Bab 1 ..

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS INVESTIGASI KONTAK TUBERKULOSIS

SEBAGAI INOVASI PENEMUAN KASUS


TUBERKULOSIS SECARA AKTIF
DI PUSKESMAS LAMPASI
KOTA PAYAKUMBUH
TAHUN 2022

PROPOSAL

DESI
2013101037

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI 2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) saat ini masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat baik di Indonesia maupun internasional sehingga menjadi salah satu

tujuan pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs). Tuberkulosis merupakan

salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia. Tuberkulosis

(TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium

tuberculosis (Mtb). Tuberkulosis ditularkan melalui udara dari pasien TBC yang

infeksius ke orang-orang disekitarnya. Satu pasien TBC terkonfirmasi

bakteriologis yang tidak diobati secara tepat dan berkualitas dapat menginfeksi

sekitar 10 orang per tahun. Sekitar5-10% orang-orang yang kontak akan sakit

TBC dan sekitar sepertiganya akan terinfeksi tetapi tidak sakit TBC. Kelompok

yang berisiko tinggi untuk terinfeksi adalah orang yang kontak erat dengan

pasien TBC, antara lain anak, lansia dan orang dengan gangguan sistem

kekebalan tubuh (misal gizi buruk,infeksi HIV).

Indonesia berada pada peringkat ke-2 dengan penderita TB tertinggi di

Dunia setelah India. Secara global, diperkirakan 10 juta orang menderita TB pada

tahun 2019. Meskipun terjadi penurunan kasus baru TB, tetapi tidak cukup cepat

untuk mencapai target Strategi END TB tahun 2020, yaitu pengurangan kasus

TB sebesar 20% antara tahun 2015 – 2020. Pada tahun 2015 – 2019 penurunan
kumulatif kasus TB hanya sebesar 9% (WHO, Global Tuberculosis Report,

2020).(PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2020, n.d.)

Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara

lain: belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena

masih kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan, dan

pendanaan untuk operasional, bahan serta sarana prasarana; belum memadainya

tata laksana TB terutama di fasyankes yang belum menerapkan layanan TB

sesuai dengan standar pedoman nasional dan ISTC seperti penemuan

kasus/diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang tidak baku, tidak dilakukan

pemantauan pengobatan, tidak dilakukan pencatatan dan pelaporan yang baku;

masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas sektor dalam

penanggulangan TB baik kegiatan maupun pendanaan; belum semua masyarakat

dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah Terpencil, Perbatasan dan

Kepulauan (DTPK), serta daerah risiko tinggi seperti daerah kumuh di perkotaan,

pelabuhan, industri, lokasi permukiman padat seperti pondok pesantren, asrama,

barak dan lapas/rutan; belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar

baik dalam penemuan kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan,

pencatatan dan pelaporan; besarnya masalah kesehatan lain yang bisa

berpengaruh terhadap risiko terjadinya TB secara signifikan seperti HIV, gizi

buruk, diabetes mellitus, merokok, serta keadaan lain yang menyebabkan

penurunan daya tahan tubuh; meningkatnya jumlah kasus TB Resistant Obat

(TB-RO) yang akan meningkatkan pembiayaan program TB; faktor sosial seperti

besarnya angka pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan per


kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang tidak memadai yang

berakibat pada tingginya risiko masyarakat terjangkit TB. (PERATURAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, n.d.)

Insidensi TB dipengaruhi oleh angka penemuan kasus (treatment

coverage), pemberian terapi pencegahan TBC (TPT), angka keberhasilan

pengobatan (success rate) dan semua faktor risiko TBC. Selain itu, insiden

berasosiasi dengan GDP per kapita, kemiskinan, gizi buruk, diabetes dan beban

penyakit lainnya.(Kinerja & Kesehatan, n.d.)

Target Program Nasional Penaggulangan TB sesuai dengan target

eliminasi global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB

tahun 2050. Demi tercapainya target program penanggulangan tuberculosis

nasional tersebut, maka Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah

kabupaten/ kota menetapkan target penanggulangan tuberculosis tingkat daerah

berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional. Strategi

nasional penanggulangan tuberculosis terdiri atas: penguatan kepemimpinan

program tuberculosis; peningkatan akses layanan tuberculosis yang bermutu:

pengendalian faktor risiko tuberculosis; peningkatan kemitraan tuberculosis:

peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan tuberculosis: dan

penguatan manajemen program tuberculosis.(PERATURAN MENTERI

KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, n.d.)

Pada Rencana Strategi Kesehatan Tahun 2020-2024 menyebutkan

bahwa untuk memperbaiki program penanggulangan TBC pada dasarnya

mencakup tiga hal, yakni:1) Meningkatkan cakupan deteksi kasus kelompok


risiko (individu kontak dengan penderita, pasien HIV/ADS, pasien diabetes,

perokok, penjara, hunian padat),2) Memperkuat Sistem Informasi TB Terpadu

(SITT) dengan mensinergikan puskesmas, rumah sakit (pemerintah dan

swasta), klinik, dan dokter praktik mandiri, 3) Meningkatkan cakupan penemuan

kasus dan pengobatan pada MDR TB.

Pengendalian tuberkulosis bukan hanya semata-mata mengenai

pengobatan penderita; tapi tidak kalah penting adalah upaya penemuan kasus

baru. Beberapa studi menunjukkan bahwa angka penemuan kasus baru masih

rendah atau dibawah cakupan target nasional. Faktor penting yang menyebabkan

masih rendahnya cakupan penemuan kasus baru adalah strategi yang digunakan

masih bersifat passive case finding dengan mengandalkan petugas/ tenaga

kesehatan melakukan pemeriksaan pasien terduga TB yang sedang berada di

tempat pelayanan kesehatan. Padahal para tenaga kesehatan terutama di

puskesmas secara kuantitas terbatas dan umumnya telah memiliki beban tugas

program yang bahkan sering kali berganda. Sudah waktunya mulai

mengintensifkanupaya active case finding dengan melakukan skrening TB di

masyarakat dengan memberdayakan jejaring eksternal agar semakin banyak

kasus baru yang dapat ditemukan untuk diobati. Penemuan kasus baru sedini

mungkin dapat menjadi momentum keberhasilan penanggulangan TB.

Salah satu target SPM bidang kesehatan yang tertuang dalam Peraturan

Menteri Kesehatan No 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu

Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan yaitu

Pelayanan Kesehatan orang terduga tuberkulosis. Berarti Pemberantasan


penyakit TB Paru di Indonesia termasuk salah satu prioritas nasional untuk

program pengendalian penyakit karena juga berdampak luas terhadap kualitas

hidup dan ekonomi. Kondisi tersebut mengakibatkan pemerintah Indonesia

menetapkan suatu pedoman pengendalian tuberculosis berbadan hukum.

Pengendalian penyakit tuberculosis di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 67 Tahun 2021 tentangPenanganan Tuberculosis dan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberculosis.

Berdasarkan hal tersebut di atas Program Penanggulangan TBC

merubah strategi penemuan pasien TBC tidak hanya “secara pasif dengan aktif

promotif” tetapi juga melalui “penemuan aktif secara intensif dan masif berbasis

keluarga dan masyarakat“, dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan

layanan yang bermutu sesuai standar. Beberapa program sudah diluncurkan oleh

pemerintah diantaranya Program Ketuk Pintu merupakan kegiatan dari rumah ke

rumah untuk mendata warga yang mengidap penyakit tuberculose (TBC) paru.

Kegiatan tersebut dilakukkan bertujuan memberikan informasi mengenai TB

sekaligus melakukan skrining/ pemilahan untuk menemukan orang yang terduga

terkena penyakit TB serta merujuk orang tersebut ke fasilitas Kesehatan atau

Puskesmas terdekat untuk dilakukan pemeriksaan. Bagi penderita TB akan

diberikan pengobatan dengan obat yang berkualitas yang disediakan pemerintah

pada seluruh Puskesmas secara gratis. Selanjutnya kegiatan Gerakan TOSS TB

(temukan obati sampai sembuh) merupakan Gerakan Nasional dalam kampanye

penemuan kasus TB secara aktif dan masif yang melibat seluruh pihak baik

Pemerintah maupun Masyarakat. Yang menjadi pokok-pokok kegiatan TOSS TB


yaitu, penemuan dini orang terduga TB melalui intensifikasi penemuan secara

aktif, pengobatan pasien TB sesuai standar, promosi kesehatan melalui

penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat, penggalangan kemitraan agar

kegiatan dilakukan bersama dan terkoordinasi dengan lintas sektor dan organisasi

kemasyarakatan, mobilisasi tokoh masyarakat/ agama dan anggota masyarakat,

monitoring dan evaluasi secara intensif.

Selanjutnya kegiatan Investigasi Kontak yang merupakan satu kegiatan

yang penting untuk mendukung keberhasilan strategi penemuan aktif melalui

pelacakan dan investigasi kontak (contact tracing and contact investigation).

Investigasi kontak (IK) merupakan kegiatan pelacakan dan investigasi yang

ditujukan pada orang-orang yang kontak dengan pasien TBC (indeks kasus)

untuk menemukan terduga TBC.

Investigasi Kontak (IK) adalah kegiatan yang dilakukan untuk

meningkatkan penemuan kasus TBC dengan cara mendeteksi secara dini dan

sistematis terhadap orang yang kontak dengan sumber infeksi TBC. Pedoman

WHO menyatakan bahwa kegiatan IK bermanfaat untuk mendeteksi kasus TBC

secara dini, mencegah penyakit yang lebih berat serta mengurangi penularan

TBC pada orang lain. Selain itu, IK dapat juga menemukan orang dengan infeksi

TBC laten yang membutuhkan pengobatan pencegahan. Kegiatan IK

diselenggarakan melalui kolaborasi antara pemberi layanan kesehatan dengan

komunitas yang ada di masyarakat seperti kader kesehatan, PMO, pendidik

sebaya dan sebagainya.


Kontak yang terduga TBC akan dirujuk ke layanan kesehatan untuk

pemeriksaan lanjutan dan bila terdiagnosis TBC, akan diberikan pengobatan

yang tepat dan sedini mungkin. Kegiatan investigasi kontak dapat diulang pada

kontak serumah setelah minimal 6 bulan pada kasus indeks yang sama. IK

mempunyai 2 fungsi yaitu meningkatkan penemuan kasus dan mencegah

penularan TBC dimasyarakat. Tujuan pelaksanaan investigasi kontak yaitu:

menemukan kasus TBC secara dini dengan melakukan skrining gejala dan faktor

risiko TBC terhadap seluruh kontak dari pasienTBC; menemukan TBC laten

pada anak di bawah 5 tahun dan memberikan pengobatan pencegahan TBC

dengan segera; mencegah penularan pada kontak yang sehat dengan cara

memberikan edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat; memutus mata

rantai penularan TBC di masyarakat.

Berdasarkan Dashboard TB Indonesia per tanggal 2 Februari 2022

bahwa kasus TB yang ditemukan dan diobati tahun 2017 sebanyak 446,732

kasus, tahun 2018 terjadi peningkatan kasus yang cukup besar yaitu sebanyak

570.289 kasus, tahun 2019 sebanyak 568.987 kasus, tahun 2020 sebanyak

392.323 kasus dan tahun 2021 sebanyak 385.295 kasus. Angka kasus TB yang

ditemukan dan diobati selama 10 tahun terakhir paling banyak di temukan pada

tahun 2018 dan terus menurun sampai tahun 2021.

Begitu juga dengan kematian akibat TB, jumlah kematian pada tahun

2019 sebesar 1,4 juta. Secara global kematian akibat TB per tahun menurun

secara global, tetapi tidak mencapai target Strategi END TB tahun 2020 sebesar

35% antara tahun 2015 – 2020. Jumlah kematian kumulatif antara tahun 2015 –
2019 sebesar 14%, yaitu kurang dari setengah dari target yang ditentukan (WHO,

Global Tuberculosis Report, 2020).(PROFIL KESEHATAN INDONESIA

TAHUN 2020, n.d.)

