PEMBAHASAN

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALISIS II

ANALISIS KUANTITATIF KADAR ASETOSAL DALAM SEDIAAN FARMASI


DENGAN METODE TITRASI ASAM BASA TIDAK LANGSUNG

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Reina Amalia Asyabila 31121112

Nindya Rahmi Zihan 31121129

Dona Fitriani 31121132

PROGRAM STUDI SI FARMASI

UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

SEMESTER GENAP TAHUN 2023/2024


KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan ini tepat pada waktunya.
Dalam laporan praktikum ini kami membahas mengenai “Penetapan Kadar
Asetosal Menggunakan Metode Titrasi Asam Basa”. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Kimia Farmasi Analisis II

Ucapan terimakasih kepada Ibu Dra Hj. Lilis Tuslinah M.Si dan Ibu Ade Yeni
M.Farm sebagai dosen mata kuliah Praktikum Kimia Farmasi Analisis II yang
telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat wawasan terkait bidang studi ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada laporan
ini. Oleh karena itu, kami meminta pembaca memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami. Kritik dari pembaca kami harapkan untuk memperbaiki
laporan praktikum selanjutnya. Akhir kata semoga laporan praktikum ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua

Tasikmalaya, 18 Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asetosal atau asam asetil salisilat merupakan jenis obat turunan salisilat. nama
sistematis IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) asetosal
adalah asam 2-asetilbenzoat asam asetat. Asetosal memiliki rumus molekul C9H8O4
dengan berat molekul 180,16 g/mol, kelarutan dalam air 3 mg/mL. (20oC) titik leleh
135oC merupakan kristal dengan pemerian serbuk berwarna putih, tidak memiliki bau
yang kuat. Asetosal yang sering dikenal sebagai aspirin digunakan oleh masyarakat
luas sebagai analgesik atau penahan rasa sakit atau nyeri minor, antipiterik (penurun
demam) dan anti-inflamasi (peradangan). Penentuan kadar asetosal dalam sediaan
obat menjadi sangat penting untuk uji kualitas produk sebelum dan selama proses
produksi maupun setelah menjadi produk akhir (Kuntari et al., 2017).

Metode penetapan kadar asetosal telah banyak dikembangkan, diantaranya


titrasi asam basa, spektrofotometri sinar ultraviolet dan tampak yang memanfaatkan
reaksi Trinder yang didasari atas reaksi hidrolisis asetosal yang tahap berikutnya
dalam prosedurnya tersebut akan menghasilkan senyawa yang berwarna ungu-biru
kuat yang terbentuk antara asam salisilat dan besi (III). Beberapa penelitian juga telah
mengembangkan metode otomatisasi metode spektrofotometri sinar tampak dengan
menggunakan metode flow injection analysis pada tahap hidrolisisnya (Matias et al.,
2004; Rainsford, 2004).
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Zat yang akan ditentukan
kadarnya disebut sebagai ”titrant” dan biasanya diletakkan didalam erlenmeyer,
sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan
biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan
(Emmy Sahara, 2011).
Titrasi asam-basa adalah suatu titrasi dimana terjadi reaksi asam-basa/netralisasi
antara titran dan titrat. Jenis titrasi ini dapat dibedakan menjadi titrasi asidimetri, yaitu
titrasi basa dengan suatu asam sebagai titran dan titrasi alkalimetri, yaitu titrasi
dengan suatu basa sebagai titran (Emmy Sahara, 2011).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara menetapkan kadar senyawa asetosal yang terdapat dalam
sampel/tablet menggunakan metode titrasi asam basa tidak langsung?
C. Tujuan
Untuk mengetahui kadar senyawa asetosal yang terdapat dalam sampel/tablet
menggunakan metode titrasi asam basa tidak langsung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Asam asetilsalisilat yang lebih dikenal sebagai Asetosal atau Aspirin adalah
analgetik anatipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan
dalam obat bebas. Tablet asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat C9H804 dan
tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.
Tablet dengan kandungan asam asetilsaliisilat lebih besar dari 81 mg tidak mengandung
pemanis atau perisa lain (Kemenkes RI, 2020).

