BAB I Geby

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keterampilan membaca dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
salah satu keterampilan dasar berbahasa yang diajarkan di sekolah. Pengajaran
membaca haruslah berisi usaha-usaha yang dapat membawa serangkaian
keterampilan. Keterampilan tersebut erat hubungannya dengan proses-proses
mendasari pikiran semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerdas dan jelas
pula jalan pikirannya.
Membaca merupakan suatu keterampilan yang sangat penting perannya dalam
kehidupan. Dengan membaca seseorang mendapatkan pengetahuan dan informasi
dari penjuru dunia. Menurut Nurgiyantoro (2010: 368) bahwa kegiatan membaca
merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat reseptif kedua setelah menyimak.
Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi
yang dapat membuka dan memperluas dunia dan horison seseorang.
Poerwadarminta (1984: 71) menyatakan membaca merupakan suatu kegiatan
melihat tulisan dan mengerti atau melisankan apa yang tertulis. Membaca
merupakan keharusan yang harus dipenuhi dalam setiap diri manusia. Manusia
yang berbudaya dan berpendidikan menjadikan membaca adalah kebutuhan dalam
berkomunikasi.
Meningkatkan kemampuan membaca siswa di kelas III SDN 9 Kwandang,
diharapkan mempunyai kemampuan dalam memilih serta menggunakan
pendekatan pembelajaran secara tepat. Pendekatan pembelajaran bahasa lebih
ditekankan pada pendekatan komunikatif, yaitu keterampilan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk berkomunikasi. Pendekatan
komunikatif sepenuhnya dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas
apabila siswa terlibat aktif. yaitu keterampilan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar untuk berkomunikasi. Penguasaan Bahasa Indonesia yang
baik dapat diketahui dari standar kompetensi yang meliputi, membaca, menulis,
berbicara, dan mendengar (menyimak).

1
Membaca dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa
untuk mencapai kemampuan membaca. Pembelajaran membaca tidak semata-
mata dilakukan agar siswa mampu membaca akan tetapi sebagai proses untuk
melibatkan aktivitas mental dan berfikir siswa dalam memahami sebuah wacana
tertulis.
Salah satu bentuk keterampilan dalam membaca yang dikembangkan adalah
keterampilan membaca cepat. Kemampuan siswa dalam membaca cepat
merupakan sasatu hal penting yang perlu dicapai dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia.
Berdasarkan kenyataan yang diperoleh pada hasil obsevasi awal yang
dilakukan pada tangal 22 Agustus 2023 dan pemantauan yang didapatkan pada
saat melaksanakan program kampus mengajar ditahun ajaran 2023 khususnya di
kelas III SDN 9 Kwandang menunjukan bahwa dari 18 siswa yang ada di kelas III
hanya ada 5 siswa atau (28%) yang dapat membaca cepat dengan baik. Sedangkan
13 orang siswa lainnya (72%) belum dapat membaca cepat dengan baik. Indikasi
rendahnya kemampuan siswa dalam membaca cepat ditunjukan oleh beberapa hal
sebagai berikut: (1) Kuranya latihan membaca ,(2) Keterbatasan kosakata (3)
Kurangnya pemahaman bacaan (4) Kurangnya minat terhadap bahan bacaan (5)
Masalah penglihatan atau gangguan pembelajaran (6 )Kurangnya teknik membaca
efektif
Dari pemasalahan ini peneliti ingin mencoba meningkatkan kemampuan
siswa yakni dengan memilih salah satu model pembelajaran, yakni model
pembelajaran problem based learning (PBL)sebab model pembelajaran ini siswa
akan belajar dengan situasi yang menyenangkan.
dengan menerapkan Model Problem Based Learning dimana model
pembelajaran tersebut dapat melatih kemampuan berpikir yang dimiliki siswa.
Siswa yang berperan aktif dalam sebuah kelompok untuk menemukan
pengetahuan, yaitu menemukan konsep pembelajaran dan memecahkan
permasalahan. Seperti yang dikemukakan oleh Tan “Pembelajaran Berbasis
Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan

2
berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau
tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji
dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.” Metode
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang didasarkan
pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni
penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang
nyata.
Berdasarkan permasalahan ini, maka peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Siswa Membaca Cepat Melalui
Model prolem based learning Pada Siswa Kelas III SDN 9 kwandang
Kabupaten Gorontalo Utara”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, terdapat masalah yang dapat diidentifikasi
dalam penelitian ini yakni masih sebagian besar siswa belum mampu membaca
cepat, belum optimalnya penggunaan model pembelajaran dalam membaca cepat,.
Kurangnya latihan membaca di sekolah maupun di rumah.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini “ Apakah melalui model problem based learning
kemampuan membaca cepat siswa kelas III SDN 9 Kwandang Kabupaten
Gorontalo Utara dapat ditingkatkan?”.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan menelitian ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan membaca cepat melalui model problem based learning pada siswa
kelas III SDN 9 Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.
1.5 Pemecahan Masalah
Masalah rendahnya kemampuan membaca cepat pada siswa kelas III SDN 9
Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara yang mengakibatkan menurunnya hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

