Makalah Sosiologi Agama
Makalah Sosiologi Agama
Makalah Sosiologi Agama
Dosen pengampu
Dr.H.Supriadi, M.Ag
Disusun oleh :
Siti Maryana
F1091211029
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah tugas Sosiologi ini dengan baik dan
selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan sebagaimana yang
diharapkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya, makalah ini masih jauh
dalam kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada
supaya tidak terulang kembali. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima
kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Penulis
ii
DAFTARISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISi...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................l
1.1. Latar Belakang................................................................................................................... 1
1.2. Rwnusan Masalah..............................................................................................................l
1.3. Tujuan.................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................3
2.1. Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama...................................................................3
2.2. Jenis-Jenis Kerukunan........................................................................................................4
2.3. Kendala Terjadinya Kerukunan Antar Umat Beragama.................................................... 4
2.4. Cara Mengatasi Masalah Kerukunan Antar Umat Beragama.............................................6
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................9
3.1. Kesimpulan........................................................................................................................9
3.2. Saran..................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................10
lll
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan makna dari kerukunan hidup antar umat beragama.
2. Untuk mengetahui penyebab dari radikalisme antar umat beragama.
3. Untuk mengetahui cara mengantisipasi terjadinya radikalisme diantara inter maupun
antar umat beragama
4. Untuk mengetahui manfaat dari terciptanya kerukunan inter maupun antar umat
beragama.
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Kerukunan antar agama yang dimaksudkan ialah mengupayakan agar terciptanya
suatu keadaan yang tidak ada pertentangan intern dalam masing-masing umat beragama,
antar golongan-golongan agama yang berbeda satu sama lain, antara pemeluk agama yang
satu dengan pemeluk agama yang lainnya, antara umat-umat beragama dengan pemerintah.
5
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika
bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan
antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin
berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun
tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama
dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya
merontokkan "bangunan dialog" yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang
terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di
negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah
saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita
tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah
negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
3. SikapFanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman
keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni
pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana
sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat.
Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan
dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk
Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak
dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte
atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin.
Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan.
Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok
Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang
percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada "di luar" untuk masuk dan
6
bergabung.
7
2.4. Cara Mengatasi Masalah Kerukunan Antar Umat Beragama
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara
tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena
itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah
yang berpusat pada politik yang kemudian disebut sebagai "sejarah konvensional"
dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya,
sehingga memunculkan apa yang disebut sebagai "sejarah baru" (new history). Sejarah
model mutakhir ini lazim disebut sebagai "sejarah sosial" (social history) sebagai
bandingan dari "sejarah politik" (political history). Penerapan sejarah sosial dalam
perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat
mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang
politik, yang sangat bolehjadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang
pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence)
di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama
lain) akan terns meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan
globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan
gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pemah terjadi
sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama
yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama
lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan dibuktikan Eck
(2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang dipandang sebagai
sebuah "negara Kristen," telah berubah menjadi negara yang secara keagamaan
paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami
kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di
antara agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai.
Dalam waktu-waktu tertentu-ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial
yang cepat, yang memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi
meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita,
bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan
itu, hemat saya, banyak bersumber dari
8
pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara
longgar dapat disebut sebagai "non-agama." Bahkan terjadijuga pertukaran yang
semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog
antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada
tingkat intemasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui
berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada
gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap
terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu
bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme
dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.
Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis. Pertama,
pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog antaragama,
semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di luar
negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di
universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi
Agama agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi
pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran
dan pada akhimya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama,
seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam
menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya
perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan
pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih
erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita
dewasa ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin
agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita seringkali
prihatin melihat orang-orang awam yang pemahaman keagamaannya bahkan
bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri. Inilah kesalahan kita bersama. Kita
lebih mementingkan bangunan-
9
bangunan fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan
kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan
mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu
atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta
dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu.
Meskipun berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa
masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik.
Ini merupakan ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah
tugas kita bersama, yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk
mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai
instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut
agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih
sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam mak:alah ini, dapat disimpulkan bahwa kerukunan umat
bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran
agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarak:at dan bemegara. berbagai maeam
bahasan mengenai kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala yang dihadapi
dalam meneapai kerukunan umat beragama di Indonesia ada beberapa sebab, antara lain;
rendahnya sikap toleransi, kepentingan politik dan sikap fanatisme. Adapun solusi untuk
menghadapinya, adalah dengan melak:ukan dialog antar pemeluk agama dan menanamkan
sikap optimis terhadap tujuan untuk meneapai kerukunan antar umat beragama.
3.2. Saran
Sudah saatnya bukan perbedaan lagi yang kita earl atau yang kita biearak:an, tapi
persamaanlah yang seharusnya kita earl karena dari persamaanlah hidup ini ak:an saling
menghargai, menghormati dan selaras. Lewat persamaan kita bisa jalin persaudaraan dan
mempererat tali silahturahi, denga begitu aka terepta kerukunan dengan sendirinya.
11
DAFf AR PUSTAKA
Dr. Ali Masrur, M.Ag.,2004,Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel. Cfin
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West: Encounter and
Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research Institute, International
'•
Ash-Shiddiqieqy, Hasbi TM, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Al-Faruqi, Ismail. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilan, Cet. III,
Mizan : Bandung, 2001.
Cuolson, N.J. A. History Oflslamic Law. Edinburg_: Edinburg University, Press. 1964.
12