(Sumber: Chemdraw 12.0)


Gambar 1. Struktur Asetosal
Aspirin mudah diserap setelah pemberian oral dan dengan cepat dihidrolisis menjadi
asam salisilat, yang merupakan zat aktif. Asam salisilat terkonjugasi dengan asam
glukuronat dan glisin membentuk asil dan eter glukuronida dan asam salisilurat; beberapa
hidroksilasi juga terjadi menghasilkan turunan dihidroksi dan trihidroksi asam salisilat.
Aspirin diekskresikan hampir seluruhnya melalui urin dengan ~50–80% dosis sebagai
asam salisilat, 10–30% sebagai salisil O-glukuronida, 5% sebagai salicyl ester
glukuronida, dan 5–10% sebagai asam salisilat bebas, bersama dengan kecil jumlah asam
gentisat, asam gentisurat, dan obat yang tidak berubah; salisilat adalah diserap kembali
oleh tubulus ginjal dari urin asam dan dengan demikian diuresis basa meningkat tingkat
eliminasi salisilat; ~85% dosis diekskresikan sebagai asam salisilat bebas jika urin menjadi
basa. Aspirin merupakan metabolit aloksiprin dan benorilate (Williams, 1981).
Aspirin atau Acidium Acetylo salicylium (asam 2-asetilbenzoat) memiliki rumus
kimia yaitu C6H8O4, yang dapat dibuat dari asam salisilat yang di asetilisasikan dengan
asetil klorida atau anhidrin asam asetat dengan menggunakan katalalis H 2SO4. Sintesis
aspirin termasuk reaksi esterifikasi yakni merupakan reaksi pengubahan dari suatu asam
karboksilat dan alkohol menjadi suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi
juga sering disebut reaksi esterifikasi Fischer (Jumhari, 1995).

Sifat-sifat aspirin dapat dilihat dari beberapa sisi, dilihat dari sifat kimianya
yaitu:
a. Kelarutan aspirin dalam air 10 mg/ ml dalam suhu 200 C
b. Larut dalam etanol
c. Larut dalam eter
d. Larut dalam air
e. Merupakan senyawa polar
Dilihat dari sifat fisikanya, sebagai berikut:
a. Massa molekul relatif aspirin adalah 180 gram/mol
b. Titik leleh aspirin adlah 133,4 0c
c. Titik didih aspirin 140 0c
d. Aspirin merupakan senyawa padat berbentuk kristal an berwarna putih
e. Berat molekul aspirin 180,2 gram/ mol
f. Berat jenis aspirin 1,4 gram/ml
g. Pka 3,5 (Rainford, 2004).

Salah satu efek samping aspirin adalah pendarahan lambung, yang sebagian
disebabkan oleh sifat asamnya. Titrasi asam-basa merupakan suatu metode yang
memungkinkan dilakukannya analisis kuantitatif untuk menentukan konsentrasi larutan
asam atau basa yang tidak diketahui. Dalam titrasi asam-basa, basa akan bereaksi dengan
asam lemah dan membentuk suatu larutan yang mengandung asam lemah dan basa
terkonjugasi sampai semua asam ternetralkan.
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Asidimetri adalah suatu
metode analisa titrimetri yang didasarkan pada pengukuran saksama jumlah volume asam
yang digunakan, baik untuk zat-zat organik atau zat-zat anorganik, sedangkan pengukuran
jumlah kuantitatif asam yang terdapat dalam contoh dengan cara titrasi dengan basa yang
sesuai disebut alkalimetri. Dengan kata lain kedua cara ini mempunyai prinsip yang sama,
yaitu menetapkan kadar asam atau basa dengan cara penambahan sejumlah larutan asam
atau basa yang setara, dari jumlah volume larutan asam atau basa yang ditambahkan dapat
dihitung kadar asam atau basa. Pada prinsipnya asidimetri adalah analisa titrimetri yang
menggunakan asam kuat sebagai titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa
yang bersifat basa, ataupun pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa atau
garamnya) (Gandjar & Ibnu Gholib., 2007 ).
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat ataupun titrant. Titrasi
asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa atau dan sebaliknya. Agar mengetahui bila penambahan titran
dihentikan, dapat menggunakan sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang akan
berubah warnanya jika jumlah titran berlebih. Indikator asam basa terbuat dari asam atau
basa organik lemah, yang mempunyai warna berbeda ketika dalam keadaan terdisosiasi
maupun tidak. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat terjadi tepat pada titik ekivalen.
Saat titrasi diakhiri karena telah terjadi perubahan warna dari indikator disebut titik akhir
titrasi. Perubahan warna ini disebut asam atau basa berlebih dan kemudian di analisis
dengan menambahkan titran. Titik ekivalen terjadi jika jumlah mol asam = jumlah mol
basa ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) (Ai et al., 2016).

B. Sifat Fisikokimia Asetosal


Aspirin mempunyai rumus molekul C9H8O4; Mr 180.157 g/mol; kerapatan 1,40
g/cm³; titik lebur 135 °C (275 °F); titik didih 140 °C (284 °F) serta kelarutan dalam air
sebesar 3 mg/mL (20 °C).

- Pemerian : Hablur, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk
hablur; putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara
lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.
- Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam kloroform
dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak (Kemenkes RI, 2020).

 Formulasi

(Handbook Of Pharmaceutical Manufacturing, Vol.1)


BAB IV

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan

1. Pembakuan NaOH

Percobaan V. titrasi
1 12,3 mL
2 12,4 mL
3 12,4 mL
Rata-rata 12,36 mL

Mgrek As. Oksalat = Mgrek NaOH x N


mg
=VxN
Be
63
= 12,36 x N
63
N = 0,08 N
2. Pembakuan HCl

Percobaan V. titrasi
1 14,7 mL
2 14,6 mL
3 14,6 mL
Rata-rata 14,63 mL

VNaOH . NNaOH = VHCl x NHCl


V NaOH . N NaOH
= NHCl
V HCl
10 x 0 , 08
= NHCl
14 , 63
N = 0,05 N

3. Titrasi Blanko
Percobaan V. sebelum V. sesudah V. Titrasi
Rata-rata 7 mL 7,5 mL 0,5 mL

Volume NaOH yang bereaksi = V NaOH – V Blanko


= 12,36 mL – 0,5 mL
= 11,86 mL
4. Titrasi asam basa tidak langsung (asetosal)

Percobaan V. sebelum V. sesudah V. Titrasi


1 5 mL 6,4 mL 1,4 mL
2 7 mL 8,5 mL 1,5 mL
3 10 mL 11,5 mL 1,5 mL
Rata-rata 1,46 mL

 Penetapan kadar sampel asetosal


Vasetosal x Nasetosal = V NaOH x N NaOH

1,4 x N = 12,36 x 0,08

12, 3 6 x 0 ,0 8
N=
1,46

N = 0,677 N

 Massa analit
gr
N=
Be x V
gr = N x Be x V
gr = 0,677 x 180,16 x 0,01
gr = 1,219 gram

 Kadar asam salilisilat


massa analit
% kadar = x 100 %
massa sampel
1, 2 19 gram
= x 100 %
0 , 5 gram
= 243,8%
4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai tentang analisis senyawa golongan
asam secara kuantitatif pada sediaan farmasi. Senyawa golongan asam ini pada sediaan
farmasi bisa berbentuk solid, semisolid ataupun larutan. Pada kelompok kami mendapatkan
sampel berbentuk solid yaitu serbuk, sampel tersebut adalah asetosal dengan nomor sampel
244. Asetosal merupakan turunan dari asam hidroksi benzoate, asetosal ini bersifat asam
karena dapat mendonorkan proton. Pelepasan proton ini diakibatkan adanya ikatan rangkap
terkonjugasi pada gugus karboksil, Dimana atom O memiliki banyak pasangan electron
sehingga sifatnya elektronegatif. Hal ini disebabkan electron pada atom C akan lebih tertarik
oleh atom O yang menyebabkan atom C bersifat elektropositif. Karena atom C juga berikatan
dengan gugus OH sehingga atom O bersifat elektronegatif. Maka dari itu, atom H akan
elektropositif dan mendonorkan proton, sehingga senyawa ini dapat dikatakan asam karena
sesuai dengan teori Bronsted-Lowry yaitu asam sebagai pendonor proton (ion hydrogen) dan
basa sebagai menangkap proton. (Ibnu Gholib,2007)

Analisis yang digunakan yaitu titrasi asam basa dari sampel asetosal dengan metode tidak
langsung. Dilakukannya titrasi asam basa tidak langsung karena senyawa asetosal memiliki
nikali pKa lebih dari 3 yakni 3,5 sehingga lebih efektif fan akurat jika dilakukan dengan
metode titrasi asam basa tidak langsung. Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah
sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesic atau
Pereda rasa sakit tanpa menyebabkan ketidaksadaran penggunanya, antipiretik (terhadap
demam), dan anti inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat
digunakan dalam dosisi rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Selain
itu, aspirin digunakan juga sebagai antiplatelet untuk terapi stroke. Aspirin bekerja dengan
menghambat pembentukan tromboksan yang merupakan senyawa yang berperan dalam
pembekuan darah. Dengan dihambatnya tromboksan, maka terjadi hambatan pembekuan
darah. Hal ini dikarenakan pemberian pada dosis tinggi, aspirin berisiko menyebabkan
terjadinya pendarahan yang tentukan akan memperparah kondisi pasien. Aspirin selain
menghambat pembekuan darah, aspirin juga menghambat kerja prostaglandin sebagai salah
satu factor pelindung dinding saluran cerna. Oleh karena itu, aspirin harus diminum sesudah
makan agar tidak mengiritasi lambung dan hindari obat pada pasien dengan penyakit tukak
lambung berat. Aspirin sebaiknya juga tidak diberikan pada pasien penyakit asma karena
aspirin mempunyai efek samping bronkospasme (penyempitan pada saluran pernafasan) yang
dapat memperparah asma yang diderita pasien.

