PANDANGAN ONTOLOGIS DAN OBYEK MATERI ILMU (Studi Tentang Ontologis Qur'ani)
PANDANGAN ONTOLOGIS DAN OBYEK MATERI ILMU (Studi Tentang Ontologis Qur'ani)
PANDANGAN ONTOLOGIS DAN OBYEK MATERI ILMU (Studi Tentang Ontologis Qur'ani)
OLEH:
IRFAN
SYAFRUDDIN
PROGRAM PASCASARJANA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian tentang Al-Qur’an menempati posisi sentral dalam studi-studi
berfungsi sebagai furqan (pembeda). Ia menjadi tolak ukur dan pembeda antara
kebenaran dan kebatilan. Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama ajaran
suci ini berlaku untuk dan relevan dengan segala zaman. Dalam rangka
apa itu Al-Qur’an, tujuan Al-Qur’an untuk apa dan untuk siapa. Berangkat dari
sini pemakalah akan akan membahas tentang pandangan ontologis terhadap Al-
Qur’an supaya kita sebagai umat muslim tidak salah jalan dan salah persepsi
Islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah setelah mengkaji latar belakang di atas dapat
PEMBAHASAN
Para ulama sepakat bahwa Al-Qur’an adalah Kalām Allāh. Tapi karena
keberadaannya sebagai ucapan (lafziyyah), maka para usūliyyūn, fukaha dan ahli
bahasa, membahasnya dalam lingkup kalām lafzī. Dalam hal ini hanya ahli bahasa
yang boleh berhenti pada lafaz, sebab mereka meneliti sisi kebahasaan dan
kemukjizatan yang berkutat pada lafaz. Tetapi tidak begitu halnya dengan
usūliyūn dari kalangan Hanafiyyah, Abū Zayd al-Dabūsī (w. 430 H/1039 M),
Kitabullah adalah sesuatu yang dinukilkan kepada kita di antara dua sisi mushaf
mutawatir.
Adapun dari kalangan Syāfi‘iyyah, bisa disimak ungkapan al-Sam‘anī (w. 489
Al-Qur’an adalah sesuatu yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir, dengan
1
Abū Zayd al-Dabūsī. Taqwīm al-Adillah fī Usūl al-Fiqh (Beirut: Dār al-Kutub al- ‘Ilmiyyah,
2001), 20.
2
Al-Sam‘ānī, Qawāti‘ al-Adillah fī al-Usūl (Beirut: Mū’assasah al-Risālah, 1996), 49.
Tokoh Syāfi‘iyyah yang lebih belakangan, al-Ghazzālī (w. 505 H/1111 M)
dalam kitabnya al-Mustasfā, memilih definisi yang persis sama dengan Abū Zayd
al- Dabūsī. Baginya kata mushaf dalam definisi Al-Qur’an menunjukkan kehati-
pembuktian ayat sebagai bagian Al-Qur’an.3 Pada masa berikutnya, al-Āmudī (w.
631 H/ 1234 M) membuat definisi Al-Qur’an yang tidak berbeda dari al-Ghazzālī.
hanya saja tokoh yang juga bermazhab al-Syāfi‘ī ini menggunakan kriteria naqlan
Seorang ulama dari kalangan Hanafiyyah yang hidup sampai pertengahan abad 8
H, Sadr al- Syarī‘ah (w. 742 H/1341 M), juga mengikuti pendefinisian yang sama,
Al-Qur’an adalah sesuatu yang dinukilkan kepada kita di antara dua sisi
mushaf secara mutawatir.
sebagai contoh, dapat dilihat dari definisi yang dibuat ‘Abd al-Wahhāb Khallāf
3
Al-Ghazālī, Al-Mustasfā fī ‘Ilm al-Usūl (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), 81
4
Al-Āmudī, Al-Ihkām fī Usūl al-Ahkām, jld. I (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), 82.
5
Sadr al-Syarī‘ah, Al-Tawdīh, jld. I (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), 46.
