REFERAT Herpes Zoster - Lola Adriani PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

PATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN HERPES ZOSTER

Diajukan sebagai Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter

KSM Kesehatan Kulit dan Kelamin

Disusun oleh :

LOLA ADRIANI
NIM : 060712210035

PEMBIMBING :
dr. Ita Puspita Dewi, Sp.DV., FINSDV., FAADV

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. MOHAMAD SOEWANDHIE
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Lola Adriani


NIM : 0606011810035
Universitas : Universitas Ciputra Surabaya
Tingkat : Program Studi Pendidikan Dokter Profesi
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Periode Kepaniteraan Klinik : 17 Oktober 2022 – 11 November 2022
Judul Referat : Patogenesa dan Tatalaksana Herpes Zoster
Diajukan : 28 Oktober 2022
Pembimbing : dr. Ita Puspita Dewi, Sp.DV., FINSDV., FAADV.

Surabaya, 28 Oktober 2022


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. Ita Puspita Dewi, Sp.DV., FINSDV.,FAADV

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Patogenesa
dan Penatalaksanaan Herpes Zoster” dengan semangat tinggi.

Referat ini disusun untuk menyelesaikan salah satu syarat kepaniteraan


klinik di Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD dr. Mohammad
Soewandhie Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra, dengan harapan
dapat dijadikan sebagai acuan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Dalam penulisan dan penyusunan referat, penulis mengucapkan terima


kasih kepada dr. Ita Puspita Dewi, Sp.DV., FINSDV., FAADV. selaku dokter
pembimbing yang memberikan arahan, koreksi, dan saran selama penyusunan
referat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan baik.

Penulis menyadari bahwa referat yang dibuat masih jauh dari kata
sempurna, maka saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi banyak manfaat.

Surabaya, 28 Oktober 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. 2
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 3
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. 5
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8
2.1 Definisi Herpes Zoster............................................................................ 8
2.2 Etiologi Herpes Zoster ........................................................................... 8
2.3 Epidemiologi Herpes Zoster .................................................................. 9
2.4 Patogenesis Herpes Zoster ..................................................................... 9
2.5 Manifestasi Klinis Herpes Zoster ........................................................ 10
2.6 Penegakan Diagnosis ............................................................................ 12
2.7 Diagnosis Banding ................................................................................ 13
2.8 Tatalaksana Herpes Zoster.................................................................. 13
2.9 Prognosis ............................................................................................... 15
2.10 Pencegahan............................................................................................ 15
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patogenesis Herpes Zoster …………………………………………10


Gambar 2.2 Herpes Zoster Thorakalis …………………………………………..12

5
DAFTAR SINGKATAN

VZV = Varicella zoster virus

HZ = Herpes zoster

6
BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi


erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular
unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan
manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron
ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf
autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.
(Pusponegoro, 2016)

Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal


musim. Insidens nya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan
penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah
keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasi
terjadi hampir 50% di usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini (anak dan dewasa
muda); bila terjadi, kemungkinan dihubungkan dengan varisela maternal saat
kehamilan. Risiko penyakit meningkat dengan adanya keganasan, atau dengan
transplantasi sumsum tulang/ginjal atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi
gender. Penyakit ini bersifat menular namun daya tularnya kecil bila
dibandingkan dengan varisela. (Pusponegoro, 2016)

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Zoster


Herpes zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai
nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes
zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela
zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf
kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf
dan kulit dengan segmen yang sama. (Pusponegoro, 2016)

Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


reaktivasi virus Varicella zoster yang laten endogen di ganglion sensoris
radiks dorsalis setelah infeksi primer. (PERDOSKI, 2021)

2.2 Etiologi Herpes Zoster


Varicella zoster virus (VZV) adalah nama lain dari human
herpesvirus 3 (HHV-3), yakni jenis virus herpes yang menjadi penyebab
dari 2 jenis penyakit yaitu cacar air (varicella) dan herpes zoster/HZ
(shingles).10 Varicella zoster virus merupakan anggota keluarga
herpesviridae seperti virus herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2,
cytomegalovirus (CMV), Epstein-barr virus (EBV), human herpesvirus 6
(HHV-6), human herpesvirus 7 (HHV-7), dan human herpesvirus 8 (HHV-
8).
Varicella zoster virus merupakan jenis virus deoxyribonucleic acid
(DNA), alphaherpesvirus yang memiliki besar genom 125.000 bp,
berselubung, dengan diameter 80-120 nm. Virus ini memberi kode kurang
lebih 70-80 protein, salah satunya enzim thymidine kinase yang rentan
terhadap obat antivirus karena memfosforilasi aciclovir, sehingga
menghambat replikasi virus DNA. Selubung protein virus diduga berperan

8
dalam interaksi dengan molekul permukaan sel seperti reseptor mannose-6-
phospate atau glikoprotein myelin. Glikoprotein VZV B (gB), gH dan L
berfungsi sebagai kompleks inti dan glikoprotein selubung lain berfungsi
sebagai protein tambahan. Tegument protein termasuk immediate-early
protein 62 (IE62) sebagai protein utama berfungsi sebagai faktor transkripsi
atau disebut transaktivator virus, keluar dan akan dipindahkan ke inti
sebelum terjadi sintesis protein. (Fitiriani, 2021)

2.3 Epidemiologi Herpes Zoster


Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa
mengenal musim. Insidens nya 2-3 kasus per-1000 orang/tahun. Insiden dan
keparahan penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari
setengah jumlah keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari
60 tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua. Jarang dijumpai
pada usia dini (anak dan dewasa muda); bila terjadi, kemungkinan
dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit
meningkat dengan adanya keganasan, atau dengan transplantasi sumsum
tulang/ginjal atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit
ini bersifat menular namun daya tularnya kecil bila dibandingkan dengan
varisela. (Pusponegoro, 2016)

2.4 Patogenesis Herpes Zoster


Hope Simpson, 1965, mengajukan hipotesis bahwa imunitas
terhadap varisela zoster virus berperan dalam patogenesis herpes zoster
terutama imunitas selulamya. Mengikuti infeksi primer virus varisela-zoster
(varisela), partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf
spinalis, kranialis atau otonom selama tahunan. Pada saat respons imunitas
selular dan titer antibodi spesifik terhadap virus varisela-zoster menurun
(misal oleh karena umur atau penyakit imunosupresif) sampai tidak lagi
efektif mencegah infeksi virus, maka partikel virus varisela-zoster yang
laten tersebut mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang

9
terlokalisata di dalam satu dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma
fisis, obat-obat tertentu, infeksi lain, atau stres dapat dianggap sebagai
pencetus walaupun belum pasti. (Pusponegoro, 2016)

Gambar 2.1 Pathogenesis Herpes Zoster


Sumber : Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology

2.5 Manifestasi Klinis Herpes Zoster


Gejala Klinis :

1. Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama 1-4 hari dan kadang-
kadang selama ±1 minggu.
2. Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait
biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal,
parestesi, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-
tusuk. Dapat pula disertai dengan gejala konstitusi seperti malaise,
sefalgia, dan flu like symptoms yang akan menghilang setelah erupsi
kulit muncul.
3. Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam
12-48 jam menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa
dan edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat
menjadi pustul dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya bertahan
hingga 2-3 minggu.
4. Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan.

10
5. Bentuk khusus:
• Herpes zoster oftalmikus (HZO): timbul kelainan pada mata dan
kulit di daerah persarafan cabang pertama nervus trigeminus2
• Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga gangguan pengecapan
6. Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai nyeri menetap pada
dermatom yang terkena setelah erupsi herpes zoster (HZ) menghilang.
Batasan waktunya adalah nyeri yang menetap hingga 3 bulan setelah
erupsi kulit menyembuh.(PERDOSKI, 2021)
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal
berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia
sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri
dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum,
kolesistitis, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga dijumpai
gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam. Gejala
prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).
Setelah gejala prodromal maka akan timbul makula eritem yang
akan berkembang menjadi papul kemudian vesikel dalam 3-5 hari. Vesikel
akan berubah menjadi vesikel keruh dalam waktu 12-24 jam yang kemudian
pecah menjadi krusta dalam waktu 7-10 hari. Erupsi kulit akan mengalami
involusi dalam waktu 2-4 minggu. Pada individu normal lesi baru akan
timbul pada hari 1-4. Lesi akan semakin berat pada orang tua dan durasi
akan semakin cepat pada anak-anak.
Bila mengenai nervus fasialis dan nervus auditorius maka dapa
terjadi sindrom Ramsay-Hunt dimana erupsi kulit timbul di liang telinga
luar dan membran timpani disertai paresis fasialis, gangguan lakrimasi,
gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo dan tuli.
Herpes zoster oftalmika terjadi bila virus menyerang cabang pertama
nervus trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris maka akan
timbul vesikel pada puncak hidung (tanda Hutchinson).

11
Dalam penegakan diagnosis dapat dilakukan secara klinis karena
herpes zoster memiliki gambaran yang jelas dimana lesi tersusun
bergerombol (herpetiformis) dan penyebaran secara dermatomal. Pada
kasus yang tidak jelas dapat dilakukan pemeriksaan antibody IgM spesifik
atau polymerase chain reaction (PCR) yang sensitive. (Harlim, 2019)

Gambar 2.2 Herpes Zoster Thorakalis


Sumber : Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin UNAIR
Edisi 2

2.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran
klinisnya memiliki karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak
jelas, deteksi antigen atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus
dari sediaan hapus lesi atau pemeriksaan antibody lgM spesifik diperlukan.
Pemeriksaan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) merupakan
!es diagnostik yang paling sensitive dan spesifik (dapat mendeteksi DNA
virus varisela zoster dari cairan vesikel).
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah
karena virus herpes labil dan sulit to recover dari cairan vesikel.
Pemeriksaan direct immunofluorecent antigen-staining lebih cepat serta

12
mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada kultur dan dipakai
sebagai tes diagnostik alternatif bila pemeriksaan PCR tidak tersedia.

