E-Book Pelatihan Pertolongan Pertama
E-Book Pelatihan Pertolongan Pertama
E-Book Pelatihan Pertolongan Pertama
KATA PENGANTAR
Dalam rangka mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia Potensi Pencarian dan
Pertolongan yang memiliki kompetensi teknis dibidang Pencarian dan Pertolongan
dan mampu memberikan pelayanan SAR yang baik kepada masyarakat maka
diperlukan Pelatihan Teknis bagi Potensi Pencarian dan Pertolongan.
Pelatihan Teknis Potensi Pencarian dan Pertolongan dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2017 tentang Pembinaan Potensi Pencarian
dan Pertolongan, Peraturan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Nomor 4
Tahun 2018 tentang Standar Kompetensi Teknis Potensi Pencarian dan
Pertolongan, Peraturan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Nomor 5 Tahun
2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Potensi Pencarian dan
Pertolongan, Keputusan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Nomor
SK. KBSN- 135/IX/BSN-2018 tentang Kurikulum dan Silabus Pelatihan Teknis
Potensi Pencarian dan Pertolongan, dan Peraturan Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan Nomor 8 Tahun 2018 tentang Sertifikasi Petugas Pencarian dan
Pertolongan.
Salah satu upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan Pelatihan Teknis Potensi
Pencarian dan Pertolongan yaitu dengan menerbitkan Bahan Ajar Pelatihan Teknis
Potensi Pencarian dan Pertolongan.
Keberadaan Bahan Ajar Pelatihan Teknis Potensi Pencarian dan Pertolongan ini
memiliki nilai strategis karena menjadi acuan baku dalam proses pembelajaran,
sehingga kebijakan pembinaan Potensi Pencarian dan Pertolongan berupa
standarisasi penyelenggaraan Pelatihan Teknis bagi Potensi Pencarian dan
Pertolongan dapat diwujudkan.
Bahan Ajar ini diharapkan dapat membantu Instruktur maupun Tenaga Pengajar
dalam merancang pengajaran di kelas dan di lapangan serta membantu Peserta
Pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Kami menyadari bahwa pengetahuan dan keterampilan teknis Pencarian dan
Pertolongan akan terus berkembang sesuai dengan tuntutan pengguna jasa
Pencarian dan Pertolongan dan dinamika peraturan perundangan yang diterbitkan
dalam rangka perbaikan sistim pelayanan Pencarian dan Pertolongan di Indonesia.
Dengan demikian, kualitas dan kesesuaian isi materi Bahan Ajar perlu terus
dipantau dan disesuaikan manakala terdapat hal-hal yang sudah tidak relevan lagi.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan masukan dari berbagai pihak,
khususnya Instruktur, Tenaga Pengajar dan Peserta Pelatihan demi kesempurnaan
Bahan Ajar ini.
I. Pengantar …………………………….......................................... 10
I.1 Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) ... 10
I.2 Kewajiban penolong pertama ......................................... 10
I.3 Alat pelindung diri (APD) ................................................. 11
I.4 Peralatan dasar perawatan pra rumah sakit ..................... 15
I.5 Referensi anatomi ......................................................... 16
II. Penilaian korban ..............................................………........... 20
II.1 Penilaian keadaan (scene size-up) ................................... 20
II.2 Penilaian dini (primary assesment) .................................. 20
II.3 Penilaian berkelanjutan (secondary assesment) ................ 22
II.4 Penilaian ulang (reassesment) ........................................ 30
II.5 Pelaporan .................................................................... 30
III. Pemindahan korban .............................................................. 30
III.1 Pemindahan darurat ...................................................... 31
III.2 Pemindahan biasa ......................................................... 32
III.3 Peralatan evakuasi ........................................................ 33
IV. Bantuan hidup dasar .............................................................. 35
IV.1 Sumbatan jalan nafas .................................................... 36
IV.2 Resusitasi jantung paru (RJP) ........................................ 38
SUBSTANSI
BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN
I. Sejarah Organisasi Pencarian dan Pertolongan Di
Indonesia
Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan adalah lembaga pemerintah
nonkementerian yang mempunyai tugas menyusun dan menetapkan norma,
standar, prosedur, kriteria, serta persyaratan dan prosedur perizinan dalam
penyelenggaraan pencarian dan pertolongan, memberikan pedoman dan
pengarahan dalam penyelenggaraan pencarian dan pertolongan, menetapkan
standardisasi dan pertolongan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan, melakukan koordinasi dengan instansi terkait, menyelenggarakan
sistem informasi dan komunikasi, menyampaikan informasi penyelenggaraan
pencarian dan pertolongan kepada masyarakat, melakukan pembinaan,
pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pencarian dan pertolongan
serta melakukan pemasyarakatan pencarian dan pertolongan.
