Makalah Study PAI Kontemporer, Pembiayaan Pendidikan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

Pembiayaan Pendidikan Agama Islam

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah studi pendidikan kontemporer pada Program
Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittiggi

Oleh

POPI ANDRIANI S.Ag

Nim : 20123021

Dosen Pembimbing

DR.Wedra Arpison,M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )

SYEH DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

1415/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

PEMBIAYAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ” ini dengan lancar dan tepat pada

waktunya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Bapak

Wedra Arpison,M.ag atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Dan juga

kepada teman-teman serta semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah terlibat

di dalam penulisan makalah ini.

Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, sehingga

dapat menambah wawasan kita tentang dunia pendidikan khususnya Studt pendidikan

kontemporer. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah

yang lebih baik.

Bukittinggi, September

2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................


B. Rumusan Masalah .........................................................................................
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pentingnya pembiayaan ................................................................................


B. Konsep pembiayaan ......................................................................................
C. Manajemen pembiayaan Pendidikan dalam persfektif Islam ......................
D. Problema pembiayaan pendidikan Islam di Indonesia ..................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan adalah sepenuhnya tanggung
jawab Negara,baik itu menyangkut gaji para guru,maupun infrastruktur serta sarana
prasarana.Dalam proses pendidikan,pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya
dukungan dari biaya yang dapat membantu proses pendidikan,agar pendidikan
berjalan dengan baik,pembiayaan pendidikan merupakan investasi sumber daya
manusia jangka panjang,jadi tidak dapat di remehkan,karena menyangkut SDM
manusia Indonesia masa yang akan datang.
Pembiayaan pendidikan pada dasarnya menitikberatkan pada upaya
pendistribusian benefit pendidikan dan beban yang harus ditanggung masyarakat.
Biaya secara sederhana adalah sejumlah nilai uang yang dibelanjakan atau jasa
pelayanan yang diserahkan pada siswa. Pembiayaan pendidikan berhubungan dengan
distribusi beban pajak dalam berbagai jenis pajak kelompok manusia serta metode
pengalihan pajak ke sekolah. Hal yang sangat penting dalam pembiayaan pendidikan
adalah berupa besar uang yang harus dibelanjakan, dari mana sumber uang yang
diperoleh, dan kepada siapa uang harus dibelanjakan. Pada umumnya, lembaga
pendidikan Islam mengalami beberapa kendala terkait dengan manajemen
pembiayaan pendidikan. Padahal, dalam Islam, sistem pendidikan formal yang
diselenggarakan negara, sepenuhnya ditanggung oleh negara (Baitul Mal). Sejarah
Islam setidaknya sudah menunjukkan hal itu. Maka lembaga pendidikan Islam
seharusnya kembali kepada khittah pengelolaan pembiayaan pendidikan sebagaimana
sudah dicontohkan oleh para khalifah di kekhilafahan Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar Belakang masalah yang telah dikemukakan maka dapat
dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pentingnya pembiayaan?
2. Apa konsep pembiayaan?
3. Apa konsep pembiayaan ?
4. Apa manajemen pembiayaan pendidikan dlm persfektif islam?
5. Apa problema pembiayaan pendidikan islam di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian pembiayaan.
2. Mengetahui konsep pembiayaan.
3. Mengetahui manajemen pembiayaan pendidikan dalm persfektis islam.
4. Mengetahui problema pembiayaan pendidikan islam di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pentingnya pembiayaan

Permasalahan klasik yang masih kerap menghinggapi lembaga-lembaga pendidikan, khususnya


lembaga pendidikan Islam di negeri ini, adalah problem pemerataan pendidikan serta pembiayaan
pendidikan yang dikatakan belum maksimal dalam realisasinya. Hal tersebut berimbas pada hampir
semua komponen pendidikan lainnya. Padahal biaya pendidikan merupakan salah satu komponen
masukan instrumental (instrumental input) yang sangat

Penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun madrasah. Dalam segala upaya
pencapaian tujuan pendidikan, biaya dan pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat
menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga
dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan belum bisa berjalan secara maksimal. Pada
tataran perencanaan, sosialisi program, pengadaan fasilitas, pelaksanaan, supervisi, evaluasi, serta
instrumen pendukung pendidikan lainnya, hampir semuanya membutuhkan biaya, baik secara
langsung maupun tidak.

Lebih dari itu, dalam upaya suksesi berbagai agenda pendidikan, baik secara langsung maupun
tidak, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta, pembiayaan menjadi salah satu –meskipun bukan
satu-satunya– faktor yang mempengaruhi hasilnya. Pasalnya biaya adalah pendorong lajunya
berbagai program untuk mencapati tujuan yang telah ditetapkan. Secara aplikatif, penyelenggaraan
pendidikan membutuhkan biaya. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah maupun
madrasah dalam segala aktivitasnya, memerlukan sarana dan prasarana untuk proses pengajaran,
layanan, pelaksanaan program, dan kesejahteraan para guru dan karyawan yang ada. Semua itu
memerlukan anggaran dana.

Yang menjadi masalah adalah, bagaimana masalah pembiayaan dikelola dengan baik oleh
lembaga pendidikan Islam yang di Indonesia, jumlahnya sangat banyak. Lebih dari itu, problem yang
sering muncul di permukaan adalah bahwa lembaga pendidikan tidak mampu mengelola dengan
baik anggaran yang ada, sehingga mengalami kesenjangan dalam pelaksanaan. Keterbatasan dana
menuntut pengelola lembaga pendidikan untuk kreatif, peka terhadap peluang, membangun relasi,
serta mengelola dana yang ada dengan baik. Makalah ini akan mengupas model manajemen
pembiayaan pendidikan yang ideal dalam perspektif Islam. Tidak hanya berbicara konsep, penulis
juga memaparkan corak manajemen pembiayaan pendidikan Islam yang telah tercatat dalam ruang
sejarah pendidikan Islam.

B. Konsep Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan pendidikan

Pada dasarnya pembiayaan menitik beratkan pada upaya pendistribusian benefit pendidikan
dan beban yang harus ditanggung masyarakat. Biaya secara sederhana adalah sejumlah nilaiuang
yang dibelanjakan untuk mendukung proses pendidikan atau jasa pelayanan yang diberikan pada
siswa. Pembiayaan pendidikan berhubungan dengan distribusi beban pajak dalam berbagai jenis
pajak kelompok manusia serta metode pengalihan pajak ke sekolah. Hal yang sangat penting dalam
pembiayaan pendidikan adalah berupa besar uang yang harus dibelanjakan, dari mana sumber uang
yang diperoleh dan kepada siapa uang harus dibelanjakan.1

Di sisi lain, pembiayaan pendidikan adalah merupakan jumlah uang yang dihasilkan dan
dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji guru,
peningkatan profesionalisme guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang, pengadaan
peralatan, buku pelajaran, alat tulis kantor, pendukung kegiatan ekstra kurikuler, kegiatan
pengelolaan pendidikan, dan supervisi pendidikan.2 Di dalam terminologi administrasi keuangan,
khususnya adminsitrasi keuangan bidang pendidikan, dibedakan antara biaya (cost) dan
pembelanjaan (expenditure). Biaya (cost) adalah nilai besar dana yang diperkirakan perlu disediakan
untuk membiayai kegiatan tertentu, misalnya kegiatan akademik, kegiatan kesiswaan, dan
sebagainya. Sedangkan pembelanjaan (expenditure) adalah besar dana riil yang dikeluarkan untuk
membiayai unit kegiatan tertentu, misalnya kegiatan praktikum siswa.

Oleh karena itu, seringkali muncul adanya perbedaan antara biaya yang dianggarkan dengan
pembelanjaan riil.3 Biaya (cost) dapat diartikan pengeluaran yang dalam istilah ekonomi
biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Biaya pendidikan merupakan
hal yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan
tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen
masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan,
khususnya di sekolah. Berdasarkan sumbernya, biaya pendidikan dapat digolongkan menjadi empat
jenis:

1
Thomas h jones,introduction to school finance technique an social policy(new york:macmilan publishing
company,1985)hal,12
2
Nanang fatah,ekonomi dan pembiayaan pendidikan Bandung:rosdakarya,2000)hlm,12
3
Saifuk mufid,artikel pembiayaan pendidikan,STIT Taqwa,2012,Hlm,1
Pertama, biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Kedua, biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh masyarakat atau orang tua/wali siswa.

Ketiga, biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan orang tua siswa, misalnya
sponsor dari lembaga keuangan dan perusahaan.

Dan keempat, dari lembaga pendidikan itu sendiri.4

Masing-masing sumber tersebut adalah pos strategis dalam sirkulasi pembiayaan pendidikan untuk
menopang program pendidikan yang diagendakan, baik oleh pihak lembaga pendidikan sendiri
sebagai wadah pemberdayaan dan pengembangan, maupun pemerintah sebagai pihak yang
mempunyai kebijakan dalam penganggaran yang secara institusional memiliki tanggung jawab
utama dan pendorong ke arah efektivitas dan efisensi aktivitas pendidikan. Oleh karena demikan,
faktor biaya adalah sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap upaya
pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya
pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang
dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan
(di sekolah) tidak akan berjalan dengan maksimal. Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang
luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik
dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang). Menelaah
pemahaman di atas, sangat jelas bahwa pada hakekatnya biaya dalam penyelengaraan pendidikan
adalah beraneka ragam jenisnya. Adapun terkait dengan manajemen pembiayaan sebagai upaya
suksesi pelaksanaan program pendidikan, harus ditanggung oleh kepala sekolah, para pemilik
yayasan, pemerintah, serta tenaga lain yang turut serta terlibat dalam pengaggaran dan pengolaan
biaya pendidikan. Pasalnya, komponen tersebut adalah pelaku di dalamnya. Baik dan tidaknya
pengaturan dan pengelolaan yang dilakukan tergantung pada komponen tersebut. Maka dari itu,
bagaimana konsep pembiayaan pendidikan yang ideal, apa sajakah komponen-komponen
pembiayaan, bagaimana pelaksanaannya dilembaga pendidikan?

Dalam kajian pembiayaan pendidikan, ada beberapa istilah penting yang harus diperhatikan, di
antaranya objek biaya, informasi manajemen biaya, pembiayaan (financing), keuangan (finance),
anggaran (budget), biaya (cost), pemicu biaya (cost driver). Istilah-istilah tersebut merupakan
greenlight dalam kajian ilmu ekonomi. Untuk mengetahui hal tersebut, penulis jabarkan sebagai
berikut: Objek Biaya Setiap lembaga atau organisasi, ketika menjalankan programnya, selalu terkait
dengan aktivitas-aktivitas sebagai ujung tombak sistem lembaga atau organisasi yang membutuhkan

4
Harsosono,penelolaan pembiayaan pendidikan(Yokyakarta:Pustaka book publisher,2007)hal,10
biaya. Oleh karena itu, biaya dari seluruh kegiatan yang ada itu merupakan objek biaya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Blocher,5 bahwa objek biaya adalah akumulasi dari berbagai
aktivitas.

Lebih lanjut Blocher membagi jenis objek biaya menjadi empat:

a) produk atau kelompok produk yang saling berhubungan,

b) jasa,

c) departemen (departemen tekhnis, departemen sumber daya manusia),

d) Proyek (penelitian, promosi pemasaran atau usaha jasa komunitas).5

Informasi Manajemen Biaya Manajemen biaya adalah suatu aktivitas pengelolaan biaya agar dapat
berfungsi sebagai alat perencanaan, pengambilan keputusan, dan kontrol. Dengan demikan,
kegiatan yang dimaksud dapat dilakukan secara maksimal, efektif, dan efisien dalam mencapai
tujuan, baik dari pihak lembaga yang bersifat profit maupun non profit.6

Manajemen biaya merupakan konsep yang sangat luas yang mencakup segala informasi yang
dibutuhkan untuk mengelola secara efektif biaya maupun informasi non keuangan yang ada
kaitannnya dengan produktivitas, kualitas, dan faktor kunci sukses lainnya untuk suatu organisasi.
Informasi keuangan saja dapat menimbulkan mis-leading karena informasi tersebut cenderung
berfokus pada jangka pendek. Agar dapat mencapai titik keberhasilan yang sifatnya kompetitif, maka
suatu organisasi atau lembaga perlumemfokuskan perhatiannya pada informasi sumber biaya yang
memiliki waktu lebih panjang dan sifatnya sustainable.8 Setiap lembaga harus mengetahui berapa
biaya yang dihabiskan untuk melakukan suatu upaya pelayanan jasa atau pencetakan produk
tertentu atau biaya untuk mengembangkan suatu jasa baru. Dengan demikian, akan diketahui
sirkulasi besaran anggaran yang dikeluarkan dan tidak sembarangan menggunakannya. Oleh karena
itu, diperlukan informasi manajemen biaya yang dibutuhkan, di antaranya adalah:

1. Manajemen strategik: untuk membuat keputusan-keputusan strategis yang tepat untuk


pemulihan produk, metode proses, tekhnik, dan saluran pemasaran serta hal-hal yang bersifat
jangka panjang.

2. Perencanaan dan pengambilan keputusan untuk mendukung keputusan yang sifatnya


berkelanjutan kaitannya dengan pemindahan peralatan, pengelolaan aliran kas, pembelian bahan,
dan penjadwalan.

5
Blocher,manajemen biaya dengan tekanan strategic,penerjemah susty ambarini(jakarta salemba,2001)hal 8
6
Ibid,84
3. Pengendalian manajemen dan operasional.