Angka penemuan kasus (treatment coverage) Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2020 sebanyak 6.370 kasus dengan TB Sensitif obat sebanyak 6.296 kasus

dan 74 kasus merupakan TB Resistan Obat. Dalam artian hanya bisa mencapai

27,7% dari total perkiraan kasus (22.971 kasus) TB tahun 2020. Sedangkan

untuk tahun 2021 terjadi peningkatan angka sebanyak 8.392(36,5%) dari

perkiraan kasus TB sebanyak 22.971 kasus dengan rincian TB Sensitif obat

sebanyak 8.299 kasus dan TB Resisten obat sebanyak 94 kasus. (SITB Online,

2022)

Walaupun terjadi peningkatan angka penemuan kasus yang cukup baik

yaitu sebesar 8,8% namun hal ini masih belum bisa mencapai target SPM.

Dimana capaian SPM tahun 2020 sebesar 47,32% dan tahun 2021 sebesar

47,07%, terjadi penurunan sebesar 0,25%.

Kota Payakumbuh yang merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/ Kota

yang ada di Sumatera Barat dengan luas wilayah 80,43 KM² dengan jumlah

penduduk Tahun 2021 141.147 ribu jiwa. Kota Payakumbuh terdiri dari 5

Kecamatan dengan 8 buah Puskesmas yang tersebar disemua kecamatan.

Kota Payakumbuh belum bisa mencapai target Program TB yang

diberikan oleh pusat. Target untuk tahun 2021 sama dengan tahun 2020, dimana

target untuk angka penemuan kasus (treatment coverage) sebanyak 811 kasus

dan target untuk pemeriksaan specimen terduga TB sebanyak 8110 spesimen.


Angka capaian TC pada tahun 2020 sebanyak 180 (22,02%) kasus yang

semuanya merupakan TB Sensitif Obat dan capaian jumlah terduga TB pada

tahun 2020 hanya sebanyak 433 (5,3%) specimen. Sedangkan pada tahun 2021

terjadi penurunan kasus, dimana hanya sebanyak 156 (19,2%) kasus yang bisa

terjaring, dimana semua kasusnya adalah TB Sensitif Obat, dan capaian jumlah

terduga TB tahun 2021 sebanyak 603 (7,4%) spesimen. Prevalen rate kasus TB

Kota Payakumbuh Tahun 2021 127,5 per seratus ribu penduduk. Sedangkan

Insiden rate kasus TB Kota Payakumbuh Tahun 2021 adalah 94,2 per seratus ribu

penduduk. (Data Dinkes Kota Payakumbuh 2021)

Hasil Investigasi Kontak yang dilakukan di Kota Payakumbuh Tahun

2021 sebanyak 51(32,6) kasus, yang seharusnya dari 156 kasus. Dari semua

kontak yang berjumlah 1020 orang dilakukan investigasi tidak ada ditemukan

kasus TB.(Data Dinkes Kota Payakumbuh 2021)

Untuk capaian SPM Kota Payakumbuh juga masih sangat rendah

dimana tahun 2020 hanya bisa mencapai 13,38% dan pada tahun 2021 terjadi

peningkatan yaitu 15,31%. (Data Dinkes Kota Payakumbuh 2021)

Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Husnul Lail dalam penelitiannya

tahun 2019 menyampaikan bahwa Program Ketuk Pintu Layani dengan Hati

mampu meningkatkan status kesehatan keluarga.(Lail & Sayekti, 2019)

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulida Shafi tahun

2021 mengemukakan bahwa investigasi kontak serumah pada pasien TB di kota

Medan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dengan nilai

p=.000 antara kontak serumah penderita TB dengan suspek TB.(Document-2, n.d.)


Hasil penelitian Sulidah (2019) menunjukkan bahwa Program Ketuk

Pintu TB mampu menjaring 38 orang suspek TB dari 970 warga yang dilakukan

skrening. Sebanyak 29 orang suspek dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis dan teridentifikasi 4 orang penderita TB; 3 penderita merupakan

penemuan kasus baru dan 1 penderita merupakan kasus drop out pengobatan TB.

Hasil akhir program menyimpulkan bahwa kader kesehatan mampu melakukan

skrening penemuan kasus baru penderita TB melalui program ketuk pintu.yang

dilakukan oleh kader kesehatan. (126-367-1-PB, n.d.)

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Holis

2018 yang menyatakan bahwa hasil investigasi kontak sebagai inovasi penemuan

toberkulosis secara aktif mempunyai hasil yang baik.(Holis et al., n.d.)

Penelitian yang dilakukan oleh George Edward dkk di Ghana tahun

2020 juga menemukan hal yag serupa dimana dalam penelitiannya di dapatkan

bahwa pencarian kasus aktif berbasis masyarakat melalui skrining dari rumah ke

rumah terbukti efektif dalam penemuan kasus TB. Begitu juga penelitian yang

dilakukan Elizabeth L Corbett dkk, tahun 2010 juga mengungkapkan hal yang

sama dimana penemuan kasus secara aktif yang turun dari rumah kerumah sangat

efektif dalam penemuan kasus TB.(Ntow et al., 2021)

Berdasarkan masalah tersebut diatas sehingga peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang investigasi kasus penjaringan suspek TB di Kota

Payakumbuh.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

capaian angka penemuan kasus (treatment coverage) di Kota Payakumbuh Tahun

2021 masih rendah yaitu sebesar 19,2% dan capaian jumlah terduga TB di Kota

Payakumbuh Tahun 2021 juga sangat rendah yaitu sebesar 7,4% dan hasil

capaian Investigasi Kontak 32,6% dan capaian SPM Tahun 2021 masih rendah

yaitu sebesar 15,31%.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Analisis

Investigasi Kontak Tuberkulosis Sebagai Inovasi Penemuan Kasus Tuberkulosis

Secara Aktif di Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh Tahun 2022”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui analisis Investigasi Kontak

Tuberkulosis Sebagai Inovasi Penemuan Tuberkulosis Secara Aktif Di

Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh Tahun 2022

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui apakah kegiatan investigasi kontak mampu untuk

meningkatkan penemuan kasus TB.

2. Mengetahui apakah kegiatan investigasi kontak mampu untuk

meningkatkan akses terhadap pengobatan pencegahan TB.

3. Mengetahui apakah kegiatan investigasi kontak mampu untuk

meningkatkan pengobatan terhadap kasus TB


1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Dapat dijadikan sebagai inovasi yang bisa di adop oleh puskesmas

lain di Kota Payakumbuh sehingga bisa mencapai target baik itu angka

pengobatan maupun angka temuan suspek, dan dapat dijadikan sebagai

dasar penyusunan rencana kegiatan dan anggaran untuk tahun

berikutnya.

2. Bagi intitusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk

menambah wawasan dan pengalaman dan bahan referensi dalam

meneliti untuk pengembangan penelitian selanjutnya

3. Bagi peneliti

Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam

meneliti Investigasi Kontak Tuberkulosis Sebagai Inovasi da pat

dijadikan sebagai bahan evaluasi serta mendapatkan informasi

DiPuskesmas Lampasi Kota Payakumbuh Tahun 2022

4. Bagi Pemerintah Kota

Dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi serta mendapatkan

informasi tentang Penemuan Tuberkulosis Secara Aktif merupakan

langkah sukses menuju Indonesia bebas TB tahun 2035.


1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan karena sesuai dengan data yang diperoleh

angka penemuan kasus Kota Payakumbuh Tahun 2021 masih rendah yaitu

sebesar 19,2%, capaian jumlah terduga TB yang rendah yaitu sebesar 7,4%, hasil

capaian Investigasi Kontak 32,6% dan capaian SPM Tahun 2021 masih rendah

yaitu sebesar 15,31%. Penelitian ini di rencanakan akan dilakukan pada bulan

Mei-Juni 2022 di wilayah kerja Puskesmas Lampasi. Responden yang akan

diteliti adalah Bidang Kessehatan masyarakat dan pengendalian pencegahan

penyakit (1orang), Seksi pengendalian pencegahan penyakit (P3) (1 orang),

petugas pengelola program TB (1 orang), kader TB (1 orang), pasien yang

sedang makan obat (3 orang). Untuk jumlah sampel dalam penelitian kuantitatif

yaitu semua kontak dari kasus indek yg berjumlah 220 orang. Metoda penelitian

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif.

Teknik analisa data untuk penelitian kuantitatif akan menggunakan analisis

univariat, bivariat dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan Multiple

Regresi Logistic. teknik pengolahan data untuk penelitian kualitatif dengan cara

membuat transkrip data, mereduksi data, penyajian data, menyimpulkan dan

menafsirkan data dan teknik analisa data menggunakan metode triangulasi


BAB II

TANJAUAN PUSTAKA

II.1 EPIDEMIOLOGI DAN PERMASALAHAN TB

Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB

telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995.

Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6

juta kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan.

Dengan 1,5 juta kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah

perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif

dengan kematian 320.000 orang (140.000 orang adalah perempuan) dan

480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6

juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15

tahun) dan 140.000 kematian/tahun.

Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015,

diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk)

dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan

63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk).Angka

Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan

sebanyak 129 per 100.000 penduduk.Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus,

diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi


HIV diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO

diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari

kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang.

Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara

lain:

1. Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena

masih kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan,

dan pendanaan untuk operasional, bahan serta sarana prasarana.

2. Belum memadainya tata laksana TB terutama di fasyankes yang belum

menerapkan layanan TB sesuai dengan standar pedoman nasional dan

ISTC seperti penemuan kasus/diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang

tidak baku, tidak dilakukan pemantauan pengobatan, tidak dilakukan

pencatatan dan pelaporan yang baku.

3. Masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas sektor dalam

penanggulangan TB baik kegiatan maupun pendanaan.

4. Belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya di

Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), serta daerah risiko

tinggi seperti daerah kumuh di perkotaan, pelabuhan, industri, lokasi

permukiman padat seperti pondok pesantren, asrama, barak dan

lapas/rutan.
5. Belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar baik dalam

penemuan kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan,

pencatatan dan pelaporan.

6. Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa berpengaruh terhadap risiko

terjadinya TB secara signifikan seperti HIV, gizi buruk, diabetes mellitus,

merokok, serta keadaan lain yang menyebabkan penurunan daya tahan

tubuh.

7. Meningkatnya jumlah kasus TB Resistant Obat (TB-RO) yang akan

meningkatkan pembiayaan program TB.

8. Faktor sosial seperti besarnya angka pengangguran, rendahnya tingkat

pendidikan dan pendapatan per kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan

pangan yang tidak memadai yang berakibat pada tingginya risiko

masyarakat terjangkit TB.

Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia sudah berhasil

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 jika

dibandingkan dengan tahun 1990.Angka prevalensi TB yang pada tahun 1990

sebesar > 900 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647 per

100.000 penduduk.Dari semua indikator MDG’s untuk TB di Indonesia saat

ini baru target penurunan angka insidens yang sudah tercapai. Untuk itu perlu

upaya yang lebih besar dan terintegrasi supaya Indonesia bisa mencapai target

SDG’s pada tahun 2030 yang akan datang

II.2 PATHOGENESIS DAN PENULARAN TB


1. Kuman Penyebab TB

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M.

Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam

(BTA).Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis

yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT

(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu

penegakan diagnosis dan pengobatan TB.

Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain

adalah sebagai berikut:

• Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.

• Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen,

berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.

• Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,

Ogawa.

• Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka

waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.

• Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.

Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan mati

dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan

mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.


• Kuman dapat bersifat dorman.

2. Penularan TB

a. Sumber Penularan TB

Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang

mengandung kuman TB dalam dahaknya.Pada waktu batuk atau bersin, pasien

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei /

percik renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara yang

mengandung percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500

M.tuberculosis.Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500 –

1.000.000 M.tuberculosis.

b. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia.

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit.Tahapan tersebut

meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia, sebagai

berikut:

1) Paparan

Peluang peningkatan paparan terkait dengan:

• Jumlah kasus menular di masyarakat.

• Peluang kontak dengan kasus menular.

• Tingkat daya tular dahak sumber penularan.

• Intensitas batuk sumber penularan.

• Kedekatan kontak dengan sumber penularan.


• Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan

2) Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah

infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup

dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali tergantung

dari daya tahun tubuh manusia.

Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi

sebelum penyembuhan lesi.

3) Faktor Risiko

Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari:

• Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup

• Lamanya waktu sejak terinfeksi

• Usia seseorang yang terinfeksi

• Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya tahan

tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi

(gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB Aktif (sakit TB).

• Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya

akan menjadi sakit TB. Namun pada seorang dengan HIV positif

akan meningkatkan kejadian TB. Orang dengan HIV berisiko 20-37

kali untuk sakit TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi

HIV, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat

pula.
4) Meninggal dunia

Faktor risiko kematian karena TB:

• Akibat dari keterlambatan diagnosis

• Pengobatan tidak adekuat.

• Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta.

• Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan meninggal

dan risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV positif. Begitu pula

pada ODHA, 25% kematian disebabkan oleh TB.

II.3 Tujuan dan Target Penanggulangan

1. Tujuan

Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak terjadi

kesakitan, kematian dan kecacatan;

2. Target

Target Program Nasional Penaggulangan TB sesuai dengan target

eliminasi global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035 dan Indonesia bebas

TB tahun 2050.Eliminasi TB adalah tercapainya cakupan kasus TB 1 per 1

jutapenduduk.

Tahapan pencapaian target dampak:

• Target dampak pada 2020:

– Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 30%

dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan


– Penurunan angka kematian karena TB sebesar 40%

dibandingkan angka kematian pada tahun 2014

• Target dampak pada tahun 2025

– Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 50%

dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan

– Penurunan angka kematian karena TB sebesar 70%

dibandingkan angka kematian pada tahun 2014

• Target dampak pada 2030:

– Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 80%

dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan

– Penurunan angka kematian karena TB sebesar 90%

dibandingkan angka kematian pada tahun 2014

• Target dampak pada 2035:

– Penurunan angka kesakitan karena TB sebesar 90%

dibandingkan angka kesakitan pada tahun 2014 dan

– Penurunan angka kematian karena TB sebesar 95%

dibandingkan angka kematian pada tahun 2014

II.4 Strategi dan Kebijakan

1. Strategi

Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian eliminasi nasional TB

meliputi:
a. Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota

1) Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial

2) Regulasi dan peningkatan pembiayaan

3) Koordinasi dan sinergi program

b. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu

1) Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (public-

private mix)

2) Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat

3) Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM,

MTBS, PAL, dan lain sebagainya

4) Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/saran diagnostik

yang baru

5) Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien atau Case

holding

6) Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam rangka

Cakupan Layanan Semesta (health universal coverage).

c. Pengendalian faktor risiko

1) Promosi lingkungan dan hidup sehat.

2) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB

3) Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB


4) Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan

cakupan dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.

d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB

1) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di

pusat

2) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di

daerah

e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB

1) Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga

dan masyarakat

2) Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan

kasus, dan dukungan pengobatan TB

3) Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di upaya

kesehatan berbasis keluarga dan masyarakat

f. Penguatan manajemen program (health system strenghtening)

1) SDM

2) Logistik

3) Regulasi dan pembiayaan

4) Sistem Informasi, termasuk mandatory notification

5) Penelitian dan pengembangan inovasi program

2. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia


a. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi

dalam kerangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota sebagai titik

berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya

(dana, tenaga, sarana dan prasarana).

b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman

standar nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan

global untuk PenanggulanganTB.

c. Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh

seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi

Puskesmas, Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi: Rumah

Sakit Pemerintah, non pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP),

Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM).

d. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan

oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma.

e. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak

dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien memiliki

hak dan kewajiban sebagaimana individu yang menjadi subyek dalam

penanggulangan TB
f. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan

kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan

masyarakat melalui Forum Koordinasi TB.

g. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan

memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan nasional.

h. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif,

efektif, responsif, profesional dan akuntabel

i. Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan

komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap keberlangsungan

program dan pencapaian target strategi global penanggulangan TB yaitu

eliminasi TB tahun 2035.

II.5 Notifikasi Wajib (Mandatory Notification)

TB adalah penyakit menular yang wajib dilaporkan. Setiap fasilitas

kesehatan yang memberikan pelayanan TB wajib mencatat dan melaporkan

kasus TB yang ditemukan dan/atau diobati sesuai dengan format pencatatan

dan pelaporan yang ditentukan. Pelanggaran atas kewajiban ini bisa

mengakibatkan sanksi administratif sampai pencabutan izin operasional

fasilitas kesehatan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Sistem notifikasi wajib dapat dilakukan secara manual atau melalui

sistem elektronik sesuai dengan tata cara dan sistem yang ditentukan oleh

program penanggulangan TB. Dalam pelaksanaan notifikasi, digunakan


Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identitas pasien TB.Notifikasi

wajib pasien TB untuk FKTP (klinik dan dokter praktik mandiri) disampaikan

kepada Puskesmas setempat. Puskesmas akan mengkompilasi laporan kasus

TB dari semua FKTP di wilayah kerjanya dan melaporkan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Mengingat keterbatasan sumber daya di

FKTP (klinik dan dokter praktik mandiri) maka harus disiapkan sistem

informasi TB yang lebih sederhana dan mudah dilaksanakan.

Notifikasi wajib pasien TB dari FKRTL (Rumah Sakit, BP4, Klinik

Madya dan Utama) disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/kota

setempat menggunakan sistem informasi TB yang baku.

Dinas Kabupaten/Kota bertanggungjawab untuk mengawasi dan

membina pelaksanaan sistem notifikasi wajib di wilayahnya masing-masing

sebagai bagian rutin kegiatan tim PPM.