Pada tahun 1972 terbitnya Keputusan Presiden No 11 Tahun 1972 tanggal 28
Februari 1972 tentang Badan SAR Indonesia (BASARI), dengan tugas pokok
menangani musibah kecelakaan dan pelayaran. BASARI berkedudukan dan
bertanggung jawab kepada Presiden dan sebagai pelaksanan di lapangan
diserahkan kepada PUSARNAS (Pusat SAR Nasional) yang diketuai oleh
seorang pejabat dari Departemen Perhubungan.
Pada tahun 1980 berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan nomor
KM.91/OT.002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80, tentang Organisasi dan tata
kerja Departemen Perhubungan, PUSARNAS menjadi Badan SAR Nasional
(BASARNAS). Perubahan struktur organisasi BASARNAS mengalami perbaikan
pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 80
Tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja BASARNAS dan KM. Nomor 81
Tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor SAR. Pada tahun 2001,
struktur organisasi BASARNAS diadakan perubahan sesuai dengan Keputusan
Menteri Perhubungan KM. Nomor 24 tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 79
Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Search and Rescue
(SAR).
Dengan meningkatnya tuntutan masyarakat mengenai pelayanan jasa pencarian
dan pertolongan dan adanya perubahan situasi dan kondisi Indonesia serta untuk
terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka
organisasi SAR di Indonesia terus mengalami penyesuaian dari waktu ke waktu.
Organisasi SAR di Indonesia saat ini diatur dengan Peraturan Menteri
Perhubungan No. KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 79
Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor SAR. Dalam rangka terus
meningkatkan pelayanan SAR kepada masyarakat, pada tahun 2006 dikeluarkan
1
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
2
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
3
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
Fungsi
penyusunan rencana dan program kerja serta evaluasi dan pelaporan
Kantor Pencarian dan Pertolongan;
pelaksanaan siaga Pencarian dan Pertolongan;
pelaksanaan latihan operasi Pencarian dan Pertolongan;
pelaksanaan tindak awal dan operasi Pencarian dan Pertolongan;
koordinasi, pengerahan dan pengendalian potensi Pencarian dan
Pertolongan;
pengelolaan sarana dan prasarana serta perangkat dan peralatan
komunikasi Pencarian dan Pertolongan;
pelaksanaan pelatihan dan bimbingan teknis tenaga Pencarian dan
Pertolongan;
pelaksanaan pelatihan dan bimbingan teknis potensi Pencarian dan
Pertolongan;
pelaksanaan pemasyarakatan Pencarian dan Pertolongan; dan
pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, kehumasan, kerja sama,
ketatausahaan, dan kerumahtanggaan Kantor Pencarian dan Pertolongan.
4
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
5
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
6
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
7
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
Untuk mendukung pelaksanaan koordinasi dapat juga didirikan posko aju dan
posko pendukung lainnya.
8
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
Substansi basarnas
Lokasi
press
konfrens
PINTU
9
DIREKTORAT BINA POTENSI TAHUN 2020
PERTOLONGAN PERTAMA
(FIRST AID)
PERTOLONGAN PERTAMA
I. Pengantar
I.1. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
Dalam Pelayanan Pencarian dan Pertolongan
SPGDT adalah sistem koordinasi berbagai unit kerja dan melibatkan multi sektor
yang didukung kegiatan berbagai profesi untuk pelayanan kegawatdaruratan
sejak pra rumah sakit, di rumah sakit dan antar rumah sakit. Pelayanan meliputi
pelayanan sehari-hari (SPGDT-S) maupun saat terjadi bencana (SPGDT-
B).Pelayanan juga meliputi care (pencegahan) dan cure (penanganan). Tujuan
pembentukan SPGDT agar diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan
kasus gawat darurat dalam keadaan sehari-hari maupun bencana.