2.7 Diagnosis Banding


1. Herpes simpleks
2. Dermatitis venenata
3. Dermatitis kontak
4. Bila terdapat nyeri di daerah setinggi jantung, dapat salah diagnosis
dengan angina pektoris pada herpes zoster fase prodromal. (PERDOSKI,
2021).

2.8 Tatalaksana Herpes Zoster


Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri
secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga
mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.
Sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
• Usia >50 tahun
• Dengan risiko terjadinya NPH
• HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sacral
• Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
• Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus
bila disertai NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO),
imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
1. Obat antivirus
Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster danv
derajat keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam
mencegah NPH masih kontroversial.
- Famsiklovir 3x500 mg / hari
- Valasiklovir 3x1000 mg / hari
- Asiklovir 5x800 mg / hari

13
Diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari
2. Analgetik
- Nyeri ringan : paracetamol 3x500mg/hari
- Nyeri sedang-berat : kombinasi dengan tramadol atau opioid
- Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes
zoster selain diberi asiklovir pada fase akut, bisa diberikan:
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari
ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian
hingga 3 bulan, diberikan setiap malam sebelum tidur)
o Gabapentin 300 mg/hari selama 4-6 minggu
o Pregabalin 2x75 mg/hari selama 2-4 minggu

Herpes zoster oftalmikus

• Asiklovir/valasiklovir diberikan hingga 10 hari pada semua pasien.


• Rujuk ke dokter spesialis mata.

Herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis

• Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60


mg/hari selama 1 minggu pada semua pasien.
• Rujuk ke dokter spesialis THT.

Herpes zoster pada pasien imunokompromais

Pada herpes zoster lokalisata, sebagian besar pasien dapat diberikan


asiklovir atau valasiklovir atau famsiklovir oral dengan follow up yang baik.
Terapi asiklovir intravena dicadangkan untuk pasien dengan infeksi
diseminata, imunosupresi sangat berat, didapatkan keterlibatan mata, dan
ada kendala pemberian obat oral.

Topikal

• Stadium vesikular: bedak salisil 2% atau zinc acetate 0,1% +


pramoxine 1%, atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel
pecah dan mengurangi nyeri dan gatal.

14
• Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptik dan krim antiseptik/antibiotik.3,20 (2C)
• Jika timbul luka dengan tanda infeksi sekunder dapat diberikan
krim/salep antibiotik. (PERDOSKI, 2021)

2.9 Prognosis
Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi
penyembuhan sempurna membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut
dan imunokompromais membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
resolusi. Dalam studi kohort retrospektif, pasien herpes zoster yang dirawat
di rumah sakit memiliki mortalitas 3% dengan berbagai penyebab. Tingkat
rekurensi herpes zoster dalam 8 tahun sebesar 6,2%.
Prognosis tergantung usia.
1. Usia <50 tahun:
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
2. Usia >50 tahun dan imunokompromais:
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

2.10 Pencegahan
Vaksinasi

Dosis VVZ hidup yang dilemahkan dosis tunggal direkomendasikan


kepada populasi yang berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah
memiliki riwayat varisela ataupun belum. Tidak boleh diberikan
pada pasien imunokompromais.(PERDOSKI, 2021)

15
BAB III

KESIMPULAN

Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus


varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf
kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit
dengan segmen yang sama. Herpes zoster merupakan infeksi virus yang secara
umum bersifat self-limiting disease, dikarakterisasi dengan ruam yang terasa sangat
nyeri,membawa risiko infeksi sekunder, dan 20% risiko komplikasi berupa
postherpetic neuralgia (PHN). Diagnosis penyakit didasarkan pada gambaran
klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Perlu dilakukan usaha
preventif serta tata laksana yang komprehensif pada kasus infeksi untuk
meminimalisasi dampak penyakit terhadap kualitas hidup selama dan pascainfeksi.
Tujuan dari pathogenesis dan tata laksana Herpes Zoster adalah untuk menentukan
terapi yang tepat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan lesi,
mengurangi keluhan nyeri akut, mengurangi risiko komplikasi PHN, serta
memperbaiki kualitas hidup pasien.

16
DAFTAR PUSTAKA

Harlim, Ago., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Imunologi
Inflamasi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UKI, Jakarta. (2019)

Pusponegoro, Erdina HD. Herpes Zoster. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
FKUI Edisi ke7. Jakarta: Badan penerbit FKUI, 2017: 121-3

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).


Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.

Fitriani, Fatimah., Kariosentono H., etc., Tata Laksana Herpes Zoster.


Surakarta: Medicinus 2021

Murtiastutik D., Ervianti E., Agusni I., Suyoso S., Atlas Penyakit Kulit
Dan Kelamin BAG/SMF Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin FK
UNAIR/RSU.Dr. Soetomo Surabaya (2007)

Wolff K., et al. 2013. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clincal
Dermatology 7th Edition., New York : Mc Graw Hill Education.

17

Anda mungkin juga menyukai