3
Menurut pendapat Menurut Imas dan Berlin (2016:83) Adapun langkah-
langkah dalam menerapkan model pembelajaran talking stick dikelas sebagai
berikut:
a. Guru menyiapkan tongkat atau stick berukuran 20 cm yang akan menjadi
alat dalam proses pembelajaran dikelas.
b. Setelah itu guru menyampaikan materi pembelajaran Siswa
c. Guru memberikan waktu sekitar 20 menit kepada Siswa untuk memahami
pembelajaran yang telah dijelaskan oleh guru serta mempersilahkan
kepada Siswa untuk membaca materi pokok pembelajaran di buku atau
LKS yang digunakan pada saat proses pembelajaran dikelas.
d. Setelah waktu habis maka guru akan meminta siswa untuk menutup semua
buku yang ada dimeja.
e. Guru memulai memainkan tongkat dengan diiringi musik daerah.
f. Ketika musik masih bernyanyi tongkat akan terus berpindah-pindah ke
Siswa
g. Namun ketika musik berhenti Siswa yang terakhir memegang tongkat
tersebutlah yang akan menjawab pertanyaan dari guru.
h. Langkah-langkah tersebut akan terus terulang hingga semua siswa
mendapatkan giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.
1.6 Manfaat Penelitian
. Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
a) Bagi Guru
Bagi guru penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi guru
dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca cepat melalui model
problem based learning
b) Bagi Siswa
Siswa memperoleh pengalaman baru dengan model pembelajaran yang
bervariasi dan diharapkan dapat memberikan peningkatan pembelajaran dan
hasil pembelajaranya.
c) Bagi Sekolah

4
Penelitian ini dapat dijadikan masukan kebijakan dalam upaya
meningkatkan proses belajar dalam rangka Perbaikan dan peningkatan
kualitas proses pembelajaran.

d) Bagi Peneliti
Sebagai ilmu pengetahuan baru dan referensi penggunaan media yang
dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar siswa kelak menjadi guru
nanti.

5
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTENSIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Kemampuan Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/bahasa tulis (Ganeas & Mintarsih, 2017)Pendapat tersebut
didukung oleh Akhadiah, dkk membaca adalah suatu kesatuan kegiatan yang
terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata,
menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan
mengenai maksud bacaan.
Menurut (Hosen, 2016)Mendefinisikan membaca sebagai proses memperoleh
makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat
pasif dan respektif saja, melainkan menghendaki pembaca untuk aktif berpikir.
Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan bahasa itu
sendiriTanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.
Membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental.
Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman
penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat
membaca dengan baik jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu
menggerakkan mata secara lincah, mengingat simbol-simbol bahasa dengan tepat
dan memiliki penalaran yang cukup untuk memahami bacaan.
Menurut (Putra Antara et al., 2019)mendefinisikan membaca adalah suatu
proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk menerima pesan,
suatu metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri
kadang-kadang orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung
atau tersirat padalambang-lambang tertulis. Lebih singkatnya membaca adalah
memetik serta
Menurut (Fathurrohman, 2019) Membaca merupakan salah satu dari
keterampilan berbahasa yang terdapat dalam kurikulum Bahasa dan Sastra

6
Indonesia. Selain keterampilan membaca ada empat keterampilan lain yaitu
keterampilan menyimak,keterampilan berbicara keterampilan mendengarkan, dan
keterampilan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut itu erat sekali
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Dalam
memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya melalui suatu hubungan urutan
yang teratur: mula-mula pada masa kecil belajar menyimak bahasa, kemudian
berbicara,sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Keempatnya merupakan
suatu kesatuan. dan mengatakan keterampilan membaca pada umumnya diperoleh
dengan mempelajarinya di sekolah. Keterampilan berbahasa ini merupakan suatau
keterampilan yang sangat unik serta berperan penting bagi. pengembangan
pengetahuan, sebagai alat komunikasi bagi kehidupan manusia. Dikatakan unik
karena tidak semua manusia, walaupun telah memiliki keterampilan membaca,
mampu mengembangkannya menjadi alat untuk memberdayakan dirinya atau
bahkan menjadikannya budaya bagi dirinya sendiri. Dikatakan penting bagi
pengembangan pengetahuan karena persentase transfer ilmu pengetahuan
terbanyak dilakukan melalui membaca.
Menurut (Nurhadi, 2011) membaca adalah suatu proses yang kompleks dan
rumit. Kompleks artinya dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal
dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal dapat berupa intelegensi (IQ),
minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan sebagainya. Faktor eksternal
bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana-berat, mudah-sulit),
faktor lingkungan, atau faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan, dan
tradisi membaca. Rumit bahwa faktor internal dan eksternal saling bertautan atau
berhubungan, membentuk semacam koordinasi yang rumit untuk menunjang
pemahaman terhadap bacaan.
Untuk meningkatkan prestasi belajar membaca siswa di kelas I SD maupun,
guru diharapkan mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam memilih serta
menggunakan pendekatan pembelajaran secara tepat. Pendekatan pembelajaran
bahasa lebih ditekankan pada pendekatan komunikatif, yaitu keterampilan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk berkomunikasi
menyatakan bahwa membaca adalah suatu aktivitas untuk menangkap informasi