Sistem gawat darurat dalam pelayanan pencarian dan pertolongan merupakan
implementasi SPGDT-S maupun SPGDT-B tergantung kasus yang ada, sistem ini
diharapkan dapat meminimalisir ancaman kematian dan kecacatan terhadap
korban yang telah dilakukan pertolongan pertama (first aid) dari lokasi kejadian,
perjalanan evakuasi hingga ke rumah sakit. Untuk memastikan korban segera
tertangani maka perlu terbangun koordinasi yang baik antara unsur-unsur
SPGDT. Unsur-unsur dalam SPGDT meliputi unsur penyelamatan/rescue
(Basarnas,potensi SAR, pemadam kebakaran, petugas kesehatan), unsur
transportasi (Kemenhub), unsur keamanan /ketertiban (Kepolisian), lembaga
pemerintah lainnya (PEMDA, TNI) maupun pelayanan masyarakat lainnya
(ORARI, RAPI, PMI, ambulan swasta) dengan membentuk PSC (Public Safety
Center) yang dapat diakses diantaranya melalui pelayanan call center. Sentra ini
sebaiknya berada di seluruh daerah, walaupun pada kenyataannya sampai saat
ini belum banyak daerah yang siap memberikan layanan kepada masyarakat.
.
I.2. Kewajiban Penolong Pertama (First Aider)
Penolong pertama (First Aider) adalah penolong yang pertama kali tiba di tempat
kejadian, yang memiliki kemampuan penanganan kasus gawat darurat, terlatih
untuk tingkat dasar.
Pelindung telinga:
sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff).
Masker
Pelindung tangan:
sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain
berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.
Pelindung kaki:
Sepatu safety untuk pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya
listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik,
dan/atau bahaya binatang dan lain-lain.
pakaian pelindung;
rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang
menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.
Baju pelindung
Pelampung:
jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan ( life vest), rompi pengatur
keterapungan (Bouyancy Control Device).
Buoy
Unit Alat
1 Tensimeter dewasa
1 Tensimeter anak
1 Stetoskop
1 Long backboard
1 Head Block
1 Spider straps
2 Cervical collar (adjustable)
arm
UPPER
EXTREMITY
forearm
Poplitea
region
Pemeriksaan fisik pada korban dilakukan secara cepat dari ujung kepala
hingga ujung kaki (rapid head-to-toe exam), meliputi: kepala, leher, dada,
perut, panggul, alat gerak bawah, alat gerak atas, dan punggung. Setelah
pemeriksaan alat gerak bawah dan atas dilakukan pengecekan pulsasi,
motorik, dan sensorik (PMS).
1. Kepala
a. Kulit kepala dan tulang tengkorak
b. Telinga dan hidung
c. Anak mata / pupil
d. Mulut
e. Wajah dan tulang – tulangnya
2. Leher
a. Lakukan dari bagian depan ke belakang
b. Periksa trakea
3. Dada
a. Periksa tulang rusuk hingga ke bagian belakang, tapi jangan sampai
mengangkat korban
b. Periksa tulang sternum
4. Perut
a. Periksa ketegangan dinding perut
b. Luka yang ada
c. Periksa kuadran perut bagian yang nyeri terakhir
5. Punggung
a. Bagian dada belakang
b. Tulang belakang
c. Periksa luka tembus, luka tusuk, luka robek
d. Bila ada akumulasi darah di panggul, pertanda cedera perut
6. Panggul
a. Terdiri dari tulang ileum kanan dan kiri, ischium dan tulang pubic
b. Patah tulang panggul akan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak
2 liter
c. Pada daerah kemaluan : Priapismus pada laki – laki
Gambar 2.9. Pemeriksaan sensasi dan kemampuan gerak jari-jari dan ibu
jari
Cara penilaian
- Posisikan korban : duduk/barbering
- Gunakan 2 atau 3 ujung jari
- Hitung denyutan selama 30 detik, kemudian kalikan 2
2. Pernapasan
Pernafasan dinilai naik dan turunnya dinding dada korban.