4. Penyusunan laporan keuangan.

Informasi Pembiayaan apabila dikontekskan pada penyelenggaraan pendidikan, maka informasi


manajemen biaya ini dapat dikaitkan dengan informasi tentang sumber biaya, baik dari pemerintah,
orang tua murid, masyarakat, serta potensi lain yang menopang biaya penyelangaraan pendidikan.
Di sisi lain juga dapat memberi informasi tentang sistem layanan proses belajar mengajar yang
dikaitkan dengan biaya yang layak untuk suatu layanan yang sifatnya lebih baik serta upaya
mendukung keputusan dengan program yang harus dilakukan secara baik dan benar sebagai
manifestasi dari pertanggungjawaban. Dengan pengetahuan tentang informasi manajemen
pembiayaan tersebut, diharapkan akan meningkatkan kualitas jasa atau produk serta dapat
meningkatkan profitabilitas untuk meng-upgrade fasilitas layanan pada saat yang tepat dengan
berbagai metode layanan terbaru.

Pembiayaan (finacing) Pada dasarnya, pembiayaan pendidikan terkait dengan masalah


bagaimana mencari dana (sumber dana), bagaimana menggunakan dana itu dengan memanfaatkan
rencana biaya standar, memperbesar modal kerja dan merencanakannya untuk kebutuhan masa
yang akan datang. Sementara biaya pendidikan adalah seluruh usaha yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat baik berupa uang maupun non moneter. Biaya tersebut memerlukan
pengelolaan yang jelas.7 Keuangan(finance). Persoalan keuangan di setiap lembaga pendidikan, tidak
hanya mencakup uang pembiayaan yang sah semata, namun juga kredit bank.

Definisi secara sederhana tentang keuangan (finance) adalah seni nuntuk mendapatkan alat
pembayaran. Sementara dalam dunia usaha, keuangan meliputi pemeliharaan kas, yang memadai
dalam bentuk uang atau kredit disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Alat yang dugunakan
dalam keuangan meliputi seluruh metode peminjaman uang dan pertukaran satu jenis hak yang
berkenaan dengan yang lainnya. Dalam perusahaan dagang, penggolongan keuangan yang utama
adalah: perbankan, pasar uang, pasar investasi yang terdiri dari pasar sekuritas dan penerbitan
model baru atau kenaikan dana dari penanaman modal untuk perluasan modal baru, pasar uang luar
negeri, dan asuransi.8 Anggaran (budget) Anggaran merupakan suatu instrumen yang dirancang
untuk memfasilitasi perencanaan. Anggaran juga memberikan sebuah konteks proses perencanaan
dalam pemilihan langkah-langkah dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Anggaran menjadi
dokumen yang meringkaskan keputusan yang direncanakan dan dapat bertindak sebagai alat untuk

7
Yahya,system manajemen pembiayaan pendidikan suatu studi tentang pembiayaan pendidikan sekolah sadar
di propinsi Sumatera Barat,disertasi,Bandung sekolah pasca sarjana Universitas Indonesia,2003,hlm 43-45
8
Ibid,hal,44
memastikan penggunaan dana masyarakat secara jujur dan hati-hati. Anggaran merupakan rencana
operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan
sebagaipedoman dalam melaksanakan kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu.

Oleh karena itu, dalam anggaran tergambar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di suatu
lembaga.Biaya (Cost) Biaya adalah jumlah uang yang disediakan (dialokasikan) dan digunakan atau
dibelanjakan untuk melaksanakan berbagai fungsi atau kegiatan guna mencapai suatu tujuan dan
sasaran-sasaran dalam rangka proses manajemen.

Di sisi lain, biaya adalah harga pokok yang merupakan gambaran pengorbanan dalam pengertian
kuantitatif pada saat barang atau jasa dipertukarkan. Pemicu Biaya (Cost Driver) Pemicu biaya (cost
driver) menurut Brocher dkk.9 adalah faktor yang memberi dampak pada biaya perubahan. Artinya,
jumlah total biaya sangat dipengaruhi oleh cost driver sebagai faktor yang mempunyai efek terhadap
perubahan level biaya total dari suatu objek biaya. Identifikasi dan analisis terhadap cost dirver
merupakan langkah penting dalam analisis strategis dan manajemen biaya pada suatu organisasi.
Sebagai contoh, biaya bahan bakar (objek biaya) di dalam suatu pabrik yang digunakan untuk
pembangkit listrik, yang dipengaruhi oleh rentan waktu yang dibutuhkan merupakan cost driver
untuk biaya bahan bakar. Cost driver umum lainnya adalah jumlah produk yang dihasilkan, jumlah
mesin yang di-setup, jumlah perubahan desain yang dilakukan untuk membuat suatu produk serta
jumlah promosi, pemasaran, dan distribusi. Apabila dikontekskan dalam pendidikan, lembaga
pendidikan sebagai lembaga non profit yang bergerak di bidang jasa, maka faktor-faktor yang
menjadi pemicu biaya di antaranya jumlah jam mengajar guru, media pengajaran, buku teks yang
digunakan, fasilitas pendukung yang sifatnya temporer. Program-program pendidikan yang
ditawarkan oleh sekolah yang secara akumulatif dapat meningkatkan dan mengembangkan
keterampilan lulusan serta dapat juga dijadikan sebagai pemicu biaya di dalam pendidikan. 10

C.Manajemen pembiayaan Pendidikan dalam persfektif Islam

Sejarah Pembiayaan Pendidikan dalam Islam Dalam Islam, pembiayaan pendidikan untuk
seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan,
baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan
prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam, pendidikan
disediakan secara gratis oleh negara.Mengapa demikian? Sebab negara berkewajiban menjamin tiga
kebutuhan pokok masyarakat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Berbeda dengan
kebutuhan pokok individu, yaitu sandang, pangan, dan papan, di mana negara memberi jaminan tak

9
Nanang Fattah,op cit,hal,47
10
Mulyono,op cit,hlm 90
langsung. Sementara itu, dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, jaminan negara bersifat
langsung. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas
negara. Nabi SAW bersabda: “Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung
jawab atas gembalaannya itu.” Lebih dari itu, setelah perang Badar, sebagian tawanan yang tidak
sanggup menebus pembebasannya, diharuskan mengajari baca tulis kepada sepuluh anak-anak
Madinah sebagai ganti tebusannya.11 Ini menunjukkan perhatian pemimpin Islam pada masalah
pendidikan umat Islam. Ijma’ sahabat juga telah menunjukkan kewajiban negara menjamin
pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muadzin,
dan imam sholat jama’ah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (Baitul
Mal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim yang
melintasi tapal batas negara).

Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis
bagi rakyatnya. Sejak abad IV Hpara khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha
melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan. Setiap perguruan
tinggi itu dilengkapi dengan “Diwan” (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan
ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan
ruang makan.21 Di antara perguruan tinggi terpenting adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah
Al-Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah Al-Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah An-Nashiriyah di
Kairo. Madrasah Mustanshiriyah didirikan oleh Khalifah Al-Mustanshir pada abad VI H dengan
fasilitas yang lengkap. Selain memiliki auditorium dan perpustakaan, lembaga ini juga dilengkapi
pemandian dan rumah sakit yang dokternya selalu siap di tempat.22 Pada era Khilafah Utsmaniyah,
Sultan (Khalifah) Muhammad AlFatih (w. 1481 M) juga menyediakan pendidikan secara gratis. Di
Konstantinopel (Istanbul) Sultan membangun delapan sekolah.

Di sekolah-sekolah ini dibangun asrama siswa, lengkap dengan ruang tidur dan ruang makan.
Sultan memberikan beasiswa bulanan untuk para siswa. Dibangun pula sebuah perpustakaan khusus
yang dikelola oleh pustakawan yang cakap dan berilmu. Namun perlu dicatat, meski pembiayaan
pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya, khususnya
mereka yang kaya, untuk berperan serta dalam pendidikan. Melalui wakaf yang disyariatkan, sejarah
mencatat banyak orang kaya yang membangun sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar,
seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, Asfahan, dan lainlain, terdapat lembaga pendidikan dan
perpustakaan yang berasal dari wakaf.12 Di antara wakaf ini ada yang bersifat khusus, yakni untuk

11
Al- mubarakfuri,Adiwarman(sejarah pemikiran ekonomi dlm islam,penerjamah:Ahman syarifudin
saleh(Jakarta:pustaka Azzam)2002
12
Ibid,hal 230
kegiatan tertentu atau orang tertentu. Seperti wakaf untuk ilmuwan hadits, wakaf khusus untuk
dokter, wakaf khusus untuk riset obat-obatan, wakaf khusus guru anak-anak, wakaf khusus untuk
pendalaman fikih dan ilmu-ilmu Al-Qur‘an.

Sejarah mencatat ada wakaf khusus untuk Syaikh Al-Azhar atau fasilitas kendaraannya. Selain itu,
wakaf juga diberikan dalam bentuk asrama pelajar dan mahasiswa, alat-alat tulis, buku pegangan,
termasuk beasiswa dan biaya pendidikan.13 Walhasil, dalam Islam, rakyat harus memperoleh
pendidikan formal yang gratis dari negara. Sedangkan melalui inisiatif wakaf dari anggota
masyarakat yang kaya, rakyat akan memperoleh pendidikan non formal yang juga gratis atau paling
tidak murah bagi rakyat. Bertolak dari pemahaman di atas, pada dasarnya konsep pembiayaan
pendidikan dalam Islam, secara historis telah dilaksanakan dengan baik pada masa Rasul, kemudian
dikembangkan pada waktu masa khalifah. Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan negara
khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara (Baitul Mal). Dalam sejarah, pada
masa Khalifah Umar bin Khaththab, sumber pembiayaan untuk kemaslahatan umum (termasuk
pendidikan), berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim
yang melintasi tapal batas negara). 14Setidaknya terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang
dapat digunakan untuk membiayai pendidikan, yaitu:

1. Pos fai’ dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara, seperti ghanimah, khumus (seperlima
harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak);

2. Pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang
penggunaannya telah dikhususkan).

Sedangkan pendapatan dari pos zakat, tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena
zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat.15 Jika dua sumber
pendapatan itu ternyata tidak mencukupi, dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) jika
terjadi penundaan pembiayaannya, maka negara wajib mencukupinya dengan segera dengan cara
berhutang (qardh). Hutang ini kemudiandilunasi oleh negara dengan dana dari dharibah (pajak) yang
dipungut dari kaum muslimin. Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan
untuk 2 (dua) kepentingan.

Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti
guru, dosen, karyawan, dan lain-lain.

13
Khalid,Abdulrahman muhamad,soal jawab seputar gerakan islam(Bogor,pustaka thariqulizzah,1994)
14
Ibid hal 23
15
Ibid hal 56
Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah,
asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya.

D. Problem Pembiayaan Pendidikan Islam di Indonesia

Pada umumnya, masalah yang dihadapi madrasah, dalam hal ini sekolah yang berbasiskan
agama, adalah persoalan pembiayaan pendidikan. Apabila dilihat dari aspek penyebabnya, hasil
penelitian Puslitbang Pendidikan Agama Dan Keagamaan tahun 2006 tentang pembiayaan
pendidikan di madrasah menyebutkan bahwa kesulitan yang dihadapi madrasah dalam pengelolaan
pembiayaan pendidikan ternyata berawal dari persoalan penggalian dana itu sendiri. Kendala
utamanya adalah karena terbatasnya sumber dana yang dapat digali. Selama ini sumber dana utama
operasional masdarasah, rata-rata diperoleh dari iuran SPP siswa. Sumber dana ini merupakan
sumber dana tetap, meskipun secara nominal sebenarnya jumlah dana yang dapat dikumpurkan
tidak seberapa, mengingat kebanyakan madrasah berada di pinggiran kota/pedesaan dan melayani
pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga tingkat ekonomi kurang mampu; seperti petani,
buruh, dan pegawai rendah lainnya.16 Pendeknya, madrasah memperoleh pemasukan dari
komponen SPP dalam jumlah yang tidak besar karena madrasah sendiri harus menetapkan besaran
biaya SPP yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di mana ia berada.

Namun hal ini sudah mengalami perubahan seiring dengan kebijakan dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) yang diberikan kepada seluruh Sekolah Dasar dan Menengah. Namun hal ini tetap saja
tidak bisa menutup pembiayaan pendidikan yang diperlukan. Sumber dana lainnya adalah bantuan
yang diberikan masyarakat berupa zakat, infak, dan shadaqah (ZIS). Sumber dana ini terbilang tidak
tetap. Selain itu, jumlah dan keberadaannya tidakdapat dipastikan. Ini dapat dimengerti, mengingat
masalah pengelolaan zakat dan peruntukannya sendiri.

Bantuan lain yang bersifat insidental adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah. Sebagaimana halnya dengan ZIS, bantuan pemerintah dan pemerintah daerah,
seperti Dana Alokasi Khusus, Dana Imbal Swadaya, BOMM, BOP, BKG, dan BKS, selain lebih bersifat
insidental dan tidak menyeluruh, juga tidak seluruh madrasah memperolehnya. Biasanya, berbagai
bantuan tersebut diperoleh setelah madrasah mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah.
Selanjutnya, dalam berbagai kasus yang terjadi di berbagai daerah, hanya beberapa madrasah
tertentu yang mendapatkannya.

16
Hasil penelitian,puslitbang pendidikan agama dan keagamaan th.2006
Dalam hal ini, faktor kedekatan unsur penyelenggara madarasah dengan pihak pemerintah daerah
sangat berpengaruh terhadap kelancaran bantuan tersebut. 17Adapun madrasah yang tidak memiliki
akses kepada pihak-pihak tertentu sangat sulit mendapatkannya. Di sisi lain, persoalan SDM yang
bisa dikatakan belum memadai, selain keterbatasan pengetahuan mengenai sirkulasi dan
pengaturan mengenai anggaran dalam pembiayaan, merupakan suatu kekurangan yang
menyebabkan tidak adanya analisis yang panjang mengenai, bagaimana, mengapa, dan seperti apa
pembiayaan itu dilakukan. Hal ini diperparah dengan ketertutupan akses yang menyebabkan tidak
adanya usaha untuk mencari dan mengembangkan peluang. Alhasil, lembaga bersifat eksklusif,
hanya mengandalkan dana dari pemerintah. Masalah lain yang biasanya muncul ialah daya dukung
masyarakat sekitar yang rendah. Padahal, hal ini sangat penting mengingat masyarakat sebagai
partisipan dan pendorong ke arah suksesi program lembaga pendidikan. Keberadaannya sangat
penting guna menunjang pembiayaan pendidikan. Kenapa hal ini terjadi? Karena masyarakat tidak
dilibatkan langsung dalam proses penganggaran, sehingga tingkat perhatian mereka terhadap
lembaga berhenti pada wilayah memasrahkan anak didiknya saja.

Solusi Perbaikan Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan Islam Menelaah problem yang cukup
dilematis di atas, maka diperlukan langkah-langkah satrategis dalam pemecahannya. Menurut hemat
penulis perlu beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, persolan pembiayaan adalah hal yang sangat sensitif keberadaannya. Hal ini karena bisa
membawa kemajuan lembaga jika dikelola dengan baik, sebaliknya akan membawa lembaga
menjadi terpuruk, apabila komponen/pihak di lembaga tidak mengelola secara professional, tidak
berprinsip pada keterbukaan, tidak berorientasi pada perbaikan, kepentingan yang sifatnya personal
untuk membangun lembaga sehingga mencari peluang hanya untuk personal dirinya. Oleh karena
itu, seluruh komponen yang ada dalam lembaga pendidikan, kaitannya dengan proses penyusunan
pembiayaan pendidikan, harus dilibatkan. Hal ini dilakukan sebagai wujud asas keterbukaan,
kebersamaan, serta bertanggung jawab atas amanah kelembagaan yang harus dipikul bersama. Baik
dan buruknya lembaga menjadi akuntabilitas bersama.

Kedua, terkait dengan penempatan alokasi dana, pihak di dalamnya diupayakan mampu menyusun
dan mengelola dengan baik, berapa anggaran yang ada, bagaimana anggaran itu dibelanjakan atau
dialokasikan, serta bagaimana sistem pelaporannya. Apabila komponen di dalamnya ada yang
kurang mengerti, perlu dilakukan Diklat tentang bagaimana menyusun anggaran yang baik. Bisa
dengan pelatihan penyusunan anggaran atau hal lain yang sejenis.

17
Ahmad nunu,pembiayaan pendidikan di madrasah dan peran pemerintah di era otonomi jurnal penelitian
pendidikan agama dan keagamaan Bandung volume 5 nomor 2 April-Juni 2007
Ketiga, kepala sekolah sebagai motor penggerak, diharapkan mempunyai keterampilan
entrepreneurship (keterampilan kewirausahaan) dan kemampuan manajerial serta kesupervisian.
Keempat, madrasah hendaknya melibatkan masyarakat dalam pengangaran pembiayaan
pendidikan, melalui rapat rutin ataupun bisa diselipkan pada rapat musyawarah kenaikan
sekolah/kelulusan. Hal demikan dilakukan sebagai wujud asas keterbukaan.

Kelima, lembaga pendidikan Islam, dalam hal ini madrasah, sebagai lembaga yang berbasiskan
agama yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur, diharapkan memegang teguh prinsip keadilan,
prinsip amanah, kejujuran, musyawarah, keterbukaan, kedisiplinan, dan sebagainya. Prinsip-prinsip
tersebut harus dipegang teguh oleh seluruh elemen lembaga. Dengan demikan, diharapkan ada
solusi manajemenpembiayaan pendidikan Islam, sehingga akan terbentuk suatu lembaga pendidikan
Islam yang baik, khususnya dalam persoalan pembiayaan pendidikannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menelaah pembahasan dalam makalah ini, dapat disampaikan beberapa kesimpulan.
Pembiayaan pendidikan pada dasarnya menitikberatkan pada upaya pendistribusian benefit
pendidikan dan beban yang harus ditanggung masyarakat. Biaya secara sederhana adalah sejumlah
nilai uang yang dibelanjakan atau jasa pelayanan yang diserahkan pada siswa. Pembiayaan
pendidikan berhubungan dengan distribusi beban pajak dalam berbagai jenis pajak kelompok
manusia serta metode pengalihan pajak ke sekolah. Hal yang sangat penting dalam pembiayaan
pendidikan adalah berupa besar uang yang harus dibelanjakan, dari mana sumber uang yang
diperoleh, dan kepada siapa uang harus dibelanjakan. Berdasarkan sumbernya, biaya pendidikan
dapat digolongkan menjadi empat jenis, pertama, biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Kedua, biaya pendidikan dikeluarkan oleh masyarakat atau orang tua/wali siswa. Ketiga,
biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan orang tua siswa, misalnya sponsor dari
lembaga keuangan dan perusahaan. Dan keempat, biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh lembaga
pendidikan itu sendiri. Dalam kajian pembiayaan pendidikan, ada beberapa istilah penting yang
harus diperhatikan, di antaranya objek biaya, informasi manajemen biaya, pembiayaan (financing),
keuangan (finance), anggaran (budget), biaya (cost), pemicu biaya (cost driver). Istilah-istilah
tersebut merupakan greenlight dalam kajian ilmu ekonomi. Sistem pendidikan formal yang
diselenggarakan negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara (Baitul
Mal). Dalam sejarah, pada masa Khalifah Umar bin Khatthab, sumber pembiayaan untuk
kemaslahatan umum (termasuk pendidikan), berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur
(pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas negara). Sementara itu, beberapa kajian
menyebutkan bahwa kesulitan yang sering dihadapi madrasah dalam pengelolaan pembiayaan
pendidikan berawal dari persoalan penggalian dana itu sendiri.

Kendala utamanya adalah karena terbatasnya sumber dana yang dapat digali, SDM yang bisa
dikatakan masih rendah, serta daya dukung masyarakat yang rendah pula. Oleh karena itu, pihak di
dalam madrasah harus mampu menyusun dan mengelola pembiayaan pendidikan dengan baik;
berapa anggaran yang ada, bagaimana anggaran itu dibelanjakan atau dialokasikan, serta bagaimana
sistem pelaporannya.
B. Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempuranaan,oleh karena itu penulis mohon maaf ,kritik dan
saran dari pembaca sangat penulis harapkan agar lebih baiknya makalah ini,semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jawi, Shiddiq. 2007. Pembiayaan Pendidikan Dalam Islam,

Jurnal House of Khilafah. Al-Maliki, Abdurrahman. 1963.

As-Siyasah Al-Iqtishadiyah AlMutsla, Hizbut Tahrir. Al-Mubarakfuri. 2005.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: IIIT. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990.

An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam. Beirut: Darul Ummah. Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Bangkit dan
Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah (Ad-Dawlah Al-Utsmaniyah Awamil al- Nuhudh wa Asbab as-
Suquth). Penerjemah Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Blocher, et. al. 2001.

Manajemen Biaya Dengan Tekanan Strategic. Penerjemah. Susty Ambarrini. Jakarta: Salemba. Fatah,
Nanang. 2000.

Ekonomi Dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Rosdakrya. Harsono. 2007.

Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Jhones, Thomas H. 1985.

Introduction To School Finance Technique An Social Policy. New York: Macmillan Publishing
Company. Khalid, Abdurrahman Muhammad. 1994.

Soal Jawab Seputar Gerakan Islam. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah. Mufid, Saiful. 2012.

Artikel Pembiayaan Pendidikan, STIT Attaqwa. Muhammad, Quthb Ibrahim. 2002.

Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab (As-Siayasah Al-Maliyah Li ‘Umar bin Khaththab),
Penerjemah Ahmad Syarifuddin Shaleh. Jakarta: Pustaka Azzam.

Mulyono. 2010. Konsep Pembiayaan Pendidikan. Yogyakarta: Arruz Media. Qahaf, Mundzir,
Manajemen Wakaf Produktif (Al-Waqf Al-Islami Tathawwuruhu Idaratuhu Tanmiyatuhu),
Penerjemah Muhyiddin Mas Rida. Jakarta: Khalifa. Yahya. 2003.

Sistem Manajemen Pembiayaan Pendidikan: Suatu Studi tentang Pembiayaan Pendidikan Sekolah
Dasar di provinsi Sumatra Barat, Disertasi, Bandung Sekolah Pasca Sarjana Unversitas Pendidikan
Indonesia. Zallum, Abdul Qadim. 1983. Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah. Beirut

Anda mungkin juga menyukai