Pendidikan Karakter Pada Usia Dini
Pendidikan Karakter Pada Usia Dini
Pendidikan Karakter Pada Usia Dini
Disusun Oleh :
Aurelya Dewi Anggreini Pandiangan
XI MIPA 6
BAHASA INDONESIA
1.A. Latar Belakang
Usia dini utamanya di Taman Kanak-kanak merupakan usia yang
efektif untuk mengembangkan berbagai potensi dan kepribadian yang
dimiliki oleh anak. Upaya pengembangan ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara termasuk melalaui pendidikan karakter dalam
pembelajaran. Kegiatan ini tidak hanya terkait dengan kemampuan
kognitif saja tetapi juga kesiapan mental, sosial dan emosional. Oleh
karena itu dalam pelaksanaanya harus dilakukan secara menarik,
bervariasi dan menyenangkan.
1. B. Rumusan Masalah
Berdasar uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah
yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. C. Tujuan
Berdasar dari rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan ini
yaitu sebagai berikut :
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. Pengertian Karakter
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein yang berarti
mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas
batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian
berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus
atau pola perilaku. Doni Koesoema A (2007:80) memahami bahwa
karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap
sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang
bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter adalah bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, dan watak.
Jadi bisa disimpulkan bahwa karakter itu erat kaitannya dengan
personality. Seseorang bisa dikatakan berkarakter apabila tingkah
lakunya sesuai dengan kaidah moral. Individu yang berkarakter baik atau
unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, lingkungan, bangsa dan negara,
serta dunia internasional pada umunya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan
motivasinya (perasaanya). Karakter itu lebih bersifat spontanitas
maksudnya dalam bersikap atau melakukan perbuatan telah menyatu
dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu difikirkan lagi.
1. B. Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam diri
seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat menjadi
beradap. Pendidikan bukan hanya merupakan sarana menstransfer ilmu
pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana
pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter ini berkutat pada empat hal yaitu olah hati, olah
pikir, olah rasa dan olah raga. Olah hati yang dimaksud adalah berkata,
bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir artinya cerdas yang selalu
merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memilki cita-cita.
Sedang olah raga artinya enjaga kesehatan di tengah-tengah menggapai
cita-cita tersebut.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri
peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius,
nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010). Menurut T. Ramli (2003),
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk
pribadi anak supaya menjadi manusia, warga masyarakat dan warga
negara yang baik.
1. F. Peran lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dalam
mengembangkan dan menanamkan pendidikan karakter
Lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat penting
dalam upaya untuk membentuk karakter, walaupun dasar dari
pendidikan karakter adalah di dalam lingkungan keluarga. Apabila
seorang anak memperoleh pendidikan karakter yang baik dalam
keluarga, maka anak tersebut selanjutnya akan berkarakter baik pula.
Namun banyak orang tua yang hanya mementingkan aspek kecerdasan
otak daripada pendidikan karakter.
Peran lembaga pendidikan diibaratkan sebagai “mesin” untuk
mencetak sumber daya manusia yang berkarakter. Lembaga pendidikan
menjadi “bengkel” bagi perbaikan moralitas bangsa yang terkikis oleh
dampak negatif modernisasi. Pendidikan dituntut berperan aktif sebagai
agen perubahan.
1. 1. Model otonom
Memposisikan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri
yang menghendaki adanya rumusan yang jelas tentang standar isi,
kompetensi dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar,
metodologi dan evaluasi pembelajaran.
1. 2. Model integrasi
Mengintergasikan pendidikan karakter dengan seluruh bidang
pengembangan ditepuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah
pengajar karakter. Pada tingkat PAUD terdapat lima bidang
pengembangan yang dapat diintergasikan dengan pendidikan karakter,
yaitu bidang pengembangan Nilai Agama dan Moral, bidang
pengembangan Sosial, Emosional dan Kemandirian, bidang
pengembangan Bahasa, bidang pengembangan Kognitif, bidang
pengembangan Fisik Motorik. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif tetapi internalisasi dan
pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
1. 3. Model suplemen
Pendidikan karakter juga dilaksanakan di luar jam sekolah yang mana
dapat ditempuh dengan dua cara yaitu melaui kegiatan ekstrakurikuler
dan melalui kegiatan kemitraan dengan lembaga lain yang memiilki
kapabilitas dalam pembinaan karakter.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu media yang efektif
untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik. Kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu pengembangan peserta
didik sesuai kebutuhan, potensi, bakat dan minat. Selain itu dengan
kegiatan ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab, sosial, serta potensi peserta didik.
1. 4. Model kolaborasi
Merupakan kolaborasi dari semua model dan merupakan upaya untuk
mengoptimalkan kelebihan setiap model dan menutupi kekurangan
masing-masing pada sisi lain.
1. 1. Tahap pembelajaran
Dalam pendidikna karakter menuju pada terbentuknya akhlak mulia
dalam diri maka terdapat tiga tahapan yang harus dilalui yaitu :
a) Moral knowing, bertujuan agar peserta didik mampu membedakan
antara nilai karakter mulia dengan karakter tercela
b) Moral loving, bertujuan untuk menubuhkan rasa cinta dan rasa
membutuhkan terhadap karakter mulia
c) Moral doing, merupakan puncak keberhasilan pendidikan karakter
yang mana peserta didik mempraktikkan karakter mulia tersebut dalam
kehidupan sehari-hari
1. 2. CTL Sebagai Alternatif Dalam Pendidikan Karakter
Cotextual Teaching Learning adalah proses pendidikan yang mana
mengaitkan pebelajaran dengan pengalaman nyata peserta didik.
Peserta didik diharapkan belajar langsung dengan mencari dan
menggabungkan informasi secara aktif dari masyarakat lalu
menggabungkannya untuk alasan tertentu. Selanjutnya peserta didik
dirangsang untuk mengajukan pertanyaan seputar karakter. Pertanyaan
ini akan membantu peserta didik untuk menemukan kaitan antara
pelajaran di kelas dengan situasi yang mereka alami baik di sekolah,
rumah maupun masyarakat. Dalam upaya menguatkan kesadaran
berkarakter positif maka peserta didik perlu dibawa ke dalam
pengalaman hidup bersama orang lain dalam situasi yang sangat
berbeda dari kehidupan sehari-harinya.
Di sekolah pendidikan karakter adalah integrated dalam berbagai
disiplin ilmu. Lalu bagaimana pendidikan karakter dapat diberikan dan
disampaikan secara efektif kepada peserta didik? Berikut adalah strategi
efektif dalam melakukan pembelajaran pembentukan karakter yaitu :
BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya yakni:
Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu
permata atau permukaan besi yang keras. Dari sini kemudian
berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus
atau pola perilaku. Doni Koesoema A (2007:80) memahami bahwa
karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap
sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang
bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pengertian karakter
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.
Pendidikan adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam
diri seseorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat
menjadi beradap. Pendidikan karakter dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan
karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga
negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010)
Fungsi dari pendidikan karakter dan budaya bangsa menurut
Puskur (2010)
Pengembangan ; pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi
pribadi yang berperilaku baik,
1. B. Saran
Penulis dapat memberikan beberapa saran berdasarkan uraian diatas,
Mengingat pentingnya pendidikan karakter sebagai penunjang
harmonisan manyarakat, maka sejak dini hendaknya ditanamkan
pendidikan karakter, bukan hanya disekolah, namun juga di lingkungan
keluarga dan sekolah. Jadi penting sekali kerjasama antara pihak-pihak
tersbut demi suksesnya kepribadian anak-anak bangsa yang baik.
DAFTAR RUJUKAN
Soenarko, bambang. 2010. Konsep pendidikan karakter. Kediri: universitas
nusantara.