(w. 1375 H/1956 M). Ia menghimpun semua kekhususan Al-Qur’an menjadi
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan oleh malaikat Jibril (rūh al-Amīn)
ke hati Rasulullah, Muhammad ibn ‘Abd Allāh, dengan lafaz Arab dan makna
kandungan yang menyertainya agar menjadi hujah bagi Rasul bahwa ia adalah
rasul Allah. Al-Qur’an juga menjadi pedoman bagi manusia agar terpetunjuk
dengan hidayahnya, dan membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an tersusun antara
dua sisi mushaf, didahului dengan surat al-Fātihah, dan diakhiri dengan surat al-
Nās, ia dinukilkan kepada kita secara mutawatir.
Jika diperhatikan, tidak semua hal yang dimasukkan dalam definisi ini
konteks Al-Qur’an sebagai dalil, hanya tiga kriteria yang perlu dimasukkan dalam
yang mutawatir.7
Berpijak pada uraian di atas, dapat diketahui bahwa bagi usūliyūn Al-
Sementara secara ontologis, usūliyūn melihat wujud Al-Qur’an dalam bentuk teks
6
‘Abd al-Wahhāb Khallāf, ‘Ilm al-Usūl al-Fiqh, cet. XII (Kuwait: Dār al-Qalam, 1978), 23.
7
Wahbah al-Zuhaylī, Usūl al-Fiqh al-Islāmī, jld. I (Beirut: Dār al-Fikr, 1986), 421.
di antara dua sisi mushaf, yaitu dari surat al-Fātihah sampai surat al-Nās. Teks di
sini bermakna wujud dalam tulisan (mawjūd fī al-kitābah) yang dapat dirujuk
B. Hakikat Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT
yang terakhir bagi umat manusia sebagai petunjuk paling lengkap yang diturunkan
pada 15 abad yang lalu. Tidak ada satu kitab pun di dunia ini yang lengkap
sempurna seperti halnya Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.
yaitu Abu Ma’al syaidalah telah meneliti ada 55 nama Al-Qur’an sesuai
2. Al-Furqan (pembeda) pembeda antara halal dan haram, yang baik dan
َ ي ن ََّز َل الْ ف ُ ْر ق َ ا َن عَ ٰل ى
ۙ ع بْ ِد ٖه ِل يَ كُ ْو َن لِلْ ٰع لَ ِم يْنَ نَ ِذ ي ًْر ا ْ ت َ ٰب َر كَ ا ل َّ ِذ
ِ ا ِ ن َّ ا ن َ ْح ُن ن ََّز لْ ن َا
الذ كْ َر َو ا ِ ن َّا ل َ ٗه ل َ حٰ ِف ظُ ْو َن
firman Allah:
pengetahuan yang benar-benar ril diperoleh dari teks Al-Qur’an. Hal ini karena
esensi Islam adalah ajaran Al-Qur’an, jadi suatu kajian dapat dinyatakan islami
intelektual yang ontologinya adalah realitas fisik dan metafisik dalam artian
kosmologi. Secara garis besar ontologi dalam Islam ada tiga, yaitu Allah, Alam
dan Hari Pertemuan. Allah, Dialah yang menciptakan alam dan akan mengadakan
hari pertemuan tersebut. Alam adalah segenap makhluk yang telah diciptakannya;
merupakan wilayah kajian pengetahuan. Pengetahuan tentang Allah, alam dan hari
pertemuan, memang bukan merupakan jaminan bahwa seseorang yang
menguasainya secara baik, akan menjadikan dirinya baik dalam beribadah dan
berakhlak secara benar di dalam kehidupannya. Akan tetapi pada faktanya secara
mendalam dan luas akan Allah, hari kiamat dan kehidupan ini. Sehingga sikap
mereka semakin baik dan peran mereka semakin berarti. Itulah sebenarnya yang
dalam kitab dan karangan para ulama. Semakin mendalam pengetahuan kita
tentang Allah, hari akhirat dan kehidupan ini, rasa takut kepada Allah akan
semkain besar. Pada akhirnya berefek pada tabiat taat dan bersih hati.
informasi yang benar tentang ketiga perihal ini. Demikian pula pengetahuan
tentang hal tersebut menuntut seseroang untuk memilliki nilai diri yang telah
ditentukan pula. Yaitu agar ia aktif dalam ibadah dan menjaga akhlak-akhlak
dalam kehidupannya. Orang-orang yang beriman sekali pun ia telah beriman sejak
lahir, karena dilahirkan di tengah orang tuanya yang mukmin, tetap wajib untuk
mendalami ontologi Islam. Sebab untuk melahirkan mukmin yang miliitan, tidak
bisa tanpa pengetahuan yang benar dan mendalam tentang Allah, kehidupan dan
hari pertemuan ini. Dengan demikian, aspek ontologi Islam harus menjadi sentral
sendiri.
Allah, siapa Allah? Allah adalah Rabb. Artinya Dialah yang menciptakan
alam semesta. Termasuk di dalamnya manusia. Termasuk alam itu adalah ghaib.
Ada malaikat dan jin, serta alam ruh, alam barzakh. Allah itu Esa. Tidak ada
sekutu bagiNya. Tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan. Serta tidak ada satu
hal pun yang sama denganNya. Allah adalah Rabb manusia. Semua manusia
diciptakan oleh Allah. Karena Allah adalah Rabb manusia, maka manusia harus
Allah sebagai Ilah merupakan tuntutan dari Allah kepada makhlukNya bernama
manusia.
Allah adalah Ilah. Artinya Dialah yang memegang hak untuk disembah di
alam ini. Manusia hanya dibenarkan menyembah hanya kepada Allah semata.
selain Allah merupakan suatu dosa yang sangat besar. Bagaimana cara manusia
Sebab, cara menyembah Allah, tidak bisa melalui kreasi akal atau seni manusia.
Sedangkan para Nabi itu adalah manusia pilihan Allah yang diutus olehNya
Dari mana kita tahu Allah? Manusia bisa mengenal Allah dengan banyak
sekali informasi tentang Allah. Dan informasi yang akurat tentang Allah di dapat
manusia melalui wahyu. Wahyu itulah yang merupakan sumber informasi tentang
Allah sebelum ada di dalam sistem pendidikan, bacaan selain kitan suci, ceramah
para mubaligh atau Dai. Untuk mengenal Allah, seseorang mesti mengenall
wahyu dan Rasul. Dengan mengenal wahyu dan Rasul, maka banyak hal yang
Bagaimana nilai kita terhadap Allah? Dalam kaitannya dengan Allah, nilai
manusia terdiri atas berbagai golongan. Ada yang mengetahuiNya, ada yang tidak.
Ada yang meyakiniNya, ada yang meragukanNya. Manusia yang mengetahui dan
disebut dengan sebutan orang jahiliah. Yang tidak meyakininya disebut dengan
kafir. Orang jahiliah itu termasuk salah satu golongan kafir. Manusia bila ingin
masuk ke dalam agama Islam. Kenapa Islam? Tidak agama yang lain? Sebab
Islam merupakan syarat diterimanya ibadah. Hal itu disebabkan karena hanya
Islam yang merupakan satu-satunya agama yang direstui di muka bumi oleh
Allah. Dan karena Islam datang dari Allah. Allah telah menetapkan Islam sebagai
firman Allah. Seluruh kandungan di dalam Al-Qur’an adalah wahyu atau kalam
atau perkataan Allah. Bukti bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah, adalah
akal dan bukti-bukti. Artinya tidak akan ada di dunia ini hal yang bisa membantah
kebenaran Islam, tidak akan ada pemikiran yang bisa meruntuhkan argumentasi
bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang benar, dan tidak ada satu pun
bukti yang bisa mendukung suatu perkataan bahwa Islam adalah agama yang
Alam, Apa itu alam? Alam adalah makhluk, ayat dan kalam Allah yang
tersirat. Makhluk Allah berarti, alam ini ada karena diciptakan Allah. Dan Allah
Allah tidak bisa diindra, tetapi keberadaanNya didapat melalui bukti adanya alam
ini. Setiap penelitian dan penjelajahan alam yang teliti dan jujur akan selalu
Kalam Allah yang tersirat, bararti, alam ini menggambarkan keluasan dan
keluhuran ilmu Allah. Allah merancang alam semesta ini dengan ilmu yang rumit,
perhitungan yang sangat akurat, dan keseimbangan yang sangat tinggi. Berarti
orang yang mendalami seluk beluk alam ini, pastilah akan diantarkan hati
nuraninya kepada suatu rasa kagum kepada Allah. Karena alam ini merupakan
makhluk Allah, maka tidak boleh disembah. Alam ini diciptakan Allah adalah
utama di alam semesta. Untuk itu manusia harus bersyukur kepada Allah atas
nikmat alam ini. Bersyukur atas karunia Allah berupa diwujudkan dirinya dan
dibentuk dalam sebaik-baiknya bentuk. Dibekali pula akal fikiran dan hati nurani.
