TUGAS Resume Muhammad Afandi D10122850

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

RESUME DESENTRALISASI

Muhammad Afandi
D10122850
Kelas M Non Reguler

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2024
Salah satu perwujudan demokratisasi di Indonesia adalah keberadaan konsep desentralisasi
pemerintahan sejak era reformasi sebagai anti tesis dari konsep sentralisasi yang diterapkan Orde
Baru. Implikasinya, terjadi pergeseran lokus kekuasaan dari pusat ke daerah. Dengan semangat
desentralisasi, daerah semakin memiliki kewenangan berotonomi yang semakin luas.
Desentralisasi secara umum dikategorikan ke dalam dua perspektif utama, yakni perspektif
desentralisasi politik dan desentralisasi administrasi. Perspektif desentralisasi politik
menerjemahkan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah; sedangkan perspektif desentralisasi administrasi diartikan sebagai
pendelegasian wewenang administratif dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Jika
desentralisasi merupakan arena hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat yang
bertujuan untuk memberikan pengakuan terhadap eksistensi masyarakat lokal, memperkuat
identitas lokal, membangkitkan prakarsa dan inisiatif lokal, serta membagi kekuasaan dan
kekayaan kepada masyarakat lokal, dan mewujudkan otonomi luas.
Pandangan bahwa desentralisasi memiliki korelasi dengan demokrasi didasarkan pada
asumsi bahwa desentalisasi dapat membuka ruang yang lebih besar kepada masyarakat untuk
terlibat didalam proses pembuatan keputusan-keputusan politik di daerah. Hal ini berkaitan dengan
realitas bahwa setelah ada desentralisasi, lembaga-lembaga yang memiliki otoritas di dalam proses
pembuatan dan implementasi kebijakan publik itu lebih dekat dengan rakyat. Kedekatan itu juga
memungkinkan rakyat melakukan kontrol terhadap pemerintah daerah. Argumentasi ini selaras
dengan pandangan bahwa, Indonesia idealnya menerapkan demokrasi yang berbasis wilayah, yang
salah satu elemennya adalah desentralisasi territorial (politik).
Menurut Robert Endi Jaweng, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sejatinya
bertujuan membuka kesempatan bagi demokrasi lokal dan menjamin efisiensi/efektivitas
administrasi pemerintahan. Pada tujuan pertama, hal yang berupaya didorong adalah local
dynamic: partisipasi, kontrol, dan keterwakilan, sedangkan pada tujuan kedua dimaksudkan untuk
meningkatkan local capacity: rentang kendali pemerintahan, kapasitas fiskal, kualitas pelayanan
publik, dll.
Istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin “de” berarti lepas dan “centrum” artinya pusat.
Desentralisasi merupakan lawan kata dari sentralisasi sebab kata “de” dimaksudkan untuk menolak
kata sebelumnya. Sehingga desentralisasi bermakna melepas atau menjauh dari pusat.
Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat tetapi hanya menjauh dari pusat. United States
(PBB) memberikan batasan tentang desentraliasi bahwa merujuk pada pemindahan kekuasaan dari
pemerintah pusat baik melalui dekonsentrasi (delegasi) pada pejabat wilayah maupun melalui
devolusi pada badan-badan otonomi daerah.
Pemaknaan desentralisasi secara konstitusional yang distortif dapat dilihat dalam beberapa
aturan hukum, yaitu, UU No. 5 Tahun 1974 sebagai penyerahan urusan. UU No. 22 Tahun 1999
dan UU No. 32 Tahun 2004 memaknai desentralisasi sebagai penyerahan wewengan pemerintah.
Sementara dalam UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 2 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1975, Penpres
RI No. 6 Tahun 1959, dan UU No. 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit
dalam klausul dalam pasalpasalnya mengenai pengertian desentraliasi. oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Asas desentralisasi tumbuh dan berkembang seiring dengan tuntutan dan kebutuhan negara
demokrasi sejak lama. Asas desentralisasi baru banyak diperdebatkan khususnya di negara-negara
sedang berkembang pada tahun 1950-an. Pada periode ini dapat dikatakan sebagai “gelombang”
pertama konsep desentralisasi telah mendapat perhatian khusus dan telah diartikulasikan sebagai
konsep yang paling relevan untuk memperkuat dan memberdayakan penyelenggaraan pemerintah
lokal. Gelombang kedua gerakan desentralisasi utamanya di negara-negara sedang berkembang
adalah pada akhir tahun 1970- an.
Pemaknaan asas desentralisasi menjadi perdebatan di kalangan pakar dalam mengkaji dan
melihat penerapan asas ini dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Perdebatan yang muncul
diakibatkan oleh cara pandang dalam mengartikulasikan sisi mana desentralisasi diposisikan
dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Dari perdebatan pemaknaan asas desentralisasi masing-
masing pakar tersebut dapat diklasifikasi dalam beberapa pandangan,7 diantaranya: (1)
desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan; (2) desentralisasi sebagai
pelimpahan kekuasaan dan kewenangan; (3) desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran,
pemencaran, dan pemberian kekuasaan dan kewenangan; serta (4) desentralisasi sebagai sarana
dalam pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan.
Pertama, padangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan penyerahan
kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan yang sama antara Hazairin,
Kartasapoetra, Koswari, Seligman, dan Van den Berg yang menganggap bahwa desentralisasi
sebagai penyerahan kekuasaan (urusan) pemerintahan pusat kepada daerah. Sementara, De Ruiter
berpandangan bahwa penyerahan kekuasaan atau wewenang ini terjadi bukan dari pemerintahan
pusat, tetapi dari badan yang lebih tinggi kepada badan yang lebih rendah.
Kedua, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan pelimpahan
kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan Logemann, Cheema, Nellis, Rondinelli,
dan Litvack bahwa desentralisasi adalah sebagai pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah,
tetapi Litvack lebih jauh memaknai pemimpahan karena juga bisa kepada sektor swasta.
Sementara, Ateng berargumen bahwa menjadikan sarana dekonsentrasi sebagai pelimpahan
kewenangan dalam rangka desentralisasi.
Ketiga, pandangan pakar yang mengangagap bahwa desentralisasi dalam sistem
pemerintahan merupakan pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian kekuasaan, dan
kewenangan dapat dilihat dari pandangan yang dikemukakan oleh Duchacek dan Maryanov, yang
menganggap bahwa masalah desentralisasi berujung pada pembagian kekuasaan dan kewenangan
dalam suatu pemerintahan. Hal itu dipertegas Hofman yang memberi istilah administrative
decentralization, yang merupakan langkah dalam penyebaran kewenangan untuk menjalankan
urusanurusan pemerintahan, yang pada masa lalu disentralisasikan atau di pusatkan pada
pemerintah pusat.
Keempat, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan sarana dalam
pembagian dan pembentukan daerah dapat dilihat dari pandangan Aldelfer, Smith, dan Maddick.
Mereka memaknai desentralisasi menyangkut pembentukan daerah otonom dengan dilengkapi
kewenangankewenangan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tetentu.
Sementara, dalam kajian hukum tata negara, pemerintah yang berdasarkan desentralisasi
disebut staatskundige decentralisatie atau desentralisasi politik. Rakyat melalui wakil-wakilnya
turut serta dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah, dalam batas wilayah daerah masing-masing.
Pelimpahan kewenangan (delegation of authority) dalam staatskundige decentralisatie akan
berakibat beralihnya kewenangan pemerintahan pusat secara tetap kepada pemerintahan daerah.
Dalam suatu struktur desentralisasi, pemerintah tingkat bawahan merumuskan dan
mengimplimentasikan kebijakan secara independen, tanpa intervesi dari tingkatan pemerintahan
yang lebih tinggi. Adanya pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah tidak sebagai
sesuatu yang harus ditakuti oleh pemerintah pusat karena pemberian kewenangan tersebut tidak
akan terlepas dari kordinasi dan pengawasan pemerintah pusat. Pemberian otonomi kepada daerah
hanya sebagai salah satu usaha untuk lebih melancarkan tugas dan tanggungjawab pemerintah
pusat dalam penyelengaran urusan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di setiap
daerah.
Sementara, Yamin meletakkan desentralisasi sebagai syarat demokrasi karena konstitusi
disusun dalam kerangka negara kesatuan harus tercermin kepentingan daerah, melalui aturan
pembagian kekuasaan antara badan-badan pusat dan badan-badan daerah secara adil dan bijaksana
sehingga daerah memelihara kepentingannya dalam kerangka kesatuan. Susunan yang demokratis
membutuhkan pemecahan kekuasaan pemerintahan di tingkat pusat dan pembagian kekuasaan
antara pusat dan daerah. Disinilah diketengahkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi yang dapat
membendung arus sentralisasi.
Desentralisasi menurut Van der Pot dapat dibagi menjadi dua; desentralisasi teritorial dan
desentralisasi fungsional. Desentralisasi teritorial (territorial decentralisatie), yaitu pelimpahan
kekuasasan utnuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah masingmasing (otonom), yang
melahirkan badan-badan berdasarkan wilayah (gebieds corporaties), sedangkan desentralisasi
fungsional (fungsional decentralisatie) adalah pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan tertentu, yang muncul dalam bentuk badan-badan
dengan tujuan tertentu (doelcorporatie).
Desentralisasi dalam kerangka otonomi sejatinya harus berorientasi pada beberapa aspek,
yaitu :
1. aspek politik. Aspek ini untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi
masyarakat, dalam rangka pembangunan proses demokrasi lapisan bawah.
2. aspek manajemen pemerintahan. Aspek ini untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
3. aspek kemasyarakatan. Aspek ini untuk meningkatkan partisipasi serta untuk menumbuhkan
kemandirian masyarakat, dengan melakukan usaha pemberdayaan masyarakat, sehingga
masyarakat semakin mandiri.
4. aspek ekonomi pembangunan. Aspek ini untuk melancarkan pelaksanaan program
pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.
Desentralisasi dalam kaitannya hubungan pusat dan daerah, menurut Bagir Manan sejatinya
harus mengacu pada UUD 1945, yang secara eksplisit mempertimbangkan, Pertama, bentuk
hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk turut serta
(secara bebas) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kedua, bentuk hubungan antara
pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hakhak (rakyat) daerah untuk berinisiatif atau
berprakarsa. Ketiga, bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antara daerah
yang satu dengan daerah yang lainnya. Keempat, bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah
dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah.
Dengan demikian, makna utama desentraliasi terletak pada kewenangan pemerintah daerah
untuk menentukan kebijakannya sendiri sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat setempat.
Dengan penerapan otonomi daerah tersebut, banyak harapan diletakkan bagi penyelesaian
beragam permasalahan yang menghambat perkembangan dan kemajuan daerah.
Menurut Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam kerangka
desentralisasi ada empat macam, yaitu:
- Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara. UUD 1945
menghendaki kerakyatan dilaksanakan pada pemerintahan tingkat daerah. Ini berarti
UUD 1945 menghendaki keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan
tingkat daerah, dan keikutsertaan rakyat pada pemerintahan tingkat daerah hanya
dimungkinkan oleh desentralisasi.
- Dasar pemeliharaan dan pengembangan prinsipprinsip pemerintahan asli: pada tingkat
daerah, susunan pemerintahan asli yang ingin dipertahankan adalah yang sesuai dengan
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
- Dasar kebhinekaan: “Bhineka Tunggal Ika”, melambangkan keragaman Indonesia,
otonomi, atau desentralisasi merupakan salah satu cara untuk mengendorkan “spanning”
yang timbul dari keragaman.
- Dasar negara hukum: dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat
dipisahkan dari paham kerakyatan. Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan
membatasi kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas
dasar kekuasaan atau kedaulatan rakyat.
Daftar Pustaka
- Nama penulis : Lukman Santoso Az
- Judul buku : Hukum Pemerintahan Daerah; Mengurai Problematika Pemekaran Daerah
Pasca Reformasi di Indonesia

- Nama penerbit : Pustaka Pelajar


- Tahun terbit : 2015
- Kota terbit : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai