Provided by Sebelas Maret Institutional Repository

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 124

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Sebelas Maret Institutional Repository

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) TERHADAP


PENINGKATAN HARGA DIRI DAN MOTIVASI LANSIA
TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai Derajat Magister


Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh :
ABDILLAH FATKHUL WAHAB
S541302001

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
Tesis yang berjudul " Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terhadap
Peningkatan Harga Diri dan Motivasi Pada Lansia" dapat diselesaikan dengan
baik walaupun mengalami berbagai hambatan dalam penulisan Tesis ini, namun
berkat dorongan, bimbingan dan arahan berbagai pihak semua hambatan tersebut
dapat teratasi.
Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Paada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di Program Pascasarjana UNS Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus. MS, selaku Direktur Program Pascasarjana UNS
beserta staf atas kebijakannya yang telah mendukung dalam penyelesaian
tesis ini.
3. Dr. Hari Wujoso, dr. Sp.F, MM. selaku Ketua Program Studi Magister
Kedokteran atas arahan yang diberikan dalam penyeleseian tesis ini.
4. Prof. Dr. Satimin Hadiwidjaja, dr. PAK. MARS selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan
dalam menyelesaikan Tesis ini.
5. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd selaku Ketua Minat Pendidikan Profesi Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga dan pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan Tesis ini.
6. Segenap dosen Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat berarti
bagi peneliti.

v
7. Orang tua yang telah memberikan bantuan dan dukungan doa, sehingga Tesis
ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan Proposal Tesis


ini, karena itu penulisan mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
penulisan ini. Besar harapan penulisan semoga Tesis ini bermanfaat bagi para
pembaca.

Surakarta, September 2014

Penulis

vi
Abdillah Fatkhul Wahab. S541302001. 2014. Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok ( TAK ) Stimulasi Persepsi terhadap Peningkatan Harga Diri dan
Motivasi Lansia. TESIS. Pembimbing I: Prof.Dr.Satimin Hadiwidjaja, dr.
PAK, MARS. Pembimbing II: Dr.Nunuk Suryani,M.Pd. Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga. Program Pascasarjana. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.

ABSTRAK

Latar Belakang : Pada lansia akan terjadi proses penuaan secara degenerative
yang akan berdampak pada perubahan - perubahan yaitu secara fisik, kognitif,
sosial dan sexsual Dan pada lansia sering muncul gangguan seperti immobility
(imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), impairment (gangguan
intelektual) isolation (depresi) Dari perubahan - perubahan tersebut maka secara
otomatis akan mempengaruhi kehidupan dari lansia tersebut, khususnya
menyangkut masalah harga diri
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh Terapi Aktivitas kelompok (TAK) Stimulasi
Persepsi terhadap peningkatan Harga Diri dan Motivasi Lansia

Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah dengan eksperimen dengan


rancangan Pre-Post Test Design. Populasi keseluruhan lansia yang tinggal dipanti 48
orang hingga didapatkan sampel 10 lansia yang diambil dengan purposive sampling.
Variable independennya (TAK) stimulasi persepsi dan variable dependennya harga diri
pada lansia
Hasil : Setelah semua data terkumpul dilakukan pengolahan data dan
dilanjutkan uji statistic wilcoxon sign test dengan bantuan SPSS16, hasil
penelitian menunjukan nilai asymp.sig (2-tailed) sebesar 0,005 dan α sebesar 0,05.
Karena nilai asymp.sig (2-tailed) < α 0,05 maka Hο ditolak dan Hı diterima yang
berarti ada pengaruh pemberian terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
terhadap peningkatan harga diri dan motivasi.

Kata Kunci : Harga diri, Motivasi, lanjut usia, persepsi, TAK

vii
Abdillah Fatkhul Wahab. S541302001. 2014. The Effect Of Therapy Activity in
Perception and Stimulation Group Towards Increasing Of Self Esteem and
Motivation. DISSERTATION. Advisor Committee I: Prof. Dr. Satimin
Hadiwidjaja, dr. PAK , MARS. Advisor II: Dr.Nunuk Suryani, M.Pd. Thesis : Post-
Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRAK

Background: In the elderly will occur degenerative processes of aging which will
impact on the changing - a physical change, cognitive, social and sexual. And in
the elderly often arise some problems such as immobility (immobility), instability
(instability and falls), impairment (intellectual impairment), and isolation
(depression). From that changing, it will automatically affect the elderly lives,
especially regarding to the issue of self-esteem

Objective : One thing that can affect self-esteem are self-esteemed, thoughts and
beliefs that the individuals known about himself/herself will affect individuals in
their relationship with others.

Method : The research design used is a pre-experiment with the design of One-
Group Pre-Post Test Design. Overall population of the elderly people that living
in institution are 48 until 10 elderly who obtained and taken as the samples by
purposive sampling. The independent variable is stimulation of the perception and
the dependent variable is self-esteem in the elderly. Data was taken by using
questionnaire that is used before and after giving therapy activity in perception
and stimulation.

Result : the results of research show that the value of asymp.sig (2-tailed) of
0.005 and α of 0.05. Because the value of asymp.sig (2-tailed) < α 0.05 then Hο
rejected and Hi accepted means that there is an influence of giving stimulation
therapy for group activities to improved self-esteem of the elderly.

Key words: self-esteem, motivation elderly, perception, therapy activity in


perception and stimulation.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ...................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 7
BAB II TUJUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka ....................................................................... 8
1. Konsep Terapi Aktifitas (TAK) ....................................... 8
a. Definisi terapi aktivitas kelompok ............................... 8
b. Tujuan dan Fungsi Kelompok ..................................... 8
c. Komponen Dalam Aktivitas Kelompok ...................... 9
d. Lamanya sesi ............................................................... 10
e. Komunikasi .................................................................. 10
f. Peran Kelompok .......................................................... 10
g. Kekuatan Kelompok .................................................... 11
h. Norma kelompok ......................................................... 11
i. Kekohesifan ................................................................. 11
j. Tahap-tahap Dalam Terapi Kelompok ........................ 12
k. Idikasi dan Kontra Indikasi .......................................... 13

ix
l. Jenis Terapi Kelompok ................................................ 13
m. Keuntungan dan Kerugian Terapi Kelompok .............. 17
n. Kualifikasi terapis dalam aktivitas kelompok .............. 18
2. Konsep Persepsi ............................................................... 22
a. Pengertian Persepsi ...................................................... 22
b. Proses Persepsi dan Sifat Persepsi ............................... 22
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ............... 23
d. Aspek-aspek Persepsi .................................................. 24
e. Terapi aktifitas kelompok (TAK): harga diri rendah ... 26
3. Konsep Harga Diri ............................................................ 39
a. Definisi ........................................................................ 39
b. Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Gangguan Harga
Diri ............................................................................... 40
c. Karakteristik Harga Diri .............................................. 42
d. Gangguan harga diri .................................................... 44
e. Gejala harga diri rendah ............................................... 45
f. Cara Meningkatkan Harga Diri ................................... 46
4. Konsep Lanjut Usia .......................................................... 50
a. Pengertian Lanjut Usia ................................................ 50
b. Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia .......................... 53
c. Faktor Kesehatan ......................................................... 55
d. Kesehatan Fisik ............................................................ 55
e. Batasan Lanjut Usia ..................................................... 56
f. Teori Biologi ................................................................ 56
g. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia 58
5. Konsep Motivasi ............................................................... 61
a. Pengertian Motivasi ..................................................... 61
b. Tujuan Motivasi ........................................................... 61
c. Macam – macam Motivasi .......................................... 61
d. Teori Motivasi ............................................................. 62
e. Proses Terjadinya Motivasi ......................................... 63

x
f. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi ............. 63
g. Klasifikasi Motivasi ..................................................... 63
B. Penelitian Relevan ................................................................. 65
C. Kerangka Pikir ...................................................................... 70
D. Hipotesa ................................................................................. 71
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 72
B. Jenis Penelitian ...................................................................... 72
C. Populasi, Sampling, Sampel .................................................. 73
1. Populasi ............................................................................ 73
2. Sampel .............................................................................. 73
D. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ...................... 74
1. Variabel Penelitian ........................................................... 74
2. Definisi Operasional Variabel .......................................... 75
3. Prosedur Penelitian ........................................................... 78
4. Instrumen Penelitian ......................................................... 78
5. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 79
E. Kerangka Penelitian .............................................................. 81
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................ 82
1. Uji Validitas ..................................................................... 82
2. Uji Reliabilitas .................................................................. 82
G. Teknik Analisis Data ............................................................. 83
1. Pengolahan Data ............................................................... 83
2. Analisis Data .................................................................... 85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ....................................................................... 87
1. Data Umum ...................................................................... 87
2. Data Khusus ..................................................................... 89
B. Uji Prasarat Analisis .............................................................. 91
1. Uji Normalitas .................................................................. 92
2. Hasil Analisis Normalitas Data Motivasi ......................... 93

xi
3. Uji Multikoliniearitas ....................................................... 95
4. Uji Linearitas .................................................................... 95
C. Pengujian Hipotesis ............................................................... 96
1. Tingkat Harga diri sebelum dan sesudah diberikan (TAK) 96
2. Tingkat Motivasi sebelum dan sesudah diberikan (TAK) . 98
3. Menganalisis tingkat Harga Diri dan Motivasi Sebelum
dan Sesudah diberikan (TAK) .......................................... 99
D. Pembahasan ........................................................................... 100
1. Harga Diri ......................................................................... 100
2. Motivasi ............................................................................ 101
3. Tingkat Harga Diri dan Motivasi sebelum dan sesudah
Diberikan (TAK) .............................................................. 103
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 105
B. Implikasi Hasil Penelitian ..................................................... 106
1. Implikasi Teoritis ............................................................. 106
2. Implikasi Praktis ............................................................... 106
C. Saran ...................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 108

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Lembar Observasi TAK Stimulasi Persepsi Sesi 1 Kemampuan


Menulis Pengalaman Tidak Menyenangkan Dan Hal Positif
Diri .............................................................................................. 30
Tabel 2.2 Lembar Observasi TAK Stimulasi Persepsi Sesi 2 Kemampuan
Melatih Kegiatan Positif ............................................................ 35
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Panti
Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 ............................... 87
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di
Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 ...................... 88
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Sebelum Masuk di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun
2014 ........................................................................................... 88
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status
Perkawinan di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun
2014 ........................................................................................... 89
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 ....................... 89
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Sebelum Diberikan Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan Tingkat
Harga Diri di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 89
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Sesudah Diberikan Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan Tingkat
Harga Diri di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 90
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Sebelum Diberikan Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan Tingkat
Motivasi di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 .. 90
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Sebelum Diberikan Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan Tingkat
Motivasi di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 ... 90

xiii
Tabel 4.10 Tabulasi Silang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Harga Diri Pada
Lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 ....... 91
Tabel 4.11 Tabulasi Silang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Motivasi Pada
Lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014 ....... 91

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok


(TAK) Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Harga Diri
Dan Motivasi Lansia Di Panti Werdha Mojokerto ................ 70
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Harga Diri Dan
Motivasi Pada Lansia di Panti Werdha Majapahit
Mojokerto .............................................................................. 81

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada lansia akan terjadi proses penuaan secara degenerative yang

akan berdampak pada perubahan - perubahan yaitu secara fisik, kognitif,

sosial dan sexsual (Glascock dan Feinman, 1981). Perubahan yang muncul

secara fisik misalnya sistem indra, sistem musculoskeletal, perubahan pada

cardiovaskuler. Perubahan secara psikologi misalnya masa pensiun,

perubahan peran sosial yang telah berubah. Dan pada lansia sering muncul

gangguan seperti immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh),

impairment (gangguan intelektual) isolation (isolasi) (Kuntjoro, 2002). Dari

perubahan - perubahan tersebut maka secara otomatis akan mempengaruhi

kehidupan dari lansia tersebut, khususnya menyangkut masalah harga diri.

Salah satunya yang dapat mempengaruhi adalah harga diri, pikiran dan

kepercayaan yang diketahui individu tentang dirinya akan mempengaruhi

individu dalam berhubungan dengan orang lain (Tarwoto & Wartonah,

2003).

Pada lanjut usia umumnya dorongan dan kemampuan masih kuat,

akan tetapi kadang-kadang realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena

penurunan intelektual (impairment), keterbatasan fungsional (fungcional

limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap)

akibat dari aging proses. Keinginan yang tidak dapat dilaksanakan akibat

1
2

keterbatasan ini sering kali menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan diri

lanjut usia (leck of self-confidence). Apabila keraguan yang serius dan terus

menerus tentang diri sendiri serta rasa ketidakmampuan menguasai pikiran

dan perasaan, maka lansia akan merasa rendah diri (inferiority complex)

dengan berasikap amat negative terhadap diri, tidak menyukai diri dan

pesimis terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi termasuk kehidupan

masa depan (Centi Paul, 1993).

