KTI Jane Samara

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah
memberikan dampak yang besar pada masyarakat, tidak terkecuali
Indonesia. Dampak tersebut telah mengubah pola struktur masyarakat dari
agraris menjadi industri, dan gaya hidup desa ke gaya hidup masyarakat
perkotaan. Pola makan pun berubah dari yang alami menjadi cepat saji.
Akibat dari perubahan pola tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran
penyakit dari kecenderungan penyakit infeksi ke degeneratif seperti
kardiovaskuler dan stroke (Widyanto dan Triwibowo 2013, h 127).
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena
berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. Jaringan otak
yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang
pula stroke disebut dengan CVA (cerebrovaskular accident). Orang awam
cederung menganggap stroke sebagai penyakit. Sebaliknya, para dokter
justru menyebutnya sebagai gejala klinis yang muncul akibat pembuluh
darah jantung yang bermasalah, penyakit jantung atau secara bersamaan
(Auryn, Virzara 2009, h 38).
Menurut WHO stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh
yang lain dari itu. Organisasi stroke dunia mencatat hampir 85% orang
yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila menyadari
dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia
memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring
dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta
pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Nabyl R.A 2012, h 19).
Data di Amerika Serikat menunjukan, kurang lebih lima juta orang
pernah mengalami stroke. Sementara di Inggris terdapat 250 ribu orang
hidup dengan kecacatan karena stroke. Di Asia khususnya, di Indonesia
stroke merupakan penyakit nomer tiga yang mematikan setelah jantung
dan kanker. Bahkan menurut survey tahun 2004, stroke merupakan
pembunuh nomer satu di rumah sakit (RS) pemerintah seluruh Indonesia.
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdes) indonesia tahun 2007 menunjukan
bahwa angka kejadian stroke di Indonesia sebesar 6% atau 8,3 per 1000
peduduk yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000
penduduk. Hal ini menunjukan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat
telah di diagnosis oleh tenaga kesehatan. Data tersebut menujukan bahwa
di Indonesia, jumlah rata-rata dalam setiap penduduk, terdapat 8 orang
yang menderita stroke. Hal ini merupakan angka yang cukup besar dan
mengkhawatirkan (Widyanto dan Triwibowo 2013, h 128). Dan prevalensi
stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari
tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten
Kudus sebesar 1,84%. Sedangkan prevalensi stroke Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 35 penderita non hemoragik pada tahun
2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi
tertinggi adalah Kota Salatiga sebesar 1,16% (Dinkes 2012).
Berdasarkan data prevalensi penyakit stroke di RSUD Lakipadada
Tana Toraja di dapatkan data dari Bulan Januari-Desember pada tahun
2014 Secara keseluruhan sebanyak 16 penderita. Sedangkan pada data
prevalensi dari Bulan Januari-Desember pada tahun 2015 sebanyak 177
penderita. Hal ini menunjukan prevalensi mengalami peningkatan yang
signifikan (RSUD Lakipadada).
Berdasarkan kasus diatas maka penulis mengangkat kasus stroke
ini dikarenakan melihat dari data prevalensi penderita stroke mengalami
peningkatan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dari hasil data prevalensi
penyakit stroke di RSUD Lakipadada di tahun 2014 sebanyak 16 penderita
menjadi 177 penderita di tahun 2015. Selain itu, dalam menangani
masalah klien dengan stroke diperlukan juga Peran perawat untuk
menanggulangi penyakit stroke dengan cara memberikan dukungan dan
asuhan keperawatan kepada klien stroke. Kemudian peran perawat yang
lainnya meliputi pemberian informasi, edukasi dan ketrampilan yang
diperlukan oleh klien, sehingga kualitas hidup klien penderita stroke dapat
meningkat. Berdasarkan alasan tersebut diatas penulis mengangkat kasus
tentang perawatan klien dengan stroke sebagai bahan karya tulis ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.R dengan Diagnosa
Medis SNH (Stroke Non Hemoragik)” di Ruang Melati RSUD Lakipadada
Kabupaten Tana Toraja.
B. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan karya tulis ilmiah ini
adalah untuk memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien yang menderita STROKE di RSUD Lakipadada.
2. Tujuan kusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke
mahasiswa mampu melakukan:
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke.
b. Mampu menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan yang
terjadi pada pasien stroke berdasarkan data-data yang diperoleh.
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan dalam mengelola
pasien stroke.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien stroke.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien stroke.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
adalah:
1. Bagi Penulis
Untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan bagi penulis
tetang asuhan keperawatan dengan masalah stroke, selain itu karya
tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadikan salah satu cara penulis
dalam mengaplikasi ilmu yang diperoleh didalam perkuliahan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai masukan dan
tambahan wacana pengetahuan, menambah wacana bagi mahasiswa
dan Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan bagi
mahasiswa Diploma III keperawatan khususnya yang berkaitan dengan
asuhan keperawatan pada pasien penderita Sroke Non Hemoragik.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai masukan untuk
menambah bahan informasi, referensi dan ketrampilan dalam
melakukan asuhan keperawatan sehingga mampu mengoptimalkan
pelayanan asuhan keperawatan kepada masyarakat terutama dengan
masalah stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena


berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. Jaringan otak
yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang
pula stroke disebut dengan CVA (Cerebrovaskular Accident). Orang awam
cederung menganggap stroke sebagai penyakit. Sebaliknya, para dokter
justru menyebutnya sebagai gejala klinis yang muncul akibat pembuluh
darah jantung yang bermasalah, penyakit jantung atau secara bersamaan
(Auryn, Virzara 2009, h 38).
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah
kebagian dari otak. Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat
gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena trombosis (pengumpulan
darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh darah) atau embolik
(pecahnya gumpalan darah /benda asing yang ada didalam pembuluh darah
sehingga dapat menyumbat pembuluh darah kedalam otak) ke bagian otak.
Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang subaraknoid adalah penyebab
dari stroke hemoragik. Jumlah stroke iskemik sekitar 83% dari seluruh
kasus stroke. Sisanya sebesar 17% adalah stroke hemoragik (Joyce and Jane
2014, h 615).
Jadi dapat disimpulkan stroke adalah kerusakan jaringan otak atau
perubahan neurologi yang disebabkan oleh berkurangnya atau terhentinya
suplay darah secara tiba-tiba ke otak.
B. Etiologi

Seperti yang sudah disinggung di atas, stroke terjadi karena adanya


penghambatan atau penyumbatan aliran darah sel-sel darah merah yang
menuju ke jaringan otak, sehingga menyebabkan pembuluh darah otak
menjadi tersumbat (iskemic stroke) atau pecah (hemoragik stroke). Secara
sederhana stroke terjadi jika aliran darah ke otak terputus. Otak kita sangat
tergantung pada pasokan yang berkesinambungan, yang dialirkan oleh
arteri.
Asupan oksigen dan nutrisi akan dibawa oleh darah yang mengalir
kedalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju ke sel-sel otak. Apabila
aliran darah atau aliran oksigen dan nutrisi itu terhambat selama beberapa
menit saja maka dapat terjadi stroke. Penyempitan pembuluh darah menuju
sel-sel otak menyebabkan aliran darah dan asupan nutrisi ke otak akan
berkurang. Selain itu, endapan zat-zat lemak tersebut dapat terlepas dalam
bentuk gumpalan-gumpalan yang suatu saat dapat menyumbat aliran darah
ke otak sehingga sel-sel otak kekurangan oksigen dan nutrisi itulah
penyebab mendasar bagi terciptanya stroke.
Selain itu, hipertensi juga dapat menyebabkan tekanan yang lebih
besar sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah
akan mudah pecah. Hemoragik stroke dapat juga terjadi pada mereka yang
menderita penyakit hipertensi (Auryn, Virzara 2009, h 48). Sedangkan
Menurut Widyanti & Triwibowo 2013 yaitu Faktor resiko terjadinya stroke
dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan dapat
diubah.
1. Yang tidak dapat diubah: umur, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga,
riwayat transient Ishemic Attack (TIA) atau stroke, penyakit jantung.
2. Yang dapat diubah: Hipertensi, kadar hemotokrit tinggi, diabetes,
merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, kontrasepsi oral,
hematokrit meninggi dan hiperurisehol.
Menurut Ginsberg Lionel 2007, penyebab tersering stroke adalah
penyakit degenaratif arterial, baik aterosklerosis pada pembuluh darah besar
maupun penyakit pembuluh darah kecil. Kemungkinan berkembangnya
penyakit degeneratif arteri yang signifikan meningkat pada beberapa faktor
risiko vaskular diantaranya: Umur, Riwayat penyakit vaskular dalam
keluarga, Hipertensi, Merokok, Diabetes melitus dan Alkohol.

C. Patofisiologi

Otak kita sangat sensitif terhadap kondisi penurunan atau hilangnya


suplai darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral karena tidak
seperti jaringan pada bagian tubuh lain, misalnya otok, otak tidak bisa
menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi kekurangan oksigen atau
glukosa. Otak diperfusi dengan jumlah yang banyak dibandingkan dengan
orang lain yang kurang vital untuk mempertahankan metabolisme serebral.
Iskemik jangka pendek dapat mengarah pada penurunan sistem neurologi
sementara atau TIA (transient Ishemic Attack). Jika aliaran darah tidak
diperbaiki, terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada jaringan otak
atau infrak dalam hitungan menit. Luasnya infrak bergantung pada lokasi
dan ukuran arteri yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi kolateral ke arah
yang disuplai.
Iskemik dengan cepat bisa mengganggu metabolisme. Kematian sel
dan perubahan yang permanen dapat terjadi dalam waktu 3-10 menit. Dalam
waktu yang singkat pasien yang sudah kehilangan kompensasi autoregulasi
akan mengalami manifestasi dari gangguan neurologi. Beberapa proses
reaksi biokimia akan terjadi dalam hitungan menit pada kondisi iskemik
serebral. Reaksi-reaksi tersebut seperti neurotoksin, oksigen radikal bebas,
mikrooksidasi. Hal ini dikenal dengan perlukaan sel-sel saraf sekunder.
Bagian neuropenubra paling dicurigai terjadi sebagai akibat iskemik
serebral. Bagian yang membengkak setelah iskemik bisa mengarah kepada
penurunan fungsi saraf sementara. Edema bisa berkurang dalam beberapa
jam atau hari klien bisa mendapatkan kembali beberapa fungsi-fungsinya
(Joyce and Jane 20014, h 618).
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Perdarahan
itrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebral. Ekstravasasi
darah terjadi didaerah otak atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
terletak di dekatnya akan tegeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme serebral (menyempitnya
lumen pembuluh darah yang terdapat pada kranial) merupakan komplikasi
yang serius pada perdarahan subaraknoid. Mekanisme yang bertangguang
jawab terjadi spasme tidak jelas tetapi adanya vasospasme dihubungkan
dengan meningkat jumlah darah didalam ruang subaraknoid dan fisura
serebral, sebagaimana terlihat oleh pemindaian CT. Vasospasme sering
menggambarkan adanya sakit kepala yang buruk, penurunan tingkat
kesadaran (konfusi, letargik, disorientasi) atau munculnya penurunan
neurologik fokal baru (afasia, hemiparesis). Vasospasme terjadi dalam hari
ke 4 sampai ke 12 setelah awal perdarahan (Widyanto dan Triwibowo 2013,
h 133).

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang
terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral.
Gejala klinis pada Stroke akut:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang
timbul secara mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma).
4. Afasia (kesulitan dalam bicara).
5. Gangguan penglihatan, diplopia, Ataksia.
6. Verigo, mual, muntah dan nyeri kepala (Tarwoto, Wartonah, Eros siti
suryati, 2007).

Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih


berat atau lebih luas, berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya
menetap. Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan
untuk mengendalikan emosi (Auryn, Virzara 2009, h 65).
Stroke juga menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah yang tersumbat), ukuran area perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pada stroke
iskemik, gejala utamanya yang timbul adalah defisit neurologis secara
mendadak atau sumbatan. Kondisi tersebut didahului gejala prodormal,
terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak
menurun kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia
diatas 50 tahun.
Stroke akibat PIS (pendarahan intraserebral) mempunyai gejala
prodormal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali terjadi pada siang hari, saat beraktivitas atau emosi (marah). Mual
dan muntah sering terdapat permulaan serangan. Hemiparasis/hemiplegi
biasanya terjadi pada permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan
cepat masuk koma (60% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara setengah
jam s.d 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari). Pada pasien PSA
(pendarahan subaraknoid) gejala prodrormal berupa nyeri kepala hebat dan
akut, kesadaran sering terganggu & sangat bervariasi, ada gejala/tanda
rangsangan maningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis internal,
sedangkan menurut Widyanto dan triwibowo (2013). Berikut ini merupakan
manifestasi yang umum terjadi pada penderita stroke:
1. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron
atas melintas, gangguan kontrol motor voluter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu bagian tubuh). Bila stroke menyerang bagian
kiri otak, terjadi hemiplegia kanan. Bila yang terserang adalah bagian
kanan otak, yang terjadi adalah hemiplegi kiri dan yang lebih ringan
disebut hemiperesis kiri.
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsia bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan
sebagai berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti (bicara pelo atau cedal) yang disebabkan oleh paralisis
otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresi atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya) seperti dilihat ketika penderita stroke
mengambil sisir dan berusaha menyisir rambutnya.
3. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan:
a. Disfungsi persepsi visual
Terjadi karena gangguan jarak sensori primer diantara mata dan
korteks visual.
b. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan gangguan dua
atau lebih objek dalam area spasial).
Sering terjadi pada klien hemiplegia kiri. Penderita mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk memcocokan pakaian ke bagian tubuh.

c. Kehilangan senrori
Kehilangan senrori dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin berat dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimulus visual dan auditorius.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat dibuktikan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang
menyebabkan penderita menghadapi masalah frustasi. Masalah
psikologik lain juga umunya terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas
emosional, bermusuhan frustasi, dendam dan kurang berkerja sama.
5. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke, klien dapat mengalami inkonensia urinarius
sememtara karena konfunsi dan ketidakmampuan mengungkapkan
kebutuhan.

E. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Rendy dan Margareth (2012, h 16) pengkajian


merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan,
dan keperawatan pasien dengan baik mental, sosial dan lingkungan.
a. Indetitas Diri Klien
1) Pasien (diisi lengkap): nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal masuk RS, no. RM, alammat.
2) Penanggung jawab (diisi lengkap): nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian).
2) Riwayat kesehatan sekarang
(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit).
3) Riwayat kesehatan yang lalu
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien).
4) Riwayat kesehatan keluarga
(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota lain
atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak).
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan persistem:
a) Sistem persepsi dan sensori
(pemeriksaan 5 indera pengelihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecap).
b) Sistem persarafan
(bagaimana tingkat kesadaran, GCS (glasgow coma scale)
(reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat).
c) Sistem pernafasan
(nilai frekuensi nafas, kualitas suara, dan jalan nafas).
d) Sistem kardiovaskuler
(nilai tekanan darah, nadi dan irama, kualitas dan
frekuensi).
e) Sisten gastrointestial
(nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum,
peristaltik dan eliminasi).
f) Sistem intergumen
(nilai warna, tugor kulit, tekstur dari kulit pasien).
g) Sistem reproduksi
h) Sistem perkemihan (nilai frekuensi dan volume).
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pada klien
hipertensi terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum
alkohol dan pengunaan obat-obatan.
2) Pola aktivitas dan latihan: pada klien hipertensi terkadang
mengalami lemas, pusing, kelelahan otot, dan kesadaran
menurun.
3) Pola nutrisi dan metabolisme: pada pasien hipertensi terkadang
mengalami mual dan muntah.
4) Pola eliminasi: pada pasien hipertensi terkadang mengalami
oliguri.
5) Pola tidur dan istirahat.
6) Pola kognitif dan perseptual.
7) Persepsi diri dan konsep diri.
8) Pola toleransi dan koping stress: pada pasien hipertensi
biasanya mengalami stress psikologis.
9) Pola seksual reproduksi.
10) Pola hubungan dan peran.
11) Pola nilai dan keyakinan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan


penyakit stroke adalah (Rendy & Margareth 2013, h 18 dan NANDA).
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan
aliran arteri, peningkatan TIK.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal dan kelemahan anggota gerak.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan untuk merasakan bagian tubuh.
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik,
kerusakan neuromuskuler.
e. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
imobilisasi.
f. Konstipasi berhubungan dengan aktifitas fisik tidak adekuat.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.

3. Prioritas Diagnosa

Prioritas diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien


dengan penyakit stroke menurut (Rendy & Margareth 2013, h 19 dan
NANDA).
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan
aliran arteri, peningkatan TIK.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal dan kelemahan anggota gerak.
c. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, toileting,
berhubungan dengan kelemahan dan ketidakmampuan untuk
merasakan bagian tubuh.
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik,
kerusakan neuromuskuler.

4. Interverensi Keperawatan

Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi


masalah keperawatan pada klien dengan Stroke (Rendy dan Margareth
2012, h 19 NANDA).
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan
aliran arteri, peningkatan TIK.
Nursing Outcome Classification (NOC)
Kriteria hasil :
1) Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima.
2) Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing.
3) Nilai laboratorium dalam batas-batas normal.
Nursing Interventions Calssification (NIC)
Aktivitas keperawatan
a) Monitori tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologi
tiap 10 menit.
Rasional: untuk mengevaluasi perkembangan peyakit dan
keberhasilan terapi.
b) Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai
tekanan darah dipertahankan pada tingkat yang normal.
Rasional: tirah baring membantu menurunkan kebutuhan
oksigen, posisi duduk meningkatkan aliran darah arteri.
c) Pantau data laboratorium.
Rasional: indicator perfusi atau fungsi organ.
d) Kolaborasi pemberian obat-obatan anthipertensi.
Rasional: golongan inhibitor secara umum menurunkan
tekanan darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan
perifer, menurunya curah jantung.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal dan kelemahan anggota gerak.

1) Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontarktur.


2) Klien mencapai keseimbangan saat duduk.
3) Klien mampu mengguanakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi hemiplegi.

a) Berikan posisi yang benar.


Rasional: pemberian posisi yang benar penting untuk
mencegah kontrkatur, merendakan tekanan, mencegah
neuropati.
b) Berika posisi tidur yang tepat.
Rasional: mempertahankan posisi tegak ditempat tidur dalam
periode yang lama akan memperberat deformitas fleksi
panggul dan pembentukan dekubitus disakrum.
c) Cegah aduksi bahu.
Rasional: membantu mencegah edema dan fibrosis yang akan
mencegah rentang gerakan normal bila pasien telah dapat
melakukan kontrol lengan.
d) Ubah posisi pasien tiap 2 jam.
Rasional: pemberian posisi ini penting untuk mengurangi
tekanan dan mengubah posisi dengan sering untuk mencegah
pembentukan dekubitus.
e) Latihan ROM (range of motion) 2 s/d 5 kali sehari.
Rasional: latihan bermanfaat untuk mempertahankan mobilitas
sendi, mengembalikan control motorik, mencegah terjadinya
kontaktur pada ekstremitas yang mengalami paralysis,
mencegah bertambah buruknya system neurovaskuler dan
meningkatnya sirkulasi. Latihan juga menolong dalam
mencegah terjadinya statis vena yang dapat mengakibatkan
adanya trombus dan emboli paru.
f) Siapkan pasien ambulasi.
Rasional: untuk mempertahankan keseimbangan saat duduk
dan saat berdiri.
c. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, toileting,
berhubungan dengan kelemahan dan ketidakmampuan untuk
merasakan bagian tubuh.
Nursing Outcome Classification (NOC)

1) Pasien dapat merawat diri berpakaian.


2) Pasien dapat merawat diri mandi dan toileting.
3) Pasien dapat merawat diri makan.
Nursing Interventions Calssification (NIC)
Intervensi (self care assistance)
a) Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri.
b) Pantau kebutuhan klien untuk alat bantu dalam mandi,
berpakaian, makan dan toileting.
c) Berikan bantuan hingga klien sepenuhnya dapat mandiri.
d) Dukung klien untuk menunjukan aktivitas normal sesuai
kemampuan.
e) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri
klien.
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik,
kerusakan neuromuskuler.
Nursing Outcome Classification (NOC)

1) Pasien dapat berkomunikasi.


2) Lisan, tulisan, dan non verbal meningkat.
3) Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara): ekspresi pesan
verbal atau non verbal yang bermakna.
4) Gerakan terkoordinasi: mampu mengkoordinasi gerakan dalam
menggunakan isyarat.

a) Kaji dan dokumentasi kemampuan untuk berbicara.


b) Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan
alat bantu bicara.
c) Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara.
d) Dorong atau ajari pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.
e) Berikan penguatan positif dengan sering.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada bab III ini, penulis akan menyajikan hal dari asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari pada tanggal 20
Januari 2018 sampai dengan 23 Januari 2018 yang kemudian akan dibahas pada
bab berikutnya.
A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 Januari 2018 pukul 08.45


WIB diruang Melati RSUD Lakipadada. Dari hasil pengkajian didapatkan
data umum: nama Ny. R, umur 56 tahun, jenis kelamin perempuan, agama
islam, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Makale 18/6,
Kedungwuni, masuk rumah sakit pada tanggal 18 Januari 2018 dengan
diagnosa SNH (Stroke Non Hemoragik). Identitas penaggung jawab klien
yaitu Ny. R, umur 37 tahun, pekerjaan buruh, alamat Makale , hubungan
dengan klien adalah anak.
Hasil data pengkajian yang didapatkan dari Ny. R sendiri, keluhan
utama yang dirasakan klien sendiri adalah kelemahan anggota gerak dan
sakit kepala. Keluarga klien mengatakan, klien masuk rumah sakit melalui
IGD pada tanggal 18 Januari 2018 dengan keluhan 1 minggu yang lalu klien
jatuh di kamar mandi lalu mengeluh tangan dan kaki kirinya mengalami
kelemahan, tidak dapat digerakan, kesulitan untuk bicara/pelo dan juga sakit
kepala. Kemudian dibawah RSUD Lakipadada masuk ke IGD dengan
diagnosa SNH (Stroke Non Hemoragik) dan kemudian masuk ke ruang
Melati kamar 5 tanggal 19 Januari 2018, jam 08.53. Pada saat dilakuan
pengkajian pada tanggal 20 Januari 2018 jam 08.45 didapatkan data: klien
mengatakan sakit kepala, P: sakit kepala bertambah saat ramai, Q: nyeri
seperti ditekan,
R: di kepala, S: skala 4, T: hilang timbul dan keluarga klien mengatakan,
klien tidak bisa menggerakan tangan dan kaki kirinya semua aktivitas
dibantu keluarganya. Keluarga klien juga mengatakan, klien bicaranya menjadi
pelo dan tidak jelas. Klien tampak lemas, gelisah dan memegang kepala karena
sakit, TD: 180/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit, CT-Scan tidak ada
perdarahan pada subepidural maupun epidural. Pada pengkajian riwayat dahulu
diketahui klien mempunyai riwayat hipertensi dan asam urat. Sedangkan pada
riwayat kesehatan keluarga, diketahui keluarga klien tidak ada yang menderita
penyakit keturunan lainya. Dari silsilah keluarga diketahui bahwa Ny. R adalah
anak ke tiga dari tiga bersaudara. Dari hasil pernikahan klien mempunyai tiga
orang anak. Kemudian terapi yang diberikan untuk Ny. R yaitu infus RL 20
Tpm, injeksi Citicolin 2x500 mg, amplodin 2x10 mg dan injeksi ondansentron
2x40 mg.

B. Diagnosa Keperawatan

Hasil pengkajian diatas, penulis mengangkat diagnosa keperawatan


sesuai dengan prioritas masalah yang ditemukan pada tanggal 20 Januari
2018, yaitu:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan
aliran darah yang ditandai dengan: DS: Klien mengatakan sakit kepala,
P: sakit kepala bertambah saat ramai, Q: nyeri seperti ditekan, R: di
kepala, S: skala 4, T: hilang timbul. DO: Klien tampak gelisah dan pada
saat sakit klien memegangi kepalanya, TD: 180/100 mmHg, N: 82
x/menit, RR: 24 x/menit, CT-Scan tidak ada perdarahan pada
subepidural maupun epidural.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota
gerak yang ditandai dengan: DS: Keluarga klien mengatakan, klien
mengeluh tangan dan kaki kirinya mengalami kelemahan dan tidak
dapat digerakan. DO: Klien tampak lemas dan aktivitas dibantu
keluarganya, TD: 180/100 mmHg, N: 82x/menit, RR: 24x/menit.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler yang ditandai dengan: DS: Keluarga klien mengatakan,
klien kesulitan untuk berbicara dan bicaranya kurang jelas. DO: Klien
tampak susah untuk bicara/pelo dan kurang jelas.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh yang ditandai dengan: DS:
Keluarga klien mengatakan, klien tidak bisa bangun dan semua
aktivitas dibantu oleh keluarganya. DO: Klien tampak lemas dan
aktivitas di bantu keluarganya.

C. Rencana Keperawatan

1. Tujuan dari pengangkatan diagnosa pertama adalah setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien tidak
mengeluh sakit kepala dengan kriteria hasil: klien tidak gelisah dan
sakit kepala dapat berkurang. Intervensi untuk mengatasi
ketidakefektifan perfusi jaringan otak klien yaitu dengan: kaji keluhan
nyeri klien, observasi tanda-tanda vital, anjurkan klien untuk bedrest
total, berikan posisi semifowler, kolaborasi pemberian obat injeksi
citicolin 500 mg dan ondansentron 40 mg.
2. Tujuan dari pengakatan diagnosa kedua adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien masalah
hambatan fisik dapat berkurang dan klien dapat menggerakan tangan
dan kakinya sedikit demi sedikit, dengan kriteria hasil:
mempertahankan posisi yang optimal, bertambahnya kekuatan otot.
Intervensi untuk mengatasi hambatan mobilitas fisik yang dilakukukan
yaitu: kaji keluhan klien, observasi tanda-tanda vital klien, melatih klien
melakukan ROM pasif, mengubah posisi klien, kolaborasi pemberian
obat injeksi citicolin 500 mg.
3. Tujuan dari pengangkatan diagnosa ketiga adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat
berkomukasi sedikit demi sedikit dengan kriteria hasil: klien mampu
merespon setiap percakapan/komunikasi. Intervensi untuk mengatasi
hambatan komunikasi verbal yang dilakukan yaitu: kaji kemampuan
komunikasi klien, observasi tanda-tanda vital klien, berikan metode
alternatif atau gunakan kata-kata yang sederhana dan dengan bahasa
tubuh, anjurkan keluarga untuk sering berkomunikasi dengan klien,
kolaborasi pemberian obat citicolin 500 mg.
4. Tujuan pengangkatan diagnosa keempat adalah Setelah di lakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit perawatan
diri dapat berkurang sedikit demi sedikit dengan kriteria hasil: pasien
dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Intervensi untuk mengatasi
defisit perawatan diri adalah anjurkan klien melakukan sendiri
perawatanya jika mampu, bantu klien melakukan ADL jika diperlukan,
libatkan keluarga klien dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri
klien.

D. Implementasi

Implementasi yang dilakukan penulis dari tanggal 20 Januari 2018


sampai 23 Januari 2018 yaitu:
Implementasi untuk mengatasi masalah diagnosa yang pertama
penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut: Mengkaji keluhan
klien, respons klien yang didapatkan adalah data subjektif: klien
mengatakan sakit kepala, data objektif: klien tampak gelisah dan
memegangi kepala saat sakit. Mengkaji keluhan nyeri klien, respons klien
yang didapatkan adalah data subjektif: klien mengatakan sakit kepala, P:
sakit kepala bertambah saat ramai, Q: nyeri seperti ditekan, R: di kepala, S:
skala 4, T: hilang timbul, data objektif: klien tampak gelisah dan beberapa
kali memegangi kepala. Memberikan posisi semifowler, respons klien yang
didapatkan data subjektif: klien mau di posisikan, data objektif: klien
tampak lebih nyaman. Menganjurkan klien untuk bedrest total respons yang
didapatkan data subjektif: klien mau istirahat, data objektif: klien tampak
sedang istirahat. Mengkaji tanda-tanda vital respon klien yang didapatkan
data subjektif: klien kooperatif, data objektif hasilnya adalah TD: 180/100
mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit. Kolaborasi pemberian injeksi
citicolin 500 mg respons klien yang didapatkan data subjektif: -, data
objektif: obat masuk melalui IV dan klien tampak tidak nyaman.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa kedua penulis
melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut: Mengkaji keluhan klien
respons yang didapatkan data subjektif: keluarga klien mengatakan, klien
mengalami anggota gerak kirinya tidak bisa digerakan, data objektif: klien
tampak lemah dan aktivitas dibantu keluarganya. Melatih klien ROM pasif
respons klien yang didapatkan data subjektif: klien mau dilakukan ROM,
data objektif: klien tampak mengikuti anjuran. Mengubah posisi klien
respons yang didapatkan data subjektif: klien bersedia untuk diubah
posisinya, data objektif: klien tampak lebih nyaman. Mengkaji tanda-tanda
vital respons yang didapatkan data subjektif: klien kooperatif, data objektif
hasilnya adalah TD: 180/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit.
Kolaborasi pemberian obat injeksi citicolin 500 mg dan ondansentron 40 mg
respons klien yang didapatkan data subjektif: -, data objektif: obat masuk
melalui IV dan klien tampak tidak nyaman.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa yang ketiga
penulis melakukan tindakan keperawatan sebagai berikut: Mengkaji keluhan
klien, respons klien yang didapatkan adalah data subjektif: keluarga klien
mengatakan, klien kesulitan untuk berbicara, data objektif: klien tampak
susah untuk bicara/pelo dan bicaranya kurang jelas. Mengkaji kemampuan
komunikasi adanya gangguan bahasa dan bicara respons klien yang di
dapatkan adalah data subjektif: klien mau dikaji, data objektif: klien tampak
bicara pelo dan tidak jelas. Memberikan metode alternatif komunikasi atau
gunakan kata-kata yang sederhana dan dengan bahasa tubuh, respons klien
yang muncul adalah data subjektif: klien kooperatif, data objektif: klien
tampak mau mengikuti anjuran yang diberikan. Menganjurkan keluarga
klien untuk berkomunikasi dengan klien, respons klien yang didapatkan data
subjektif: keluarga klien kooperatif, data objektif: keluarga klien tampak
sedang berbincang-bincang dengan klien. Kolaborasi pemberian injeksi
citicolin 500 mg, dan ondansentron 40 mg respons klien yang didapatkan
data subjektif: -, data objektif: obat masuk melalui IV dan klien tampak
tidak nyaman.
Implementasi yang digunakan untuk mengatasi diagnosa yang
keempat penulis melakukan tindakan sebagai berikut: Menganjurkan klien
untuk melakukan sendiri perawatanya jika mampu respons klien yang
didapatkan: data subjektif: klien masih belum bisa bangun, data objektif:
klien tampak kesulitan untuk bangun. Membantu klien melakukan ADL jika
diperlukan respons klien yang didapatkan: data subjektif: klien mau dibantu,
data objektif: klien tampak senang mau dibantu. Libatkan keluarga klien
dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien, respons klien yang
didapatkan data subjektif: keluarga kooperatif, data objektif: keluarga klien
tampak mau mengikuti anjuran.

E. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi yang dilakukan


penulis adalah:
1. Evaluasi untuk masalah ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah:
Evaluasi tanggal 25 Mei 2016 adalah S: klien mengatakan sakit
kepala, P: sakit kepala bertambah saat ramai, Q: nyeri seperti ditekan,
R: di kepala, S: skala 4, T: hilang timbul. O: klien tampak gelisah dan
memegangi kepala, TD:180/100 mmHg, N:82 x/menit, RR:24 x/menit.
A: jadi masalah pada diagnosa ini belum teratasi. P: oleh sebab itu
lanjutkan intervensi: observasi tanda-tanda vital, menganjurkan klien
untuk bedrest total, kolaborasi pemberian obat injeksi citicolin 500 mg
dan injeksi ondansentron 40 mg. Evaluasi yang kedua tanggal 26 Mei
2016 adalah S: klien mengatakan sakit kepala sudah mulai berkurang,
P: bertambah saat ramai, Q: seperti di tekan, R: kepala, S: skala 3, T:
hilang timbul. O: klien tampak lebih rileks, TD: 180/100 mmHg, N: 82
x/menit, RR: 22 x/menit, S: 37° C. A: masalah belum teratasi. P: lanjut
intervensi observasi tanda-tanda vital, kaji keluhan nyeri, menganjurkan
klien untuk istirahat total, kolaborasi pemberian injeksi: Injeksi citicolin
500 mg dan injeksi ondansentron 40 mg. Evaluasi yang ketiga pada
tanggal 27 Mei 2016 adalah S: klien mengatakan, sudah tidak sakit
kepala lagi. O: klien tampak sudah tidak gelisah dan lebih rileks, TD:
150/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit. A: masalah teratasi. P:
pertahankan intervensi observasi tanda-tanda vital, menganjurkan untuk
tetap beristirahat, kolaborasi pemberian obat injeksi: Injeksi citicolin
500 mg dan injeksi ondansentron 40 mg.
2. Evaluasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik adalah:
Evaluasi pada tanggal 20 Januari 2018 adalah: S: keluarga klien
mengatakan, klien mengeluh tangan dan kaki kirinya mengalami
kelemahan dan tidak dapat digerakan. O: klien tampak lemas terbaring
di tempat tidur, semua aktivitas di bantu keluarganya, TD : 180/100
mmHg, N: 84 x/menit, RR: 24 x/menit, S: 37,5 °C. A: masalah belum
teratasi. P: lanjut intervensi latih ROM pasif dan ubah posisi klien,
kolaborasi pemberian obat injeksi: injeksi citicolin 500 mg dan
ondansentron 40 mg. Evaluasi kedua pada tanggal 26 Mei 2016 adalah:
S: keluarga klien mengatakan, klien tangan dan kaki kirinya mengalami
kelemahan, dan masih sulit untuk digerakan. O: klien tampak masih
lemah dan terbaring di tempat tidur, TD: 180/100 mmHg, N: 82
x/menit, RR: 22 x/menit, S: 37°C. A: masalah belum teratasi. P: lanjut
intervensi: latih ROM pasif dan ubah posisi klien, kolaborasi pemberian
obat injeksi: injeksi citicolin 500 mg dan ondansentron 40 mg. Evaluasi
hari ketiga pada tanggal 27 Mei 2016 adalah: S: keluarga klien
mengatakan tangan dan kaki kirinya masih mengalami kelemahan dan
sulit untuk digerakan. O: klien tampak masih lemas, TD: 150/100
mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit. A: masalah belum teratasi. P:
lanjut intervensi: latih ROM pasif dan ubah posisi klien, kolaborasi
pemberian obat injeksi: injeksi citicolin 500 mg dan ondansentron 40
mg.
3. Evaluasi untuk diagnosa hambatan komunikasi verbal adalah:
Evaluasi yang pertama pada tanggal 20 Mei 2016 adalah: S:
keluarga klien mengatakan, klien kesulit untuk bicara dan bicaranya
kurang jelas. O: klien tampak mulutnya pelo dan bicaranya kurang
jelas. A: masalah belum teratasi. P: lanjut intervensi: berikan metode
alternatif atau gunakan kata-kata yang sederhana dan dengan bahasa
tubuh, anjurkan keluarga klien untuk berkomunikasi dengan klien,
kolaborasi pemberian obat injeksi citicolin 500 mg. Evaluasi hari kedua
tanggal 26 Mei 2016 adalah: S: keluarga klien mengatakan, klien masih
kesulitan untuk bicara. O: klien tampak mulutnya pelo dan bicaranya
kurang jelas. A: masalah belum teratasi. P: lanjut intervensi, berikan
metode alternatif atau gunakan kata-kata yang sederhana dan dengan
bahasa tubuh, anjurkan keluarga klien untuk berkomunikasi dengan
klien, kolaborasi pemberian obat injeksi citicolin 500 mg. Evaluasi
yang ketiga pada tanggal 27 Mei 2016 adalah: S: keluarga klien
mengatakan, klien masih kesulitan untuk bicara O: klien tampak
mulutnya pelo dan bicaranya kurang jelas. A: masalah belum teratasi.
P: lanjut intervensi, menganjurkan keluarga klien untuk tetap
berkomunikasi dengan klien, kolaborasi pemberian injeksi citicolin 500
mg dan injeksi ondansentron 40 mg.
4. Evaluasi untuk diagnosa defisit perawatan diri adalah:
Evaluasi yang pertama pada tanggal 20 Januari 2018 adalah: S:
keluarga klien mengatakan, klien tidak bisa bangun dan semua aktivitas
dibantu oleh keluarganya. O: klien tampak lemas dan terlihat aktivitas
di bantu keluarganya. A: masalah belum teratasi. P: lanjut intervensi
bantu klien melakukan ADL jika di perlukan, motivasi klien untuk tetap
melakukan aktivitas. Evaluasi yang kedua pada tanggal 26 Mei 2016
adalah: S: keluarga klien mengatakan, klien tidak bisa bangun dan
semua aktivitas dibantu oleh keluarganya. O: klien tampak lemas dan
terlihat aktivitas dibantu keluarganya. A: masalah belum teratasi. P:
lanjut intervensi bantu klien dan libatkan keluarga klien untuk
melakukan ADL jika di perlukan, motivasi klien untuk tetap melakukan
aktivitas. Evaluasi yang ketiga pada tanggal 27 mei 2016 adalah: S:
keluarga klien mengatakan, klien masih belum bisa bangun dan semua
aktivitas dibantu oleh keluarganya karena tangan dan kaki kirinya
masih tidak bisa digerakan. O: klien tampak lemas dan terlihat aktivitas
di bantu keluarganya. A: masalah belum teratasi. P: lanjut intervensi,
bantu klien dan libatkan keluarga klien untuk melakukan ADL jika di
perlukan, motivasi klien untuk tetap melakukan aktivitas.
BAB IV
PEMBAHASAN

Penulis akan membahas persamaan dan kesenjangan yang ada pada


“Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa Stroke Non Hemoragik di
Ruang Matahari RSUD Lakipadada, Kabupaten Pekalongan”. Berdasarkan
pengkajian yang penulis lakukan pada Ny. R selama tiga hari mulai tanggal 20,
21,22 Januari 2016, penulis mengangkat 4 (empat) diagnosa keperawatan
berdasarkan data-data pendukung yang ditemukan penulis. Dalam pembahasan ini
penulis membaginya dalam 5 (lima) langkah dari proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian

Pada saat penulis melakukan pengkajian penulis menggunakan


pedoman pada format pengkajian asuhan keperawatan penyakit dalam yang
telah ada dan penulis tidak menemukan hambatan atau masalah, pasien dan
keluarga kooperatif memberikan keterangan yang diperlukan penulis. Penulis
menggunakan metode yang dapat mencakup seluruh aspek yang harus dikaji
antara lain bio-psiko-sosial-spiritual dan kultural yang dapat membantu
penulis dalam memperoleh data fokus yang menunjang pada kasus Stroke
non Hemoragik. Dari pengkajian pada tanggal 20 Januari 2018 jam 08.45
WIB didapatkan data dari pengkajian aspek bio: data subjektif meliputi:
keluhan utama yang dirasakan klien sendiri adalah klien mengatakan sakit
kepala, P: sakit kepala bertambah saat ramai, Q: nyeri seperti ditekan, R: di
kepala, S: skala 4, T: hilang timbul, keluarga klien mengatakan, klien
mengeluh tangan dan kaki kirinya mengalami kelemahan dan tidak dapat
bergerak, keluarga klien mengatakan, klien bicaranya menjadi pelo dan tidak
jelas dan aktivitas di bantu keluarganya. Data objektif: TD: 180/100 mmHg,
o
N: 82 x/menit, S: 37,5 C, RR: 24 x/menit, CT-Scan: tidak ada perdarahan
pada subepidural maupun epidural, terpasang infus RL 20 tpm di lengan
kanan.
Pada pengkajian aspek psiko-sosial-kultural-spiritual penulis tidak
memaparkan lebih terinci karena tidak ada masalah di dalam aspek-aspek
tersebut. Pembahasan: hasil pengkajian yang ditemukan penulis dalam
melakukan pengkajian tanggal 20 Januari 2018 sudah sesuai dengan apa yang
ada di teori. Sehingga tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktik.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian yang didapat, penulis menegakan


diagnosa sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan
aliran darah.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
Untuk mempermudah dalam memahami pada pembahasan ini maka
penulis menyusun sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada pada Ny. R
dilanjutkan dengan intervensi, implementasi, serta evaluasi dari masing-
masing diagnosa.
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan
aliran darah.
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah gangguan aliran darah
yang obtruksi dan satu arah (Wilkinson, 2012).
b. Alasan diagnosa ditegakkan
Diagnosa ini ditegakkan karena pada pasien ditemukan data subjektif:
klien mengatakan sakit kepala, P: sakit bertambah saat ramai, Q:
seperti ditekan, R: dibagian kepala, S: skala 4, T: hilang timbul. Data
objektif: klien tampak gelisah dan saat sakit klien memegangi kepala,
TD: 180/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit, CT-Scan: tidak
ada perdarahan pada subepidural maupun epidural.
c. Cara pemprioritaskan masalah
Diagnosa ini menjadi prioritas pertama karena dapat menimbulkan
banyak masalah. Perfusi jaringan yang tidak efektif dapat
mengakibatkan terganggunya peredaran darah sehingga menimbulkan
kelemahan anggota gerak, dan dapat menghambat aktivitas fisik.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak.
a. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (NANDA
2012-2014).
b. Alasan diagnosa ini tegakan
Diagnosa ini di angkat karena penulis menemukan data subjektif:
keluarga klien mengatakan, klien tangan dan kaki kirinya mengalami
kelemahan, dan tidak bisa digerakan. Data objektif: yang diperoleh
klien tampak lemas terbaring di tempat tidur dan akitivitas di bantu
keluarganya, TD: 180/100 mmHg, N: 82x/menit, RR: 24x/menit.
c. Cara pemprioritaskan masalah
Diagnosa ini menjadi prioritas kedua karena menurut Hierarki
Kebutuhan Dasar Manusia Maslow kebutuhan rasa aman dan nyaman
merupakan kebutuhan yang kedua setelah kebutuhan fisiologis seperti:
oksigenasi serta cairan dan elektrolit (Mubarak & Chayatin, 2008. H.
1). Hambatan mobilitas fisik muncul karena pasien merasakan
kelemahan, kesemutan dan susah untuk di gerakan sehingga pasien
tidak mampu untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
a. Pengertian
Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, kelambatan atau
ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim dan
menggunakan sistem simbol (NANDA, 2012-2014).
b. Alasan diagnosa ditegakan
Diagnosa ini ditegakan karena pada pasien ditemukan data subjektif:
keluarga klien mengatakan, klien kesulitan untuk berbicara, data
objektif: klien tampak mulutnnya susah untuk bicara/pelo dan
bicaranya kurang jelas.
c. Diagnosa ini menjadi prioritas ketiga karena hambatan komunikasi
verbal terjadi akibat gangguan perfusi jaringan otak, dan pada saat
pengkajian didapatkan data: klien bicara menjadi pelo karena itu akan
menggangu proses komunikasi dan juga berdampak pada harga diri
klien.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
a. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah hambatan kemampuan untuk melakukan
dan memenuhi aktifitas hygiene (NANDA, 2012-2014).
b. Alasan diagnosa ditegakan
Penulis menengakan diagnosa ini karena pada klien ditemukan data
subjektif: keluarga klien mengatakan, klien tidak bisa bangun dan
semua aktivitas dibantu oleh keluarganya. Data objektif: klien tampak
lemas dan aktivitas dibantu keluarganya.
c. Cara memprioritaskan masalah
Penulis memprioritaskan diagnosa ini menjadi prioritas ke empat
karena pada saat pengkajian tanggal 25 Mei 2016 didapatkan data
klien tidak bisa merawat diri dengan baik apabila jika tidak diatasi
akan mengganggu harga diri klien, kerusakan integritas kulit dan gatal
gatal.

C. Rencana Keperawatan

1. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan


gangguan aliran darah.
Intervensi yang penulis rencanakan untuk mengatasi diagnosa
yang pertama dengan tujuan ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat
adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dengan
kriteria hasil sebagai berikut: klien terlihat tidak gelisah, tidak ada
keluhan sakit kepala. Intervensi yang dilakukan: Kaji keluhan klien,
rasionalnya untuk mengetahui keadaan klien. Kaji keluhan nyeri klien,
rasionalnya untuk mengetahui tingkat nyeri klien. Memberikan posisi
semifowler, rasionalnya dari tindakan ini adalah untuk memperbaiki
sirkulasi. Anjurkan klien untuk bedrest total, rasionalnya dari tindakan
ini adalah untuk mencegah perdarahan ulang. Observasi tanda-tanda
vital, rasionalnya dari tindakan ini adalah untuk mengetahui keadaan dan
adakah hipertensi/hipotensi. Kolaborasi pemberian obat injeksi citicolin
500 mg dan ondansentron 40 mg, rasionalnya dari tindakan ini adalah
memberikan obat sesuai indikasi.
2. Diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
anggota gerak.
Intervensi yang penulis rencanakan untuk mengatasi diagnosa
yang kedua dengan tujuan hambatan mobilitas fisik berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dengan kriteria hasil sebagai
berikut: klien dapat mempertahankan posisi yang optimal, bertambahnya
kekuatan otot. Intervensi yang dilakukan: Mengkaji keluhan klien,
rasionalnya dari tindakan ini adalah untuk mengetahui keadaan dan
perkembangan klien. Melatih melakukan ROM pasif, rasionalnya dari
tindakan ini adalah mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi.
Mengubah posisi klien, rasionalnya dari tindakan ini adalah untuk
menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi jaringan
darah yang jelek. Observasi tanda-tanda vital, rasionalnya dari tindakan
ini adalah untuk mengetahui perkembangan klien. Kolaborasi pemberian
obat injeksi, rasionalnya dari tindakan ini adalah untuk mengurangi
kerusakan jaringan otak.
3 Hambatan verba berhubungan dengan kerusakan
. komunikasi l
neuromuskuler.
Intervensi yang penulis rencanakan untuk mengatasi diagnosa
yang ketiga dengan tujuan sedikit demi sedikit klien dapat bicara lancar
dan tidak pelo setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dengan
kriteria hasil: klien dapat merespons setiap perkataan. Intervensi
dilakukan: Mengkaji keluhan klien, rasionalnya untuk mengetahui
keadaan klien. Kaji kemampuan komunikasi adanya gangguan bahasa
dan bicara, rasionalnya untuk mengetahui keterbatasan klien dalam
berkomunikasi. Berikan metode alternatif atau gunakan kata-kata yang
sederhana dan dengan bahasa tubuh, rasionalnya untuk memenuhi
kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien. Anjurkan
keluarga klien untuk berkomunikasi dengan klien, rasionalnya dari
tindakan keperawatan ini adalah untuk meningkatkan komunikasi yang
efektif. Kolaborasi pemberian obat injeksi citicolin, rasionalnya dari
tindakan ini adalah untuk mengurangi kerusakan jaringan otak.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
Intervensi yang penulis rencanakan untuk mengatasi diagnosa yang
keempat dengan tujuan terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat
menunjukan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri. Intervensi
keperawatan yang dilakukan: Anjurkan klien untuk melakukan sendiri
perawatanya jika mampu, rasionalnya menimbulkan kemandirian. Bantu
klien melakukan ADL jika diperlukan, rasionalnya membantu klien
memenuhi kebutuhan perawatan diri. Libatkan keluarga klien dalam
pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien, rasionalnya untuk membatu
pemenuhan kebutuhan klien.
D. Implementasi Keperawatan

1. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan


gangguan aliran darah.
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 20, 21, 22 Januari 2018
untuk mengatasi diagnosa ke-1 implementasinya adalah: Mengkaji
keluhan nyeri klien untuk dapat mengetahui tingkat nyeri yang klien
rasakan. Berikan posisi semifowler karena untuk memperbaiki sirkulasi
ke otak. Kemudian menganjurkan dan pertahankan klien untuk bedrest
total karena istirahat yang cukup dapat mencegah perdarahan itu kembali.
Selanjutnya, memonitor tanda-tanda vital klien jika ada perubahan tanda-
tanda vital menunjukan adanya kerusakan otak. Kolaborasi pemberian
obat injeksi citicolin untuk mengurangi kerusakan pada otak.
Kekuatan dari implementasi ini adalah Selama dilakukan tindakan
keperawatan klien dan keluarga kooperatif serta mendukung setiap
tindakan yang dilakukan, klien selalu menerima terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Kelemahan dari implementasi ini adalah klien kurang bisa
melakukan tindakan yang telah di ajari perawat.
2. Diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
anggota gerak.
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 20, 21, 22 Januari 2018
untuk mengatasi diagnosa ke-2 implementasinya adalah sebagai berikut:
Mengkaji keluhan klien untuk mengetahui keadaan klien. Melakukan
ROM pada pasien karena untuk meningkatkan kekuatan otot dan sendi.
Mengubah posisi klien karena untuk menghindari terjadinya luka pada
kulit dan untuk menurunkan terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi
jaringan darah yang jelek. Observasi tanda-tanda klien karena untuk
mengetahui keadaan dan perkembangan klien. Kolaborasi pemberian
obat injeksi, injeksi obat citicolin untuk mengurangi kerusakan jaringan
otak.
Kekuatan dari implementasi diatas adalah: Selama dilakukan
tindakan keperawatan, klien dan keluarga kooperatif dan selalu
memperhatikan setiap tindakan yang di lakukan sehingga diharapkan
keluarga bisa melakukan sendiri baik d Rumah sakit ataupun di rumah.
Kelemahan dari implementasi ini adalah keluarga kadang kadang
lupa tentang apa yang sudah di ajari ke klien untuk di implementasikan
ke pasien contohnya dalam melakukan ROM
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
Implementasi yang dilakukan pada tanggal ,20, 21,22 Mei 2016
untuk mengatasi diagnosa ke-3 implementasinya adalah sebagai berikut:
Mengkaji kemampuan komunikasi adanya gangguan bahasa dan bicara
karena untuk mengetahui keterbatasan klien dalam berkomunikasi.
Berikan metode alternatif atau menggunakan kata-kata yang sederhana
dan dengan bahasa tubuh yang bertujuan untuk memudahkan klien untuk
menerima dan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien. Menganjurkan keluarga untuk tetap berkomunikasi
dengan klien karena untuk meningkatkan komunikasi yang efektif.
Kolaborasi pemberian obat injeksi, injeksi obat citicolin untuk
mengurangi kerusakan jaringan otak.
Kekuatan dari implementasi ini adalah klien dan keluarga tetap
saling menjaga komunikasi, diharapkan dalam diagnosa ini klien bisa
berkomunikasi lebih baik dan jelas.
Kelemahan dari implementasi ini adalah klien kurang bisa
melakukan apa yang di ajari perawat. Dan dalam melakukan tindakakan
keperawatan penulis mendapatkan hambatan yaitu susah untuk
berkomunikasi dengan klien, karena klien mempunyai keterbatasan
dalam berkomunikasi dan klien tampak pelo.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 20,21,22 Mei 2016
untuk mengatasi diagnosa ke-4 implementasinya adalah sebagai berikut:
Menganjurkan klien untuk melakukan sendiri perawatanya jika mampu
untuk menimbulkan rasa kemandirian dan untuk meningkatkan harga diri
klien. Membantu klien untuk melakukan ADL jika di perlukan bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Libatkan keluarga klien dalam
melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien, untuk membantu
pemenuhan kebutuhan klien.
Kekuatan dari implementasi ini adalah keluarga klien kooperatif
dan bersedia membantu pasien untuk melakukan perawatan diri.
Kelemahan dari diagnosa ini adalah klien kurang bisa mencoba
melakukan aktifitas secara mandiri.

E. Evaluasi

1. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan


gangguan aliran darah.
Evaluasi yang dilakukan penulis selama tiga hari melakukan
tindakan keperawatan sudah sesuai dengan proses keperawatan dengan
tujuan ketidakefektifan perfusi jaringan otak pasien adekuat setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil
sebagai berikut: klien terlihat tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri
kepala. Pada hari ketiga penulis menemukan data: S: klien mengatakan
sudah tidak sakit kepala. O: klien tampak sudah lebih tenang dan tidak
gelisah, TD: 150/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit. A: masalah
teratasi. P: pertahankan intervensi: observasi tanda-tanda vital,
menganjurkan klien untuk tetap banyak beristirahat, kolaborasi
pemberian obat injeksi citicolin 500 mg dan ondansentron 40 mg.
2. Diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
anggota gerak.
Evaluasi yang dilakukan penulis selama tiga hari melakukan
tindakan keperawatan sudah sesuai dengan proses keperawatan dengan
tujuan hambatan mobilitas fisik berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil: mempertahankan
posisi yang optimal, bertambahnya kekuatan otot. Pada hari ketiga
penulis menemukan data: S: keluarga klien mengatakan, klien tangan dan
kaki kirinya masih mengalami kelemahan, dan masih sulit untuk
digerakan. O: klien tampak masih lemas dan aktivitas masih dibantu
keluarganya. TD: 150/100 mmHg, N: 82 x/menit, RR: 24 x/menit. A:
masalah belum teratasi. P: lanjut intervensi: latih ROM pasif dan ubah
posisi klien, kolaborasi pemberian obat injeksi citicolin 500 mg dan
ondansentron 40 mg.
3. Diagnosa hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
Evaluasi yang dilakukan penulis selama tiga hari melakukan
tindakan keperawatan sesuai proses keperawatan dengan tujuan sedikit
demi sedikit klien dapat bicara lancar dan tidak pelo setelah dilakukan
tindakan keperawatan selam 3x24 jam dengan kriteria hasil: klien
mampu merespons setiap perkataan. Pada hari ketiga penulis menemukan
data: S: keluarga klien mengatakan, klien masih kesulitan untuk bicara.
O: klien tampak mulutnya pelo dan bicaranya masih kurang jelas. A:
masalah belum teratasi. P: lanjut intervensi: menganjurkan keluarga klien
untuk tetap berkomunikasi dengan klien, kolaborasi pemberian injeksi
citicolin 500 mg dan injeksi ondansentron 40 mg.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
Evaluasi yang dilakukan penulis selama tiga hari melakukan
tindakan keperawatan sesuai proses keperawatan dengan tujuan defisit
perawatan diri dapat berkurang sedikit demi sedikit setelah dilakukan
tindakan keperawatan selam 3x24 jam dengan kriteria hasil: klien dapat
melakukan aktivitas secara mandiri. Pada hari ketiga penulis menemukan
data: S: keluarga klien mengatakan, klien tidak bisa bangun dan semua
aktivitas dibantu oleh keluarganya karena tangan dan kaki kirinya masih
tidak bisa digerakan. O: klien tampak lemas dan terlihat aktivitas di bantu
keluarganya. A: masalah belum teratasi. P: lanjut inervensi: bantu klien
dan libatkan keluarga klien untuk melakukan ADL jika di perlukan,
motivasi klien untuk tetap melakukan aktivitas.
BAB V
PENUTUP

Pada bab ini akan dideskripsikan tentang simpulan dan saran dari
pengelolaan kasus pada Ny. R dengan Stroke Non Hemoragik (SNH) di ruang
Matahari RSUD Lakipadada.

A. Simpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan Stroke Non Hemorogik (SNH)


pada Ny. R di ruang Matahari RSUD Lakipadada pada tanggal 20 Januari
2018 sampai 22 Januari 2018 kemudian membandingkan antara teori dengan
tinjauan kasus, dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan pengkajian tanggal 20 januari 2018 jam 08.45 WIB
didapatkan hasil: keluhan utama klien mengatakan sakit kepala, P: sakit
bertambah saat ramai, Q: seperti ditekan, R: dibagian kepala, S: skala 4,
T: hilang timbul, keluarga klien mengatakan, klien mengalami
kelemahan anggota gerak sebelah kiri dan tidak bisa digerakan, klien
juga mengalami kesulitan untuk bicara/pelo dan bicaranya kurang jelas,
dan juga keluarga klien mengatakan, klien tidak bisa bangun semua
aktivitas dibantu keluarganya. Pada pengkajian riwayat dahulu diketahui
klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan asam urat. Sedangkan
pada riwayat kesehatan keluarga diketahui keluarga klien ada yang
menderita penyakit keturunan hipertensi. Dari silsilah keluarga Ny.R
adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara.
2. Diagnosa keperawatan yang biasanya ditemukan pada klien penderita
stroke tidak semua penulis dapatkan pada saat pengkajian pada Ny. R.
Pada saat penulis melakukan pengkajian pada Ny. R penulis hanya
menemukan 4 (empat) diagnosa saja diantaranya: ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah,
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak,
hambatan komunikasi verbal berhubungan denngan kerusakan
neuromuskuler dan defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan dan ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
3. Perencanaan keperawatan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dan
kondisi klien pada saat penulis melakukan pengkajian serta kemampuan
keluarga dalam kerja sama dengan penulis. Dalam melakukan asuhan
keperawatan pada Ny.R penulis telah berusaha melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah di tujukan
untuk mengatasi masalah yang di alami klien.
4. Implementasi yang telah dilakukan penulis untuk mengatasi masalah
yang dihadapi klien sudah sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
5. Evaluasi yang didapatkan setelah penulis melakukan implementasi dari
tanggal 20-23 Januari 2018 yaitu dari empat diagnosa keperawatan yang
muncul, masalah keempat diagnosa tersebut ada tiga diagnosa yang
belum teratasi yaitu: hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan anggota gerak, hambatan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler dan defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelemahan dan ketidakmampuan merasakan bagian tubuh. Dan
diagnosa yang dapat teratasi hanya ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan gangguan aliran darah.

B. Saran

Dengan dilaksanakan asuhan keperawatan keluarga pada klien dengan


Stroke Non Hemoragik (SNH) yang telah penulis lakukan, saran yang dapat
diberikan yaitu:
1. Bagi Profesi Keperawatan
Sebaiknya diupayakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
Stroke Non Hemoragik dan prosedur penanganan yang efektif melalui
pelatihan dan seminar keperawatan pada klien dengan Stoke Non
Hemoragik. Dan juga diharapkan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan khususnya pada klien Stroke Non Hemoragik untuk lebih
mengedepankan asuhan keperawatan dengan pemantauan lebih intensif.
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam penggunaan
perpustakaan yang menjadi fasilitas bagi mahasiswa untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya dalam
menjalani praktik dan pembuatan asuhan keperawatan.
3. Bagi lahan praktek
Pada saat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
Stroke Non Hemoragik hendaknya perawat ruangan memberikan
pembekalan penanganan di rumah supaya keluarga dapat merawat
pasien saat pasien sudah pulang seperti mengajarkan ROM (Range Of
Motion).
DAFTAR PUSTAKA

Auryn, virzara. 2009. Mengenal dan Memahami Strok. Jogjakarta : Kata Hati

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : Erlangga

Nabyl R.A. 2012. Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Stroke. Yogyakarta :
Auliya Publishing

Dinkes Jateng. 2012. Data Prevalensi Penyakit Stroke.

Widyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Disease (trend penyakit saat ini). Jakarta :
CV. Trans Info Media

Joyce and Jane. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia : CV Pentaseda


Media Edukasi

Rendy dan Margareth.2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Patways

Faktor penyebab: trombosis, emboli,


kualitas pembuluh darah tidak baik

oklusi

Penurunan perfusi jaringan cerebral

Iskemia

Hipoksia

Peningkatan asam laktat metabolisme anaerob

Edema emboli aktivitas elektrolit Terganggu

Perfusi otak Nekrosis jaringan Defisit neurologi,


menurun Otak hemiplegi, paralysis, disfagia
Hambatan
mobilitas fisik
ketidakefektifan
perfusi jaringan Defisit
otak Hambatan
perawatan diri
komunikasi verbal

(Hariyanto dan Sulistyowati 2015, h 50)


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN
STROKE NON HEMOROGIK DI RUANG MATAHARI
RSUD KAJEN

PENGKAJIAN
Riwayat keperawatan
Tanggal masuk : 24 Mei 2016
Jam masuk : 08.53 WIB
NO. RM : 168767
Ruang/Kamar : matahari/5
Tanggal pengkajian : 25 Mei 2016
Jam pengkajian : 08.45
Diagnosa : SNH (Stroke Non Hemoragik)
A. Biodata Pasien
1. Data demografi pasien
Nama : Ny. R
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tangkil kulon, 18/6, Kedungwuni
2. Data demografi penanggung jawab
Nama : Ny. W
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Buruh
Hub. Dengan klien : Anak
B. Pola fungsional gordon
1. Riwayat untuk pola persepsi kesehatan-penanganan kesehatan.
1.1 Keluhan Utama
DS: kelemahan anggota gerak bagian kiri.

1.2 Riwayat keperawatan dahulu


DS: keluarga klien mengatakan, klien mempunyai riwayat
hipertensi dan asam urat.

1.3 Riwayat penyakit sekarang


DS: 1 minggu yang lalu sebelum klien masuk rumah sakit
keluarga klien mengatakan, klien jatuh di kamar mandi lalu
mengeluh tangan dan kaki kirinya mengalami kelemahan dan
tidak bisa digerakan, kesulitan untuk bicara/pelo dan juga sakit
kepala, P: sakit kepala bertambah jika ramai, Q: nyeri seperti
ditekan, R: di kepala, S: skala 4, T: hilang timbul, keluarga klien
mengatakan, klien tidak bisa bangun dan semua aktivitas
dibantu oleh keluarganya. Kemudian di bawah ke RSUD Kajen
masuk IGD dengan diagnosa SNH (Stroke Non Hemoragik) dan
kemudian masuk ke ruang matahari tanggal 19 Januari 2018 jam
09.15 WIB pada saat dilakukan pengkajian di dapatkan data :
DO : - klien tampak lemah aktivitas dibantu keluarganya.
- klien tampak susah untuk bicara/pelo dan bicara kurang
jelas.
- klien juga terkadang tampak gelisah, memegang kepala
saat sakit.
- TTV : TD: 180/100 mmHg
N: 82 x/menit
RR: 24 kali/menit
1.4 Riwayat Penyakit Keluarga.

Ket
: Laki laki

: Perempuan
: Meninggal
: Tinggal dalam satu rumah.
: pasien.
DS: Keluarga klien mengatakan dari silsilah keluarga suaminya
tidak ada yang mepunyai riwayat penyakit keturunan seperti
hipertensi, dan dari keluarga istri ada yang mempunyai riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi.
1.5. Riwayat kesehatan lingkungan
DS: Keluarga klien mengatakan keadaan lingkungan bersih dan
rapi terdapat ventilasi.
1.6. Riwayat pencegahan tindakan medis/gigi
DS: Keluarga klien mengatakan jika klien sakit hanya periksa ke
puskesmas.
1.7. Prosedur bedah
DS: Keluarga klien mengatakan, klien belum pernah melakukan
tindakan pembedahan.
1.8. Riwayat penyakit anak-anak
DS: Keluarga klien mengatakan, klien pada saat anak-anak
hanya mengalami sakit demam, batuk dan pilek.
1.9. Imunisasi
DS: Klien mengatakan belum pernah imunisasi.
1.10. Alergi
DS: Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi.
1.11. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan
DS: Keluarga klien mengatakan, klien biasanya makan gorengan
dan yang asin-asin.
1.12. Riwayat sosial
DS: Keluarga klien mengatakan, klien mengikuti acara
pengajian.
1.13. Personal hygiene
Sebelum sakit Selama sakit
Mandi : 2 x sehari 1 x sehari
Gosok gigi : 2 x sehari belum pernah
Cuci rambut : jika kotor belum pernah
Potong kuku : jika panjang belum pernah
Ganti pakaian : 1 x sehari belum pernah

2. Riwayat keperwatan untuk pola nutrisi-metabolik


Sebelum sakit Selama sakit
Makan pagi : habis 1 porsi habis ½ porsi
Makan siang : habis 1 porsi habis ½ porsi
Makan malam : habis 1 porsi habis ¼ porsi
Kudapan : gorengan-gorengan

3. Riwayat keperawatan untuk pola eliminasi


Sebelum sakit :
BAK BAB
Frekuensi : 6 x/hari Frekuensi : 1x hari sekali
Jumlah urine : tidak terkaji Jumlah feses : tidak terkaji
Warna : khas urine Warna : tidak terkaji
Bau : khas urine konsistensi : tidak terkaji
Selama sakit :
BAK BAB
Frekuensi : 4 x/hari Frekuensi : 1x2 hari
Jumlah urine : tidak terkaji Jumlah feses : tidak terkaji
Warna : khas urine Warna : tidak terkaji
Bau : khas urine Konsistensi : tidak terkaji

4. Riwayat keperawatan untuk pola aktifitas latihan


DS: Keluarga klien mengatakan, klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari klien dibantu oleh keluarga.

5. Riwayat keperawatan untuk pola istirahat-tidur


DS: sebelum sakit selama sakit
Tidur siang : ± 2 jam tidur siang : ± 1 jam
Tidur malam : ± 8 jam tidur malam : ± 7 jam

6. Riwayat keperawatan untuk pola kognitif perseptual


DS: Klien mengatakan sudah tau penyebab penyakitnya.
DO: Klien tampak pendengaran baik, pengelihatan baik, peraba
kurang baik karena tangan sebelah kirinya tidak bisa digerakan.

7. Riwayat keperawatan untuk pola konsep diri


7.1.Sikap terhadap diri : ada
7.2.Dampak sakit terhadap diri : tidak dapat melakukan
aktivitas
7.3.Keinginan untuk mengubah diri : ada
7.4.Gugup/rileks : rileks
7.5.Postur tubuh : agak gemuk
7.6.Kontak mata : kurang
7.7.Ekspresi wajah : lemas

8. Riwayat keperawatan untuk pola peran/hubungan.


DS: Keluarga klien mengatakan, klien sebagai ibu rumah tangga.

9. Riwayat keperawatan untuk seksualitas/reproduksi


DS: Keluarga klien mengatakan, klien mempunyai 3 orang anak.

10. Riwayat keperawatan untuk koping/toleransi stress


Stresor : penyakitnya
Metode koping yang bisa digunakan : berdo’a
Sistem pendukung : keluarga
Efek penyakit terhadap tingkat stress : penyakit dianggap sebagai
masalah serius
Ekspresi : lemas

11. Riwayat keperawatan untuk nilai/kepercayaan


1.1. Agama : islam
1.2. Kegiatan agama :
DS: sebelum sakit : keluarga klien mengatakan, klien selalu
melakukan shalat.
Selama sakit : keluarga klien mengatakan, klien belum
pernah shalat.
PEMERIKSAAN FISIK
Penampilan umum
Kesadaran : Comphos Menthis.
GCS : E4, V5, M6.
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Suhu : 37,5 oC
RR : 24 kali/menit

1) Kepala.
Inspeksi : bentuk kepala bulat, kesimetrisan (+), luka (-).
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
2) Mata.
Inspeksi : kelengkapan dan kesimetrisan (+), kelopak mata/ palpebra
oedem (-), peradangan (-), luka (-), benjolan (-), bulu mata tidak
rontok, konjungtiva (ananemis), penglihatan baik.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
3) Leher.
Inspeksi bentuk leher simetris, peradangan (-), jaringan parut (-),
perubahan warna (-), massa (-).
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada perbesaran kelenjar limfe.
4) Telinga.
Inspeksi : bentuk simetris, perdarahan (-), tidak ada serumen, bersih.
Tes pendengaran : pendengaran baik.
5) Hidung.
Inspeksi: bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (simetris),
perdaraha (-),pembengkakan (-), pembesaran polip (-), bersih.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Tes penciuman : dapat mengenali rangsangan bau.
6) Mulut.
Inspeksi : kelainan kongiental (-), lesi (-), bibir pecah (-), kotoran (-),
perdarahan (-), tidak ada luka, klien tampak pelo.
7) Kulit.
Inspeksi : lesi (-), warna kulit sawo matang, jaringan parut (-), tidak
ada luka.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tekstur halus, tugor jelek, tidak ada
luka. Kelainan pa da kulit : hiperpigmentasi (-).
8) Paru paru.
Inspeksi : bentuk dada simetris, sianosi (-), tidak ada lesi.
Palpasi : getaran dinding dada kanan dan kiri sama.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : terdengar bunyi nafas fasikuler.
9) Jantung.
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan,
ictus cordis teraba pada intercosta V
Perkusi : Pekak.
10) Perut.
Inspeksi : bentuk abdomen (datar), massa/benjolan (-), simetris.
Auskultasi : terdengar bunyi bising usus 6x/menit.
Palpasi : nyeri tekan pada bagian hepar dan ginjal (-).
11) Ekstremitas
Inspeksi : otot antara kanan dan kiri (asimetris), fraktur (-), terpasang
infus.
Palpasi : oedem (-)
1. Prosedur diagnostik dan laboratorium
a. Pemeriksaan lab tanggal 25 Mei 2016
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL
^
Leukosit H 12,86 10 3 / ul 4.50 – 11.00
^ 3
Eritrosit H 5,49 10 6 / mm 4.50 – 5.30
Hemoglobin 15,4 g / dl 14 – 18
Hematokrit 45,3 % 37.0 – 49.0
3
MCV 82.50 m 78.00 – 98.00
MCH 28.1 Pg 25.00 – 35.00
MCHC 34.00 g / dl 31.00 – 37.00
^
Trombosit H 535.000 10 3 / ul 150.000 – 450.000
RDW-SD 44 FL 37 - 55
RDW-CV 14.8 % 11. – 16
DIFF COUNT
Neutrofil 63.7 % 42 - 77
Monosit 5.2 % 2.0 - 8.0
Limfosit 22.8 % 17 – 45
Basofil H 1.8 % 0– 1
Eosinofil H 6.2 % 0.0 – 5.0
^
Limfosit absolut 2.93 10 3 / ul 0.90 – 5.20
LED 1 jam H 10.0 mm/jam <10
LED 2 jam H 20.0 mm/jam <10

Kimia klinik
Ureum 26.0 mg / dl 10.0 – 50.0
Kreatinin H 1.49 mg / dl 0.60 – 1.10

Elektrolit
Kalium H 10.3 mg/dl 0.80 – 10.20
Natrium 148.0 mmol / l 135.0 – 155.0
b. Pemeriksaan CT-Scan:
Nama : Ny. R
Alamat : Tangkil kulon, 18/6, Kedungwuni
Tanggal pemeriksaan : 25 Mei 2016
Jenis pemeriksaan : CT- Scan
Pemeriksaan CT-Scan
Hasil: tidak ada perdarahan pada subepidural maupun epidural dan
tidak ada tanda-tanda perdarahan.

2. Medical management :
a. IV, O2 terapi
Medical Tanggal Penjelasan Indikasi dan Respons
management terapi secara umum tujuan klien
Infus RL 24 Mei Pemasangan Untuk DS: -
2016 infus untuk mengembalikan
mengatasi dan keseimbangan
mengembalikan elektrolit pada
keseimbangan saat dehidrasi
elektrolit

c. Obat-obatan
Nama obat Tanggal Dosis Cara kerja Respons
terapi klien
Inj. Citicolin 24/5/2016 2x 500 Untuk DS : -
mg mengurangi
kerusakan
jaringan otak
Inj. 24/5/2016 2 x 40 Obat untuk DS :-
Ondansentron mg mengurangi
mual dan
muntah
Amlodiphin 24/5/2016 Oral, 10 Merelaksasi S : Klien
mg, dinding otot mengatakan
pembuluh bersedia
darah, sehingga meminum
tahanan perifer obat lewat
akan berkurang oral :
sehingga darah amlodiphine
akan mudah 10 mg
mengalir O : obat
sehingga masuk,
jantung tidak tidak ada
perlu alergi obat
memompa
jantung lebih
keras maka
otomatis
tekanan darah
pun berkurang,
obat hipertensi
A. PENGELOMPOKAN DATA

No Waktu Data
1. 25/5/2016DS : - Klien mengatakan sakit kepala.
P: sakit kepala bertambah saat ramai
Q: nyeri seperti ditekan
R: di kepala
S: skala 4
T: hilang timbul
- Keluarga klien mengatakan, klien mengeluh tangan
dan kaki kirinya mengalami kelemahan dan tidak
dapat digerakan.
- Keluarga klien mengatakan, klien juga kesulitan untuk
bicara dan tidak jelas.
- Keluarga klien mengatakan, klien tidak bisa bangun
dan semua aktivitas dibantu oleh keluarganya
DO:- Klien tampak gelisah dan beberapa kali klien
memegangi kepalanya.
- Klien tampak lemas dan aktivitas di bantu keluarganya
- Klien tampak susah untuk bicara/pelo dan kurang
jelas.
- TTV : TD : 180/100 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 24 x/menit
B. ANALISA DATA
NO Waktu Data fokus Masalah Etiologi
1 25-5-16 DS:- klien mengatakan, sakit Ketidakefektifan Gangguan aliran
kepala. perfusi jaringan darah
P: sakit kepala bertambah otak
saat ramai
Q: nyeri seperti ditekan
R: di kepala
S: skala 4
T: hilang timbul
DO:- Klien tampak gelisah dan
beberapa kali klien
memegangi kepalanya.
- TTV: TD: 180/100 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 24 x/menit
2 25-5-16 DS:-Keluarga klien mengatakan, Hambatan Kelemahan
klien mengeluh tangan dan mobilitasi fisik anggota gerak
kaki kirinya mengalami
kelemahan dan tidak dapat
digerakan.
DO:-klien tampak lemah,
terbaring ditempat tidur dan
semua aktivitas di bantu
keluarganya.
- TTV: TD: 180/100 mmHg
N: 82 x/menit
RR: 24 x/menit
3 25-5-16 DS:- keluarga klien mengatakan, Hambatan Kerusakan
klien juga kesulitan untuk komunikasi neuromuskuler
bicara dan bicaranya verbal
kurang jelas.
DO:- klien tampak mulutnya
susah digerakan/pelo dan
bicaranya kurang jelas.
4 25-5-16 DS:- Keluarga klien Difisit Kelemahan dan
mengatakan, klien tidak perawatan diri ketidakmampuan
bisa bangun dan semua merasakan bagian
aktivitas dibantu oleh tubuh
keluarganya.
DO:- Klien tampak lemas dan
terlihat aktivitas di bantu
keluarganya

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan
aliran darah.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota
gerak.
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No.
Waktu Tujuan & KH Intervensi Rasional
dx.
1 25/5/2016 Setelah dilakukan a. Mengkaji keluhan a. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan nyeri klien. tingkat nyeri klien
selama 3x24 jam b. Berikan posisi b. Untuk
masalah ketidakefektifan semifowler memperbaiki
perfusi jaringan otak sirkulasi
dapat adekuat dengan c. Anjurkan klien c. Untuk mencegah
kriteria hasil : untuk bedrest total perdarahan ulang
- Klien tampak tidak d. Observasi tanda- d. Untuk mengetahui
gelisah. tanda vital keadaan klien
- Tidak ada keluhan
sakit kepala. e. Kolaborasi e. Untuk mengurangi
pemberian obat kerusakan jaringan
injeksi citicolin otak.

2 25/5/2016 Setelah dilakukan a. Mengkaji keluhan a. Untuk mengetahui


tindakan keperawatan klien kedaan klien
selama 3x24 jam b. Melatih klien b. Mencegah
masalah hambatan melakukan ROM kekakuan otot dan
mobilitas fisik dapat pasif. sendi.
berkurang dengan c. Mengubah posisi c. Untuk menurunkan
kriteria hasil: klien resiko terjadinya
- mempertahankan iskemia jaringan
posisi yang optimal. akibat sirkulasi
- bertambahnya jaringan darah
kekuatan otot. yang jelek.
d. Observasi tanda-
d. Untuk mengetahui
tanda vital
kedaan klien
e. Kolaborasi
pemberian obat e. Untuk mengurangi
citicolin. kerusakan jaringan
otak.

3 25/5/2016 Setelah dilakukan a. Kajikemampuan a. Untuk mengetahui


tindakan keperawatan komunikasi adanya keterbatasan klien
selama 3x24 jam gangguan bahasa berkomunikasi.
diharapkan masalah dan bicara.
hambatan komunikasi b. Berikan metode b. Untuk memenuhi
verbal dapat berkurang alternatif atau kebutuhan
dengan kriteria hasil: gunakan kata-kata komunikasi sesuai
- Klien mampu yang sederhana dan dengan
merespon setiap dengan bahasa kemampuan klien
perkataan. tubuh.
c. Anjurkan keluarga c. Untuk
klien untuk meningkatkan
berkomunikasi komunikasi yang
dengan klien. efektif.
d. Kolaborasi d. Untuk mengurangi
pemberian obat kerusakan jaringan
injeksi citicolin otak.

4 25/5/2016 Setelah di lakukan a. Anjurkan klien a. Menimbulkan


tindakan keperawatan melakukan sendiri kemandirian
selama 3x24 jam perawatanya jika
diharapkan defisit mampu
perawatan diri dapat b. Bantu klien b. Membantu klien
teratasi dengan kriteria melakukan ADL memenuhi
hasil : jika diperlukan kebutuhanya
- Pasien dapat c. Libatkan keluarga c. Untuk membatu
melakukan aktivitas klien dalam pemenuhan
secara mandiri pemenuhan kebutuhan klien.
kebutuhan
perawatan diri
klien

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NoDx Waktu Tindakan Respon Pasien TTD


1,2,3 Rabu, - Mengkaji keluhan S:- klien mengatakan sakit
25-05-2016 klien kepala
08.45 - Keluarga klien
mengatakan, klien
mengeluh tangan dan kaki
kirinya mengalami
kelemahan dan tidak dapat
digerakan.
- Keluarga klien juga
mengatakan, klien
kesulitan untuk
bicara/pelo
O:- Klien tampak lemah,
susah untuk bicara dan
semua aktivitas dibantu
keluarganya.
- Klien tampak gelisah
dan memegangi kepala
saat sakit.
1 08.50 - Mengkaji keluhan S: Klien mengatakan sakit
nyeri kepala klien kepala.
P: sakit kepala bertambah
saat ramai
Q: nyeri seperti ditekan
R: di kepala
S: skala 4
T: hilang timbul
O: klien tampak gelisah dan
beberapa kali terlihat
memegangi kepala
1,2 08.55 - Minitor TTV S: klien mau diukur tensinya
terutama tekanan O: TD : 180/100 mmHg
darah N : 82 x / menit
RR : 24 x/menit
2 09.10 - Melatih ROM pada S: Klien mau dilakukan
klien dan ROM
mengajarkan kepada O: Klien tampak lebih
keluarga nyaman
3 09.20 - Berikan metode S: klien kooperatif
alternatif atau O: klien tampak mengikuti
gunakan kata-kata anjuran.
yang sederhana dan
dengan bahasa tubuh.
2 09.30 - Mengubah posisi S: klien bersedia untuk di
klien ubah posisinya
O: klien tampak lebih
nyaman
4 10.20 - Bantu klien S: klien mau dibantu
melakukan ADL jika O: klien tampak senang mau
diperlukan dibantu
1 10.55 - Memberikan posisi S: klien kooperatif
semifowler O: klien tampak lebih rileks.
1,2 11.20 - Mengobservasi tanda- S: klien kooperatif
tanda vital O: TD : 180/100 mmHg
S : 37,5 °C
N : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
1,2,3 11.30 - Kolaborasi pemberian S: -
obat: Injeksi citicolin, O: obat masuk melalui infus
Amlodiphin dan IV
ondansentron
1 13.20 - Menganjurkan klien S: klien mau istirahat
untuk bedrest total. O: klien tampak sedang
istirahat
1,2 Kamis, - Mengobservasi tanda- S: klien mau dikaji
26-05-2016 tanda vital terutama O: TD: 190/100 mmHg
15.15 tekanan darah
15.15 - Mengkaji keluhan S: klien mengatakan klien
nyeri klien. sakit kepala sudah
berkurang
P: bertambah saat ramai
Q: seperti di tekan
R: kepala
S: skala 3
T: hilang timbul
O: klien tampak masih
gelisah
2 15.30 - Melatih klien S: Klien mau dilakukan ROM
melakukan ROM O: Klien tampak lebih
pasif nyaman
3 15. 40 - Mengkaji kemampuan S: klien mau dikaji
komunikasi adanya O: klien tampak bicara pelo
gangguan bahasa dan dan tidak jelas
bicara
3 15.45 - Menganjurkan S: keluarga klien mengatakan
keluarga untuk sering bersedia untuk mengikuti
berkomunikasi anjuran
dengan klien O: keluarga klien tampak
berbincang-bincang
dengan klien
2 16.00 - Mengubah posisi S : klien bersedia untuk
klien diubah posisinya
O: klien tampak lebih
nyaman
1 16.45 - Memberikan posisi S: klien mau diposisikan
semifowler O: klien tampak lebih
nyaman
4 16.50 - Menganjurkan S: klien mau dimotivasi
motivasi pada klien O: klien tampak lebih senang
untuk tetap
melakukan aktivitas.
1,2,3 17.30 - Kolaborasi pemberian S:-
obat injeksi O: obat masuk melalui selang
infus IV
1,2 17.45 - Mengobservasi tanda- S:-
tanda vital O : TD : 180/100 mmHg
S : 37 °C
N : 82 x/menit
RR : 22 x/menit
1 18.45 - Menganjurkan klien S : -
untuk istirahat total O: klien tampak sedang
istirahat
4 20.15 - Libatkan keluarga S: keluarga kooperatif
klien dalam O: keluarga klien tampak mau
pemenuhan mengikuti anjuran.
kebutuhan perawatan
diri klien
1 Jum’at, - Mengkaji ulang skala S:- klien mengatakan sudah
27-05-2016 nyeri klien tidak sakit.
08.10 O: klien tampak lebih rileks
2 08.25 - Melakukan ROM S: Klien mau dilakukan ROM
pasif ke klien O: klien tampak lebih
nyaman
3 08.30 - Mengkaji kemampuan S: klien mau dikaji
komunikasi adanya O: klien tampak pelo dan
gangguan bahasa dan bicaranya kurang jelas.
bicara
3 08.35 - Menganjurkan kepada S: keluarga klien kooperatif
keluarga klien untuk O: keluarga klien tampak
sering berkomunikasi berbincang-bincang
dengan klien dengan klien.
2 08.40 - Ubah posisi klien S: klien bersedia untuk di
ubah posisinya.
O: klien tampak lebih
nyaman
1 08.55 - Memberi posisi S : -
semifowler O: klien terlihat lebih
nyaman.
2 10.15 - Ubah posisi klien S: klien mau di ubah
posisinya
O: klien tampak lebih
nyaman
4 10.30 - Menganjurkan klien S: klien masih tidak bisa
melakukan bangun
perawatannya sendiri O: klien tampak kesulitan
sedikit demi sedikit
jika mampu
1,2,3 11.20 - Mengobservasi tanda- S : klien kooperatif
tanda vital O : TD : 150/100 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,5° C
1,2,3 11.45 - Kolaborasi pemberian S:-
obat injeksi O : obat masuk melalui
selang infus IV
1 13.30 - Menganjurkan klien S : -
untuk istirahat total O : klien tampan sedang
istirahat.

F. EVALUASI
Hari/tanggal No.DX Catatan perkembangan Paraf
Rabu, 1 S: klien mengatakan sakit kepala
25-05-2016 P: sakit kepala bertambah saat ramai
Q: nyeri seperti ditekan
R: di kepala
S: skala 4
T: hilang timbul
O: klien tampak gelisah dan memegangi
kepala
TD : 180/100 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 37,5° C
A: masalah belum teratasi
P: lanjut intervensi
- Observasi tanda-tanda vital
- Kaji skala nyeri
- Menganjurkan klien untuk istirahat
total
- Kolaborasi pemberian injeksi : Injeksi
citicolin, Amlodiphin dan injeksi
ondansentron
2 S: Keluarga klien mengatakan, klien
mengeluh tangan dan kaki kirinya mengalami
kelemahan dan tidak dapat digerakan.

O: klien tampak lemas terbaring di tempat


tidur, semua aktivitas di bantu
keluarganya.

N: 84 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 37,5 °C
A: masalah belum teratasi
P: lanjut intervensi
- Latih ROM pasif dan ubah posisi klien
- Kolaborasi pemberian obat injeksi:
Injeksi citicolin, Amlodiphin dan
ondansentron
3 S: keluarga klien mengatakan, klien kesulitan
untuk bicara dan kurang jelas
O: klien tampak mulutnya pelo dan bicaranya
kurang jelas.
A: masalah belum teratasi
P: lanjut intervensi
- Berikan metodealternatif atau
gunakan kata-kata yang sederhana dan
dengan bahasa tubuh.
- Anjurkan keluarga klien untuk
berkomunikasi dengan klien.
- Kolaborasi pemberian obat injeksi
citicolin
4 S : Keluarga klien mengatakan, klien tidak
bisa bangun dan semua aktivitas dibantu
oleh keluarganya.
O : Klien tampak lemas dan terlihat aktivitas
di bantu keluarganya
A: masalah belum teratasi
P : lanjut inervensi
- Bantu klien melakukan ADL jika di
perlukan
- Motivasi klien untuk tetap melakukan
aktivitas
Kamis,26 - 1 S: klien mengatakan masih sakit kepala
05-2016 P: bertambah saat ramai
Q: seperti di tekan
R: kepala
S: skala 3
T: hilang timbul
O: klien tampak lebih rileks
TD: 180/100 mmHg
N: 82 x/menit
RR: 22 x/menit
S: 37° C
A: masalah belum teratasi
P: lanjut intervensi
- Observasi tanda-tanda vital -
Kaji keluhan nyeri
- Menganjurkan klien untuk istirahat total

- Kolaborasi pemberian injeksi : Injeksi


citicolin, Amlodiphin dan injeksi
ondansentron
2 S: keluarga klien mengatakan, klien tangan
dan kaki kirinya mengalami kelemahan,
dan masih sulit untuk digerakan.
O: klien tampak masih lemah dan terbaring di
tempat tidur

N: 82 x/menit
RR: 22 x/menit
S: 37°C
A: masalah belum teratasi
P: lanjut intervensi
- Latih ROM pasif dan ubah posisi klien -
Kolaborasi pemberian obat injeksi:
Injeksi citicolin, Amlodiphin dan
ondansentron.
3 S: keluarga klien mengatakan, klien masih
kesulitan untuk bicara.
O: klien tampak mulutnya pelo dan bicaranya
kurang jelas.
A : masalah belum teratasi
P : lanjut intervensi
- Berikan metode alternatif atau
gunakan kata-kata yang sederhana dan
dengan bahasa tubuh.
- Anjurkan keluarga klien untuk
berkomunikasi dengan klien.
- Kolaborasi pemberian obat injeksi
citicolin.

4 S : Keluarga klien mengatakan, klien tidak


bisa bangun dan semua aktivitas dibantu
oleh keluarganya.
O : Klien tampak lemas dan aktivitasnya di
bantu keluarganya
A: masalah belum teratasi
P : lanjut inervensi
- Bantu klien dan libatkan keluarga
klien untuk melakukan ADL jika di
perlukan.
- Motivasi klien untuk tetap melakukan
aktivitas
Jum’at, 27- 1 S: klien mengatakan, sudah tidak sakit kepala
05- 2016 lagi.
O: klien tampak sudah tidak gelisah dan lebih
rileks.
TD : 150/100 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 24 x/menit
A: masalah teratasi
P: pertahankan intervensi
- Observasi tanda-tanda vital
- Menganjurkan untuk tetap beristirahat.
- Kolaborasi pemberian obat injeksi :
Injeksi citicolin, Amlodiphin dan
injeksi ondansentron
2 S: keluarga klien mengatakan tangan dan kaki
kirinya masih mengalami kelemahan dan
sulit untuk digerakan.
O: klien tampak masih lemas dan aktivitas
masih dibantu keluarganya
TD: 150/100 mmHg
N: 82 x/menit
RR: 24 x/menit
A: masalah belum teratasi
P: lanjut intervensi
- Latih ROM pasif dan ubah posisi klien
- Kolaborasi pemberian obat injeksi :
Injeksi citicolin, Amlodiphin dan
ondansentron
3 S: keluarga klien mengatakan, klien masih
kesulitan untuk bicara
O: klien tampak mulutnya pelo dan bicaranya
kurang jelas
A: masalah belum teratasi
P: lanjut intervensi
- Menganjurkan keluarga klien untuk
tetap berkomunikasi dengan klien
- Kolaborasi pemberian injeksi citicolin
dan injeksi ondansentron
4 S: Keluarga klien mengatakan, klien tidak
bisa bangun dan semua aktivitas dibantu
oleh keluarganya karen tangan dan kaki
kirinya masih tidak bisa digerakan.
O: Klien tampak masih lemas dan
terlihat aktivitas di bantu keluarganya
A: masalah belum teratasi
P: lanjut inervensi
- Bantu klien dan libatkan keluarga
klien untuk melakukan ADL jika di
perlukan.
- Motivasi klien untuk tetap melakukan
aktivitas

Anda mungkin juga menyukai