Komponen Upah
Komponen Upah
Komponen Upah
Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak melebihi 25%% dari nilai
upah yang seharusnya diterima. Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 07/MEN/1990
tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah disebutkan bahwa:
Termasuk komponen upah adalah :
1) Upah pokok
2) Tunjangan tetap
3) Tunjangan tidak tetap
Tidak termasuk komponen upah :
1) Fasilitas
2) Bonus
3) Tunjangan hari raya (THR)
Upah pokok minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/MEN/1989 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1996 jo.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1997 tentang upah minimum adalah upah pokok
sudah termasuk di dalamnya tunjangan-tunjangan yang bersifat tetap.
Beberapa jenis upah pokok minimum adalah sebagai berikut :
1) Upah minimum sub sektoral regional.
2) Upah minimum sektoral regional.
3) Upah minimum regional/upah minimum provinsi.
Upah minimum ini wajib ditaati oleh pengusaha, kecuali pengusaha yang tidak mampu
membayar upah minimum, dapat dikecualikan dari kewajiban tersebut dengan cara mengajukan
permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja disertai dengan rekomendasi dari Kepala Dinas
Tenaga Kerja setempat. Berdasarkan permohonan tersebut Menteri Tenaga Kerja dapat
menangguhkan pelaksanaan upah minimum paling lama 12 bulan.
Ketentuan Pembayaran Upah
Pengusaha wajib membayar upah kepada para pekerjanya secara teratur sejak terjadinya
hubungan kerja sampai dengan berakhirnya hubungan kerja. Upah yang diberikan oleh
pengusaha tidak boleh diskriminasi antara pekerja pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama
nilainya (Undang-Undang No. 80 Tahun 1957) yang merupakan ratifikasi konvensi ILO No. 100
Tahun 1951. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan Pekerjaan (Pasal 93 ayat
1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ketenagakerjaan jo. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun
1981 tentang Perlindunga Upah), prinsip ini dikenal dengan asas "no work no pay", asas ini tidak
berlaku mutlak, maksudnya dapat dikesampingi dalam hal-hal tertentu atau dengan kata lain
pekerja tetap mendapatkan upah meskipun tidak dapat melakukan pekerjaan. Adapun
penyimpangan terhadap asas "no work no pay" ini adalah:
1) pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
2) pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
3) pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran
kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua
atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
4) pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan
kewajiban terhadap negara;
5) pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah
yang diperintahkan agamanya;
6) pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
7) pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
8) pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha; dan
9) pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. (Pasal 93 ayat 2
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).
Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit adalah sebagai berikut :
1) untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
2) untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
upah;
3) untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
4) untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak SUk bekerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93 ayat 2 huruf c sebagai berikut :
1) pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
2) menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
3) mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
4) membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
5) istri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
6) suami/istri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar
selama 2 (dua) hari; dan
7) anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1
(satu) hari (Pasal 93 ayat 3).
untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar sebesar 1,5 (satu setengah) kali
upah sejam;
untuk tiap jam kerja berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua kali) upah
sejam;
2) Apabila jam kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari raya
resmi:
untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya
tersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari
kerja seminggu harus dibayar upah sedikit-dikitnya 2 (dua) kali upah sejam;
untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari
raya tersebut jatuh pada hari raya terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam)
hari kerja seminggu, harus dibayar upah sebesar 3 (tiga) kali upah sejam;
untuk jam kerja kedua setelah 7 (tujuh) jam atau (lima) jam apabila hari raya
tersebut jatuh pada ha raya terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) har
kerja seminggu, harus dibayar upah sebesar 4 (empa kali upah sejam.