Lansia yang memiliki harga diri tinggi akan merasa tenang, mantap,

optimis dan lebih mampu mengendalikan situasi dirinya (Dariuszky,

2004). Lansia dengan harga diri yang tinggi akan menunjukkan ciri-ciri

menunjukkan hubungan erat dengan lansia yang lain, mampu menghargai dan

menghormati diri sendiri, berpandangan bahwa dirinya sejajar dengan orang

lain, cenderung tidak menjadi perfect, mengenali keterbatasannya, dan

berharap selalu berkembang. Sebaliknya harga diri yang rendah akan

membawa pada perilaku yang kurang baik bagi lansia. Ini terjadi karena

lansia dengan harga diri rendah biasanya bersifat bergantung, kurang

percaya diri dan pesimistis (Widodo, 2004).

Menurut Darmojo dan Martono (2004), saat ini lansia diseluruh dunia

di perkirakan ada 500 juta, dengan rata-rata umurnya 60 tahun. Dan

diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar, bahkan di Indonesia

diperkirakan akan mengalami pertambahan lanjut usia tersebar seluruh dunia.

Di Indonesia menurut BPS 1998. Pada tahun 1980 penduduk lansia masih

berjumlah 7,99 juta jiwa atau 5,5% jumlah penduduk. Pada tahun 1990 11,3
3

juta (6,2% jumlah penduduk). Dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah

penduduk lansia sebanyak 28,8 juta.

Hasil dari wawancara dengan para lansia yang tinggal di Panti

Werdha Mojopahit Mojokerto. Saat proses wawancara pada 8 orang lanjut

usia yang tinggal di panti Werdha Mojopahit Mojokerto, Hasilnya

menunjukan adanya anggapan yang berbeda, pada 5 orang lansia merasa

sudah tidak berguna, kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari

keluarga, kadang suka menarik diri dari teman dan tidak percaya diri, dan

sudah lama tidak dijenguk oleh keluarganya, Lansia sering marah, tidak

dapat mengontrol diri, tidak dapat menerima masalah yang rumit. Hal

ini menunjukkan adanya persepsi yang kurang benar pada diri lansia.

Dan pada 3 orang lanjut usia lainnya merasa hidupnya senang karena masih

sering dijenguk oleh keluarganya, cenderung santai dan tidak ada sikap

bermusuhan, yang menunjukkan adanya persepsi yang positif terhadap

dirinya sendiri.

Hilangnya harga diri (lack of self esteem) timbul akibat kehilangan

symbol-symbol self-esteem yang memepengaruhi cara memandang dan

menjalani kehidupan. Pada lansia symbol-simbol self- esteem yang hilang

seperti status sosial, kekuasaan, peran dalam kehidupan, Pekerjaan dan nilai-

nilai yang dianut (Dariuszky, 2004). Jadi seseorang yang mempunyai harga

diri yang tinggi akan menganggap dirinya orang yang bermanfaat dan berarti.

Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. Sebaliknya


4

seseorang lansia yang mampunyai harga diri rendah berhubungan dengan

interpersonal yang tidak baik (Stuart dan Sundeen, 1998).

Penatalaksanatan klien dengan harga diri rendah dapat dilakukan salah

satunya dengan pemberian stimulus atau rangsangan yang memicu timbulnya

persepsi yang positif terhadap dirinya sendiri. atau istilah lain Terapi

aktivitas kelompok (TAK ) stimulasi persepsi marupakan salah satu terapi

modalitas terapi keperawatan lansia dalam bentuk permainan atau interaksi

satu dengan yang lain, dimana lansia balajar untuk meningkatkan harga

dirinya dengan menggali kemampuan positif individu, dan membantu

anggotanya berhubungan satu dengan yang lain. Serta mengubah perilaku

yang distruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dari

setiap anggota, dan di dalam kelompok seseorang dapat berbagi pengalaman

dan saling menemukan hubungan interpersonal yang baik dan merasa diakui

dan di hargai (Rowlins dan Bock, 1993). Terapi aktivitas kelompok juga bisa

melatih lansia untuk mempersepsikan stimulus yang pernah di alami.

Kemampuan persepsi lansia di tingkatkan dengan proses ini. Di harapkan

respon lanjut usia terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi

adaptif Menurut (Johnson dan Johnson, 2000) dengan adanya kelompok maka

orang yang masuk dalam kelompok di anggap sebagai pesaing dan itu

meningkatkan performa seseorang yaitu meningkatkan optimistis dan

peningkatan harga diri pada lanjut usia. Oleh karena itu terapi aktivitas

kelompok adalah salah satu cara untuk meningkatkan aktualisasi diri seorang

lanjut usia. Apabila tidak ada upaya untuk melakukan terapi aktivitas
5

kelompok maka lansia akan merasa tidak mempunyai harga diri, yang itu

mengakibatkan lansia sering bergantung, dan kurang percaya diri dan sangat

mudah pesimistis (Keliat & Akemat, 2005).

Dengan melaksanakan asuahan keperawatan yang komperhensif

diharapkan klien dapat menunjukan peningkatan harga diri. Asuhan

keperawatan bersifat holistik yang ditujukan pada individu, kelompok,

keluarga, maupun komunitas selain itu diharapkan keperawatan turut

berperan dan berkewajiban menanggulangi permasalahan ini sesuai dengan

lingkup ilmu keperawatan salah satunya dengan meningkatkan kemampuan

perawat dalam melaksanakan TAK hal ini dapat diperoleh melalui pendiikan

formal atau pendidikan keperawatan berkelanjutan. Diharapkan perawat yang

melaksankan TAK sudah harus mengikuti pelatihan tentang TAK, sehingga

dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan terutama dalam

penerapan TAK yang merupakan tindakan keperawatan pada masalah

keperawatan tertentu salah satunya adalah pada klien harga diri rendah pada

lansia (Susripah, 2008). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin

mengetahui Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok ( TAK ) Terhadap

Peningkatan Harga Diri dan Motivasi ditinjau Dari Stimulus Para

Lansia . Merujuk dari fenomena tersebut dan berkaitan dengan konsep

teori yang sudah ada maka perlu dilakukan penelitian.


6

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh terapi aktivitas kelompok ( TAK ) terhadap

harga diri pada lansia

2. Bagaimana pengaruh terapi aktivitas kelompok ( TAK ) terhadap

motivasi lansia

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK)

terhadap peningkatan harga diri dan motivasi pada lansia di panti Werdha

Mojopahit Mojokerto

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK)

stimulasi persepsi terhadap harga diri pada lansia

b. Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK)

stimulasi persepsi terhadap motivasi pada lansia


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Sebagai bahan pertimbangan pentingnya TAK stimulasi persepsi

yang dilakukakan diPanti Werdha guna untuk kegiatan para lansia dan

mengetahui hal positif yang dimiliki. Agar para lansia tidak merasa bosan

dan bisa meningkatkan harga diri dan motivasi.

2. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai dokumentasi dan masukan

yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut. Dokumentasi dapat

dibaca serta dimanfaatkan sebagai referensi penelitian yang akan datang

dan masukan bagi peneliti beriukutnya untuk memilih judul atau

melanjutkan penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

a. Definisi terapi aktivitas kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan

satu dengan yang lain, saling bergantung dan memiliki norma yang

sama (Stuart & Laraia, 2001).anggota kelompok mungkin datang dari

berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan

keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,

ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yalom, 1995 dalam Stuart &

Laria, 2001).semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika

kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan

balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam

kelompok (Kelliat dan Akemat, 2005).

b. Tujuan dan Fungsi Kelompok

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan

dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan

maladaptifkekuatan kelompok ada pada kontribusi setiap anggotanya.

Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan

saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan

masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan

8
9

menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan

perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan

dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.

c. Komponen Dalam Aktivitas Kelompok

Menurut Keliat dan Akemat (2005) dalam pelaksanaan tarapi

aktivitas kelompok ada delapan komponen yang perlu diperhatikan

antara lain :

1) Struktur kelompok

Sruktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses

pengambilan keputusan, dan otoritas dalam kelompok. Stuktur

kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pada

perilaku dan interaksi. Stuktur dalam kelompok diatur dengan

adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipadu oleh

pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.

2) Besar kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok

kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota

kelompok kecil menurut Struart dan Laria (2001) adalah 7-10

orang, menurut Lancester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan

menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang.

Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota

mendapat kesempatan mengungkapkan perasan, pendapat, dan


10

pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi

dan interaksi yang terjadi dikutip dari Kelliat dan Akemat, 2005.

d. Lamanya sesi

Waktu optimal untuk satu sesi adalah 15-25 menit bagi fungsi

kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang

tinggi Stuart & Laraia, 2001. Biasanya dimulai dengan pemanasan

berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi.

Banyaknya sesi tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali / dua

kali per minggu; atau dapat direncanakan sesui dengan kebutuhan.

e. Komunikasi

Salah satu ugas pemimpin kelompok yang penting adalah

mengoservasi dan menganaliss pola komunikasi dalam kelompok.

Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada

anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi.

Pemimpin kelompok dapat memgkaji hambatan dalam

kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh

anggota kelompok mngerti serta melaksanakan kegiatan yamg di

laksanakan.

f. Peran Kelompok

Pemimpin perlu megobservasi peran yang terjadi dalam

kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan

anggota kelompok dala kerja, yaitu (Beme & Sheat,1948 dala Stuart &

Laraia, 2001), maintenance roles, task roes, dan ndividual role.


11

Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan

fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas.

Individual roles adalah selft – centered dan distraksi pada kelompok.

g. Kekuatan Kelompok

Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam

memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan

kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa

yang paling banyak mendengar, dan siapa yang membuat keputusan

dalam kelompok.

h. Norma kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok.

Pengharapan terhadap prilaku kelompok pada masa yang akan datang

berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini. Kesesuaian perilaku

anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam menerima

anggota kelompok Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma

dianggap pemberontakan dan ditolak anggota kelompok lain.

i. Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama

dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok

untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota

kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar

kehidupan kelompok dapat dipertahankan.


12

j. Tahap-tahap Dalam Terapi Kelompok

Menurut (Yosep, 2007) ada tiga tahap yaitu:

Tahap 1 : Tahap ini dimana therapist membentuk hubungan kerja

dengan para anggota kelompok. Tujuannya ialah agar

para anggota saling mengenal, mengetahui tujuan serta

membiasakan diri untuk melakukan diskusi kelompok.

Tahap 2 : Terutama tercapainya tranference dan perkembangan

identitas kelompok. Tranferece ialah suatu perilaku atau

keinginan seorang pasien (misalnya si A) yang

seharusnya ditujukan kepada seseorang lain (misalnya si

B) tetapi dialihkan kepada orang lain lagi (si C, misalnya

therapist) contoh: perilaku seorang lansia seharusnya

ditujukan kepada orang tuanya tetapi didalam

kenyataanya dialihkan kepada therapist. Perkembangan

identitas kelompok ialah tercapainya suatu “sense of

belonging” atau rasa menyatu dan berdasarkan kesatuan

itu mereka merasa mempunyai kesamaan dalam problem

atau kesamaan dalam konflik ini makin memberikan

ikatan di antara kelompok.

Tahap 3 : Disebut tahap mutualisis (saling menganalisa), yaitu

setiap orang akan mendapatkan informasi atau reaksi atas

apa yang sudah dikemukakan. Dengan mendapat reaksi

yang macam-macam, maka kelompok juga dapat


13

mengambil kesimpulan reaksi mana yang benar. Dengan

demikian setiap orang akan mendapat koreksi atau kesan

kelompok secara umum atau tingkah lakunya.

k. Idikasi dan Kontra Indikasi

Menurut (Yosep, 2007) semua lansia rehabilitasi perlu

mendapatkan terapi kelompok kecuali mereka yang mengalami :

1) Psikopat dan sosiopat.

2) Selalu diam dan / atau austitik.

3) Delusi yang tidak terkontrol.

4) Lansia yang mudah bosan.

5) Lansia rehabilitasi ambulatory yang tidak termasuk psikosis, tidak

menunjukkan gejala regresi dan halusinasi dan ilusi yang berat dan

orang-orang dengan kepribadian sciozoid serta neurotik.

6) Pasien dengan ego psiko patologi berat yang menyebabkan

psikotik kronik sehingga menyebabkan toleransi terhadap

kecemasan rendah dan adaptasi yang kurang.

l. Jenis Terapi Kelompok

Beberapa ahli membedakan kegiatan kegiatan kelompok sebagai

tindakan keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok.

1) Stuart dan Laraia (2001) menguraikan kelompok yang dapat

dipimpin dan digunakan perawat sebagai tindakan keperawatan bagi

lansia, misalnya, task groups, supportive groups, intensive problom-


14

solving groups, medikation groups, activity therapy, dan peer

support groups.

2) Terapi aktivitas kelompok Rawlins, Williams, dan Beck (1993)

membagi kelompok menjadi tiga, yaitu:

a) Terapi kelompok

Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika lansia

ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang

memenuhi persyaratan tertentu.fokus terapi kelompok adalah

membuat sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan

interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya (Kelliat dan

Akemat, 2005).

b) Kelompok terapeutik

Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi,

penyakit fisik krisis, tumbuh-kembang, atau penyesuaian

sSosial, misalnya, kelompok wanita hamil yang akan menjadi

ibu, individu yang kehilangan, penyakit terminal. Banyak

kelompok terapeutik yang dikembangkan menjadi self-help-

group, tujuan kelompok ini adalah sebagai berikut:

a) Mencegah masalah kesehatan;

b) Mendidik dan mengembangkan potensi anggota keelompok;

c) Meningkatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok

saling membantu dalam menyelesaikan masalah.