Kriteria nafas yang adekuat:
Frekuensi:
- 8-24 kali/menit (dewasa)
- 15-30 kali/menit (anak)
- 20-40 kali/menit (infant)
Kualitas:
- normal (kenaikan dinding dada sekitar 1 inchi, tidak
menggunakan otot-otot tambahan dada, leher maupun perut
- tidak normal (dangkal, dalam, suara tambahan)
Ritme : teratur/tidak teratur
3. Kulit
Kulit dinilain untuk menetukan perfusi korban. Periksa wrna, suhu,
keadaan, dan pengisian kapiler. Periksalah menggunakan punggung
tangan.
Kulit normal;
- Warna : merah muda
- Suhu : hangat (saat disentuh dengan kulit punggung tangan)
- Keadaan :Kering (tidak basah, tidak lembab)
Periksa warna pucat atau sianosis pada kuku, mukosa mulut dan
konjungtiva.. Kulit pucat, dingin dan lembab merupakan tanda perfudi
yang buruk sehingga berikan perawatan shok.
4. Tekanan darah
Tekanan darah dianggap normal bila tekanan sistolil kurang dari 140 mHg
dan diastolic kurang dari 89 mmHg.
Cara penilaian:
- Pilih ukuran manset spygmomanometr yg sesuai ukuran, lingkarkan
penuh pada lengan 1 inchi di atas siku (fossa antecubiti)
- Letakkan lengan setinggi jantung
- Tempatkan membran stetoskop pada area siku depan (fossa
antecubiti) kembungkan manset secara cepat sampai 70 mmHg
selanjutnya tingkatkan secara perlahan sampai denyut nadi brachialis
tidak terdengar tambahkan 30 mmHg, catat angkanya pada saat
denyuy nadi pertama kali tidak terdengar sebagai tekanan sistolik.
- Kempiskan manset secara perlahan 2 mmHg/detiksampai terdengar
kembali denyut nadi brachialis, catat sebagai tekana diastolic.
Tanda adanya perdarahan dan terjadi shok berat, bila:
- Tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik dan disatolik) sempit
- Hipotensi (tekanan darah rendah)
Pemindahan darurat
Shirt drag Tarikan baju
Blanket drag Talikan selimut
Shoulder/fore-arm drag Tarikan bahu/lengan
Sheet drag Tarikan kain
Piggy back carry Menggendong
One rescuer crutch Menyokong
Cradle carry Membopong
Fire fighter drag Metode pemadam
kebakaran
2. Portable stretcher
3. Stair chair
4. Backboard
5. Scoop stretcher
6. Basket stretcher
7. Flexible stretcher
Penanganan Pra-RS
Untuk mengatasi sumbatan total pada penderita dengan kesadaran baik dapat
dilakukan dengan teknik Heimlich Manouvre /abdominal thrust, sebagai berikut:
penolong berdiri di belakang penderita, lingkarkan kedua lengan penolong
pada bagian atas abdomen penderita
condongkan penderita ke depan, kepalkan tangan penolong dan letakkan di
antara umbilicus dan iga.
Raih kepalan tangan tersebut dengan tangan yang lain dan tarik ke dalam
dan atas secara mendadak sebanyak 5 kali. Bila gagal lakukan kembali 5
abdiminal thrust berulang-ulang sampai sumbatan berhasil dikeluarkan atau
penderita tidak sadarkan diri.
1) Circulation (sirkulasi)
Untuk mengetahui kondisi sirkulasi tubuh korban yang tidak sadarkan diri,
dilakukan dengan pengecekan denyut nadi korban dilanjutkan kompresi dada.
Penilaian pulsasi (denyut nadi) di titik nadi Carotis dalam waktu < 10 detik.
Pengenalan henti jantung Respon (-), henti nafas/nafas gasping, nadi (-)
Rasio kompresi:ventilasi
Teknik RJP
Jangan melakukan RJP sebelum melakukan penilaian korban. Sebelum
melakukan RJP penolong harus memastikan dengan benar bahwa tidak ada
respon, tidak ada pernafasan dan tidak ada denyut nadi pada korban.
Kemudian ikuti langkah-langkah ini:
a) Pastikan lingkungan aman untuk penolong dan korban
b) Cek respon, nafas, dan nadi secara simultan
c) Minta bantuan
d) Tentukan titik tekan di setengah bawah tulang dada
e) Lakukan kompresi : ventilasi (30 : 2)
f) Segera gunakan AED jika tersedia
g) Sampai korban sadar atau bantuan datang atau penolong kelelahan atau
munculnya tanda-tanda kematian.
Catatan:
Hanya dokter yang dapat menyatakan korban telah meninggal
2) Airway
Tahap ini melakukan airway control (membuka jalan nafas). Tindakan ini
merupakan prioritas pada semua korban, beberapa cara untuk membuka
jalan nafas korban yaitu dengan :
Tekan dahi angkat dagu (head tilt chin lift)
Dorong kepala ke belakang sambil mengangkat dagu
Korban tanpa gangguan/trauma tulang leher /tulang belakang
3) Breathing
2) Pembuluh darah
a. Arteri/ nadi
Pembuluh darah yang mengangkut darah yang kaya oksigen ke seluruh
tubuh. Perdarahan pada pembuluh darah arteri berwarna merah terang.
Denyut nadi dapat mudah teraba pada bagian tubuh dimana arteri berada
di permukaan dekat kulit dan juga dekat dengan struktur tubuh yang
keras (tulang). Setiap kali jantung berdenyut maka kita dapat meraba
denyut nadi pada tempat-tempat tertentu. Lokasi nadi yang dapat diraba
adalah pada:
3) Darah
2) Perdarahan dalam
Perdarahan dalam dapat mengancam nyawa. Darah yang hilang tidak
terlihat pada luka dalam. Contohnya luka robek pada hati, patah tulang
tertutup dengan perdarahan. Karena tidak terlihat sehingga shok maupun
kematian cepat terjadi.
Gejala dan tandanya sangat bervariasi tergantung dari letak luka dalam
dan berkumpulnya darah pada bagian tubuh, diantaranya :
a. Nyeri, nyeri tekan, bengkak. Atau perubahan warna pada tempat
cedera.
b. Perdarahan dari mulut, dubur, vagina, atau lubang tubuh lainnya
c. Muntah darah warna terang atau gelap
d. Feses berwarna normal, merah terang atau gelap
e. Batuk darah segar
f. Muntah darah hitam
g. Bagian tubuh memar
h. Dinding perut tegang dan nyeri
i. Sesak napas
j. Riwayat benturan benda tumpul.
b. Self-adhering dressing
Dressing ini melekat dengan sendirinya saat menempel pada
permukaan kulit. Tersedia dalam berbagai ukuran dan juga dapat
digunakan sebagai perban gulung.
2) Bandage
Bandage adalah bahan pembalut luka yang digunakan untuk
mempertahankan penutup luka (dressing). Bandage dapat digunakan
sebagai dressing dengan syarat harus steril.
Fungsi pembalut
a. Penekanan untuk membantu menghentikan perdarahan
b. Mempertahankan penutup luka pada tempatnya
c. Menjadi penopang untuk bagian tubuh yang cedera
Beberapa jenis dan ukuran bandage yang umum tersedia:
a. Self-adhering bandage
Perban ini dapat melekat dengan sendirinya saat ditempelkan,
Perban jenis in dapat digunakan sebagai dressing maupun roll
perban.
b. Kasa gulung
c. Tri-angular bandage (pembalut segitiga)
Perban ini berupa kain dengan ukuran 40 inchi persegi. Apbila
dilipat membentuk cravat selebar 2 atau 3 inchi dapt digunakan
untuk mempertahankan dressing.
d. Air splint
Mempertahankan dressing pada anggota gerak
2) Luka terbuka
Luka terbuka merupakan cedera jaringan lunak disertai terputusnya/
rusaknya jaringan kulit. Luka terbuka memiliki risiko perdarahan eksternal
dan kontaminasi oleh kotoran dan bakteri yang menyebabkan infeksi.
antara lain:
a. Lecet (abrasions)
Luka lecet umumnya disebabkan kikisan atau gesekan terhadap
lapisan paling luar kulit (dermis). Luka lecet terasa nyeri karena
terbukanya ujung-ujung syaraf. Pada luka lecet terjadi perdarahan
kapiler yang dapat diatasi dengan penekanan langsung.
b. Laserasi (laceration)
Berupa kerusakan kulit dengan kedalaman bervariasi. Bentuk luka
dapat teratur (linier) atau tidak teratur (bintang/stellate). Bentuk
linier karean trauma tajam sedangkan bentuk bintang karena
trauma tumpul.
c. Avulsi (avulsions)
Longgarnya lipatan kulit karena kerusakan jaringan lunak. Tingkat
keparahan avulsi berhubungan langsung dengan keefektivan
sirkulasi dan perfusi ke area distal cedera.
d. Amputasi (amputations)
Amputasi adalah putusnya anggota gerak maupun bagian tubuh
lainnya. Perdarahan dapat terjadi baik pada amputasi sebagian
maupun total sehingga ada kemungkinan terjadi shok.
e. Tusuk (penetrations/punctures)
Luka yang terjadi akibat penetrasi atau tusukan benda tajam. Luka
masuk dapat kecil dan sedikit perdarahan namun dalam sehingga
dapat menyebabkan perdarahan dalam yang parah. Tingkat
keparahan tergantung lokasi dan kedalaman luka. Luka karena
tembakan termasuk jenis ini.
f. Crush injuries
Luka ini karena trauma tumpul yang sangat kuat. Perdarahan luar
minimal bahkan sering tidak ada. Tanda-tanda luka di tempat
cedera kadang-kadang hanya nyeri, bengkak dan deformitas. Luka
jenis ini kemungkinan besar terjadi cedera dan perdarahan internal
yang parah.
Gambar 6.6.Benda menancap di mata Gambar 6.7. Pasang pad kasa di sekitar benda
menancap
Gambar 6.8. Stabilan dengan cup Gambar 6.9. Perban cup pada
2) Sprain (Keseleo)
Sprain adalah cedera pada kapsul sendi dimana ligamen tertarik atau
robek sebagian. Sendi bahu, lutut dan pergelangan kaki merupakan sendi
yang rentan mengalami keseleo. Tanda dan gejala:
1. Nyeri
2. Bengkak
3. Perubahan warna
(http://www.robbinsptwest.com/ankle-sprains-tips/)
3) STRAIN
Strain adalah cedera pada otot atau otot dan tendon, akibat regangan
berlebihan (overstretching) atau penarikan berlebihan (overextension).
Robekan serabut otot yang menyebabkan nyeri semakin meningkat
dengan penggunaan otot.
(https://www.sportsinjuryclinic.net/sport-injuries/thigh-pain/back-thigh/hamstring-strain)
Gambar 7.5.strain
VII.3. Pembidaian
Tujuan pembidaian untuk mencegah gerakan dari bagian tubuh yang
mengalami cedera.
Ketentuan umum pembidaian
Secara umum pelaksanaan pembidaian yaitu:
1. Periksa pulsasi, motorik dan sensorik (PMS) sebelum dan setelah
pembidaian.
2. Jangan berupaya merubah posisi bagian yang cedera
3. Imobilisasi 2 sendi jika cedera pada tulang.
4. Imobilisasi 2 tulang jika cedera pada sendi.
5. Selalu buka atau bebaskan pakaian dan asesoris pada daerah cedera
sebelum membidai.
6. Atasi perdarahan lebih dahulu jika ada.
7. Tutup luka dengan penutup luka (dressing) steril kemudian perban
selanjutnya dipasang bidai
8. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak
9. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai.
10. Jangan membidai berlebihan.
11. Segera evakuasi ke RS
12. Sedapat mungkin komunikasikan rencana penolong dengan korban.
Beberapa jenis bidai yang umum digunakan adalah rigid splints, pressure
splints, traction splints, formable splints, vacuum splints, sling and swathe,
spine board dan splint improvisasi.
Gambar 7.6 pembidaian cedera tulang jari Gambar 7.7 Rigid splints untuk
cedera sendi panggul
BAHAYA !!
a. Jangan mencoba untuk melepas benda yang tertancap pada tulang
tengkorak. Stabilkan dengan pembalut tebal “bulky”.
3. Cedera Dada
Cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dan perlu
penanganan yang segera dan tepat sehingga menghindarkan penderita
dari kematian. Cedera dada ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas,
pukulan benda tumpul atau tusukan tajam, dada yang terhempas saat
terjatuh dan lain-lain.
Cedera dada ada 2 (dua) macam
a. Cedera dada tertutup adalah kulit pada daerah dada tidak terbuka
(patah tulang dada tertutup). Cedera ini akibat trauma tumpul pada
rongga dada yang dapat menyebabkan kerusakan tulang rusuk dan
organ dalam.Trauma tumpul dapat disebabkan jatuh, tabrakan mobil,
atau hempasan pada dada. Cedera ini dapat mengenai jantung, paru-
paru, pembuluh darah besar, saluran pernafasan, difragma dan
kerongkongan.
b. Cedera dada terbuka adalah kulit terbuka, ada kemungkinan hubungan
udara rongga dada dengan luar (luka tembus, patah tulang terbuka).
Luka terbuka dapat disebabkan pisau, obeng, pemecah es, pembuka
surat, pecahan kaca, paku, kunci mobil, dan tembakan. Benda-benda
tersebut merusak jaringan sekitar dan tempat penetrasi bahkan
kerusakan organ intenal karn apeluru lebih luas dan luka tembus lebih
bear daripada luka masuknya.
Tanda dan Gejala
a. napas (dispneu) atau sulit bernapas
b. Sianosis pada kuku, ujung jari, bibir, wajah
c. Luka memar, laserasi, tusukan, pembengkakan, atau tanda-tanda
trauma tumpul yang lain di dada.
d. Hemoptisis (batuk darah atau dahak dengan noda darah)
e. Tanda-tanda shok (penurunan tekana darah, penyempitan tekanan
nadi, peningkatan denyut jantung, pucat, kulit pucat, dingin dan
lembab)
f. Penyimpangan trakea
g. Gerakan paradoksal dinding dada jika ada flail segmen
h. Pelebaran vena jugularis di leher terutama saat inhalasi
i. Nafas hilang atau berkurang saat auskultasi
j. Nyeri di lokasi cedera terutama saat inhalasi
k. Kegagalan dada mengembang normal saat inhalasi
l. Denyut nadi sangat lemah atau tidak ada saat inhalasi
m. Penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg atau lebih saat inhalasi.
n. Sikap tubuh korban miring kearah sisi yang patah atau cedera pada
saat membidai
o. Adanya grating (krepitus) pada perabaan
p. Emfisema subkutan (penumpukan udara diantara subkutan dan dada)
ruas yaitu ruas leher (cervical), dada (thorax), pinggang (lumbar), sakral
(sacrum) dan tulang ekor (coccyx).
Penyebab Cedera tulang belakang antara lain tabrakan mobil, jatuh, luka
tembak, dan kegiatan rekreasional (missal menyelam, sepak bola). Setiap
korban dengan luka tembak di leher, dada, perut dan pinggul harus
dianggap memiliki cedera tulang belakang.
Tulang belakang cukup kuat dan fleksibel tetapi rentan terhadap
mekanisme cedera ompresi, fleksi, ekstensi, rotasi, pembengkokan,
distraksi dan penetrasi. Kita harus mencurigai cedera tulang belakang
pada setiap kasus apaun yg melibatkan satu atau lebih mekanisme
tersebut. Bahkan jika korban tampak bergerak normal.
sebagian
.
Gambar 9.16.pasang straps kaki
5. Cedera Leher
Leher dapat terluka karena trauma tumpul atau trauma tusuk. Contoh
penyebab yang umum terjadi yaitu tergantung (sengaaj/tidak sengaja),
benturan setir kendaraan, luka tembak, luka katena pisau, luka katena
kawat atau tali jemuran yang diregangkan.
Apbila leher terkoyak dapat terjadi perdarahan besar dari arteria tau vena
dan udara bebas dapoat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga
penyebabkan kematian cepat. Akibat lain terjadi fraktur laring, trakea, dan
tulang leher.
Tulang leher adalah ruas tulang belakang yang umum mengalami cedera
dibandingkan 5 bagian ruas tulang belakang yang lain (fraktur
servik/patah tulang leher). Penyebab umum antara lain karena
kecelakaan lalu lintas..
Tandan dan gejala :
a. Pembengkakan, memar, hematom
b. Obstruksi jalan nafas
c. Kesulitan bicara
d. Perubahan atau kehilangan suara
e. Perpindahan trakea ke salah satu sisi leher
f. Nyeri, nyeri tekan, kejang otot leher.
g. Kesulitan menggerakkan leher.
h. Kesulitan menelan.
i. Terdengar suara krepitasi saat berbicara
j. Mati rasa, nyeri, atau kesemutan di pangkal kepala.
k. Penglihatan ganda atau kehilangan kesadaran.
Penanganan :
a. Stabilisasi manual inline
Heat cramps
Kejang dan nyeri otot saat tubuh kehilangan garam akibat keringat yang
berlebihan
Tanda dan gejala dari Heat cramps
a. Otot kejang, biasanya di perut (abdomen)
b. Kelelahan
c. Mual
d. Pingsan
Perawatan pra-RS untuk Heat cramps
a. Pindahkan korban ke daerah yang sejuk
b. Berikan korban minum, otot yang kejang akan berkurang kejangnya
setelah minum air.
Heat exhaustion
Dapat terjadi saat seseorang dalam kondisi fisik yang lemah dan terlalu
memaksakan diri beraktivitas pada lingkungan sangat panas, yang
kemudian akan mempengaruhi aliran darah.
Tanda dan gejala Heat exhaustion
a. Pernafasan cepat dan dangkal
b. Nadi teraba lemah
c. Kulit dingin dan berkeringat
d. Keletihan
e. Pusing
f. Hilang Kesadaran
Perawatan pra RS untuk Heat Exhaustion
a. Pindahkan korban dari lingkungan panas.
b. Lepaskan pakaian korban.
c. Posisikan korban terlentang dengan kedua tungkai diangkat setinggi 20
- 30 cm.
d. Berikan oksigen sesuai dengan prosedur.
e. Jika korban dalam keadaan stabil, dudukkan dan berikan minum.
Heat stroke
Heat stroke adalah sebuah kondisi dimana tubuh korban mengalami
kelebihan panas, bahkan dalam beberapa kasus korban sudah tidak lagi
mampu berkeringat.
Tanda dan gejala Heat stroke
a. Nafas cepat dan dalam.
b. Nadi cepat dan kuat yang lama-lama menjadi lemah.
c. Kulit kering dan kemerahan.
d. Pupil dilatasi/melebar.
2. Paparan dingin
Hipothermia
Hipothermia adalah kondisi ketika suhu tubuh turun dibawah 35o C.
Gejala dan tanda hipothermia sedang Gejala dan tanda hipothermia berat
1. Menggigil 1. Pernapasan sangat lambat
2. Terasa melayang 2. Denyut nadi sangat lambat
3. Pernapasan cepat nadi lambat 3. Unresponsive
4. Gangguan penglihatan 4. Pupil dilatasi dan tidak bereaksi
5. Reaksi mata lambat 5. Alat gerak kaku
6. Gemetar 6. Tidak menggigil
Penanganan Hipothermia
a. Penilaian dini dan lakukan pemeriksaan korban.
b. Pindahkan ke area yang dekat dengan sumber panas dan dapat
berbagi panas tubuh.
c. Jaga jalan napas dan berikan oksigen bila ada.
d. Ganti pakaian yang basah, selimuti penderita, upayakan agar tetap
kering.
e. Berikan minuman hangat yang tidak mengandung kafein dan bersoda.
f. Pantau tanda vital secara berkala.
Catatan : Disesuaikan urutannya dengan silabus
X. Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan pemberian
oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi sehingga konsentrasi oksigen
dalam darah meningkat.
XI. Triage
Triage berasal dari bahasa Perancis yang berarti pemilahan. Dalam dunia medis
istilah ini dipergunakan untuk tindakan pemilahan korban berdasarkan prioritas
pertolongan atau transportasinya. Pada triage, pada umumnya penderita yang
kritis namun mungkin masih dapat diselamatkan, akan dirawat dan dievakuasi
terlebih dahulu. Tujuan utama adalah membantu orang sebanyak mungkin agar
dapat mendapat kesempatan terbesar untuk tetap hidup.
DAFTAR PUSTAKA