan perilaku
higiene mencuci tangan yang buruk berkontribusi terhadap peningkatan penyakit infeksi
seperti diare, Environmental Enteric Dysfunction (EED), cacingan. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan linear serta dapat meningkatkan kematian pada
balita.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan keterkaitan hubungan dua variabel yang akan diteliti yaitu
sanitasi lingkungan keluarga (variabel independen) dan kejadian stunting (variabel dependen).

Gambar 3.1: Kerangka Konseptual


Keterangan:

: diteliti : tidak diteliti

Berdasarkan kerangka konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan


terdapat 4 indikator yaitu sarana air bersih, sarana pembuangan sampah, sarana
jamban, dan sarana pembuangan air limbah (SPAL) serta kejadian stunting dapat
ditentukan berdasarkan z-score. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut
pengaruh sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting pada balita.

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah yang
masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan
kajian kerangka konseptual penelitian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
𝐻1 : Ada pengaruh sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting pada balita.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain dalam penelitian ini menggunakan desain analitik observasional
dengan pendekatan cross-sectional. Dimana peneliti pada penelitian ini
mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh antara sanitasi lingkungan sebagai
variabel independen terhadap kejadian stunting pada balita sebagai variabel
dependen pada satu waktu pengamatan.

4.2 Kerangka Penelitian

Studi Pustaka

Studi Pendahuluan

Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting pada balita

Identifikasi variabel
independen dan dependen

Populasi
Keluarga yang memiliki balita

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Sampling
Teknik non probability sampling,
metode consecutive sampling
Sampel
Total sampling yang memenuhi kriteria inklusi penelitian

Pengumpulan data
- Menggunakan kuesioner tentang karakteristik
responden
- Menggunakan kuesioner sanitasi lingkungan
- Kuisioner perhitungan status gizi balita menggunakan
aplikasi WHO AnthroPlus dengan mengukur tinggi
badan

Pengolahan dan analisis data


dengan uji Chi-Square

Hasil Penelitian

Penarikan Kesimpulan

𝐻0 : Tidak ada pengaruh 𝐻1 : Ada pengaruh


sanitasi lingkungan sanitasi lingkungan
terhadap kejadian terhadap kejadian
stunting pada balita. stunting pada balita.

Bagan 4.2 Kerangka Penelitian Pengaruh Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Stunting Balita
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah totalitas atau keseluruhan objek yang diteliti yang
ciricirinya akan diduga atau ditafsir. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga
dengan balita 0-5 tahun di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.

4.3.2 Sampel Penelitian


Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat memberikan data atau
informasi yang dibutuhkan secara langsung. Sampel dalam penelitian ini adalah
keluarga yang memiliki balita di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang dan
memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi dalam penelitian.

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability
sampling yaitu consecutive sampling artinya sampel yang diambil adalah seluruh
subjek yang diamati dan memenuhi kriteria pemilihan sampel yang kemudian
dimasukkan dalam sampel sampai besar sampel yang diperlukan terpenuhi. Adapun
dalam penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1) Keluarga yang memiliki balita dengan usia 0-5 tahun
2) Keluarga yang bertempat tinggal bersama balita.
Kriteria eksklusi yaitu:
1) Keluarga yang memenuhi kriteria inklusi tidak bersedia menjadi responden
2) Orang tua yang tidak berkomunikasi dengan baik dan mengalami gangguan
pendengaran
3) Responden yang saat balita sakit, balita dengan kelainan ekstremitas bawah atau
kelainan bawaan lainnya, balita pindah dan balita yang tidak terdaftar.
Pada penelitian ini, sampel yang terindikasi yaitu dari 150 keluarga dengan balita, diantaranya terdapat 28 orang keluarga
tidak bersedia menjadi responden; 65 balita tidak terdaftar di posyandu; 76 balita telah lulus posyandu; 32 balita pindah
tempat tinggal dan 16 balita memiliki kelainan bawaan. Pendekatan menggunakan cross-sectional dalam kurun waktu,
sehingga besar sampel terakhir dalam penelitian ini dengan consecutive sampling yaitu sebesar 393 keluarga dengan balita
usia 0-5 tahun.

4.4 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah pendefinisian variabel pada penelitian sehingga peneliti dapat mengumpulkan
informasi yang memiliki kaitan dengan konsep penelitian. Selain itu pada definisi operasional dapat dilakukan pengukuran
maupun diteliti oleh peneliti lamanya.

No. Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Hasil Ukur Skala


1. Variabel Status kesehatan a. Sarana air bersih Kuesioner sanitasi Kategori Penilaian: Ordinal
independen: pada suatu b. Sarana lingkungan 1 = Lingkungan sehat:
Sanitasi lingkungan yang pembuangan
jika total nilai 1068-
Lingkungan berpengaruh kepada sampah
Keluarga perkembangan fisik, c. Sarana jamban 1200.
kesehatan dan d. Sarana saluran 2 = Lingkungan tidak
keberlangsungan pembuangan air
sehat: jika total nilai <
hidup manusia yang limbah rumah
hidup dalam satu tangga (SPAL) 1068.
lingkup atap rumah.
2. Variabel Masalah gizi kronis Pengukuran tinggi - Length board (> 12 1 = Stunting; Z-score Ordinal
dependen: yang disebabkan badan/umur (TB/U) s/d ≤ 24 bulan) TB/U < -2 SD.
oleh asupan gizi < -2 SD
Kejadian - Microtoise (> 24 s/d 2 = Tidak stunting; Z-
yang kurang dalam
stunting pada waktu cukup lama ≤ 60 bulan) score TB/U ≥ -2 SD
balita akibat pemberian s/d +2 SD.
makanan yang tidak
sesuai dengan
kebutuhan gizi.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2021 dan waktu yang diperlukan untuk penelitian ini
kurang lebih 3 bulan dimulai dari persiapan penelitian, pengambilan data, hingga penulisan laporan akhir.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitan merupakan sarana atau fasilitas yang peneliti dapat
menggunakannya untuk pengumpulan data sehingga mendapatkan hasil yang baik, detail,
serta lebih mudah untuk mengolah (Sodik, 2015: 78). Pada instrumen penelitian terdapat
dua hal penting yaitu valid dan reliabel (Sodik, 2015: 84). Jenis instrumen yang digunakan
adalah kuisioner. Kuissioner merupakan sarana untuk mengumpulkan data yang berisi
pertanyaan yang kemudian responden akan mengisi atau menjawab. Kuisioner digunakan
untuk mengukur variabel yang bersifat faktual, serta untuk mendapatkan informasi ya g
dibutuhkan pada penelitian (Mulyono, 2008: 64).

4.6.1 Kuisioner Karakteristik Responden


Kuesioner karakteristik responden yang digunakan berisi data karakteristik
keluarga (jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah
anggota keluarga dan jumlah anak) dan karakteristik balita (umur, jenis kelamin dan tinggi
badan balita). Bentuk pertanyaan di dalam kuesioner karakteristik responden sebagian
berupa checklist untuk memudahkan responden dalam memilih jawaban yang tepat.

4.6.2 Kuisioner Sanitasi Lingkungan


Kuesioner sanitasi lingkungan yang digunakan adalah kuesioner dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang telah diadaptasi oleh Laili (2018). Alat
ukur sanitasi terdiri dari 3 sub skala yaitu komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku
penghuni) dengan 17 item pertanyaan. Penilaian keefektifan sanitasi lingkungan
dilakukan dengan memberi nilai pada masing-masing kategori jawaban. Hasil penilaian
didapatkan dengan cara mengalikan nilai dengan bobot (yang telah ditetapkan) per
masing-masing sub skala (Nilai x Bobot). Nilai sudah dikategorikan dari masing-masing
pertanyaan dan sudah terlampir dalam lembar kuesioner, bobot adalah patokan dari
masing-masing kriteria dan sudah terlampir dalam lembar kuesioner (Laili, 2018). Skor
total yang didapatkan dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu lingkungan sehat (1068-
1200) dan tidak sehat (<1068). Kuesioner yang digunakan ini telah terbukti reliable dan
valid. Jadi seluruh pertanyaan kuesioner dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

4.6.3 Kuesioner Perhitungan Status Gizi Balita dengan Aplikasi AnthroPlus


Tool-2018
Kuesioner ini untuk mengetahui status gizi balita berisi tentang data balita
berupa usia, tanggal lahir dan tinggi badan balita. Penelitian ini memfokuskan pada
kejadian stunting pada balita, sehingga indikator yang digunakan yaitu TB/U untuk
menghitung z-score. SOP pengukuran TB menggunakan Standar Operasional Prosedur
(SOP) dari Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Penelitian ini menggunakan
teknik pengukuran antropometri yaitu panjang badan ataupun tinggi badan atau panjang
badan (Iqbal dan Puspaningtyas, 2018). Pengukuran tinggi badan lebih dari 85 cm
menggunakan staturemeter dengan posisi berdiri. Pada bayi yang memiliki panjang
badan kurang dari 85 cm menggunakan alat papan kayu dengan posisi tidur. Hasil ukur
perhitungan tinggi badan kemudian diinput dalam software AnthroPlus WHO 2018 yang
nantinya akan dikonversikan menjadi z-score. WHO AnthroPlus software adalah
perangkat lunak yang dikembangkan WHO untuk memfasilitasi penerapan pemantauan
pertumbuhan dan pengembangan motorik pada individu dengan populasi balita (usia 0-
60 bulan) dan anak-anak (usia 61 bulan-19 tahun). Data pengukuran selanjutnya
diklasifikasikan menggunakan standar baku dari WHO-NCHS berdasarkan tinggi badan
menurut usia sehingga nanti dapat melihat status gizi balita khususnya balita stunting
(World Health Organization, 2009).

4.7 Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas adalah tingkat keandalan dan kesasihan alat ukur yang digunakan
dalam penelitian untuk mendapatkan data valid atau dapat digunakan untuk mengukur hal
yang seharusnya di ukur. Instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar
tepat untuk mengukur apa yang hendak diukur. Kuisioner Pengaruh Sanitasi Lingkungan
Terhadap Kejadian Stunting pada Balita in-valid dengan menggunakan kuisioner melalui
google form.

Menurut Sugiyono (2016) uji reliabilitas merupakan uji yang digunakan untuk
mengatur ketepatan suatu ukuran atau alat pengukur kehandalannya. Suatu ukuran atau alat
ukur yang dapat dipercaya harus memiliki reliabilitas yang tinggi. Uji Reliabilitas
menunjukkan kepada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat
digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas
menunjukkan pada tingkat keandalan (dapat dipercaya) dari suatu indikator yang digunakan
dalam penelitian.

4.8 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.
Langkah-langkah dalam pengumpuan data bergantung pada rancangan penelitian
dan teknik instrumen yang digunakan (Nursalam, 2015). Urutan yang dilakukan
peneliti dalam tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut:
4.8.1. Tahap Persiapan
a. Membuat proposal penelitian yang berjudul “Pengaruh Sanitasi
Lingkungan Terhadap Kejadian Stunting pada Balita”.
b. Mempersiapkan kuisioner tentang pengetahuan masyarakat terhadap
kepatuhan vaksinasi.
c. Mempersiapkan lembar persetujuan atau inform consent.
d. Mempersiapkan instrumen yang berupa kuisioner kepatuhan vaksinasi.
e. Mempersiapkan alat yang akan digunakan berupa google form.
f. Pengambilan sampel.

4.8.2. Tahap Pelaksanaan


a. Sebelum memulai kegiatan, peneliti menyebarkan inform consent pada
seluruh responden.
b. Peneliti mendata responden yang menyetujui untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
c. Peneliti melakukan pengambilan sampel sesuai kriteria dan memproses
menggunakan metode metode Consecutive Sampling.
d. Setelah mendapat sampel yang diinginkan, responden akan dimasukkan
ke dalam grup whatsapp yang telah disiapkan.
e. Peneliti membagikan kuesioner ke grup yang sudah responden tersebut.
f. Peneliti mengecek kuisioner yang telah dikumpulkan oleh responden.

4.9 Pengelolahan Data

Prinsip pengolahan data dibagi beberapa tahap:


a. Editing
Tahap ini meliputi pemeriksaan kembali terkait kelengkapan lembar
karakteristik responden, kuesioner sanitasi lingkungan keluarga, kuesioner
status gizi balita dan hasil pengukuran tinggi badan balita. Jika ada bagian yang
belum terisi maka peneliti akan meminta responden untuk melengkapi.
b. Coding
Peneliti memberikan kode pada setiap jawaban responden, serta
mengelompokkan data yang terdiri dari karakteristik responden dan kedua
variabel (sanitasi lingkungan keluarga dan kejadian stunting). Data karakteristik
responden yang diberikan coding yaitu, jenis kelamin: laki-laki (1) dan
perempuan (2); tingkat pendidikan orang tua: tidak sekolah (1), tamat SD/
Sederajat (2), tamat SMP/ Sederajat (3), tamat SMA/ Sederajat (4), Diploma/
Sarjana (5), Lainnya(6); pekerjaan: tidak bekerja (1), ibu rumah tangga (IRT)
(2), buruh (3), petani (4), wiraswasta (5), PNS (6); pendapatan keluarga: <
UMK Rp. 2.170.917,80 (1), ≥ UMK Rp. 2.170.917,80 (2); jumlah anggota
keluarga: < 4 anggota (1), > 4 anggota (2) dan jumlah anak: < 2 anak (1), > 2
anak (2). Data karakteristik balita yang diberikan coding yaitu, jenis kelamin
yaitu laki–laki (1) dan perempuan (2). Data dari kedua variabel diantaranya: 1)
Variabel sanitasi lingkungan keluarga dibagi menjadi 2 kategori, lingkungan
sehat (1) dan lingkungan tidak sehat (2); 2) Variabel kejadian stunting
berdasarkan tinggi badan/umur yaitu stunting (1) dan tidak stunting atau normal
(2).
c. Processing/ Entry
Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel SPSS untuk
mempermudah penyajian dan pengolahan data penelitian.
d. Cleaning
Data yang sudah dimasukkan dalam SPSS kemudian diperiksa kembali untuk
memeriksa kemungkinan terjadi kesalahan dalam memasukan data sehingga
kebenaran ketepatan analisis data dapat diketahui.
e. Cleaning
Data yang sudah dimasukkan dalam SPSS kemudian diperiksa kembali untuk
memeriksa kemungkinan terjadi kesalahan dalam memasukan data sehingga
kebenaran ketepatan analisis data dapat diketahui.
4.10 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan data yang sudah terkumpul lalu diolah menggunakan
metode statistik. Data yang sudah diperoleh kemudian diproses dan diolah menggunakan
aplikasi SPSS. Analisis deskriptif pada data kategorik menggunakan jumlah dan persentase,
yaitu tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jenis kelamin anak. Lebih lanjut,
data hasil kategori skor akhir sanitasi lingkungan keluarga (lingkungan sehat dan
lingkungan tidak sehat), serta kategori stunting (stunting dan tidak stunting) juga diukur
jumlah dan persentasenya. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh santasi
lingkungan terhadap kejadian stunting pada balita. Analisa data bivariat yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu Chi-Square dengan cut point αlpha <0,05.

4.11 Etika Penelitian


Etika penelitian berkaitan dengan beberapa norma, yaitu norma sopan-santun yang
memperhatikan konvensi dan kebiasaan dalam tatanan di masyarakat, norma hukum
mengenai pengenaan sanksi ketika terjadi pelanggaran, dan norma moral yang meliputi
itikad dan kesadaran yang baik dan jujur dalam penelitian (NA Mooaware, 2017). Untuk
memenuhi aspek etika penelitian, peneliti telah mendapat ethical clearance dari Dinas
Kesehatan setempat dan penelitian dengan judul “Pengaruh Sanitasi Lingkungan Terhadap
Kejadian Stunting pada Balita” dinyatakan layak etik, sesuai pedoman etika international
untuk riset yang berhubungan dengan kesehatan yang melibatkan manusia.
1. Informed Consent
Jika ingin menghormati prinsip etik yang pertama, sebelum penelitian
dilaksanakan tim peneliti harus memberikan penjelasan yang memadai
(inform) dengan bahasa atau cara yang mudah dimengerti kepada semua
subjek atau wakil sah dari subjek, meminta persetujuan dari setiap
subjek yang akan diikutsertakan sebagai subjek penelitian. Persetujuan
tersebut dikenal sebagai Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP, Informed
Consent). Hal ini bertujuan untuk menjamin semua subjek memahami
tujuan penelitian yang dilakukan serta resiko dan keuntungan yang
mungkin akan dialaminya serta hak dan kewajibannya,setelah dia
mendapatkan informasi/penjelasan secara menyeluruh mengenai uji
klinik tersebut PSP didokumentasikan secara tertulis, ditandatangani dan
diberi tanggal saat lembar persetujuan tersebut ditandatangani.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Anonimity menjelaskan menjaga kerahasiaan identitas responden,
peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan
data atau kuesioner yang diisi oleh responden. Identitas responden
dirahasiakan dan diberi kode tertentu sehingga bukan nama terang
responden, peneliti hanya mencatumkan kode yang akan dilampirkan
dalam hasil penelitian, kesesuaian nama responden dan kode tersebut
hanya diketahui peneliti.
3. Kerahasiaan (Confiedentiality)
Kerahasiaan informasi yang sudah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang diperoleh pada hasil
penelitian. Peneliti tidak menuliskan nama responden dalam lembar
kuesioner yang diberikan untuk menjaga kerahasiaan serta seluruh
informasi yang diberikan oleh responden. Responden dapat mengisi
lembar kuesioner dengan sejujur-jujurnya.
DAFTAR PUSTAKA

Putra, P. A. B., & Suariyani, N. L. P. (2021). Pemetaan Distribusi Kejadian dan Faktor
Risiko Stunting di Kabupaten Bangli Tahun 2019 dengan Menggunakan Sistem
Informasi Geografis. Health, 72.
Wiyono, S., Burhani, A., Harjatmo, T. P., Astuti, T., & Zulfianto, N. A. (2019). The Role
Sanitation to Stunting Children Age 6-35 Months, Purwojati Subdistrict, Banyumas
District, Central Java, Indonesia. Int J of Community Medicine and Public
Health, 6(1), 82-88.
Marni, L. (2020). Dampak Kualitas Sanitasi Lingkungan Terhadap Stunting. Jurnal
Stamina, 3(12), 865-872.
Cynthia, C., Suryawan, I. W. B., & Widiasa, A. M. (2019). Hubungan asi eksklusif dengan
kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di rsud wangaya kota denpasar. Jurnal
Kedokteran Meditek, 25(1), 29-35.
Rah, J. H. et al.2015. ‘Household Sanitation and Personal Hygiene Practices are
Associated with Child Stuntingin Rural India: A cross- Sectional Analysis of
Surveys’, BMJ Open, 5(2). doi: 10.1136/bmjopen-2014-005180.
Rahayu, B. and Darmawan, S. 2019. ‘Hubungan Karakteristik Balita, Orang Tua, Higiene
Dan Sanitasi Lingkungan Terhadap Stunting Pada Balita’, Binawan Student
Journal,1(1), pp.22–27. Available at: http://journal.binawan.ac.id/bsj/article/view/46
Adriany, F. et al. 2021. ‘Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Pengetahuan dengan Kejadian
Stunting pada Balita di Wilayah Puskesmas Rambah’, Jurnal Kesehatan Global, 4(1),
pp.17–25. doi: 10.33085/jkg. v4i1.4767
Irianti, S. et al.2019. ‘The Role of Drinking Water Source, Sanitation,and Solid Waste
Management in Reducing Childhood Stuntingin Indonesia’, IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science, 344(1). doi: 10.1088/1755-1315/344/1/012009.
Apriluana, G. and Fikawati, S. 2018. ‘Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian
Stunting pada Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara’, Media
Litbangkes, 28(4), pp. 247–256. Available at:
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/mpk/article/view/472/537.
Vilcins, D., Sly, P. D. and Jagals, P. 2018. ‘Environmental Risk Factors Associated
with Child Stunting: A Systematic Review of the Literature’, Annals of Global
Health, 84(4), pp. 551–562. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6748290/pdf/agh-84-4-2361.pd.
WHO.2018. Reducing StuntingIn Children: Equity considerations for achieving the
Global Nutrition Targets 2025, World Health Organization. Genevq.
Availableat:https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/260202/9789241513647-
eng.pdf?sequence=1.
Torlesse, H. et al.2016. ‘Determinants of stuntingin Indonesian children: Evidence from a
cross-sectional survey indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene
sector in stunting reduction’, BMC Public Health, 16(1), pp. 1–12. doi:
10.1186/s12889-016-3339-8.
Kemenkes RI. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Balita Pendek
di Indonesia, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Widyaningrum, D. A., & Romadhoni, D. A. (2018). Riwayat anemia kehamilan dengan
kejadian stunting pada balita di Desa Ketandan Dagangan Madiun. Medica Majapahit
(JURNAL ILMIAH KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MAJAPAHIT), 10(2).
Yuliana, W., ST, S., Keb, M., & Hakim, B. N. (2019). Buku Darurat stunting dengan
melibatkan keluarga. Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.
Arum, I., Satiti, D., & Amalia, W. (2020). Optimalisasi Peran Kader dalam Prgram “Generasi
Bebas Stunting” di Desa Bendosari, Kecamatan Pujon. In Jurnal Akses Pengabdian
Indonesia) (Vol. 5, Issue 1).
Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI,
301(5), 1163–1178.
Mukaramah, N., Wahyuni, M., & Muhammadiyah Kalimantan Timur, U. (n.d.). Hubungan
Kondisi Lingkungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Rt 08, 13 dan 14 Kelurahan
Mesjid Kecamatan Samarinda Seberang 2019 (Vol. 1, Issue 2).
Penulis, K., Dewa, I., Supariasa, N., Purwaningsih, H., Kementrian, P., Malang, K., Penelitian,
B., Daerah, P., Malang, K., Timur, J., Kh, J. L., & Salim, A. (2019). FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN Stunting PADA BALITA DI KABUPATEN
MALANG. http://ejurnal.malangkab.go.id/index.php/kr

Anda mungkin juga menyukai