II.6 Monitoring dan Evaluasi (Monev)

Monitoring dan evaluasi program TB merupakan salah satu fungsi

manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program TB. Monitoring

dilakukan secara rutin dan berkala sebagai deteksi awal masalah dalam

pelaksanaan kegiatan program sehingga dapat segera dilakukan tindakan

perbaikan.Monitoring dapat dilakukan dengan membaca dan menilai laporan

rutin maupun laporan tidak rutin, serta kunjungan lapangan.Evaluasi

dilakukan untuk menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dan target

yang telah ditetapkan.Evaluasi dilakukan dalam rentang waktu lebih lama,

biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun.


Pelaksanaan Monev merupakan tanggung jawab masing-masing

tingkat pelaksana program, mulai dari Fasilitas kesehatan, Kabupaten/Kota,

Provinsi hingga Pusat. Seluruh kegiatan program harus dimonitor dan

dievaluasi dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output)

dengan cara menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara ke

petugas kesehatan maupun masyarakat sasaran.

1. Pencatatan dan Pelaporan Program TB

Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan kegiatan

surveilans, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang

dilaksanakan dengan baik dan benar, dengan maksud mendapatkan data

yang sah atau valid untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan

disebarluaskan untuk dimanfaatkan sebagai dasar perbaikan program.

2. Indikator Program TB

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai

alat ukur kinerja dan kemajuan program (marker of progress).Dalam

menilai kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB digunakan

beberapa indikator yaitu indikator dampak, indikator utama dan indikator

operasional.

a. Indikator Dampak

Merupakan indikator yang menggambarkan keseluruhan dampak

atau manfaat kegiatan penanggulangan TB. Indikator ini akan diukur

dan di analisis di tingkat pusat secara berkala. Yang termasuk indikator

dampak adalah:
1) Angka Prevalensi TB

2) Angka Insidensi TB

3) Angka Mortalitas TB

b. Indikator Utama

Indikator utama digunakan untuk menilai pencapaian strategi

nasional penanggulangan TB di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan

Pusat. Adapun indikatornya adalah:

1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR)

yang diobati

2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang

diobati per 100.000 penduduk

3) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus

4) Cakupan penemuan kasus resistan obat

5) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat

6) Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV

Untuk tingkat provinsi dan pusat, selain memantau indikator di

atas, juga harus memantau indikator yang dicapai oleh Kabupaten/Kota

yaitu:

1) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target CDR

2) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target CNR


3) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target angka keberhasilan

pengobatan pasien TB semua kasus

4) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target indikator cakupan

penemuan kasus TB resistan obat

5) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target angka keberhasilan

pengobatan pasien TB resistan obat

6) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target indikator persentase

pasien TB yang mengetahui status HIV

c. Indikator Operasional

Indikator ini merupakan indikator pendukung untuk tercapainya

indikator dampak dan utama dalam keberhasilan Program

Penanggulangan TB baik di tingkat Kab/Kota, Provinsi, dan Pusat,

diantaranya adalah:

1) Persentase kasus pengobatan ulang TB yang diperiksa uji kepekaan

obat dengan tes cepat molukuler atau metode konvensional

2) Persentase kasus TB resistan obat yang memulai pengobatan lini

kedua

3) Persentase Pasien TB-HIV yang mendapatkan ARV selama

pengobatan TB

4) Persentase laboratorium mikroskopik yang mengikuti uji silang


5) Persentase laboratorium mikroskopis yang mengikuti uji silang

dengan hasil baik

6) Cakupan penemuan kasus TB anak

7) Cakupan anak < 5 tahun yang mendapat pengobatan pencegahan INH

8) Jumlah kasus TB yang ditemukan di Populasi Khusus (Lapas/Rutan,

Asrama, Tempat Kerja, Institusi Pendidikan, Tempat Pengungsian)

9) Persentase kasus TB yang ditemukan dan dirujuk oleh masyarakat

atau organisasi kemasyarakatan

Untuk tingkat provinsi dan pusat, selain memantau indikator di

atas, juga harus memantau indikator yang dicapai oleh kabupaten/kota

yaitu:

1) Persentase kabupaten/kota minimal 80% fasyankesnya terlibat dalam

PPM

2) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target indikator persentase

pasien TB-HIV yang mendapatkan ARV selama pengobatan TB

3) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target untuk indikator

persentase laboratorium mikroskopis yang mengikuti uji silang

4) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target untuk indikator

persentase laboratorium yang mengikuti uji silang dengan hasil baik

5) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target cakupan penemuan

kasus TB anak
6) Persentase kabupaten/kota yang mencapai target indikator cakupan

anak < 5 tahun yang mendapat pengobatan pencegahan PP INH

Tabel.1 Indikator Keberhasilan program TB pada setiap Tingkat Administrasi

No Indikator Sumber Waktu Pemanfaatan

Data Indikator

Faskes K Prov Pusat

ab

ot

1 2 3 4 5 6 7

Indikator Utama

1 Cakupan pengobatan TB.07, Triwulan √ √

semua kasus TB (case Perkira Tahunan

detection rate/CDR) yang an

diobati jumlah

semua

kasus

TB
(inside

n)

2 Angka notifikasi semua TB.07, Triwulan √ √

kasus TB (case notification data Tahunan

rate/CNR) yang diobati jumlah

per 100.000 penduduk pendud

uk

3 Angka keberhasilan TB.08 Triwulan √ √

pengobatan pasien TB Tahunan

semua kasus

4 Cakupan penemuan kasus TB.06, Triwulan √ √

TB resistan obat TB.07t Tahunan

ahun

sebelu

mnya

untuk membuat perkiraan kasus TB resistan obat

No Indikator Sumber Waktu Pemanfaatan

Data Indikator

Faskes Kab/ Kota Pusat

1 2 3 4 6 7

5 Angka TB.08 MDR Triwulan √ √

keberhasilan
pengobatan Tahunan

pasien TB

resistan obat

6 Persentase TB.07 Blok 3 Triwulan √ √

pasien TB Tahunan

yang

mengetahui

status HIV

Indikator Operasional

1 Persentase TB.03, TB.06 Triwulan √ √

kasus Tahunan

pengobatan

ulang TB

yang

diperiksa uji

kepekaan

obat dengan

tes cepat

molukuler

atau metode

konvensional

2 Persentase TB.07 MDR, Triwulan √ √

kasus TB TB.06
resistan obat Tahunan

yang

memulai

pengobatan

lini kedua

3 Persentase TB.08 blok 2 Triwulan √ √

pasien TB- Tahunan

HIV yang

mendapatkan

ARV selama

pengobatan

TB

No Indikator Sumber Waktu Pemanfaatan

Data Indikator

Faskes Kab/ Kota Pusat

1 2 3 4 6 7

4 Persentase TB.12 Triwulan √ √

laboratorium kabupaten/ Tahunan

mikroskopik kota

yang

mengikuti uji

silang

5 Persentase TB.12 Triwulan √ √


laboratorium kabupaten/

mikroskopis kota

yang

mengikuti uji

silang

dengan hasil

baik

6 Cakupan TB.07,Perkir Triwulan √ √

penemuan aan jumlah Tahunan

kasus TB kasus TB

anak anak,

Perkiraan

jumlah semua

kasus TB

(insiden)

7 Jumlah kasus Laporan Triwulan √ √

TB yang triwulan TB Tahunan

ditemukan di di lapas/rutan

Lapas/Rutan

8 Cakupan Rekapitulasi Triwulan √ √

anak < 5 data TB. 16 Tahunan

tahun yang (register

mendapat kontak),
pengobatan perkiraan

pencegahan jumlah anak

INH < 5 tahun

yang

memenuhi

No Indikator Sumber Waktu Pemanfaatan

Data Indikator

Faskes Kab/ Kota Pusat

syarat diberikan pengobatan pencegahan TB

1 2 3 4 6 7

9 Persentase TB.03 Triwulan √ √

kasus TB Tahunan

yang

ditemukan

dan dirujuk

oleh

masyarakat

atau

organisasi

kemasyaraka

tan
3. Analisis Indikator

Indikator yang harus dianalisa secara rutin (triwulan dan tahunan) adalah sebagai

berikut;

a. Indikator Dampak

1) Angka kesakitan (insiden) karena TB

Insiden adalah jumlah kasus TB baru dan kambuh yang muncul selama periode waktu

tertentu.Angka ini menggambarkan jumlah kasus TB di populasi, tidak hanya kasus

TB yang datang ke pelayanan kesehatan dan dilaporkan ke program.Angka ini

biasanya diperoleh melalui penelitian cohort atau pemodelan (modelling) yang

dilakukan setiap tahun oleh WHO.

2) Angka kematian (mortalitas) karena TB

Mortalitas karena TB adalah jumlah kematian yang disebabkan oleh TB pada orang

dengan HIV negatif sesuai dengan revisi terakhir dari ICD-10 (international

classification of diseases).Kematian TB di antara orang dengan HIV positif

diklasifikasikan sebagai kematian HIV. Oleh karena itu, perkiraan kematian TB pada

orang dengan HIV positif ditampilkan terpisah dari orang


N target target capaian pasien
FASYANKES % %
O pasien terduga terduga diobati

1 Puskesmas Air Tabit 98 980 43 4.4 16 16.3

2 Puskesmas Ibuh 124 1240 128 10.3 27 21.8

3 Puskesmas Karambia 66 660 63 9.5 22 33.3

4 Puskesmas Lampasi 115 1150 20 1.7 11 9.6

Puskesmas Parit

5 Rantang 90 900 53 5.9 15 16.7

6 Puskesmas Payolansek 91 910 90 9.9 27 29.7

7 Puskesmas Tarok 114 1140 28 2.5 27 23.7

8 Puskesmas Tiakar 113 1130 50 4.4 11 9.7

RS 128

Total 811 8110 603 7.4

Kerangka Teori

Mendapatkan data kasus indek dari petugas

Pembuatan jadwal

Mengunjungi rumah kasus indeks minimal


20 kontak

Skrining pada kontak

Usia ≥5 tahun Usia <5 tahun

Tidak batuk Tidak ada Batuk Rujuk ke fasyankes


batuk tetapi
ada factor
Edukasi TBC
risiko dan
gejala lain
Skrining gejala TBC
oleh Petugas

Diagnosis
sesuai standar

Keterangan :

: Dilakukan oleh kader

: Dilakukan oleh Petugas Kesehatan

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau

kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati atau diukur

melalui penelitian yang akan dilakukan (Heryana, 2015)

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Input Proses Output

Tenaga kesehatan Pelaksanaan


Kader Investigasi Penemuan kasus TB
Dana BOK Pengawasan dan tercapainya
Pemeriksaan angka suspek
Labor

Sputum Kontak Kasus


Index

Keterangan :

: Dianalisis secara kualitatif

: Dianalisis secara kuantitatif

B. Defenisi Istilah

Pada penelitian kualitatif penelitian dilakukan untuk mengetahui analisis

Investigasi Kontak Tuberkulosis Sebagai Inovasi Penemuan Tuberkulosis Secara

Aktif Di Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh. Untuk memperjelas kerangka

konsep penelitian kualitatif ini, maka peneliti membuat defenisi istilah yang akan

diteliti yaitu:

1. Masukan (input) adalah sumber daya yang terlibat dalam pelaksanaan sistem

keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit yang terdiri dari tenaga,

kader, dana, dan pemeriksaan labor.


a) Tenaga adalah tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas yang

mendukung pelaksanaan Investigasi Kontak Tuberkulosis Sebagai Inovasi

Penemuan Tuberkulosis Secara Aktif di Puskesmas Lampasi .

b) Kader adalah petugas dalam pendampingan di masyarakat diharapkan

akan mendukung pelaksanaan Investigasi Kontak Tuberkulosis Sebagai

Inovasi Penemuan Tuberkulosis Secara Aktif

c) Dana adalah segala bentuk pendanaan atau biaya operasional yang

dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan Investigasi Kontak

Tuberkulosis Sebagai Inovasi Penemuan Tuberkulosis Secara Aktif.

d) Pemeriksaan Labor adalah pemeriksaan yang mendukung dalam

pelaksanaan Investigasi Kontak Tuberkulosis Sebagai Inovasi Penemuan

Tuberkulosis Secara Aktif.

Cara ukur dan alat ukur yang digunakan untuk meneliti masukan (input)

dalam program pelaksanaan Investigasi Kontak Tuberkulosis Sebagai Inovasi

Penemuan Tuberkulosis Secara Aktif adalah sebagai berikut :

1) Cara ukur: Wawancara mendalam (in depth interview), telaah dokumen

2) Alat ukur : Pedoman wawancara

2. Proses (process) adalah pelaksanaan program yang meliputi pelaksanaan, dan

pengawasan

a) Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana

yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya

dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana


pelaksanaan bisa diartikan penerapan mendukung pelaksanaan Investigasi

Kontak Tuberkulosis Sebagai Inovasi Penemuan Tuberkulosis Secara Aktif

b) Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang

diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut.

Cara ukur dan alat ukur yang digunakan untuk meneliti proses (process)

pelaksanaan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit :

1) Cara ukur : Wawancara mendalam (in depth interview), telaah dokumen

2) Alat ukur : Pedoman wawancara

3. Keluaran (output) adalah Penemuan kasus TB dan tercapainya angka suspek

1) Cara ukur : Wawancara Mendalam

2) Alat ukur : Pedoman wawancara

C. Defenisi Operasional

Pada penelitian kuantitatif yang akan diteliti adalah Sputum Kasus Index. Untuk

pengukuran dan pengumpulan data perlu ditegaskan operasional variabel agar

tidak terjadi salah persepsi terhadap variabel-variabel yang digunakan. Batas

operasional variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut :

1. Sputum kontak kasus index

Sputum kontak kasus index merupakan bahan yang dikeluarkan dari paru dan

trakea melalui mulut. Sputum yang dikeluarkan hendaknya dapat dievaluasi

sumber, warna, volume dan konsistensinya . Diukur dengan menggunakan

Tes Cepat Molekuler (TCM), yang kemudian dikategorikan menjadi :


a) Positif TB

b) Negatif TB

Skala ukur : Ordinal

Alat Ukur : TCM

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi yaitu metode penelitian yang

menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif

secara simultan/bersama-sama (atau sebaliknya), tetapi bobot metodenya berbeda

(Sugiyono, 2014), yang dikenal dengan nama mixed methods. Pada model ini ada

penelitian kuantitatif sebagai metode primer digunakan untuk memperoleh data yang

utama, dan penelitian kualitatif merupakan metode sekunder digunakan untuk


memperoleh data guna mendukung data yang diperoleh dari metode primer.

Penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional. Data variabel independen

dan variabel dependen dikumpulkan dan dinilai dalam satu waktu kemudian

penelitian kualitatif dilakukan untuk menggali informasi mendalam mengenai

pelaksanaan program investigasi kontak TB di Puskesmas Lampasi Kota

Payakumbuh.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1) Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei - Juni tahun 2022. Penelitian ini

dilakukan selama hari kerja.


2) Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1) Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang sedang makan obat

TBdi wilayah kerja Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh Yaitu Sebanyak

11 Orang.

2) Sampel

Menurut Sugiyono (2008) dalam Fuad (2014:58), purposive sampling

yaitu informan-informan yang peneliti tentukan merupakan orang-orang yang

menurut peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini,

karena mereka (informan) dalam kesehariannya senantiasa berurusan dengan

permasalahan yang sedang peneliti teliti. Adapun yang menjadi narasumber

atau key informant dalam penelitian ini adalah penyelenggara penemuan kasus

TB yang, meliputi:

1. Bidang Kessehatan masyarakat dan pengendalian pencegahan penyakit

2. Seksi pengendalian pencegahan penyakit (P3)

3. Pengelola Program TB

4. Kader TB

5. Pasien yang sedang makan Obat TB 3 orang

6. Untuk kelompok pendukung (20 orang kontak erat dari 11 pasien yaitu

220) untuk penelitian kuantitatif.


Untuk sampel dalam penelitian kuantitatif yaitu 11 pasien sedang

makan obat dengan kontar erat 20 orang, jadi total sampel semua kontak dari

kasus indek yg berjumlah 220 org. Penambahan sampel tersebut dimaksudkan

untuk lebih efektifnya melakukan penelitian supaya setiap sampel yang sudah

ditunjuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sehingga jumlah tersebut dapat

mewakili dari jumlah populasi yang ada.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Kuantitatif

Pengumpulan data kuantitatif dibagi atas data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Yaitu data yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan

pihak terkait mengenai informasi terkait dengan penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder meliputi tentang keadaan umum lokasi penelitian yang

diperoleh melalui pencatatan dan pelaporan dari instansi terkait dari

Puskesmas Lampasi Kota Payakumbuh.

2. Data Kualitatif

Data primer berupa teks wawancara dan diperoleh melalui wawancara

dengan informan yang sedang dijadikan sampel dalam penelitian (sumber

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data). Peneliti bertindak

sebagai fasilitator dan pewawancara. Proses pengambilan data dengan cara


wawancara mendalam (Indept Interview) menggunakan pedoman wawancara

dan pertanyaannya. Selam proses wawancara mendalam dilakukan pencatatan

dan di rekam untuk menangkap fenomena yang ada.

Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan

pedoman pedoman wawancara tetapi pelaksanaannya lebih bebas dan tidak

terikat dengan panduan yang disiapkan. Pewawancara dapat memperdalam

suatu informasi spesifik yang muncul dari informan tetapi tidak terdapat

dalam panduan. Hal ini bertujuan untuk menemukan masalah lebih terbuka

dan informan dapat mengemukakan pendapat dan idenya.

E. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Penelitian Kualitatif

1. Pedoman wawancara mendalam

2. Catatan lapangan dan kamera

2. Instrumen Penelitian Kuantitatif

Daftar pertanyaan (kuesioner)

Anda mungkin juga menyukai