Tak cukup itu, manusia dibekali pula Islam. Dibekalinya suatu sistem kehidupan
sosial yang berintikan kasih sayang. Intinya alam ini adalah kehidupan bagi
manusia.
Dari mana kita tahu alam? Bahwa alam semesta ini merupakan ciptaan
Allah dapat kita ketahui dari wahyu. Selanjutnya di alam itu sendiri, melalui
kekuatan akal fikiran dan indra, adpat disimpulkan bahwa alam ini berawal dari
penciptaan. Artinya ada yang menciptakan. Hanya akal fikiran tidak sampai
kepada suatu nama tentang apa dan siapa yang telah berbuat menciptakan
tersebut. Alam semesta diketahui melalui indra dan akal. Hanya saja pengenalan
akal dan indra akan alam semesta tidak menjangkau alam ghaib. Sebab itu sumber
pengetahuan manusia untuk memahami akan alam semesta beserta alam ghaib
tidak mungkin hanya dengan mengandalkan temuan indra dan akal saja. Manusia
perlu dibantu oleh wahyu untuk memberikan suatu pengetahuan dan penjelasan
seperlunya tentang alam ghaib dan hakikat alam semesta. Wahyu dari Allah
dirinya dengan benar? Banyak jalan. Dan tentu saja jalan utama untuk mengetahui
hakikat manusia adalah dengan wahyu. Wahyu menjelaskan bahwa manusia itu
diciptakan Allah, hidup di dunia yang disediakan Allah, hidup disertai potensi dan
kelak. Penjelasan ini ada di dalam wahyu. Tanpa wahyu manusia tidak akan
mengetahu hakikat ini. Dan jika tidak mengetahui hakikat ini, maka ia akan hidup
mengikuti apa saya yang dituju oleh akal, perasaan dan hawa nafsunya. Dengan
dasar pengetahun yang diambil dari wahyu, maka pengetahuan tentang manusia
terhadap adalah mengurusnya dan mensyukurinya. Dua hal ini harus berbarengan
ada. Karena sikap ini yang akan menjadikan hidup manusia penuh berkah di bumi.
sebagian manusia berfikir, tanpa syukur asal pandai mengurusnya, maka hidup
manusia akan damai, sejahtera dan nyaman. Itu tidak benar. Yang benar, hidup
manusia akan hancur. Sebab itu sikap syukur harus ada ketika kita hidup di alam
ini. Alam ini terkait dengan penciptanya yaitu Allah. Dan terkait dengan hari
pertemuan manusia dengan Allah saat hari kiamat tiba. Yaitu bahwa manusia akan
semesta ini adalah saksi dan tempat manusia berbuat selama hidupnya.
Nilai manusia dalam kaitannya dengan alam ini dibagi dua. Golongan
pertama, yaitu yang tertipu dengan dunia atau alam ini. Golongan kedua, yaitu
orang kafir, semuanya termasuk yang tertipu dengan dunia. Dan di kalangan
golongan orang beriman, mungkin ada yang tertipu dengan dunia. Ia lupa untuk
bersedekah dan lupa sehingga ia menjadikan dunia sebagai mimpi besar dari usia
kehidupannya. Ia lalai dari mengingat Allah karena sibuk dengan urusan dunia
bahwa alam ini diciptakan oleh Allah. Mereka menganggap Allah itu tidak ada.
Sehingga mereka menolak wahyu dan agama. Kehidupan hanya dipandang
sebatas kehidupan di dunia ini. Setelah itu manusia tidak akan ditanyai tentang
apa pun yang pernah diperbuatnya selama hidup di dunia. Berangkat dari
keyakinan ini, kemudian mereka merasa bebas untuk melakukan apa pun yang
Hari Pertemuan, Apa itu hari pertemuan? Dunia ini, atau alam semesta ini
sedang dalam perjalanan menuju akhirat. Demikian juga manusia. Hanya saja
manusia tidak sekedar bahwa ia sedang menuju akhirat, tetapi sedang menuju hari
disaat ia akan dimintai pertanggungan jawab atas seluruh amal dan hal yang telah
dengan khaliknya yaitu Allah Swt. Hari itu merupakan hari yang pasti, hari yang
tidak bisa diragukan akan kedatangannya. Hari tersebut dinamakan dengan hari
agama. Karena hanya agama sajalah yang berharga di waktu itu. Manusia ketika
meninggal tidak ada yang dibawanya melainkan agamanya ikut serta. Dan dengan
manusia terhadap Islam dan sikapnya di dalam Islam. Bila ia bersikap iman
kepada Islam dan patuh tunduk menjalankan Islam dengan penuh keikhlasan dan
pembelaan, itulah yang akan menjadi agamanya, yang akan dibawanya hingga
yang akan dilalui manusia di hari tersebut, merupakan tahapan yang berat.
Termasuk di dalamnya surga dan neraka. Hisab dan timbangan amal manusia
perseorangan. Di hari tersebut manusia hanya memikirkan dirinya sendiri. Tidak
ada kekerabatan, pertemanan dan perniagaan yang terjadi, sebagai sarana untuk
akhirat tersebut.
akhirat tidak dapat dicapai dengan pengamatan indra dan akal. Namun akal bisa
bahwa adanya akhirat atau hari pertemuan dengan Allah merupakan sesuatu yang
mungkin. Hanya saja kemudian, informasi yang sampai kepada manusia melalui
wahyu, dapatlah sampai akal pada kepastian keyakinan bahwa akhirat itu adalah
ada.
dan akhirat, beserta asal mula alam semesta hanya dapat diperoleh melalui wahyu.
Dan pengetahun ini merupakan pondasi bagi menentukan sikap dan kewajiban
yang melekat pada manusia sebagai makhluk Allah. Dalam menyikap akhirat atau
hari pertemuan, manusia terbagi atas dua golongan besar. Yaitu golongan yang
golongan ini sekaligus tidak meyakini Allah dan tidak meyakini wahyu. Mereka
kebendaan semata.
Bagaimana Pengaruh Pengetahuan ini? Allah dan hari pertemuan
denganNya merupakan hal yang ghaib. Hal yang tidak bisa dicapai dengan indra.
Namun keberadaanya dapat diterima oleh akal dan hati manusia. Boleh jadi
dari kitab Al-Qur’an. Dan ini merupakan modal terbaik untuk menjamin bahwa
akan pengetahuan yang mendalam tentang Allah dan hari akhirat semakin besar.
Kebutuhannya terhadap pengetahuan agama semakin besar. Atau bisa saja, bahwa
dan hari akhirat, maka kemungkinan besar, ia akan menjadi pribadi yang lebih
zuhud. Zuhud itu hakikatnya adalah menguasai dunia untuk ditundukkan demi
menjadikan semua itu sebagai sarana untuk kepentingan dakwah dan meninggikan
PENUTUP
A. Kesimpulan
antara dua sisi mushaf, yaitu dari surat al-Fātihah sampai surat al-Nās. Teks di sini
bermakna wujud dalam tulisan (mawjūd fī al-kitābah) yang dapat dirujuk kembali
sendiri sesuai dalam firman Allah SWT yaitu Al-Kalam sebagai bacaan yang
sempuna, Al-Furqan sebagai pembeda antara halal dan haram, yang baik dan yang
buruk, antara perintah yang wajib dikerjakan dan larangan-larangan yang harus
Secara garis besar ontologi dalam Islam ada tiga, yeitu Allah, Alam dan
Hari Pertemuan. Allah, Dialah yang menciptakan alam dan akan mengadakan hari
pembaca untuk menambah referensi bacaanya diluar makalah ini. Penulis dengan
penulisbersifat terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para pembaca
utamanya dari Dosen Pengajar Mata Kuliah Filsafat Islam di kelas Magister
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2017/06/09/ontologi-dalam-
islam/