15

c) Terapi aktivitas kelompok (TAK)

Kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu,

stimulasi persepsi, stimulasi sensoris, orientasi realitas, dan

sosialisasi. Terapi aktifitas kelompok sering dipakai sebagai

terapi tambahan. Sejalan dengan hal tersebut, maka Lancester

mengemukakan beberapa aktifitas yang digunakan pada TAK,

yaitu menggambar, membaca puisi, mendengarkan musik,

mempersiapkan meja makan, dan kegiatan sehari-hari yang lain.

Wilson dan Kneisl (1992) menyatakan bahwa TAK adalah

manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi

pengalaman seseorang serta meningkatkan respon sosial dan

harga diri dikutip dari Kelliat dan Akemat, 2005. Aktifitas yang

digunakan sebagai terapi di dalam kelompok, yaitu membaca

puisi, seni, musik, menari,dan literatur.

3) Menurut Keliat dan Akemat (2005) Terapi aktivitas kelompok

(TAK) sebagai berikut :

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu

terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok pasien

yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi aktivitas

kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok

stimulasi kognitif / persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi

sensori, terapi aktivitas kelompokstimulasi realita, terapi aktivitas

kelompok sosialisasi.
16

4) Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif / persepsi

Lansia dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau

stimulus yang pernah dialami. Kemampuan lansia dievaluasi dan

ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon

lansia terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.

Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang

disediakan: baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV;

stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses

persepsi lansia yang maladaptif atau destruktif, misalnya

kemarahan, kebencian, putus hubungan,pandangan negatif pada

orang lain, dan halusinasi. kemudian persepsi lansia terhadap

stimulus.

5) Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori

Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori lansia.

Kemudian diobservasi reaksi sensori lansia terhadap stimulus yang

disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonvebal (ekspresi

wajah, gerakan tubuh). Biasanya lansia yang tidak mau

mengungkapkan komunikasi verbal akan tersetimulusi emosi dan

perasaannya, serta menampilkan respon. Aktivitas yang digunakan

sebagai stimulus adalah : musik, seni, menyanyi dan menari. Jika

hobi lansia diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus,

misalnya lagu kesukaan lansia, dapat digunakan sebagai stimulus.

Ada empat macam, yaitu:


17

a) TAK stimulasi persepsi umum

b) TAK stimulasi persepsi : perilaku kekerasan

c) TAK stimulasi persepsi : halusinasi

d) TAK stimulasi persepsi : harga diri rendah

6) Terapi aktivitas kelompokstimulasi realita

Lansia diorentasikan pada kenyataan yang ada disekitar

lansia, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling lansia

atau orang yang dekat dengan lansia, dan lingkungan yang pernah

mempunyai hubungan dengan lansia. Demikian juga dengan

orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana kedepan.

Aktivitas dapat berupa orientasi orang,tempat, benda yang ada

disekitar, dan semua kondisi nyata.

7) Terapi aktivitas kelompok sosialisasi

Lansia dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu

yang ada disekitar lansia. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara

bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa.

Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

m. Keuntungan dan Kerugian Terapi Kelompok

1) Keuntungan terapi kelompok

a) Dapat mengobati lansia dalam jumlah banyak.

b) Anggota kelompok dapat mendiskusikan masalah-masalah yang

mereka, sehingga menurunkan perasaan terisolasi, perbedaan-


18

perbedaan dan meningkatkan lansia untuk berpartisipasidan

bertukar pikiran, masalah dengan orang lain.

c) Memberi kesempatan pada lansia untuk menggali gaya-gaya

komunikasi dari lansia dalam lingkungan yang aman dan

mampu menerima umpan balik dari orang lain.

d) Anggota kelompok dapat belajar bermacam cara dalam

memecahkan masalah, serta dapat membantu memecahkan

masalah orang lain.

e) Anggota kelompok dapat belajar peranannya dalam kelompok

sebagai (sebagai anggota, pembantu therapis).

f) Kelompok dapat menimbulkan pemahaman / pengertian,

konfrontasi, identifikasi, kelompok rujukan.

2) Kerugian terapi kelompok

a) Kehidupan pribadi lansia tidak terlindungi.

b) Lansia mengalami kesulitan dalam mengungkapkan masalahnya

karena berbeda keyakinan / sulit dalam berkomunikasi, tidak

mau berubah.

c) Jika therapis menyelenggarakan secara individual.

n. Kualifikasi terapis dalam aktivitas kelompok

Perawat diperkenankan memimpin terapi kelompok jika telah

dipersiapkan secara professional. American Nurses’ Association (ANA)

menetapkan pada praktik keperawatan psikiatri dan klinikal spesialis

dapat berfungsi sebagai terapis kelompok. Sertifikasi dari ana sebagai


19

spesialis klinik dalam keperawatan psikiatri – kesehatan lansia

menjamin perawat mahir dan kompeten sebagai terapis kelompok. The

Amarican Group Psychotherapy Assosiation (AGPA) sebagai badan

akreditasi terapis kelompok menetapkan anggotanya minimal

berpendidikan master.

Perawat yang memimpin kelompok terapeutik dan kelompok

tambahan (TAK), persyaratannya harus mempunyai pengetahuan

tentang masalah lansia dan mengetahui metode yang dipakai untuk

kelompok serta terampil berperan sebagai pemimpin.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) peran perawat dalam terapi

aktivitas kelompok adalak sebagai berikut:

1) Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok

Sebelum mempersiapkan terapi aktifitas kelompok, perawat

harus terlebih dahulu membuat proposal. Proposal tersebut akan

dijadikan panduan dalam melaksanakan terapi aktifitas kelompok.

Komponen proposal dalam terapi aktifitas kelompok adalah:

a) Menentukan tujuan umum dan khusus

b) Menentukan siapa yang jadi leder

c) Kriteria keanggotaan

d) Menentukan proses sekrining

e) Persiapan pelaksanaan meliputi: menenyukan wakyu

pelaksanaan, tempat kegiatan, lamanya session, besar kelompok,


20

kondisi ruangan, alat bantu yang digunakan, harapan perilaku

anggota dan leader

f) Uraian tugas leader, co leader, fasilitator dan observer

g) Biaya yang dibutuhkan

2) Sebagai co leader

a) Menganalisa dan mengobserfasi pola-pola komunikasi dalam

kelompok

b) Membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamis

kelompok

c) Membantu motifator

d) Membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat

peraturan

e) Mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas

kelompok bersama leader

3) Sebagai fasilitator

Sebagai fasilitator perawat ikut serta dalam kegiatan

kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memeberi

stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya

kegiatan

4) Sebagai observer

a) Mencatat serta mengamati respon lansia

b) Mengamati jalannya aktitivitas terapi

c) Mencegah peserta yang drop out


21

Hal-hal yang perlu diobservasi dalam proses terapi aktivitas

kelompok adalah:

a) Keanggotaan, meliputi: petugas, anggota yang lambat, anggota

yang absen

b) Issue atyau perilaku yang didiskusikan kelompok

c) Tema kelompok

d) Peran, norma perkembangan kelompok

e) Strategi kepemimpinan yang digunakan

f) Meprediksi anggota dan respon kelompok setiap session

g) Mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan

5) Terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah

a) Adanya sub kelompok

b) Keterbukaan yang kurang

c) Resisten baik individu maupun kelompok

d) Adanya anggota kelompok yang drop out

e) Cara mengatasi masklah ini tergantung jenis kelompok terapis ,

kontrak dan teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.

6) Program antisipasi masalah

Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergency dalam

terapi) yang dapat memperbarui proses pelaksanaan terapi aktivitas

kelompok.
22

7) Pelaksanaan

a) Waktu

b) Tempat

c) Kegiatan : perkenalan, penjelasan tujuan, kontrak waktu, aturan

main, permainan, diskusi, ekspresi perasaan, terminasi.

2. Konsep Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang

menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan

informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian

menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang

berarti. (Arindita, 2003)

b. Proses Persepsi dan Sifat Persepsi

Proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:

1) Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus

sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini

mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang

stimulus yang ada

2) Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta

pengorganisasian informasi.

3) Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam

menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi


23

oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.

(Mulyana, 2005)

Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat

yang menyertai proses persepsi, yaitu:

1) Konstansi (menetap): Dimana individu mempersepsikan seseorang

sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan

berbeda-beda.

2) Selektif: persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor.

Dalam arti bahwa banyaknya informasi dalam waktu yang

bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor dalam

mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya

informasi tertentu saja yang diterima dan diserap.

3) Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi yang

sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang

berbeda-beda.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan

terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor tersebut antara

lain:

1) Pelaku persepsi (perceiver)

2) Objek atau yang dipersepsikan

3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan


24

d. Aspek-aspek Persepsi

Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari

berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut

Allport (dalam Mar’at, 1991) ada tiga yaitu:

1) Komponen Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau

informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari

pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu

tentang obyek sikap tersebut.

2) Komponen Afektif

Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang.

Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai

kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3) Komponen Konatif

Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku

yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

Menurut Mulyana (2005) persepsi sosial adalah proses

menangkap arti obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita

alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga

penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki

gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Prinsip

penting yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah :


25

1) Persepsi berdasarkan pengalaman Pola-pola perilaku manusia

berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas (social) yang telah

dipelajari (pengalaman). Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam

menghadapi suatu obyek jelas akan membuat seseorang

menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau

pengalaman yang mirip.

2) Persepsi bersifat selektif Alat indera kita bersifat lemah dan

selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos

dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita

melihat apa yang kita lihat, kita mendengar apa yang ingin kita

dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama

yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut.

Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian

stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli

lainnya melemah.

3) Persepsi bersifat dugaan Oleh karena data yang kita peroleh

mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi

merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses

seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin

memperoleh seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera kita.

Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita

menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari

suatu sudut pandang manapun. Dengan demikian, persepsi juga


26

adalah suatu proses pengorganisasian informasi yang tersedia,

menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema

organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu

makna lebih umum.

4) Persepsi bersifat evaluatif Tidak ada persepsi yang bersifat

obyektif, karena masing-masing melakukan interpretasi

berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingannya. Persepsi

adalah suatu proses kognitif psikologis yang mencerminkan sikap,

kepercayaan, nilai dan pengharapan persepsi bersifat pribadi dan

subjektif yang digunakan untuk memaknai persepsi.

5) Persepsi bersifat kontekstual Konteks merupakan salah satu

pengaruh paling kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita

melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat

mempengaruhi struktur kogniif, pengharapan dan oleh karenanya

juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah

suatu faktor penting dalam memahami komunikasi dan hubungan

sosial. Struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan

atau kedekatan dan kelengkapan.

e. Terapi aktifitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi : harga diri

rendah

1) Sesi 1 : Mengetahui Pentingnya Harga Diri Sendiri

Mengidentifikasi Hal-hal Positif diri


27

a) Tujuan

(1) Lansia dapat mengetahui pentingnya harga diri sendiri

(2) Lansia dapat mengidentifikasi hal-hal positif diri

b) Setting

(1) Terapis dan lansia duduk bersama dalam lingkaran.

(2) Ruangan nyaman dan tenang.

c) Alat

(1) Spidol sebanyak jumlah lansia yang mengikuti TAK.

(2) Kertas putih HVS dua kali jumlah lansia yang mengikuti

TAK.

d) Metode

(1) Diskusi.

(2) Permainan.

e) Langkah kegiatan

(1) Persiapan

(a) Memilih lansia sesuai dengan indikasi, yaitu lansia

dengan gangguan konsep diri: harga diri renddah.

(b) Membuat kontrak dengan lansia.

(c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(2) Orientasi

(1) Salam terapeutik

(a) Salam dari terapis kepada lansia


28

(b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai

papan nama).

(c) Menanyakan nama dan panggilan semua lansia

(beri papan nama).

(2) Evaluasi/validasi

Menanyakan perasaan lansia saat ini

(3) Kontrak

(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu

bercakap-cakap tentang hal positif diri sendiri.

(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut.

1. Jika ada lansia yang ingin meninggalkan

kelompok, harus meminta izin kepada terapis.

2. Lama kegiatan 45 menit.

3. Setiap lansia mengikuti kegiatan dari awal

sampai selesai.

(4) Tahap kerja

(a) Terapis memperkenalkan diri: nama lengkap dan

nama panggilan serta memakai papan nama.

(b) Terapis membagikan kertas dan spidol kepada

lansia.

(c) Terapis meminta tiap lansia menulis pengalaman

yang tidak menyenangkan.

(d) Terapis memberi pujian atas peran serta lansia.


29

(e) Terapis membagikan kertas yang kedua.

(f) Terapis meminta tiap lansia menulis hal positif

tentang diri sendiri: kemampuan yang dimiliki,

dan meminta menuliskan identitas, peran, cita-cita

dan harapan.

(g) Terapis meminta lansia membacakan hal positif

yang sudah ditulis secara bergiliran sampai semua

lansia mendapatkan giliran.

(h) Terapis memberi pujian pada setiap peran serta

lansia.

(5) Tahap terminasi

(a) Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan lansia setelah

mengikuti TAK.

2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan

kelompok.

(b) Tindak lanjut

Terapis meminta lansia menulis hal positif lain

yang belum tertulis.

(c) Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu

melatih hal positif diri yang dapat diterapkan

di rumah sakit dan di rumah.


30

2. Menyepakati waktu dan tempat.

f) Evaluasi dan Dokumentasi

(1) Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,

khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi

adalah kemampuan lansia sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi: harga diri rendah Sesi 1,

kemampuan lansia yang diharapkan adalah menuliskan

pengalaman yang tidak menyenangkan dari aspek positif

(kemampuan) yang dimiliki. Formulir evaluasi sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Lembar Observasi TAK Stimulasi


Persepsi Sesi 1 Kemampuan Menulis
Pengalaman Tidak Menyenangkan Dan
Hal Positif Diri
Menulis
Menulis hal
Nama pengalaman yang
No positif diri
lansia tidak
sendiri
menyenangkan

Petunjuk :

(a) Tulis nama panggilan lansia yang ikut TAK pada kolom

nama.
31

(b) Untuk tiap lansia, beri penilaian tentang kemampuan

menulis pengalaman yang tidak menyenangkan dan

aspek positif diri sendiri. Beri tanda √ jika lansia

mampu dan tanda X jika lansia tidak mampu.

(2) Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki lansia

saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap lansia.

Contoh : lansia mengikuti Sesi 1, TAK stimulasi persepsi

harga diri rendah. Lansia mampu menuliskan tiga hal

pengalaman yang tidak menyenangkan, mengalami

kesulitan menyebutkan hal positif diri. Anjurkan lansia

menulis kemampuan dan hal positif dirinya dan

tingkatkan reinforcement (pujian).

2) Sesi 2

a) Tujuan

(1) Lansia dapat menilai hal positif diri yang dapat

digunakan.

(2) Lansia dapat memilih hal positif diri yang akan dilatih.

(3) Lansia dapat melatih hal positif diri yang telah dilatih.

(4) Lansia dapat menjadwalkan penggunaan kemampuan

yang telah dilatih.

b) Setting

(1) Terapis dan lansia duduk bersama dalam lingkaran.


32

(2) Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih.

(3) Ruangan nyaman dan tenang.

c) Alat

(1) Spidol dan papan tulis / whiteboard / flipchart.

(2) Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih.

(3) Kertas dafatar kemampuan positif pada Sesi 1.

(4) Jadwal kegiatan sehari-hari dan pulpen.

d) Metode

(1) Diskusi dan tanya jawab.

(2) Bermain peran.

e) Langkah kegiatan

(1) Persiapan

Mengingatkan kontrak dengan lansia yang terlah

mengikuti sesi 1.

(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(3) Orientasi

(a) Salam terapeutik

- Salam dari terapis kepada lansia.

- Lansia dari terapis pakai papan nama.

(b) Evaluasi / validasi

- Menanyakan perasaan lansia saat ini.

- Menanyakan apakah ada tambahan hal positif

lansia.
33

(4) Kontrak

(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu

memahami pentingnya menghargai orang lain dan

mengetahui hal positif orang lain

(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut.

- Jika ada lansia yang ingin meninggalkan

kelompok, harus meminta izin kepada terapis.

- Lama kegiatan 45 menit.

- Setiap lansia mengikuti kegiatan dari awal

samapai selesai.

(5) Tahap kerja

(a) Terapis meminta semua lansia membaca ulang daftar

kemampuan positif pada Sesi 1 dan memilih satu

untuk dilatih.

(b) Meminta lansia untuk menuliskan atau menyebutkan

hal-hal positif temannya.

(c) Terapis melatih cara pelaksanaan kegiatan /

kemampuan yang dipilih dengan cara berikut.

- Terapis memperagakan.

- Lansia memperagakan ulang (semua lansia

mendapat giliran).

- Berikan pujian sesuai dengan keberhasilan lansia.


34

- Kegiatan a sampai dengan d, dapat diulang untuk

kemampuan / kegiatan yang berbeda.

(6) Tahap terminasi

(a) Evaluasi

- Terapis menanyakan perasaan lansia setelah

mengikuti TAK.

- Terapis memberikan pujian kepada kelompok.

(b) Tindak lanjut

Terapis meminta lansia memasukkan kegiatan yang

telah dilatih pada jadwal kegiatan sehari-hari.

(c) Kontrak yang akan datang

- Mengetahui pentingnya tujuan hidup

- Menentukan tujuan hidup yang realistis

f) Evaluasi dan Dokumentasi

(1) Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,

khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi

adalah kemampuan lansia sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi harga diri rendah Sesi 2,

kemampuan lansia yang diharapkan adalah memiliki satu

hal positif yang akan dilatih dan memperagakannya.

Formulir evaluasi seagai berikut :


35

Tabel 2.2 Lembar Observasi TAK Stimulasi


Persepsi Sesi 2 Kemampuan Melatih
Kegiatan Positif
lansia dapat
lansia lansia dapat
memilih satu
Nama dapat memperagak
No hal positif diri
lansia membaca an kegiatan
yang akan
hal positif positif
dilatih

Petunjuk :

(a) Tulis nama panggilan lansia yang ikut TAK pada

kolom nama.

(b) Untuk tiap lansia, beri penilaian tentang kemampuan

membaca ulang daftar hal positif diriny, memilih satu

hal positif untuk dilatih dan memperagakan kegiatan

positif tersebut. Beri tanda √ jika lansia mampu dan

tanda X jika lansia tidak mampu.

(2) Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki lansia

saat TAK pada memproses keperawatan tiap lansia.

Contoh : lansia mengikuti sesi 2, TAK stimulasi persepsi:

harga diri rendah. Lansia telah melatih merapikan tempat


36

tidur. Anjurkan dan jadwalkan agar lansia melakukannya

serta berikan pujian.

3) Sesi 3 : Mengetahui hal positif orang lain

a) Tujuan

(1) Lansia mengetahui pentingnya tujuan hidup

(2) Pasien menentukan tujuan hidup yang realistis

b) Setting

(1) Terapis dan lansia duduk bersama dalam lingkaran.

(2) Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih.

(3) Ruangan nyaman dan tenang.

c) Alat

(1) Spidol dan papan tulis / whiteboard / flipchart.

(2) Sesuaikan dengan kemampuan yang akan dilatih.

d) Metode

Diskusi dan tanya jawab.

e) Langkah kegiatan

(1) Persiapan

(a) Mengingatkan kontrak dengan lansia yang telah

mengikuti sesi 2.

(b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(2) Orientasi

a. Salam terapeutik

- Salam dari terapis kepada lansia.


37

- Lansia dari terapis pakai papan nama.

b. Evaluasi / validasi

- Menanyakan perasaan lansia saat ini.

- Menanyakan apakah ada tambahan hal positif

lansia.

(3) Kontrak

a. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu melatih

hal positif pada lansia

b. Terapis menjelaskan aturan main berikut.

- Jika ada lansia yang ingin meninggalkan

kelompok, harus meminta izin kepada terapis.

- Lama kegiatan 45 menit.

- Setiap lansia mengikuti kegiatan dari awal

samapai selesai.

(4) Tahap kerja

a. Terapis meminta semua lansia membaca ulang daftar

kemampuan positif pada Sesi 2 dan memilih satu

untuk dilatih.

b. Meminta lansia untuk mengungkapkan atau

membacakan tujuan hidupnya yang telah ditulisnya

c. Terapis memberikan pujian setiap kali pasien

membacakan tujuan hidupnya


38

d. Meminta lansia untuk mencoret tujuan hidup yang

sulit dicapai

(5) Tahap terminasi

a. Evaluasi

- Terapis menanyakan perasaan lansia setelah

mengikuti TAK.

- Terapis memberikan pujian kepada kelompok.

b. Tindak lanjut

Terapis meminta lansia memasukkan kegiatan yang

telah dilatih pada jadwal kegiatan sehari-hari.

c. Kontrak yang akan datang

- Menyepakati TAK yang akan datang untuk hal

positif lain.

- Menyepakati waktu dan tempat sampai aspek

positif selesai dilatih.

f) Evaluasi dan Dokumentasi

(1) Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,

khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi

adalah kemampuan lansia sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi harga diri rendah Sesi 2,

kemampuan lansia yang diharapkan adalah memiliki satu

hal positif yang akan dilatih dan memperagakannya.


39

(2) Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki lansia

saat TAK pada memproses keperawatan tiap lansia.

Contoh : lansia mengikuti sesi 2, TAK stimulasi persepsi

: harga diri rendah. Lansia telah melatih merapikan

tempat tidur. Anjurkan dan jadwalkan agar lansia

melakukannya serta berikan pujian.

3. Konsep Harga Diri

a. Definisi

Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga

diri yang sangat tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan

diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,

dan kegagalan, tanpa merasa sebagai seseorang yang penting dan

berharga (Stuart, 2007).

Harga diri atau rasa kita tentang nilai-diri; rasa ini adalah suatu

evaluasi di mana seseorang membuat atau mempertahankan diri (Perry

& Potter, 2005).

Coopersmith (dalam Rahmawati, 2006) mendefinisikan harga

diri sebagai penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya

sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penilaian atau

penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa


40

dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. Kesadaran tentang diri

dan perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan suatu

penilaian terhadap diri sendiri baik itu positif maupun negatif.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah

penilaian seseorang tentang dirinya sendiri baik positif maupun

negatif yang dinyatakan dengan sikap menerima diri sendiri atau

tidak.

b. Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Gangguan Harga Diri

1) Perkembangan individu.

Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti

penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan

mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk

mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak

mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan

orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat

karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri

akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang

terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak

berguna.

2) Ideal diri tidak realistis.

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa

tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat

standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita –cita yang terlalu
41

tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai

membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya

diri akan hilang.

3) Gangguan fisik dan mental

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa

rendah diri.

4) Sistim keluarga yang tidak berfungsi.

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak

mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua

memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan

merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika

kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak

memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di

lingkungannya.

5) Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik,

emosi dan seksual.

Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik,

emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan.

Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau

strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,

mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu.

Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan

denial pada trauma (Rahmawati, 2006)


42

c. Karakteristik Harga Diri

Coopersmith dalam Dusek, 1996 dikutip dari Rahmawati, 2006.

Membedakan tiga jenis harga diri menurut karakteristik individu,

yaitu: rendah, sedang, tinggi. Karakteristik- karakteristik tersebut

adalah

1) Harga diri tinggi

a) Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik

b) Berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan

hubungan sosial

c) Dapat menerima kritik dengan baik

d) Percaya terhadap persepsi dan dirinya sendiri

e) Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya

memikirkan kesulitannya sendiri

f) keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan fantasinya, karena

memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial dan

kualitas diri yang tinggi

g) Tidak terpengaruh pada orang lain tentang sifat atau

kepribadiannya. Baik positif maupun negatif

h) Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada lingkungan yang

belum jelas.

i) akan lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan

dengan kesukaan sehingga tercapai tingkat kecemasan dan


43

perasaan tidak aman yang rendah serta memiliki daya

pertahanan yang seimbang

2) Harga diri sedang

Karakteristik individu yang memiliki harga diri sedang

hampir sama dengan yang memiliki harga diri tinggi, terutama

dalam kualitas, perilaku dan sikap. Pernyataan diri mereka

memang positif, namun cenderung kurang moderat. Menurut

Coopersmith (dalam Rahmawati, 2006) individu dengan harga

dirin sedang cenderung memandang dirinya lebih baik dari

kebanyakan orang

3) Harga diri rendah

a) Memiliki perasaan yang inferior

b) Takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan

sosial

c) Terlihat sebagai seseorang yang putus asa dan depresif

d) Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan

e) Kurang dapat mengekspresikan diri

f) Sangat tergantung pada lingkungan

g) Tidak konsisten

h) Secara pasif akan mengikuti apa yang ada dilingkungannya

i) Menggunakan banyak karakteristik pertahanan diri

j) Mudah mengakui kesalahan


44

Karakteristik harga diri menurut Carpenito Linda Juall, 2001 adalah :

1) Pengungkapan diri negatif

2) Ekspresi malu atau merasa bersalah

3) Menunjukkan tanda-tanda depresi

4) Menolak terhadap situasi baru

5) Mengingkari masalah nyata

6) Ketidakmampuan untuk menentukan tujuan

7) Hipersensitivitas terhadap kritik ringan

8) Perilaku penyalahgunaan diri (marah, penggunaan zat-zat

berbahaya, melukai dirinya sendiri)

d. Gangguan harga diri

1) Harga diri rendah

Ganguan harga diri adalah keadaan dimana individu

mengalami atau beresiko evaluasi diri negatif tentang kemampuan

atau diri (Carpenito, 2001)

Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan

yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri

dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Salbiah, 2006)

2) Jenis harga diri rendah

Harga diri rendah terdiri dari dua jenis, yaitu :

a) Harga diri rendah situasional

Harga diri rendah situasional merupakan keadaan dimana

individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif


45

mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon

terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).

b) Harga diri rendah kronis

Harga diri rendah kronis merupakan keadaan dimana

individu mengalami evaluasi diri negatif yang mengenai diri

atau kemampuan dalam waktu lama. (Carpenito, 2001)

e. Gejala harga diri rendah

1) Mengkritik diri sendiri dan orang lain

2) Penurunan produktifitas

3) Destruktif yang diarahkan pada orang lain

4) Gangguan dalam berhubungan

5) Rasa diri penting yang berlebihan

6) Peraaan tidak mampu

7) Rasa bersalah

8) Mudah tersinggung atau marah berlebihan

9) Perasaan negatif tentang dirinya sendiri

10) Ketegangan peran yang dirasakan

11) Pandangan hidup yang pesimis

12) Keluhan fisik

13) Pandangan hidup yang bertentangan

14) Penolakan terhadap kemampuan personal

15) Destruktif terhadap diri sendiri

16) Pengurungan diri


46

17) Menarik diri secara sosial

18) Penyalagunaan zat

19) Menarik diri dari realitas

20) Khawatir

(Stuart, 2007)

f. Cara Meningkatkan Harga Diri

Langkah kita selanjutnya untuk mengatasi masalah pasien

dengan harga diri rendah adalah menetapkan beberapa tindakan

Rencana asuhan keperawatan

1) Tindakan keperawatan pada pasien

Tujuan :

a) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif

yang dimiliki

b) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

c) Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai

kemampuan

d) Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai

kemampuan

e) Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang

sudah dilatih

2) Tindakan keperawatan :

a) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih

dimiliki pasien.Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan


47

kemampuan dan aspek positif yang masih dimilikinya, perawat

dapat :

(1) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di

rumah sakit, di rumah, dalam keluarga dan lingkungan

adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.

(2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali

bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.

b) Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Untuk tindakan tersebut, saudara dapat :

(1) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih

dapat digunakan saat ini.

(2) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan

terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.

(3) Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar

yang aktif

c) Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan

dilatih Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :

(1) Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang

dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan

pasien lakukan sehari-hari.

(2) Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien

lakukan secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan


48

bantuan minimal dari keluarga dan kegiatan apa saja yang

perlu batuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat

pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang

dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat

daftar kegiatan sehari-hari pasien.

d) Melatih kemampuan yang dipilih pasien

Untuk tindakan keperawatan tersebut saudara dapat melakukan:

(1) Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan

yang dipilih.

(2) Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan.

(3) Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang

dapat dilakukan pasien.

e) Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang

dilatih untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut,

saudara dapat melakukan hal-hal berikut :

(1) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan

yang telah dilatihkan

(2) Beri pujian atas kegiatan/kegiatan yang dapat dilakukan

pasien setiap hari

(3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan

perubahan setiap kegiatan

(4) Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah

dilatih
49

(5) Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah

pelaksanaan kegiatan

3) Tindakan keperawatan pada keluarga

Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri

rendah di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi

pasien.

a. Tujuan :

(1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan

yang dimiliki pasien

(2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang

masih dimiliki pasien

(3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan

yang sudah dilatih dan memberikan pujian atas

keberhasilan pasien

(4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan

kemampuan pasien

b. Tindakan keperawatan :

(1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat

pasien

(2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang

ada pada pasien

(3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien

dan memuji pasien atas kemampuannya


50

(4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah

(5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri

rendah

(6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan

cara merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang

telah perawat demonstrasikan sebelumnya

(7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

(Trihadi, 2009)

4. Konsep Lanjut Usia

Tinjauan Lanjut usia akan dikaji tentang pengertian lanjut usia

dan kebutuhan-kebutuhan hidup orang lanjut usia.

a. Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.

Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu

dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial

(BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah

penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang

ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya

terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini

disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia


51

lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak

orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan

banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa

kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negative sebagai

beban keluarga dan masyarakat dari aspek sosial, penduduk lanjut usia

merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di Negara Barat, penduduk

lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini

dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi,

pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan

sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk

lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati

oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995)

masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan

keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan

kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa

kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini.

Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia

bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan

cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat

arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai

masa hidup yang member mereka kesempatan-kesempatan untuk

tumbuh berkembang dan bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia


52

yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara

kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan

keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka

sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan

jasmani dan mental merek sendiri.

Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau

dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis

merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam

angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling

mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini

mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia

hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia

menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,

Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90

tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan

bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah

orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan

dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi

kehidupannya sehari-hari. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada

usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai

tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai


53

penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan

psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan

dalam hidupnya. Demikian juga batasan lanjut usia yang

tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang

pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak

mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke

atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan

bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas.

Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam

menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke

dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini digunakan batasan

umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia

b. Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia

Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia

juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup

sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan

akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara

rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan

aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua

orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak

teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman,

memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan

tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri.


54

Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam

Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia

meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah

kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks

dan sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah

kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah

maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua,

kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial

(social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau

berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi

profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4)

Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan

harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan

aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk

mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir

berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup,

dan berperan dalam kehidupan.

Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang

memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000). Kebutuhan

tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman

bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang

ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri

orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya . Jika kebutuhan-


55

kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah

dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan

kemandiriannya

c. Faktor Kesehatan

1) Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis

lanjut usia.

2) Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan

daya tahan fisik terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan

psikis meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia

d. Kesehatan Fisik

Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis

lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan

manusia. Kekuatan fisik, panca indera, potensi dan kapasitas

intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu ( Prasetyo,1998).

Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali

dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan

beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah,

persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma

dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah

letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing,

fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik

pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti


56

menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan

waktu respon yang lamban.

e. Batasan Lanjut Usia

WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia

kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pengetahuan

(middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly)

berusia antara 60 dari 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun,

dan usia sangat tua (very old) di atas 90 an tahun. Sedangkan Nugroho

(2000) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat

beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah

berumur 65 tahun ke atas (Lilik, 2011).

f. Teori Biologi

1) Teori Seluler

Kemampuan sel hanya dapat menambah dalam jumlah

tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk

menambah 50 kali.

2) Teori “Genetik Clock”

Menurut teori ini menua telah deprogram secara genetic

untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai di dalam

nuclei (inti selnya) suatu jam genetic yang telah di putar menurut

suatu replikasi tertentu.


57

3) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastin)

Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya

pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan

adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan

tersebut.

4) Keracunan Oksigen

Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di

dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang

mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme

pertahan diri tertentu.

5) Sistem Imun

Kemampuan system imun mengalami kemunduran pada

masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan

system yang terdiri dari system limfatik dan khususnya sel darah

putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses

penuaan.

6) Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)

Sekadang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia

dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya

radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau

toksik dapat memperpanjang umur.


58

7) Teori Menua Akibat Metabolisme

Menurut MC Kay et all (1935) yang dikuti Darmojo dan

Martono (2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda

akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur.

8) Kerusakan Akibat Radikal Bebas

Radikal Bebas (RB) dapat terbentuk di dalam bebas, dan di

dalam tuuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan di

dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria.

(Lilik, 2011)

g. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan

secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan

pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,

perasaan, sosial, dan seksual

1) Perubahan Fisik

a) Sistem Indra

Perubahan system penglihatan pada lansia erat kaitannya

dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot

penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya

akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan

kacamata dan system penerangan yang baik dapat digunakan.


59

b) Sistem Musculoskeletal

Perubahan system musculoskeletal pada lansia antara lain

sebagai berikut :

(1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

(2) Kartilago

(3) Otot

(4) Sendi

c) Sistem Kardiovaskuler dan respirasi

(1) Sistem kardiovaskuler

Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami

hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang

karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan

lipofusin dan klasifikasi SA nude dan jaringan konduksi

berubah menjadi jaringan ikat.

(2) Sistem respirasi

Pada penuaan terjadi perubahan jatingan ikat paru,

kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan partu

bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru,

udara yang mengalir ke paru berkurang.

d) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada system pencernaan, seperti

penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata.

Kehilangan gigi; penyebab utama adalah peridoental disease


60

yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi

kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera

pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari selaput

lender atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas dan

saraf pengecap lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam, dan

pahit.

e) Sistem Perkemihan

Berbeda dengan system pencernaan, pada system

erkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak berfungsi

yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,

dan reabsorpsi oleh ginjal.

f) System Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan

atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.

g) Sistem Reproduksi

Perubahan system reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterus.

2) Perubahan Kognitif

a. Memory (Daya Ingat, Ingatan)

Daya ingat adlaah kemampuan untuk menerima,

mencamkan, menyimpan, dan menghadirkan kembali

rangsangan atau peristiwa yang pernah dialami seseorang.


61

5. Konsep Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah suatu pernyataan yang komplek didalam suatu

organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan atau

perangsang (Purwanto, 2002: 61). Menurut Stoner dan Freeman (1995:

34) motivasi adalah karakteristik psikologis yang memberi kontribusi

pada tingkat komitmen seseorang hal ini termasuk faktor yang

menyebabkan menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku

manusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2002: 93).

b. Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau menggugah

seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan

sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan

tertentu setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan. Makin jelas

tujuan yang diharapkan atau akan dicapai makin jelas pula bagaimana

tindakan motivasi itu dilakukan (Purwanto, 2002: 73).

c. Macam – macam Motivasi

Motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik (Purwanto, 1999: 59).

1) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam

diri manusia. Biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi

kebutuhan sehingga manusia menjadi puas.


62

2) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah yang berasal dari luar yang

merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Perilaku

yang dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh dengan

kekhawatiran kesangsian apabila tidak tercapi kebutuhan.

d. Teori Motivasi

1) Teori Hedonisme

Implikasi dari teori ini ialah adanya anggapan bahwa semua

orang akan cenderung menghindari hal – hal yang sulit dan

menyusahkan, atau yang mengandung resiko buat dan lebih suka

melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya

(Purwanto, 2002: 74). Oleh karena itu pada umumnya manusia

akan temotivasi untuk melakukan sesuatu jika hal tersebut

mendatangkan kesenangan baginya.

2) Teori Naluri

Manusia mempunyai 3 nafsu pokok yang dalam hal ini

disebut juga naluri. Yaitu naluri mempertahankan diri

mengembangkan diri dan mempertahankan jenis, maka kebiasaan

atau tindakan dan tngkah laku manusia yang diperbuatnya sehari –

hari mendapat dorongan atau digerakan oleh ketiga naluri tersebut

(Puwanto, 2002).
63

e. Proses Terjadinya Motivasi

Motivasi itu ada atau terjadi karena adanya kebutuhan seseorang

yang harus segera dipenuhi untuk beraktifitas dalam mencapai tujuan

motivasi sebagai motor penggerak maka bahan bakarnya adalah

kebutuhan / need itu ada (Widayatun 1999: 14).

f. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi

Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor fisik

dan mental, faktor hereditas, lingkungan, kematangan usia, faktor

intrinsik seseorang, fasilitas (sarana dan prasarana), situasi dan kondisi

program serta aktifitas audio dan visual aid (Widayatun, 1999: 115).

g. Klasifikasi Motivasi

Ada beberapa ahli psikologi membagi motivasi dalam beberapa

tingkatan, namun secara umum terdapat keseragaman dalam

mengklarifikasikan tingkatan motivasi yaitu: 1. Motivasi kuat, 2.

Motivasi sedang, 3. Motivasi lemah

(Victor E Vroom; dikutip Irwanto, 2000).

a. Motivasi kuat

Motivasi kuat dikatakan kuat apabila dari mahasiswa atau

siswa dalam kegiatan proses belajar, siswa atau mahasiswa

memiliki keinginan yang positif mempunyai harapan yang tinggi

dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa dirinya akan berhasil

dengan belajar dalam mencapai tujuannya dan keinginannya untuk

berprestasi.
64

b. Motivasi sedang

Motivasi dikatakan sedang apabila dalam diri mahasiswa atau

siswa dalam kegiatan proses belajar, siswa atau mahasiswa

memiliki keinginan positif mempunyai harapan yang tinggi namun

memiliki keyakinan yang rendah untuk berprestasi dan berhasil

dalam mencapai tujuan dan cita – citanya, atau memiliki keyakinan

tinggi namun memiliki harapan yang rendah bahwa dirinya dapat

berprestasi dan berhasil meraih cita – cita dan tujuannya.

c. Motivasi lemah

Motivasi dikatakan lemah apabila didalam diri mahasiswa

atau siswa dalam proses belajar memiliki keinginan positif namun

dalam dirinya memiliki harapan dan keyakinan yang rendah bahwa

dirinya dapat berprestasi dan meraih cita – citanya dengan belajar.


65

B. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah yang telah

dilakukan oleh :

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing),

Volume 3 No.1 Maret 2008

Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi

Terhadap Penurunan Kecemasan Klien Halusinasi Pendengaran Di

Ruang Sakura Rsud Banyumas

Abstract

Schizophrenia is a common health problem in around the world, around

70% of people suffering from schizophrenia experience hallucination.

Auditory hallucination’s client feel that they can hear the voices without

source of sound. That situation will cause toward anxiety level patient. One

of the nursing interventions that nurses do to the auditory hallucination’s

client is that making group activity therapy of perception stimulation of

hallucination.