Prosedur pertama pada percobaan kali ini yaitu preparasi sampel. Sampel yang digunakan
adalah obat generic aspirin karena obat ini berwarna putih sehingga dapat memudahkan pada
pengamatan titik akhir titrasi. Sejumlah tablet aspirin digerus hingga halus untuk
memperbesar luas permukaan obat agar berkontak dengan pelarut lebih mudah. Selain itu
penggerusan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga mudah untuk dilarutkan.

Setelah melakukan perhitungan, sebanyak 10 mL sampel diencerkan dengan etanol 96%


menjadi 50 mL. sebelum dilakukan titrasi, dilakukan terlebih dahulu pembakuan NaOH
dengan asam oksalat sebagai pelarut primer tujuannya untuk mengetahui normalitas yang
sebenarnya dari NaOH. Hasil diperoleh 3x pengulangan. Kemudian dilakukan pembakuan
HCl dengan NaOH yang telah dibakukan untuk mengetahui konsentrasi dari HCl sehingga
nantinya dapat digunakan dalam mencari kadar sampel asetosal, hasil yang diperoleh yaitu

Larutan yang telah diencerkan menjadi 50 mL, diambil 10 mL tambahkan NaOH berlebih,
dan indicator PP (fenolftalin), lakukan titrasi dengan larutan HCl. Meskipun volume larutan
asetosal yang digunakan untuk titrasi pada masing-masing Erlenmeyer adalah sama,
sebanyak 10 mL namun data menunjukan bahwa volume HCl yang dibutuhkan agar larutan
asetosal mencapai titik kesetimbangan mempunyai jumlah yang berbeda-beda. Persamaan
reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Adapun tujuan dari penambahan indicator fenolftalein untuk mengetahui titik akhir titrasi
dengan memberi perubahan warna menjadi merah muda. Fenoftlaein memiliki nilai pKa 9,4
dan akan berubah pada rentang pH 8,4-10,4. Dimana pada rentang tersebut fenolftalein akan
mengalami pengaturan ulang struktur karena satu proton dihilangkan dari salah satu gugus
fenolnya seiring dengan meningkatnya pH sehingga menyebabkan perubahan warna (Watson,
2007).

Selanjutnya, dilakukan titrasi blanko. Dimana titrasi blanko ini bertujuan untuk mengetahui
volume titran menggunakan HCl yang bereaksi dengan pelarut. Dalam praktikum ini, titrasi
blanko dilakukan dengan pelarut etanol 96% yang dititrasi dengan HCl. Untuk perlakuan
sama dengan titrasi pembakuan sebanyak 10 mL dan etanol 96% ditambahkan 2 tetes
indicator PP dan ditambahkan 25 mL NaOH berlebih lalu dititrasi menggunakan HCl hinggan
warna merah muda larutan tersebut berubah menjadi warna bening/tidak berwarna. Volume
HCl yang diperoleh dari titrasi blanko ini digunakan sebagai salah satu komponen untuk
penentuan volume NaOH yang bereaksi dengan analit. Titrasi blanko dilakukan pada etanol
96% karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel analit (asetosal) adalah etanol
96%.

Hasil akhir dari titrasi asetosal dengan volume NaOH berlebih yang ditambah sebanyak 25
mL didapat volume NaOH berlebih yang bereaksi dengan sampel sebesar 11,86 mL dan.
Dimana hasil tersebut dapat digunakan untuk menghitung normalitas dari sampel sehingga
diperoleh 0,677 N. Setelah semua telah diketahui konsentrasi analit (asetosal), dapat dihitung
bobot asetosal dalam larutan sampel. Dengan konsentrasi asetosal bobot asetosal dalam 50
mL larutan sampel adalah 1,219 gram dalam 100 mL. sehingga penetapan kadar sampel
dalam larutan sampel adalah 243,8%
Kesimpulan
Daftar Pustaka

Emmy Sahara. (2011). Analisis Kuantitatif Aspirin Dalam Tablet Dengan Titrasi Asam Basa.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Kemenkes RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. In Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kuntari, K., Aprianto, T., Noor, R. H., & Baruji, B. (2017). Verifikasi Metode Penentuan
Asetosal Dalam Obat Sakit Kepala Dengan Metode Spektrofotometri Uv. JST (Jurnal
Sains Dan Teknologi), 6(1), 31–40. https://doi.org/10.23887/jstundiksha.v6i1.9398
Williams, D. G. (1981). Drugs and Poisons. Renal Disease: An Illustrated Guide, 73–76.
https://doi.org/10.1007/978-94-009-8066-2_9
Rainford, D. 2004. Aspirin dan Obat Terkait. Diterjemahkan oleh Andi S. Erlangga, Jakarta.

Niazi, S. K. (n.d.). Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations :


Compressed Solid Products (Volume 1, p. 213).
Jumhari, A. 1995. Sinsopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan.
Hipokrates. Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai