LP DAN ASKEP DEA AMELIA MEILANI - Ners A

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. A DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


AKIBAT HEMATEMESIS MELENA
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT II SARTIKA ASIH

Diajukan Untuk Memenuhi Praktik Pembelajaran Lapangan Salah Satu Mata Kuliah
Keperawatan Dasar Profesi

Disusun Oleh

DEA AMELIA MEILANI


321009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2021
A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses

atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya

perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada

lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar

kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-

merahan dan bergumpal-gumpal (Priswanto, I. 2016).

Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami

muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan

berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang

terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat

darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk

Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus,

gastritis erosif atau ulkus peptikum manusia, sistem pencernaan mengolah

makanan atau asupan yang masuk untuk diubah menjadi zat-zat yang

diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, sistem pencernaan yang terdiri dari

organ-organ tersebut harus tetap terjaga agar dapat menjalankan fungsinya

secara optimal ( Fadila, M.N. 2015).

2. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1. sistem pencernaan manusia

Sumber : (Scanlon & Sanders, 2007 : 371)

Berikut Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia:

Saluran pencernaan menerima makanan dari luar dan mempersiapkan

bahan makanan untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan

(mengunyah, menelan, dan penyerapan) dengan bantuan zat cair yang terdapat

mulai dari mulut sampai ke anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah

menyediakan zat nutrusi yang sudah dicerna secra berkesinambungan untuk

didistribusikan ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur air,

elektrolit, dan zat gizi. Sebelum zat gizi ini diserap oleh tubuh, makanan harus

bergerak sepanjang saluran pencernaan. Sumber : (Scanlon & Sanders, 2007

: 371)
1. Mulut

Merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang letaknya meluas

dari bibir sampai istimus fausium yaitu perbatasan mulut dengan faring.

Mulut terdiri dari bagian vestibulum oris dan kavum oris propia. Waktu

kita mengunyah gigi memecah makanan menjadi bagian kecil-kecil.

( I Gusti Ayu Triagustina, 2014 : 242 )

2. Tenggorokan ( Faring)

Adalah organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan,

panjangnya ±12 cm. Letaknya tegak lurus antara basis kranii setinggi

vertebra servikalis IV ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Organ

yang terpenting didalam faring adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjer limfe

yang banyak mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap

infeksi, menyaring dan mematikan bakteri/ mikroorganisme yang masuk

melalui jalan pencernaan dan pernapasan.

( I Gusti Ayu Triagustina, 2014 : 242 )

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring,

panjangnya ±25 cm dengan posisi mulai dari tengah leher sampai ujung

bawah rongga dada di belakang trakea. Sekresi esofagus bersifat mukoid

yaitu memberi pelumas untuk pergerakan makanan melalui esofagus, pada

peralihan esofagus ke lambung terdapat sfingter kardiak yang dibentuk

oleh lapisan otot sirkuler esofagus, Gerakan inilah yang membantu

mendorong makanan dari rongga mulut ke lambung, lebih kurang selama

6 detik. ( I Gusti Ayu Triagustina, 2014 : 242 )


4. Lambung

Sebuah kantong muskular yang letaknya antara esofagus dan usus halus,

sebelah kiri abdomen, dibawah diafragma bagian depan pankreas dan

limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena

adanya gerakan peristaltik, terutama didaerah epigaster. Variasi dari

bentuk lambung sesuai dengan jumlah makanan yang masuk, adanya

gelombang peristaltik tekanan organ lain, dann postur tubuh.Lambung

berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk

mencampur makanan dengan enzim-enzim. ( I Gusti Ayu Triagustina,

2014 : 242 )

5. Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya ±6 m dan

merupakan saluran pencernaan paling panjang. Bentuk dan susunannya

berlipat-lipat melingkar, makanan dapat masuk karena adanya gerakan

yang memberikan permukaan yang lebih luas. Pada ujung dan pangkalnya

terdapat katup, intestinum minor terletak dalam rongga abdomen dan

dikelilingi oleh usus besar. (Scanlon & Sanders, 2007 : 371)


Gambar 2.2 : Anatomi Usus

Sumber : (Scanlon & Sanders, 2007 : 371)

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),

usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum)

5. Usus Besar

Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas

atau berdiameter besar dengan panjang 1,5-1,7 m dan berpenampang 5-6

m. Usus . Usus besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon

transversum, Kolon desendens (kiri). Kolon sigmoid (berhubungan dengan

rektum). Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat

penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari

usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. :

(Scanlon & Sanders, 2007 : 371)

Gambar 2.3 : Anatomi Usus Besar

Sumbernya : (Scanlon & Sanders, 2007 : 371)


6. Usus Buntu

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah

anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta

bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada

mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora

memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki

sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai

cacing.

7. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan

membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi

rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam

bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung

buntu tabung yang menyambung dengan caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang

dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2

sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai

cacing bisa berbeda – beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang

jelas tetap terletak di peritoneum. (Scanlon & Sanders, 2007 : 371)

8. Rektum dan anus

Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari


pertengahan sakrum sampai kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga

pelvis didepan os sakrum dan os koksigis.

Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berhubungan

dengan dunia luar terletak didasar pelvis, didindingnya diperkuat oleh

sfingter ani yang terdiri dari ; sfingter ani internus, sfingter levator ani,

sfingter ani eksternus.

Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan fese masuk ke dalam rektum,

dinding rektum akan meregang dan menimbulkan impuls aferen di

salurkan melalui pleksus mesentrikussehingga menimbulkan gelombang

peristaltik pada kolon desenden dan kolon sigmoid akan mendorong feses

ke arah anus. ( I Gusti Ayu Triagustina, 2014 : 242 )

9. Pankreas

Pankreas merupaakan organ lunak yang berjalan miring dan menyilang

dinding posterior abdomen pada regio epigastrium, terletak dibelakang

lambung dan terbentang dari duodenum sampai ke limpa. Pankreas

merupakan kelenjer eksorin dan kelenjer endokrin. Kelenejr eksorin

menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis

protein, lemak dan karbohidrat. Sedangkan, kelenjer endokrin

menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan

penting pada metabolisme karbohidrat. ( I Gusti Ayu Triagustina, 2014 :

242 )

10. Hati

Hati merupakan kelenjer aksesoris terbesar dalam tubuh berwarna coklat

dengan berat 1000-1800 gram. Hati terletak disebelah rongga perut bagian
kanan atas dibawah diafragma. Sebagian besar terletak pada region

hipokondria dengan region epigastrium. Hati adalah organ yang terbesar di

dalam badan manusia.( I Gusti Ayu Triagustina, 2014 : 242 )

11. Kandung Empedu

Kandung empedu (vesika fallea) adalah kantong berbentuk buah pir yang

terletak pda permukaan viseral diliputi oleh peritoneum kecuali bagian

yang melekat pada hati dan terletak pada permukaan bawah hati di antara

lobus dekstra dan kaudatus hati. Organ ini terhubungkan dengan hati dan

usus dua belas jari melalui saluran empedu. ( I Gusti Ayu Triagustina,

2014 : 242 )

3. Etiologi

Hematemesis terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan

melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.

Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml. Banyaknya darah

yang keluar selama hematemesis sulit dipakai sebagai patokan untuk

menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.

Hematemesis merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan

perawatan segera di rumah sakit. Etiologi dari Hematemesis melena adalah

sebagai berikut menerut ( Seo, R. A. 2019)

1. Kelainan esofagus

a) Varises esophagus

Penderita hematemesis yng disbabkan oleh pecahnya varises esophagus,

tidak mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat
perdarahan timbul spontan dan massif. Darah yang dimuntahkan berwarna

kehitamhitaman dan tidak embeku karena sudah bercampur dengan asam

lambung

b) Karsinoma eshopagus

Karsnoma eshopagus sering memberikan keluhan melena dari pada

hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,

hanya sesekali penderita muntah darah dan itu pun tidak massif.

c) Sindroma Mallory – Weiss

Suatu kondisi yang ditandai dengan robekan pada selaput lendir, yang

terletak dibawah kerongkongan. Robekan tersebut biasnya linear dan

muncul dipersimpangan yang menghubungkan esofagus dan lambung,

robekan tersebut rentan terhadap pendarahan. Biasanya disebabkan karena

terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus menerus.

d) Esofagitis dan tukak esophagus

Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermitten

atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena dari

pada hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan

perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.


2. Kelainan di lambung

a). Tukak lambung

Penderita mengalami dyspepsia berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan sebelum

hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang berhubungan dgn

makanan. Sifat hematemesis tidak begitu massif dan melena lebih dominan dari

hematemesis

b). Karsinoma lambung

Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan keluhan rasaapedih

dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang mengalami hematemesis,

tetapi sering melena.

4. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Lyndon (2014) tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada pasien dengan hematemesis melena diantaranya adalah :
a. Mual dan muntah dengan warna darah yang terang

Nausea atau mual merupakan sensasi psikis berupa kebutuhan untuk muntah
namun tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. Muntah terjadi
setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah yaitu
vomiting center (VC) di medula oblongata atau pada zona pemicu
kemoreceptor yang disebut chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang
berada di daerah medula yang menerima masukan dari darah yang terbawa
obat atau hormon. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal
(jaringan syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ.
Ujung syaraf dan syaraf-syaraf yang ada di dalam saluran pencernaan
merupakan penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan,
kembung dan tertundanya proses pengosongan lambung. Kemudian pusat
muntah (VC) akan distimulasi, dan bereaksi menyebabkan muntah.
Muntahan darah berwarna merah terang menunjukkan perdarahan baru
terjadi, sedangkan yang berwarna merah gelap, coklat atau hitam (warna
dan muntahan seperti ampas kopi) menandakan darah sudah tertahan lama
di lambung dan sudah tercerna sebagian.

b. Anoreksia

Anoreksia berarti kehilangan nafsu makan. Ini merupakan gejala gangguan


pencernaan dan terjadi dalam semua penyakit yang menyebabkan
kelemahan umum. Kondisi ini hasil dari kegagalan aktivitas di abdomen
dan sekresi cairan lambung karena vitalitas rendah yang, pada gilirannya,
dapat disebabkan oleh berbagai penyebab.
c. Disfagia

Disfagia atau sulit menelan merupakan kondisi dimana proses penyaluran


makanan atau minuman dari mulut ke dalam lambung akan membutuhkan
usaha lebih besar dan waktu lebih lama dibandingkan kondisi seseorang
yang sehat.

d. Feses yang berwarna hitam dan lengket

Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin dan warna hitam
ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Diperkirakan darah yang
muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna
sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam.
e. Perubahan hemodinamik seperti terjadi hipotensi, dan peningkatan nadi.
Perubahan hemodinamik terjadi akibat berkurangnya volume cairan di
dalam tubuh. Pentingnya pemantauan terus menerus terhadap status
hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda vital lain akan menjamin
early detection bisa dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mencegah
pasien jatuh kepada kondisi lebih parah.
f. Perubahan sirkulasi perifer seperti warna kulit pucat, penurunan kapilari
refill, dan akral teraba dingin.
g. Rasa cepat lelah dan lemah

Penurunan volume darah dalam jumlah yang cukup banyak akan


menyebabkan penurunan suplai oksigen ke pembuluh darah perifer
sehingga menyebabkan metabolisme menurun dan penderita akan
merasakan letih dan lemah.
5. Patofisiologi

Beberapa faktor penyebab non varises tersebut kebanyakan akan mengiritasi


mukosa lambung dan mengakibatkan peningkatan asam lambung sehingga
akan menyebabkan terjadinya ulserasi dan laserasi pada mukosa lambung.
Hal ini akan menyebabkan kerusakan dinding mukosa dan menimbulkan
perdarahan. Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak maka
akan menyebabkan penurunan volume darah sehingga penderita akan
mengalami kekurangan volume cairan yang ditandai dengan penurunan
tekanan nadi, peningkatan nadi, dan kelemahan. Penderita juga akan
mengeluh mual dan mengalami penurunan nafsu makan akibat peningkatan
asam lambung, selain itu penderita juga akan dipuasakan minimal hingga
perdarahan berhenti. Akibatnya, intake nutrisi yang masuk ke dalam tubuh
akan berkurang dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh menjadi tidak seimbang
(Sudoyo, 2009).

Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna


gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin
dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Diperkirakan
darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran
cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling
sedikit perdarahan sebanyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses
tetap berwarna hitam seperti ter selama 48-72 jam setelah perdarahan
berhenti, ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses
selama 7-10 hari setelah terjadinya perdarahan tunggal (Bararah dan Jauhar,
2013).

Ketika terjadi gangguan pada sistem pencernaan, beberapa protein dalam


makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh
bakteri-bakteri yang secara normal ada di dalam usus. Kemudian bakteri-
bakteri membuat unsur-unsur yang dilepaskan ke dalam usus, unsur-unsur ini
kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,
contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak.
Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus di dalam vena portal ke
hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi. Ketika unsur-
unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak akan
terganggu, disebut dengan hepatik ensefalopati atau koma hepatikum.
Gejala-gejala berupa sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi
atau melakukan perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, kejang dan
penurunan tingkat kesadaran. Sehingga apabila dibiarkan, hepatik
ensefalopati yang parah/berat akan menyebabkan koma dan kematian (Hadi,
2013).
a. Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena

jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan

(asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi berkaitan dengan

peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan

penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak

dapat mensekresi mucus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap

asam klorida.

b. Sekresi lambung

Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa :

1) Fase sefalik yaitu : fase yang dimulai dengan rangsangan

seperti pandangan, baau, atau rasa makanan yng bekerja pada

reseptorkortikal serebral yng paada gilirannya merangsang

sarafvagal
2) Fase lambung, yaitu : pada fase lambung dilepaskan asam

lambung dilepaskan sebagaiiakibat dri rangsangan kimiawi dan

mekanis terhadap resptor di dinding lambung, dan

3) Fase usus, yaitu makanan pada usus halus menyebabkan

pelepasan hormon yng pada waktunya akan merangsang

sekresi asam lambung.

c. Barier mukosa lambung

Merupakan pertahanan utama lambung tehdp pencernaan yng

dilakukan lambung ituusendiri. Faktor lain yang mempengaruhi

pertahanan mukosa adlh suplaidaraah , keseimbangan asamm basa,

integritasselmukosaa dan regenersiseelepiitel.

Seseorang mungkin akan mengalami ulkusbpeptikum karena satu dari

dua faktor ini, yaitu :

1) Hiperbsekresi asam lmbung

2) Kelemahan barier mukosa lambung. Apapun yang menurunkan

produksi mucus lambung atau merusak mukosa lambung

adalah ulserogenik ; salisilat, obat anti inflamasi non steroid,

alcohol dan obat antiinflamasi

d. Sindrom Zollinger-Ellison

Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan : hipersekresi getah

lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma dalam pancreas.

e. Ulkus Stres

Merupakan istiilah yng diberikan pad ulserasii mukosall akut dar

duodenal atau arealambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress


secara fisiologis. Kejadian stress misalnya ; luka bakar, syok, sepsis

berat dan trauma organ multipel (Nurarif, Amin dkk. 2015).


Zat kimia, obt-obatan golongan NSAID, alkohol

Kelainan di esofagus, kelainan di lambung

Iritasi mukosa lambung

Erosi mukosa lambung, Mual, Muntah, Anoreksia, Perdarahan,

Hematemesis Melena

Vol Intravaskular merangsang nosi Intake Nutrisi

menurun reseptor hipotalamus Adekuat menurun

Penurunan Hb agen cedera biologis


Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Transport O2 menurun
Nyeri

Cepat lelah kurang informasi


Keletihan

Gangguan
Kurang
Intoleransi perfusi
jaringan
pengetahuan
Kurang volume
cairan Resiko syok

( Nurafif, Amin dkk. 2015)


6. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan tinja

Mikroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada

intoleransi gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji

resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).

2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah : Hb menurun / rendah
b. SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran
dari sel yang mengalami kerusukan.
c. Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang.
d. Pemerikasaan CHE (kolinetrase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila tejadi kerusakan kadar CHE akan turun.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik
dan pembatasan garam dalam diet.
f. Peninggiaan kadar gula darah.
g. Pemeriksaan marker serelogi pertanda ureus seperti HBSAg,
HbeAg, dll.

3. Radiologi
a. USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites.
b. Esofagus untuk melihat pendarahan esofagus
c. Angiografi untuk mengukur vena portal. Bermanfaat untuk pasien-
pasien dengan perdarahan saluran cerna yang tersembunyi dari visual
endoskopik.
( Seo, R. A. 2019 )
7. Penatalaksanaan

a. Keperawatan

Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan

sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yng teliti dan

pertolongan yang lebih baik. Pengobatan meliputi :

1) Tiirah baaring

2) Diit makanan lunak

3) Pemeriksaan Hb, Ht

4) Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan luas

5) Pemberian cairan IV untuk mencegah dehidrasi

6) Pengawasan thd TD, N dan kesadaran bila perlu pasang CVP

7) Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan


mempertahankan kadar Hb 50-70 % nilai normal
8) Pemberian obat hemostatik seperti Vit K
9) Dilakukan klisma dengan air biasa dan pemberian antibiotik yang tidak
diserap usus
b. Medis

Menurut Bararah dan Jauhar (2013) penatalaksanaan pada pasien dengan


hematemesis melena diantaranya sebagai berikut:

1) Resusitasi cairan dan produk darah


a) Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar.
b) Lakukan penggantian cairan intravena dengan RL atau normal
saline.
c) Observasi tanda-tanda vital saat cairan diganti.
d) Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian
darah selain cairan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
golongan darah dan cross-match.
e) Penggunaan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ vital, seperti
dopamine, epineprin, dan norefineprine untuk menstabilkan
pasien.

2) Mendiganosa penyebab pendarahan


a) Dilakukan dengan endoskopi fleksibel.
b) Pemasangan selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat
pendarahan.
c) Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan
duodenum) untuk melihat adanya varises pada 1/3 distal esofagus,
kardia dan fundus lambung setelah hematemesis terjadi.
d) Angiografi apabila tidak terkaji melalui endoskopi.

3) Perawatan definitif
a) Terapi endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dilaksanakan sedini mungkin untuk
mengetahui secara tepat sumber perdarahan, baik yang berasal
dari esofagus, lambung, maupun duodenum.