The aim of study was to find out the affectivity group activity therapy of

perception stimulation of hallucination in decrease auditory hallucination’s

client at Sakura ward RSUD Banyumas.This research used comparative

with quasi experimental design: non equivalent control group design. The

samples used purposive sampling with 30 auditory hallucination’s client as

respondents. Data analyzed was using distribution of frequency and paired t

test. Based on paired t test show that t value at: 6,859 with p value 0,000
66

which was smaller than alpha: 0,05 which mean that the research

hypothesis was received. Group activity therapy of perception stimulation

of hallucination was influenced with decrease of auditory hallucination’s

client anxiety at RSUD Banyumas.

Keywords: Anxiety, auditory hallucination, group activity therapy of

perception stimulation of hallucination

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (Tak) Stimulasi Sensori

Terhadap Kemampuan Kerjasama Pada Pasien Dengan MASALAH

ISOLASI SOSIAL

Abstract

The purpose of this study was to determine the effect of group activity therapy

sensory stimulation on the ability of patient cooperation with social isolation

problems. This study are used an experimental design using one group

pretest-posttest. The research was conducted at Tampan Psychiatric Hospital

Riau Province to 15 respondents who were taken by using a total sampling

technique following inclusion and exclusion criteria. Measurement tools used

are observation sheets and questionnaire that have been tested for validity

and reliability. The analysis used univariate technique using frequency

distribution and bivariate analysis using t-test dependent. The results showed

that sensory stimulation therapy group activity is effective to improve the

ability to cooperation of patient with social isolation (p value = 0.000). Based

on the results of this study is suggest to health care providers to apply group
67

therapy sensory stimulation to improve cooperation with social isolation

problems.

Keywords: Cooperation, sensory stimulation therapy group activities, social

isolation List of reference: 35 (2004-2012)

The Effect Of Therapy Activity Group (Tag) Towards Self Image

Disturbances Of Leprosy Client In Self Care Group (Scg) Cahaya In

Puskesmas Jenggawah Jember

Didin Wulandari

Program of Nursing Science University of Jember

Leprosy is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium leprae

bacteria which can lead to permanent disability. Disability leprosy can

lead to impaired self image client leprosy. Therapy activity group (TAG)

Stimulation Perception self concept (self image) is one method of

improving a person's self image. This study aimed to determine the effect

of (TAG) Stimulation Perception self concept (self image) on the client's

self image problems of leprosy in Self Care Group (SCG) using pre-

experimental method (one-posttes prettes Group). The population in this

study were 27 respondents and the number of samples 10 people. Using

data analysis with Wilcoxon test. The results of this study indicate that

there was a significant influence of (TAG) Stimulation Perception self

concept (self image) disorder. This indicated by the results of Wilcoxon p

value 0.005, p value < 0.05, meaning that there is significant influence
68

from the influence of group activity therapy against leprosy client's self

image disturbances in KPD Cahaya in Puskesmas Jenggawah Jember.

Theraphy activity group usefuly to increasing the self image leprosy client

object.

Key words: Leprosy, Self Image, Therapy Activity Group

Kerangka Pikir

1. Perbedaan harga diri pada lansia sebelum diberikan terapi Aktivitas

Kelompok Stimulasi Persepsi

Harga diri pada lansia akan mengalami perubahan karena banyak

sekali faktor-faktor yang menyebabkan penilaian yang negatif terhadap

dirinya sendiri. perubahan yang terjadi fisik maupun psikologi.

Keinginan yang tidak dapat dilaksanakan akibat keterbatasan ini sering

kali menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan diri lanjut usia (leck of

self-confidence). Apabila keraguan yang serius dan terus menerus tentang

diri sendiri serta rasa ketidakmampuan menguasai pikiran dan perasaan,

maka lansia akan merasa rendah diri.

2. Perbedaan harga diri pada lansia setelah diberikan terapi aktivitas

kelompok yang berupa stimulus tentang persepsi.

Pada proses pemberian Terapi Aktivitas Kelompok yang berupa

stimulasi persepsi pada lansia, lansia akan berinteraksi satu dengan yang

lain, karena dalam prosesnya lansia akan dijadikan beberapa kelompok,


69

dengan demikian teman lansia yang lain akan dianggap menjadi pesaing.

Dari situ lansia akan berusaha agar tidak kalah dengan yang lain. Dengan

demikian kansia akan termotivasi dan tidak mudah menyerah. Dengan

demikian lansia tidak akan mengalami yang namanya harga diri rendah.

3. Bagaimana tingkat perbedaan harga diri pada lansia sebelum dan

sesudah diberikan Terapi Aktivitas Kelompok

Terdapat perbedaan harga diri pada lansia sebelum dan sesudah

diberikan terapi kelompok yang berupa stimulus. Para lansia yang sudah

diberikan ( TAK ) akan mengalami perubahan persepsi terhadap dirinya

sendiri, lansia semakin optimis dalam menjalani kehidupan, dan

menganggap bahwa dirinya masih berguna bagi orang lain. Sedangkan

lansia yang belum diberikan Terapi Aktivitas Kelompok merka akan

tetap pesimis dalam menjalani kehidupan ini. Karena tidak ada stimulus

yang diberikan yang berguna meningkatkan harga diri mereka. Oleh

karena itu, terdapat tingkat perbedaan harga diri pada lansia yang sudah

diberikan TAK dan lansia yang belom diberikan.


70

C. Kerangka Pikir

1. Terapi individu
2. Terapi Keluarga

Terapi Kelompok
1. Sesi 1
2. Sesi 2
3. Sesi 3

1. Lingkungan
Harga diri Tinggi
2. Pola asuh
Harga diri Sedang
3. Pengalaman
Harga diri
Harga diri rendah
Lansia 4. Perubahan fisik
Motivasi
5. Perubahan Psikologi Motivasi kuat
6. Perubahan satus sosial Motivasi Sedang
Motivasi rendah

Keterangan :

: Diteliti
: Tidak diteliti
: Pengaruh
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Harga
Diri Dan Motivasi Lansia Di Panti Werdha Mojokerto
71

D. Hipotesa

Hipotesa diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian (Sugiono, 2007).

1. Ada pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap peningkatan harga diri

pada lansia

2. Ada pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi

terhadap peningkatan motivasi pada lansia


BAB III

METODEPENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan disaign On –Grup Pre–Post Test untuk

menganalisis pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap

peningkatan harga diri dan motivasi pada lansia diPanti Wedha Mojopahit

Mojokerto.

Desain atau rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap

keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu

penelitian bisa diterapkan (Nursalam, 2008).

Subjek Pra Perlakuan Pasca-Test


K O I O1
Time 1 Time 2 Time 3

Keterangan

K : Subjek (Lansia)

O : Menganalisis tingkat Harga Diri Sebelum Pemberian TAK Stimulasi

Persepsi

72
73

I : Intervensi (TAK Stimulasi Persepsi)

O1 : Menganalisis tingkat Harga Diri Setelah Pemberian TAK Stimulasi

Persepsi

C. Populasi, Sampling, Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang ada di Panti

Werdha Majapahit Mojokerto sejumlah 48 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan subyek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ini

(Notoatmojdo, 2005).

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian Lansiayang ada di Panti

Werdha Majapahit Mojokerto, dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

1) Lansia dapat berkomunikasi verbal dan kooperatif

2) Lansia yang bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Lansia dengan penyakit kronis atau terminal.

2) Lansia dengan gangguan demensia sedang sampai berat.

c. Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian yang akan

dilakukan adalah purposive sampling adalah suatu teknik penetapan


74

sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan

yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian). Sampel

pada penelitian ini ditetapkan dengan kriteria inklusi yaitu :

a. Dapat berkomunikasi verbal dan kooperatif

b. Bersedia menjadi responden

c. Sehat fisik maupun sehat secara psikologi

D. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah sebuah konsep yang dapat dibedakan menjadi

dua, yakni yang bersifat kuantitatif dan kualitatif (Hidayat, 2007).

Sedangkan menurut Nursalam (2008) variabel di definisikan sebagai

suatu fasilitas untuk pengukuran dan manipulasi suatu penelitian.

a. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang niainya menentukan

variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah pemberian TAK stimulasi persepsi.

b. Variabel Dependen

Varaiabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan

oleh variabel lain (Nurslam, 2008). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah harga diri dan motivasi.


75

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek fenomena.

a. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi

Definisi Oprasional : Kegiatan bermain dalam bentuk kelompok

yang berfungsi untuk mengetahui kemampuan diri.

Parameter : TAK stimulasi Persepsi.

Sesi 1 : megidentifikasi hal positif diri.

Sesi 2 : melatih positif diri dan orang lain

Sesi 3 : Menentukan tujuan hidup

Alat Ukur : Prosedur TAK stimulasi persepsi

1. Metode diskusi dan permainan

2. Orientasi Salam, memperkenalkan diri

3. Evaluasi Validasi menanyakan perasaan lansia saat ini

4. Kontrak Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mengtetahui positif

diri

5. Kerja Terapis memperkenalkan diri, membagikan spidol dan

kertas dan memiinta lansia bercerita tentang pengalaman yang

menyenangkan maupun tidak menyenangkan

6. Terminasi Menanyakan perasaan lansia setelah mengikuti

kegiatan saat ini


76

Skala : -

Skor : -

b. Harga Diri Pada Lansia

Definisi Oprasional : Penilaian lansia tentang dirinya sendiri yang

diperoleh dengan membandingkan perilaku dengan keinginan yang

ingin dicapai

Parameter : -

1) Pengungkapan diri

2) Merasa bersalah

3) Menunjukan tanda depresi

4) Menolak terhadap situasi baru

5) Mengingkari masalah nyata

6) Ketidakmampuan menentukan tujuan

7) Hipersensitivitas terhadap kritik ringan

8) Perilaku penyalahgunaan diri

9) Kurang/buruknya pemecahan masalah

10) Merasionalisasikan kegagalan pribadi

Alat ukur : Kuesioner (skala guttman)

Skala : Ordinal

Skor : Skor harga diri

1) Tinggi : 15-21

2) Sedang : 8-14

3) Rendah : 0-7
77

Pertanyaan Favorable

Ya = 1

Tidak = 0

Pertanyaan Unfavorable

Ya = 0

Tidak = 1

c. Motivasi

Definisi Oprasianal : Suatu dorongan yang muncul dari diri sesorang

yang menyebabkan timbulnya hasrat dan minat.

Parameter :

1) tidak mau melakukan hal yang lebih baik

2) pengungkapan yang negatif tentang dirinya sendiri

3) menunjukan tanda pesimis

4) tidak mampu menunjukan hal positif yang dimilikinya

Quesioner

Skala : likert

Skor :

Tinggi = 76 – 100

Sedang = 51 – 75

Rendah = 26 – 50
78

Pertanyaan Favorable

Ya = 1

Tidak = 0

Pertanyaan Unfavorable

Ya = 0

Tidak = 1

3. Prosedur Penelitian

Setelah mendapat izin dari instansi peneliti mengadakan

pendekatan kepada responden untuk mendapatkan persetujuan dari

responden sebagai sampel penelitian. Kemudian peneliti menjelaskan

maksud dan tujuan dari penelitian. Setelah responden bersedia lalu

kuesioner dibagikan kepada responden. Setelah responden selesai

mengerjakan kuesioner diteliti kelengkapannya, bila belum lengkap

responden diminta untuk melengkapinya kemudian dikumpulkan.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan lembar

kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan skala guttman

untuk mengukur harga diri lansia. Pada instrument yang diberikan adalah

lembar kuesioner yang berjumlah 24 soal.


79

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Pre test dengan langkah awal memberikan lembar kuesioner pada semua

lansia yang berjumlah 21 soal, yang sebelumnya lansia sudah menyetujui

sebagai responden. Pre test ini untuk mengetahui bagaimana kondisi lanjut

usia sebelum diberi intervensi dan setelah itu perawat membacakan

seluruh pertanyaan kepada lansia dan lansia hanya menjawabya / tidak

dan apabila lansia yang mungkin bisa membaca dan menulis maka dalam

proses pengisian kuesoner tetap dibimbing oleh perawat dan setelah semua

lansia mengisi lembar kuesioner maka tugas perawat selanjutnya adalah

memberikan kode terhadap lembar pre test tersebut yaitu A1.

b. Intervensi TAK Stimulasi Persepsi

Disini terdapat 3 sesi

Sesi 1 : Adalah memahami pentingnya positif diri

Melatih positif diri

Sesi 2 : Mengidentifikasi pentingnya hal positif orang lain

Melatih hal positif orang lain

Sesi 3 : Mengetahui pentingnya tujuan hidup

Menentukan tujuan hidup yang realistis

Waktu optimal untuk satu sesi adalah 15-25 menitbagi fungsi

kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang

tinggi Stuart & Laraia, 2001. Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa

orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi.


80

Banyaknya sesi tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali / dua

kali per minggu; atau dapat direncanakan sesui dengan kebutuhan.

c. Post Test yaitu pengamatan setelah diberikan intervensi dengan cara

memberikan lembar kuesioner seperti pre test awal dan perawat

membacakan semua pertanyaan yang ada di lembar kuesioner dan lansia

menjawab ya atau tidak. Selanjutnya perawat memberikan kode A2 post

test pada lembar kuesioner. Setelah semua data dari lansia lengkap, maka

rencana selanjutnya adalah mengumpulkan semua data mulai dari PRE dan

POST dilembar kuesioner. Dan setelah terkumpul dengan mengetahui

identitas yang lengkap, maka proses selanjutnya adalah membuat tabulasi

data dan memasukkan data dengan bantuan SPSS 16.


81

E. Kerangka Penelitian

Populasi
Seluruh lansia yang tinggal di Panti Werdha Majapahit Mojokerto

Sampling
Menggunakan non probability sampling dengan tekhnik purposive sampling

Sampel
Sampel penelitian yaitu sebagian lansia yang ada di Panti Werdha Majapahit
Mojokerto

Pre Test Observasi harga diri sebelum diberikan TAK SP

Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi


1. Mengidentifikasi hal positif diri
2. Mengetahui hal positif orang lain
3. Menentukan tujuan hidup

Post Test Observasi harga diri dan motivasi sesudah


diberikan TAK SP

Analisa data
Menganalisa data daya uji statistik wilcoxon sign tes dan teknik pengambilan
data menggunakan teknik editing, coding, scoring, dan tabulating

Penyajian Hasil
Terdiri dari data umum dan data khusus yang disajikan dalam bentuk tabel

Desiminasi Hasil Penelitian


Pengaruh aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap peningkatan harga
diri dan motivasi pada lansia di Panti Werdha Majapahit Mojokerto

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok


Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Harga Diri Dan
Motivasi Pada Lansia di Panti Werdha Majapahit Mojokerto
82

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana

ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu tes yang dapat dikatakan mempunyai

validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya,

atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud

dikenakannya tes tersebut (Azwar, 2013: 173-174). Penelitian ini

menggunakan uji validitas dengan rumus product moment, yaitu:

n  XY   X  Y 
rhitung 
n  X   X n  Y   Y 
2 2 2 2

Keterangan:

r hitung = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

N = Jumlah responden penelitian

X = Jumlah skor butir (X)

Y = Jumlah skor total (Y)

Suatu item dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel dan bernilai positif

(Ghozali, 2009:53).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya. Suatu alat ukur

dikatakan memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh

peneliti yang sama atau oleh peneliti yang lain tetap akan memberikan
83

hasil yang sama (Hasan, 2006:15). Untuk menguji reliabilitas instrumen,

peneliti menggunakan Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut:

 k    b 
2
r11    1  
 k  1   12 

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

 b
2
= jumlah varians butir

 12 = varians total

Instrumen dinyatakan reliabel nilai Cronbach’s Alpha  0,70 (Ghozali,

2009 : 48).

G. Teknik Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data.

Langkah-langkah pengolahan data menurut Budiarto (2001: 29-30)

adalah sebagai berikut:

a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan

pada coding, scoring dan tabulating agar teratur dan mempermudah

dalam proses analisa datanya.


84

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode saat pre test A1

dan post test A2 dalam lembar kuesioner.

c. Scoring

Pemberian skor pada lembar observasi.

Skor :

Tinggi : 15-21

Sedang : 8-14

Rendah : 0-7

Bila Pertanyaan Favorable “ya” diberi kode 1 jika “tidak” diberi

kode 0. Bila pertanyaan unfavorable “ya” diberi kode 0 jika “tidak”

diberi kode 1

d. Tabulating

Tabulating merupakan kegiatan memasukkan data-data

kedalam tabel-tabel yang telah disediakan, baik tabel untuk data

mentah maupun tabel kerja untuk menghitung data tertentu secara

statistik.

Menganalisis peningkatan harga diri responden sesudah terapi

aktivitas kelompok baik kelompok perlakuan maupun kalompok

kontrol. Hasil jawaban dari kuesoner harga diri masing-masing

kelompok kemudian dihitung skor masing-masing tergolong dalam

harga diri rendah, harga diri sedang atau harga diri tinggi,dengan

kriteria sebagai berikut : tinggi : 15-21, sedang : 8-14, rendah : 0-7


85

Meningkat jika harga diri rendah menjadi sedang atau tinggi, Tidak

meningkat jika harga diri tetap rendah.

Menganalisis perbedaan harga diri pretest-postest

menggunakan uji wilcoxonsign testkarena mengidentifikasi tingkat

perbedaan, skala minimal ordinal, terdapat dua variabel yang

berpasangan dan menggunakan program komputer SPSS for

windows.

2. Analisis Data

a. Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis dimaksudkan untuk menguji apakah data

yang terkumpul memenuhi persyaratan untuk analisis. Untuk uji

persyaratan analisis terhadap data penelitian, maka digunakan uji

normalitas, uji multikolinearitas (independensi) dan linieritas.

Pengujian ini dilakukan sebelum dilakukan analisis data untuk

pengujian hipotesis.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas pada penelitian ini digunakan kolmogorov

smirnov. Jika kolmogorov-smirnov hitung lebih besar dari 0,05,

maka sebaran data dikatakan mendekati dsitribusi normal atau

normal. Sebaliknya, jika kolmogrov-smirnov lebih kecil dari 0,05

maka sebaran data dikatakan tidak mendekati distribusi normal

atau tidak normal (Ghozali, 2009 : 164).


86

2) Uji Multiokolinieritas (multikolinearitas)

Uji Multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah

model regresi ada korelasi antar variabel bebas, dengan

memperhatikan nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation

Factor). Sebagai prasyarat model regresi harus mempunyai nilai

tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka tidak terjadi

multikolinearitas, sebaliknya jika nilai tolerance  0,10 dan VIF

 10, maka terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2009 : 105).

3) Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan dilakukan dengan mencari persamaan

garis regresi variabel bebas x terhadap variabel terikat y.

Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji

keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya. Apabila p

value > 0,05, maka hubungan variabel bebas terhadap variabel

terikat adalah linier sedangkan apabila p value < 0,05 0,05 maka

hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat adalah linier

(Ghozali, 2009 : 166).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Dari hasil analisis deskriptif dapat diperoleh gambaran tentang data

umum serta variable penelitian yaitu Harga Diri (X1) Motivasi (X2), dan

(TAK) Terapi Aktivitas Kelompok (Y)

1. Data Umum

Data umum responden berisi tentang karakteristik responden yang

ditanyakan kepada responden, tetapi tidak termasuk dalam variable

penelitian. Dari data penelitian yang dilaksanakan maka diperoleh data

umum sebagai berikut:

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di


Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014
No Umur (tahun) Frekuensi Prosentase(%)
1 45-59 tahun - -
2 60-74 tahun 7 70%
3 75-90 tahun 3 30%
4 Diatas 90 tahun - -
Total 10 100%

87
88

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pendidikan di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Tahun 2014
No Pendidikan Frekuensi Prosentase(%)
1 SD 6 60%
2 SLTP/Sederajat 4 40%
3 SMU/Sederajat - -
4 PT - -
Total 10 100%

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Sebelum Masuk

Panti

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Sebelum Masuk di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Tahun 2014
No Pekerjaan Frekuensi Prosentase(%)
1 Buruh 5 50%
2 Swasta 5 50%
3 Wiraswasta - -
4 PNS/ABRI - -
5 Tidak Bekerja - -
Total 10 100%
89

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status


Perkawinan di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Tahun 2014
No Status Perkawinan Frekuensi Prosentase(%)
1 Belum Kawin 2 20%
2 Kawin 3 30%
3 Janda / Duda 5 50%
Total 10 100%

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun
2014
No Jenis kelamin Frekuensi Prosentase

1 Laki-laki - -

2 perempuan 10 100%

Total 10 100%

2. Data Khusus

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Sebelum Diberikan Terapi


Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan
Tingkat Harga Diri di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Tahun 2014
No Harga diri responden frekuensi Prosentase(%)
1 Harga diri tinggi 1 10%
2 Harga diri sedang 4 40%
3 Harga diri rendah 5 50%
Total 10 100%
90

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Sesudah Diberikan Terapi


Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan
Tingkat Harga Diri di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Tahun 2014
No Harga diri responden Frekuensi Prosentase
1 Harga diri tinggi 10 10%
2 Harga diri sedang - -
3 Harga diri rendah - -
Total 10 100%

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Sebelum Diberikan Terapi


Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan
Tingkat Motivasi di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Tahun 2014
No Harga diri responden frekuensi Prosentase
1 Motivasi Tinggi 1 10%
2 Motivasi Sedang 5 50%
3 Motivasi Rendah 4 40%
Total 10 100%

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Sebelum Diberikan Terapi


Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan
Tingkat Motivasi di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto
Tahun 2014
No Motivasi responden frekuensi Prosentase (%)
1 Motivasi tinggi 10 100%

2 Motivasi sedang - -

3 Motivasi rendah - -

Total 10 100%
91

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok


Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Harga Diri Pada
Lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014
Pre TAK Post TAK
No
Harga Diri F % Harga Diri F %
1 Harga Diri Tinggi 1 10% Harga Diri Tinggi 10 100%
2 Harga Diri Sedang 5 50% Harga Diri Sedang - -
3 Harga Diri Rendah 4 40% Harga Diri Rendah - -
Total 10 100% Total 10 100%

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok


Stimulasi Persepsi Terhadap Peningkatan Motivasi Pada
Lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2014
No Pre TAK Post TAK
Motivasi F % Motivasi F %
1 Motivasi tinggi 1 10% Motivasi 10 100%
2 Motivasi sedang 4 40% Motivasi - -
3 Motivasi rendah 5 50% Motivasi - -
Total 10 100% Total 10 100%

B. Uji Prasarat Analisis

Sesuai dengan penjelasan pada bab III, bahwa sebelum melakukan

analisis data harus dilakukan uji persyaratan yang diperlukan guna

mengetahui apakah data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau

tidak. Uji persyaratan yang diajukan ini terdiri dari : (a) uji normalitas (b) uji

multikolinieritas (c) uji linieritas.


92

1. Uji Normalitas

Menurut Santoso (2012:230) uji normalitas ditujukan untuk

mengetahui apakah dalam sebuah regresi, error yang dihasilkan

mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan

dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan patokan jika

angka Z>0,05, maka semua data variable yang diteliti tersebut

terdistribusi normal.

Kesimpulan:

a. Pendidikan

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,110 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (1.204) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.

b. Pekerjaan

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,230 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (1.039) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.

c. Status

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,299 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (0,974) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.


93

d. Usia

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,047 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (1.368) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.

e. Pre test

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,987 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (0.452) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal

f. Pos test

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,681 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (0.718) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal

2. Hasil Analisis Normalitas Data Motivasi

Kesimpulan

a. Pendidikan

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,110 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (1.204) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.


94

b. Pekerjaan

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,230 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (1.039) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.

c. Status

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,299 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (0,974) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.

d. Usia

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,047 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (1.368) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal.

e. Pre test

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,968 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai

Kolmogorov-Smirnov Z (0.493) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal

f. Pos test

Terlihat bahwa pada kolom signifikan (Asymp. Sig (2-tailed))

adalah 0,973 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 atau nilai
95

Kolmogorov-Smirnov Z (0.484) kurang dari 1.97, maka Ho diterima

(tidak ada perbedaan) yang berarti populasi berdistribusi normal

3. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model

yang digunakan sudah benar atau tidak. Menurut santoso (2012:243) uji

linearitas pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah

model regresi linier ada hubungan linier antara sebuah variabel independen

dan variable dependen. Jika nilai Liniarty Sign <0,05, maka model regresi

terebut sudah tepat atau linier.

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared

POS_TEST *
.009 .000 .845 .714
PRE_TEST

Kesimpulan:

Berdasarkan output dari tabel Anova di atas, diperoleh nilai Probabilitas =

0,637 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa antara Terapi Aktivitas

Kelompok (TAK) dengan Motivasi mempunyai hubungan yang Linear.

C. Pengujian Hipotesis

1. Tingkat Harga diri sebelum dan sesudah diberikan (TAK)

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa harga diri sebelum

diberikan (TAK) dan sesudah diberikan terdapat hasil yang berbeda.


96

Berikut adalah hasil analisis PRE TEST dan POST TEST harga diri pada

lansia

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
POS_TEST - Negative
0a .00 .00
PRE_TEST Ranks
Positive Ranks 10b 5.50 55.00
Ties 0c
Total 10
a. POS_TEST < PRE_TEST
b. POS_TEST > PRE_TEST

Test Statisticsb
POS_TEST - PRE_TEST
Z -2.812a
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Berdasarkan analisis data diatas menunjukan perbedaab harga diri

sebelum dan sesudah diberikan (TAK) nilai Z yaitu -2.812 dan nilai

Asymp. Sig . (2-Tailed ) = 0,005 < a =0,05. Maka dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan tingkat sebelum dan sesudah diberikan terapi

aktivitas kelompok.

Disamping analisa data diatas , distribusi frekuensi responden

sebelum diberikan (TAK) berdasarkan tingkat Harga Diri pada lansia

yaitu lansia yang memiliki harga diri tinggi 10%, sedang 40%, rendah

50%. Dan hasil ditribusi data sesudah diberikan (TAK) adalah lansia
97

yang memiliki harga diri tinggi sebesar 100%. Dari hasil analisa data diats

maka diperoleh tingkat perbedaan harga diri sebelum dan sesudah

diberikan TerapiAktivitasKelompok

2. Tingkat Motivasi sebelum dan sesudah diberikan (TAK)

Test Statisticsb

POS_TEST - PRE_TEST

Z -2.805a
Asymp. Sig. (2-tailed) .005

a. Based on negative ranks.


b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks

Sum of
N Mean Rank Ranks

POS_TEST - Negative Ranks 0a .00 .00


PRE_TEST Positive Ranks 10b 5.50 55.00

Ties 0c

Total 10

a. POS_TEST < PRE_TEST


b. POS_TEST > PRE_TEST
c. POS_TEST = PRE_TEST

Dari tabel diatas menunjukan tingkat perbedaan Motivasi sebelum

dan sesudah diberikan (TAK) dengan hasil uji Wicoxon didapatkan nilai

Asymp. Sig. (2-tailed ) = 0,005 < a = 0,05 maka dapat disimpulkan ada
98

perbedaan motivasi sebelum dan sesudah diberikan (TAK). Selain dari

hasil uji yang menggunakan Wilcoxon dari tabulasi data juga diperoleh

motivasi sebelum diberikan (TAK) adalah motivasi tinggi 10%, sedang

50% dan rendah sebesar 40%. Dan hasil motivasi sesudah diberikan

(TAK) semua lansia memiliki motivasi yang tinggi dengan hasil 100%.

3. Menganalisis tingkat Harga Diri dan Motivasi Sebelum dan Sesudah

diberikan (TAK)

Tabulasi silang Harga Diri sebelum dan sesudah diberikan (TAK)

Pre TAK Post TAK


No
Harga Diri F % Harga Diri F %
1 Harga Diri Tinggi 1 10% Harga Diri Tinggi 10 100%
2 Harga Diri Sedang 5 50% Harga Diri Sedang - -
3 Harga Diri Rendah 4 40% Harga Diri Rendah - -
Total 10 100% Total 10 100%

Tabulasi silang Motivasi Sebelum dan Sesudah Diberikan (TAK)

No Pre TAK Post TAK


Motivasi F % Motivasi F %
1 Motivasi tinggi 1 10% Motivasi 10 100%
2 Motivasi sedang 4 40% Motivasi - -
3 Motivasi rendah 5 50% Motivasi - -
Total 10 100% Total 10 100%

Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulkan bahwa terdapat tingkat

harga diri dan motivasi sebelum dan sesudah diberikan (TAK).


99

Dari hasil Uji menggunakan Wilcoxon di dapatkan hasil harga diri

dan motivasi sama –sama mendapatkan hasil Asympt. Sig. (2-tailed) =

0,005 < a = 0,05 yang artinya hasil dari tabulasi data sebelum dan sesudah

di gabungkan maka maka memperoleh hasil yang tersebut diatas.

D. Pembahasan

1. Harga Diri

Berdasarakana analisis data penelitian, diperoleh hasil bahwa

tingkat harga Diri para lansia yang berada dipanti Werdha yang semula

harga diri tinggi 10% harga diri sedang 40% dan harga diri rendah 50%,

dan setelah diberikan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK), hasilnya sangat

signifikan yaitu yang mempunyai harga diri tinggi mencapai 100%. Dari

hasil Uji yang menggunakan Wilcoxon didapatkan hasil Sig. (2-tailed)

= 0,005 < a = 0,05 Jadi dapat disimpulakn bahwa (TAK) mempunyai

pengruh harga diri yang tinggi pada lansia yang tinggal dipanti Werdha.

Coopersmith (dalam Rahmawati, 2006) mendefinisikan harga diri

sebagai penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri.

Penilaian tersebut mencerminkan sikap penilaian atau penolakan dan

menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu,

penting, berhasil dan berharga. Penilaian individu tentang nilai personal

yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya

dengan ideal diri. Harga diri yang sangat tinggi adalah perasaan yang

berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan


100

kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tanpa merasa sebagai seseorang

yang penting dan berharga (Stuart, 2007).

2. Motivasi

Berdasarkan analisi data penelitian, diperoleh hasil bahwa para

lansia yang belum diberikan terapi aktivitas kelompok yang memiliki

motivasi sedang adalah 50%, motivasi rendah 40% dan tinggi hanya 10%.

Dan setelah diberikan (TAK) maka hasilnya para lansia yang memiliki

motivasi tinggi mencapai 100%. Hasil dari Uji Wilcoxon jg d dapatkan

hasil Asympt. Sig. (2-tailed) = 0,005 < a = 0,05 Hal ini menunjukan

bahwa (TAK) mempunyai pengaruh yang baik untuk meningkatkan

motivasi para lansia yang tinggal dipanti Werdha. Motivasi itu ada atau

terjadi karena adanya kebutuhan seseorang yang harus segera dipenuhi

untuk beraktifitas dalam mencapai tujuan motivasi sebagai motor

penggerak maka bahan bakarnya adalah kebutuhan / need itu ada

(Widayatun 1999: 14).

Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor fisik dan

mental, faktor hereditas, lingkungan, kematangan usia, faktor intrinsik

seseorang, fasilitas (sarana dan prasarana), situasi dan kondisi program

serta aktifitas audio dan visual aid (Widayatun, 1999: 115). Dari beberapa

sumber diatas bahwa (TAK) sangat bagus untuk terapi guna untuk

meningkatkan Harga diri dan Motivasi para lansia. Karena didalam proses

pemberian terapi terdapat sarana dan alat yang bisa digunakan oleh para

lansia sebagai alat pembantu untuk mengungkapkan kemampuan yang


101

dimiliki. Tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau menggugah

seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan

sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu

setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan. Makin jelas tujuan yang

diharapkan atau akan dicapai makin jelas pula bagaimana tindakan

motivasi itu dilakukan (Purwanto, 2002: 73).

Ada beberapa ahli psikologi membagi motivasi dalam beberapa

tingkatan, namun secara umum terdapat keseragaman dalam

mengklarifikasikan tingkatan motivasi yaitu: 1. Motivasi kuat, 2. Motivasi

sedang, 3. Motivasi lemah

(Victor E Vroom; dikutip Irwanto, 2000).

a. Motivasi kuat

Motivasi kuat dikatakan kuat apabila dari mahasiswa atau siswa

dalam kegiatan proses belajar, siswa atau mahasiswa memiliki

keinginan yang positif mempunyai harapan yang tinggi dan memiliki

keyakinan yang tinggi bahwa dirinya akan berhasil dengan belajar

dalam mencapai tujuannya dan keinginannya untuk berprestasi.

b. Motivasi sedang

Motivasi dikatakan sedang apabila dalam diri mahasiswa atau

siswa dalam kegiatan proses belajar, siswa atau mahasiswa memiliki

keinginan positif mempunyai harapan yang tinggi namun memiliki

keyakinan yang rendah untuk berprestasi dan berhasil dalam mencapai

tujuan dan cita – citanya, atau memiliki keyakinan tinggi namun


102

memiliki harapan yang rendah bahwa dirinya dapat berprestasi dan

berhasil meraih cita – cita dan tujuannya.

c. Motivasi lemah

Motivasi dikatakan lemah apabila didalam diri mahasiswa atau

siswa dalam proses belajar memiliki keinginan positif namun dalam

dirinya memiliki harapan dan keyakinan yang rendah bahwa dirinya

dapat berprestasi dan meraih cita – citanya dengan belajar.

3. Tingkat Harga Diri dan Motivasi sebelum dan sesudah Diberikan

(TAK)

Dari hasil Uji menggunakan Wilcoxon di dapatkan hasil harga diri

dan motivasi sama –sama mendapatkan hasil Asympt. Sig. (2-tailed) =

0,005 < a = 0,05 yang artinya hasil dari tabulasi data sebelum dan sesudah

di gabungkan maka maka memperoleh hasil yang tersebut diatas. Dari

hasil tabulasi data juga didapatkan Harga diri sebelum diberikan (TAK)

harga diri tinggi 10% harga diri sedang 40% dan harga diri rendah 50%,

dan setelah diberikan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK), hasilnya sangat

signifikan yaitu yang mempunyai harga diri tinggi mencapai 100%.

Berdasarkan analisi data penelitian, diperoleh hasil bahwa para

lansia yang belum diberikan terapi aktivitas kelompok yang memiliki

motivasi sedang adalah 50%, motivasi rendah 40% dan tinggi hanya 10%.

Dan setelah diberikan (TAK) maka hasilnya para lansia yang memiliki

motivasi tinggi mencapai 100%.


103

Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga

diri yang sangat tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri

sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan

kegagalan, tanpa merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga

(Stuart, 2007).

Harga diri atau rasa kita tentang nilai-diri; rasa ini adalah suatu

evaluasi di mana seseorang membuat atau mempertahankan diri

(Perry & Potter, 2005). Keluarga diharapkan dapat merawat pasien

dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi sistem pendukung yang

efektif bagi pasien.

a. Tujuan :

1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang

dimiliki pasien

2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih

dimiliki pasien

3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang

sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien

4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan

pasien

b. Tindakan keperawatan :

1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat

pasien
104

2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada

pasien

3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan

memuji pasien atas kemampuannya

4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah

5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah

6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara

merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah

perawat demonstrasikan sebelumnya

7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

8) (Trihadi, 2009)

Motivasi itu ada atau terjadi karena adanya kebutuhan seseorang

yang harus segera dipenuhi untuk beraktifitas dalam mencapai tujuan

motivasi sebagai motor penggerak maka bahan bakarnya adalah

kebutuhan / need itu ada (Widayatun 1999: 14).

Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor fisik dan

mental, faktor hereditas, lingkungan, kematangan usia, faktor intrinsik

seseorang, fasilitas (sarana dan prasarana), situasi dan kondisi program

serta aktifitas audio dan visual aid (Widayatun, 1999: 115).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mendeskripsikan dasar teori dan variable-variabel yang diteliti

kemudian melakukan analisi data dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap peningkatan harga

diri dengan hasil data yang signifikan yaitu para lansia 100% memiliki

harga diri yang tinggi

2. Terdapat pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap peningkatan

motivasi lansia dengan data yang signifikan yaitu 100% para lansia

mempunyai motivasi tinggi.

105
106

B. Implikasi Hasil Penelitian

1. Implikasi Teoritis

Kesehatan lansia dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya

adalah daya dukung dari dalam maupun dari luar. Harga diri dan motivasi

diantaranya yang bisa membangkitkan semangat para lansia untuk tetap

menggunakan waktunya semaksimal mungkin. Dalam penelitian ini terapi

aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi bisa mempengaruhi

peningkatan harga diri dan motivasi pada lansia.

2. Implikasi Praktis

Para tenaga kesehatan khususnya yang berada dilingkungan rumah

sakit maupun panti werdha bisa menjadikan (TAK) salah satu kegiatan

rutin.

C. Saran

1. Perlunya diperhatikan tentang terapi aktivitas kelompok untuk dilakukan

di Panti Werda guna untuk mencegah rasa pesimistis pada lansia sehingga

para lansia yang tinggal di Panti Werda merasa dirinya tetap memiliki

kemampuan untuk berkarja dan menjalani kehidupan di masa mendatang.

2. Perlunya dilakukan latihan pemberian stimulus kepada lansia agar para

lansia selalu termotivasi dan memiliki harga diri yang tinggi dan tidak

mudah putus asa.


107

3. Perawat seharusnya bisa mengikuti pelatihan tentang terapi aktivitas

kelompok guna untuk meningkatkan ilmu dan keterampilan para perawat.

Sehingga bisa memberikan stimulus kepada lansia secara maksimal.


108

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar

Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Carpenito.L, (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC

Hidayat (2007) Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data.


Jakarta : Salemba Medika

Keliat dan Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa. Terapi Aktivitas Kelompok.


Jakarta : EGC

Keliat. BA, dkk (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta :
EGC

Ma’rifatul, Lilik (2011). Keperawatan Lanjut Usia Edisi Pertama. Yogyakarta :


Graha Ilmu

Mansjoer, Arief (2005). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media


Aesculapius.

Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta :


Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho, (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.

Perry & Potter (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses Dan
Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC

Rahmawati (2006). Harga Diri Pada Remaja Obesitas. USU Repositori (http //
library usu ac.id).

Stuart (2007). Keperawatan Jiwa, Edisi 5, Alih Bahasa Achir Yani. Jakarta : EGC

Stanley dan Beare (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2 Alih Bahasa
Juniarti dan Kumianingsih. Jakarta : EGC.

Susripah (2008). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Latihan Asertif,


Jurnal STIKES YARSIS volume 2 No.3 tahun 2008
109

Townsend. (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri,


Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
EGC

Trihadi. (2009). Modul Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah. Jakarta : EGC

Widodo (2004). Asuhan Keperawatan Harga Diri Edisi 3. Jakarta : EGC

Yosep.I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Murti, B. 2013. Disain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3


No.1 Maret 2008 Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan Klien Halusinasi
Pendengaran Di Ruang Sakura Rsud Banyumas

Jibril Abdulmalik. 2014. The Mental Health Leadership and Advocacy Program
(mhLAP): a pioneering response to the neglect of mental health in
Anglophone West Africa. International Journal of Mental Health Systems
8:5

Anda mungkin juga menyukai