b) Skleroterapi merupakan sebuah cara atau metode yang dipakai


untuk mengobati varises atau spider veins dengan cara
menyuntikkan cairan khusus ke pembuluh vena agar menyusut.
c) Bilas lambung
(1) Dilakukan selama periode pendarahan akut
(2) Bilas lambung dengan 1000-2000 ml air atau normal salin
steril dalam suhu kamar dimasukkan menggunakan
nasogastrotube (NGT) dan kemudian dikeluarkan kembali .
B. Bilas lambung dengan menggunakan es tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan perdarahan.
(1) Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar
menimbulkan vasokontriksi, setelah diabsorbsi lambung
(2) Pasien akan berisiko mengalami aspirasi lambung karena
pemasangan NGT dan peningkatan tekanan intragastrik
karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas.
Pemantauan distensi lambung dengan membaringkan pasien
kemudian meninggikan kepala agar mencegah refluk isi
lambung.
b) Pemberian pitresin
Pemberian pitresin dilakukan apabila bilas lambung atau
skleroterapi tidak berpengaruh, obat ini akan menurunkan tekanan
vena porta sehingga aliran darah akan menurun dengan dosis 0,2-
0,6 unit/menit. Pitresin juga akan menyebabkan kontriksi
pembuluh darah dan menyeimbangan cairan dalam tubuh.
c) Mengurangi asam lambung
Menurunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine
(H2) antagonistic seperti simetidin, ranitidine hidrokloride,
famotidin, dan antasida. Dosis tunggal akan menurunkan sekresi
asam selama hampir 5 jam.
2) Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aqua mephyton) 10
mg melalui im atau iv dengan lambat untuk mengembalikan masa
protombin menjadi normal.
3) Balon Tamponade
Sebaiknya balon tamponade dilakukan sesudah penderita tenang dan
kooperatif, sehingga bisa dijelaskan mengenai prosedur tindakan.
Terdapat bermacam-macam balon tamponade antara lain tube
sangstaken-blakemore, minnesoata, linton-nachlas yang mana dapat
berfungsi untuk mengontrol pendarahan gastrointestinal bagian atas
akibat varises esofagus.
4) Terapi Pembedahan
(a) Reseksi lambung (antrektomi)
(b) Gastrektomi
(c) Gastroenrostomi
(d) Vagotomi
(e) Operasi dekompresi hipertensi porta.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Smeltzer dan Bare (2013) serta Bararah dan Jauhar (2013)
penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
hematemesis melena antara lain sebagai berikut:
1) Pengaturan Posisi
a) Pasien dipertahankan istirahat sempurna, karena gerakan seperti
batuk akan meningkatkan tekanan intra abdomen sehingga
perdarahan berlanjut.
b) Meninggikan bagian kepala tempat tidur untuk mengurangi aliran
darah ke sistem porta dan mencegah refluk ke dalam esofagus.
2) Pemasangan NGT
Tujuannya adalah untuk aspirasi cairan lambung, bilas lambung
dengan air, serta pemberian obat-obatan seperti antibiotik untuk
menetralisir lambung.
3) Bilas Lambung
NGT harus diirigasi setiap 2 jam untuk memastikan
kepatenannya dan menilai perdarahan serta menjaga agar lambung
tetap kosong. Darah tidak boleh dibiarkan berada dalam lambung
karena akan masuk ke intestine dan bereaksi dengan bakteri
menghasilkan ammonia yang akan diserap ke dalam aliran darah
dan akan menimbulkan kerusakan pada otak.
4) Pengaturan Diit
Pasien dianjurkan untuk berpuasa sekurang-kurangnya sampai 24
jam setelah perdarahan berhenti. Penderita mendapat nutrisi secara
parenteral total sampai perdarahan berhenti. Setelah 24-48 jam
perdarahan berhenti, dapat diberikan diit makanan cair. Terapi total
parenteral yang dapat digunakan seperti tutofusin 500 ml, triofusin
E 1000, dan aminofusin hepar L 600.
5) Lubang hidung harus segela diperiksa, dibersihkan dan diberi
pelumas untuk mencegah area penekanan yang disebabkan area
penekanan oleh selang.

8. Komplikasi

Menurut Primanileda, 2009. Komplikasi Hematemesis Melena antara lain :

a. Syok hipovolemik

Disebut juga dengan syok preload yng ditandai dengan menurunnya

volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Dapat terjadi karena

kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler

menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Gagal ginjal akut

Terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.

Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan

menggantikan volume intravaskuler.

b. Anemia karena perdarahan.

Anemia karena perdarahan adalah berkurangnya jumlah sel darah

merah atau jumlah hemoglobin.


Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika

kehilangan darah, tubuh segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh

darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi.

Akibatnya darah menjadi encer dan persentase sel darah merah berkurang.

c. Koma hepatik

Suatu sindrombneuropsikiatrik yang ditndai dengn perubahan kesadaran,

intelektual, dan kelainan neurologis yng menyertai kelainan parenkimbhati.

d. Aspirasi pneumoni

Infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk ke saluran napas.

e. Anemi posthemoragik

Kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN HEMATEMESIS MELENA
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH
TANGGAL 06 OKTOBER 2021

1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Nama : Ny. A
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Babakan tarogong rt03, rw11 kel. Baros. Kec.Arjasari. Bandung
Tanggal masuk : 5 oktober 2021
Tanggal pengkajian : 6 oktober 2021
No. Registrasi : 00.264.512
Diagnosa medis : Hematemesis Melena
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Herni
Umur : 45 tahun
Hub. Dengan pasien : Suami
Pekerjaan : swasta
Alamat : Babakan tarogong rt03, rw11 kel. Baros. Kec.Arjasari. Bandung
2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Muntah darah dan BAB berdarah.
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pasien datang ke igd dengan keluhan muntah darah 1 jam sebelum masuk kerumah sakit,
sebelumnya juga muntah darah sudah 4 kali pada pukul 5 pagi darah segar disertai
gumapalan . Terdapat juga keluhan BAB hitam agak lengket seperti aspal, pasien
mengatakan badan lemas, kepala pusing, dan nyeri ulu hati.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
b. Status kesehatan masa lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Pasien pernah didiagnosis cimosis hepatis sejak 1 tahun yang lalu.
2) Pernah dirawat
Pasien pernah dirawat di rumah sakit al ihsan .
3) Alergi
Tidak terdapat alergi terhadap makanan.
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol/dll)
Tidak ada kebiasaan merokok,kopi, maupun alkohol.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tidak memiliki penyakit keluarga
d. Diagnosa medis dan therapy
Hematemesis melena.
e. Genogram
3. Pola kebutuhan dasar ( data bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
b. Pola nutsi-metabolik
Sebelum sakit : sebelum sakit pasien makan lauk pauk,sayur, dengan porsi habis
sehari 2 kali makan, sebelum sakit pasien biasa minum sehari 8 gelas air mineral.
Saat sakit : pada saat sakit pasien hanya diberikan makanan dari rumah sakit
berupa makanan yang cair seperti susu saja. Pada saat sakit pasien minum hanya 5 gelas
air mineral.
c. Pola eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan warna kuning, bau
khas, dengan konsistensi lembek.
Saat sakit : pada saat sakit pasien BAB 4x/hari dengan warna kehitaman,
konsistensi cair.
2) BAK
Sebelum sakit : klien mengatakan sebelum sakit pola BAK tidak menentu,tidak
mengalami nyeri, rasa terbakar.
Saat sakit : klien mengatakan pada saat sakit BAK nya hanya 4x kali/hari
dengan berwarna kuning, tidak terdapat kesulitan BAK.
d. Pola aktivitas dan latihan
1). Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan
diri
Makan dan ✔️
minum
Mandi ✔️
Toileting ✔️
Berpakaian ✔️
Berpindah ✔️
Mandi ✔️
Gosok gigi ✔️ ️
Mencuci ✔️
rambut
Menggunting ✔️
kuku
0 : mandiri, 1 : alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 :
tergantung total.

2). Latihan
Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit biasanya pasien suka
melakukan aktivitas seperti olahraga jalan santai.
Saat sakit : pasien mengatakan saat sakit pasien hanya berbaring ditempat
tidur.
e. Pola persepsi-konsep diri
a. Gambaran diri : pasien menerima kondisi fisiknya.
b. Peran diri : dalam keluarga pasien berperan sebagai orang tua.
c. Ideal diri : pasien mengatakan ingin segera sembuh dan pulang kerumah.
d. Harga diri : pasien mengatakan selama sakit pasien merasa diperhatikan oleh
suami dan anaknnya.

f. Pola tidur dan istirahat


Sebelum sakit : waktu tidur siang dan malam, lama tidur baiasanya 7 jam tidak
terdapat kesulitan dalam tidur.
Saat sakit : waktu tidur siang dan malam, lama tidur hanya 4 jam dan
mengalami kesulitan tidur karena pusing, dan mual.
g. Pola seksual-reproduksi
Sebelum sakit : Tidak dilakukan pengkajian
Saat sakit : Tidak dilakukan pengkajian.
h. Pola nilai-kepercayaan (spiritual)
Pasien menganut agama islam, dan klien mengatakan selama sakit hanya bisa berdoa
untuk kesembuhannya, dan melakukan ibadah sholat hanya bisa ditempat tidur.
4. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum
Tingkat kesadaran : compos mentis
GCS : E4: pasien membuka mata dengan spontan
V5: pasien berorientasi baik dan jelas.
M6: pasien mengikuti perintah dengan baik.
b. Tanda-tanda vital
TD : 90/80
RR : 16x/menit
Nadi : 81x/menit
Suhu : 36,5oc
c. Keadaan fisik
1. Kepala
a. Rambut
Inspeksi : rambut berwarna hita, kulit kepala bersih tidak terdapat ketombe,
rambut tidak rontok. Tidak ada lesi dan odema pada kulit kepala.
Palpasi : tidak terdapat pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan.
b. Mata
Inspeksi : mata tampak simetris, konjungtiva anemis, penglihatan normal
pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
c. Telinga
Inspeksi : telinga tampak simetris kiri dan kanan, bersih, pendengaran
normal, pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
d. Hidung
Inspeksi : hidung tampak simetris, bersih tidak terdapat secret, dan tidak ada
polip, penciuman baik.
e. Mulut dan gigi
Inspeksi : mulut dan gigi pasien tampak bersih, mukosa mulut tampak
kering.
2. Leher
Inspeksi : warna kulit leher sama dengan warna kulit yang lainnya, leher
tampak simetris kiri dan kanan.
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelanjar tyroid dan tidak ada
pembesaran limfe.
3. Paru
Inspeksi : bentuk dada normal, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : terdengar bunyi sonor.
Auskultasi : bunyi nafas normal, tidak terdapat bunyi nafas tambahan, tidak
ada weezing, tidak ada ronchi.
4. Jantung
Inspeksi : bentuk dan postur tubuh dada simetris, tidak terdapat tanda
distrasi pernafasan.
Palpasi : denyut aorta teraba.
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 (lub) dan bunyi jantung II (dup). tidak
terdapat bunyi jantung tambahan.
5. Payudara : tidak dilakukan pengkajian.
6. Abdomen
Inspeksi : abdomen simetris kiri dan kanan, dan tidak terdapat lesi, tidak
terdapat bekas luka operasi.
Auskultasi : bising usus normal 12x/menit.
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati.
Perkusi : typmpani disemua kuadran.
7. Genetalia : tidak dilakukan pengkajian.
8. Integumen : warna kulit sawo matang, tidak terdapat jejas, turgor kulit <3
detik.
9. Ekstremitas
Atas : simetris kiri dan kanan, integritas kulit baik, skala kekuatan otot
4 bagian tangan kiri terpasang infus
Bawah : simetris kiri dan kanan, integritas kulit baik, tidak terdapat
edemaa
10. Neurologis
Pengkajian saraf kranial
1) N I/ nervous olfaktorius
Klien mampu mengidentifikasi bau dengan baik.
2) N II/ nervous optikus
Klien mampu melihat dengan baik.
3) N III/ nervous okulomotik, N4/ trochlearis, NVI/abdusen
Pergerakan bola mata klien baik.
4) N V/ nervous trigeminus
Klien mampu membedakan rasa panas, dingin, tajam, tumpul.
5) N VII/ nervous fasialis
Klien mampu berekspresi senyum.
6) N VIII/ nervous vestibule-koklear
Klien mampu mendengar dengan baik.
7) N IX/ nervous glosovaringeal, dan N X/ nervous fagus
Klien mampu membuka mulutnya, mengunyah makanan, dan menelan.
8) N XI/ nervous Asesoris
Klien dapat menahan saat diberi tahanan
9) N XIII/ nervous Hipoglosus
Klien dapat menggerakan lidahnya.
Pemeriksaan refleks
Refleks bisep : baik
Refleks trisep : baik
Refleks patela : baik
11. Pemeriksaan penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Pemeriksaan tanggal 06-10-2021

Jenis Hasil Satuan Nilai rujukan


pemeriksaan pemeriksaaan
Hemoglobin 7,2 g/dl 12-18
Lekosit 5,200 /mm3 4000-10000
Hematokrit 22 % 37-48
Trombosit 40.000 /mm3 150000-400000

Pemeriksaan tanggal 07-10-2021

Jenis Hasil Satuan Nilai rujukan


pemeriksaan pemeriksaaan
Hemoglobin 7,7 g/dl 12-18
Lekosit 2,700 /mm3 4000-10000
Hematokrit 23 % 37-48
Trombosit 52.000 /mm3 150000-400000
Pemeriksaan tanggal 08-10-2021

Jenis Hasil Satuan Nilai rujukan


pemeriksaan pemeriksaaan
Hemoglobin 8.0 g/dl 12-18
Lekosit 3,400 /mm3 4000-10000
Hematokrit 21 % 37-48
Trombosit 60.000 /mm3 150000-400000

2. Data pengobatan atau therapy

Nama obat Dosis


Ondansetron 3 x1
Vit K 3x1
pantroprazol 3x1
Samanovel 3,5 mlg/kg/jam

3. Pemeriksaan penunjang diagnostik lain


Pemeriksaan endoskopi rujuk ke RSHS.

II. ANALISA DATA


DATA ETIOLOGI/ANALISA MASALAH
KEPERAWATAN
DS: Kelainan diesofagus Intoleransi aktivitas
- Klien mengatakan ↓
merasakan lemas. Iritasi mukosa lambung
- klien mengatakan tidak ↓
mampu untuk beraktivitas Erosi mukosa lambung,
seperti biasanya. mual,muntah, hematemesis
DO: melena
- pasien bedrest. ↓

III. - aktivitas pasien


DIAGNOSA dibantu oleh
KEPERAWATAN Vol intravaskuler menurun
BERDASARKAN PRIORITAS
1. keluarga dan perawat ↓
- pasien terpasang Syring Penurunan Hb
pump. ↓
- Hb: 7,2 g/dl. Transport O2 menurun
TTV: ↓
TD : 90/80 Cepet lelah
RR: 16x/menit ↓
Nadi: 81x/menit Intoleransi aktivitas
Suhu: 36,5oc

DS: Kelainan diesofagus Nutrisi kurang dari kebutuhan


- klien mengatakan nafsu ↓
makannya menurun. Iritasi mukosa lambung
- klien mengatakan merasa ↓
mual dan muntah darah yang Erosi mukosa lambung,
berwarna merah mual,muntah, hematemesis
- klien mengatakan BAB nya melena
cair dan berwarna hitam. ↓
DO: Inteke nutrisi adekuat
- mukosa bibir kering menurun
- makannya tidak habis ↓
- klien mendapatkan terapi Nutrisi kurang dari
diit dengan jenis makanan kebutuhan
cair.
- dilakukan bilas lambung.
Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. ketidakmampuan mencerna makanan

IV. PERENCANAAN
DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Setelah dilakukan tindakan 1. monitor lokasi dan 1. Untuk mengetahui
keperawatan 2x 24 jam diharapkan ketidaknyamanan aktivitas yang
aktivitas klien terpenuhi. Dengan selama dilakukan klien.
kriteria hasil: melakukan 2. Untuk mengetahui
- kemudahan dalam melakukan aktivitas. keadaan klien
aktivitas sehari-hari meningkat. 2. Anjurkan aktivitas masih terdapat
- kekuatan bagian tubuh dan bawah secara bertahap pusing dan lemas
meningkat. yang mampu atau tidak
- perasaan lemah menurun dilakukan.
- tekanan darah membaik dalam batas 3. Monitor tanda-
normal. tanda vital
- sakit kepala membaik.
2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi: 1. untuk mengetahui
keperawatan 2x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi status status nutrisi
kebutuhan nutrisi terpenuhi. Dengan nutrisi klien sehingga
kriteria hasil: 2. Monitor asupan dapat
- frekuensi makan membaik makanan menentukan
- nafsu makan membaik 3. identifikasi intervensi yang
- membran mukosa membaik makanan yang diberikan
- bising usus dalam batas normal. disukai 2. supaya dapat
4. anjurkan posisi dilakukan
duduk atau semi intervensi dalam
plower. pemberian
5. monitor mual dan makanan.
muntah 3. untuk mengetahui
6. monitor warna masih terdapat
konjungtiva mual dan
7. identifikasi mukosa muntah.
mulut. 4. untuk mengontrol
asupan nutrisi
klien.

V. IMPLEMENTASI
Dx Intervensi Implementasi Evaluasi Hari/tgl Ttd/
paraf
1 1. monitor lokasi 1. Memonitor lokasi dan S:klien Rabu,
06-10-
dan ketidaknyamanan merasakan
2021
ketidaknyamanan selama melakukan lemas
selama aktivitas. O: klien bisa
melakukan 2. Menganjurkan melakukan
aktivitas. aktivitas secara aktivitasnya
2. Anjurkan bertahap yang mampu dibantu olah
Aktivitas secara dilakukan keluarga
bertahap yang 3. Memonitor tanda- A: masalah
mampu tanda vital belum teratasi.
dilakukan P: intervensi 1-
3. Monitor tanda- 3 dilanjutkan.
tanda vital

1. monitor lokasi 1. Memonitor lokasi dan S:klien Kamis,


07-10-
dan ketidaknyamanan merasakan
2021
ketidaknyamanan selama melakukan lemas dan
selama aktivitas. pusing
melakukan 2. Menganjurkan O: klien bisa
aktivitas. aktivitas secara melakukan
2. Anjurkan bertahap yang mampu aktivitasnya
aktivitas secara dilakukan tanpa dibantu
bertahap yang 3. Memonitor tanda- keluarga
mampu tanda vital A: masalah
dilakukan. teratasi
3. Monitor tanda- sebagian.
tanda vital P: intervensi 1-
3 dilanjutkan.

1. monitor lokasi 1. Memonitor lokasi dan S:klien Jum’at,


08-10-
dan ketidaknyamanan merasakan
2021
ketidaknyamanan selama melakukan lemas dan
selama aktivitas. pusing sudah
melakukan 2. Menganjurkan berkurang
TGL DX PERKEMBANGAN TTD/PARAF
06-10-2021 1 S: klien mengatakan lemas cuma bisa berbaring
ditempat tidur, dan merasakan pusing.
O: klien melakukan aktivitas dalam sehari-hari
dibantu oleh keluarga. Hb rendah 7,2,
VI. CATATAN PERKEMBANGAN (SOAPIER)
konjungtiva anemis
A: intervensi belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
I: pemberian obat dan direncakan memonitor
tanda-tanda vital,direncakan melakukan tranfusi,
E: klien merasakan lemas dan pusing.
R: tidak ada rencana keperawatan yang berubah.
07-10-2021 1 S: klien mengatakan masih lemas cuma sudah
bisa duduk ditempat tidur, dan masih merasakan
pusing.
O: klien melakukan aktivitas dalam sehari-hari
masih dibantu oleh keluarga.
A: intervensi belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
I: pemberian obat dan direncakan memonitor
tanda-tanda vital.
E: klien merasakan sudah tidak terlalu lemas dan
pusing.
R: tidak ada rencana keperawatan yang berubah.
08-10-2021 S: klien mengatakan sudah tidak lemas dan
masih merasakan pusing.
O: klien melakukan aktivitas dalam sehari-hari
sudah tidak dibantu oleh keluarga.
A: intervensi teratasi
P: intervensi dihentikan karena pasien akan
pulang.
I: memonitor tanda-tanda vital.
E: klien merasakan sudah tidak lemas dan masih
merasakan pusing.
R: tidak ada rencana keperawatan yang berubah.
06-10-202 2 S: pasien mengatakan nafsu makannya menurun
dan masih merasakan muntah, dan bab 1-3 kali.
O: pasien tampak lemas,konjungtiva anemis,
A: intervensi belum teratasi.

Anda mungkin juga menyukai