7
bacaan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan
secara literal, inferensial, evaluative dan kreatif dengan memanfaatkan
pengalaman belajar pembaca. Sedangkan, Kridalaksana menyatakan bahwa
membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk
urutan lambing-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna
dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras.
Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas maka dapat di simpulkan
membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar
tindakan yang terpisah-pisah, misalnya pembaca harus menggunakan pengertian
dan khayalan, mengamati, dan mengingatingat untuk memperoleh informasi
dalam bacaan. Senada dengan pendapat tersebut. menjelaskan membaca adalah
suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan. Kemampuan membaca
merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut kerja sama antara
sejumlah kemampuan. Untuk dapat membaca suatu bacaan, seseorang harus dapat
menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Membaca merupakan salah
satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif
karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi, ilmu
pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui
bacaan itu akan memungkinkan orang tersebut mampu mempertinggi daya
pikirannya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya.
2.1.2 Tujuan Membaca
Menurut (Wahyuningsih, 2020) Mengemukakan bahwa tujuan membaca
mencakup hal-hal meliputi: kesenangan, menyempurnakan membaca nyaring,
menggunakan strategi tertentu, memperbaharui pengetahuan tentang suatu topik.
Selain itu, membaca juga bertujuan untuk mengaitkan informasi baru dengan
informasi yang telah diketahui, memperoleh informasi untuk laporan lisan atau
tertulis, mengkonfirmasi atau menolak prediksi, menampilkan suatu eksperimen
atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa
cara lain dan mempelajari tentang struktur teks; serta untuk menjawab berbagai
pertanyaan yang spesifik.

8
Mengemukakan bahwa tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari
serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti
(meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif seseorang
dalam membaca. Tarigan 2020 secara lebih rinci menyebutkan beberapa tujuan
dari membaca adalah sebagai berikut.
a) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan- penemuan yang
telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang
telah terjadi pada tokoh khusus atau untuk memecahkan masalah-masalah
yang dibuat oleh tokoh. Adapun membaca seperti ini disebut membaca
untuk memperolehperincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details
or facts).
b) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik
dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa- apa yang dipelajari
atau yang dialami tokoh, merangkum hal-hal yang dilakukan oleh tokoh
untuk mencapai tujuanny Adapun membaca seperti ini disebut membaca
untuk memperoleh ide-idutama (reading for main ideas).
c) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap
bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga atau
seterusnya. Hal ini disebut membaca untuk mengetahui urutan/susunan
atau organisasi cerita (Readin ForSequence Of Organization).
d) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh
merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh
pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-
kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau
gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan atau membaca inferensi
(Reading for inference).
e) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa,
tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalamcerita, atau
apakah cerita itu benar atau tidak benar. Hal ini disebut membaca untuk
mengelompokkan atau membaca untuk mengklasifikasikan (Reading to
clasify).

9
f) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan
ukuran-ukuran tertentu, apakah pembaca ingin berbuat seperti yang
diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita
tersebut. Ini disebut membaca menilai atau membaca mengevaluasi
(Reading to evaluate).
g) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh
berubah,bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang dikenal
pembaca, bagimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagiamana
tokoh menyerupai pembaca. Hal ini disebut membaca untuk
memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or
contras).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca
mencakup kesenangan, menyempurnakan membaca nyaring, menggunakan
strategi khusus, memperbaharui pengetahuan, mengaitkan informasi baru dengan
yang sudah diketahui, memperoleh informasi untuk laporan, mengkonfirmasi
atau menolak prediksi, menampilkan eksperimen, mengaplikasikan informasi,
mempelajari struktur teks, dan menjawab pertanyaan spesifik.
2.1.3 Manfaat Membaca
Menurut (Kartini, 2014) manfaat membaca adalah salah satu dari empat
keterampilan berbahasa yang disajikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
selain keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, dan ketrampilan menulis.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang Sistim
Penelitian Nasional, bahwa membaca merupakan salah satu dari empat
keterampilan pokok yang harus dibina dan dikembangkan dalam penelitian
bahasa. mendefinisikan membaca sebagai proses memperoleh makna dari cetakan.
Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yangbersifat pasif dan respektif saja,
melainkan menghendaki pembaca untuk aktifberpikir. Untuk memperoleh makna
dari teks, pembaca harus menyertakan latar belakang ”bidang” pengetahuan, topik
dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri, tanpa hal-hal tersebut
selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca bahasa itu sendiri.Tanpa hal-hal
tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi.

10
Menurut (Irdawati, 2017)membaca merupakan aktivitas kompleks yang
mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah
gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan
pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika mampu melihat huruf-huruf
dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat simbol-simbol
bahasa dengan tepat dan memiliki penalaranyang cukup untuk memahami bacaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulan membaca merupakan salah satu
dari empat keterampilan berbahasa, sejalan dengan Undang-undang No 2 tahun
1989 tentang sistim penelitian Nasional. Membaca dianggap sebagai proses
memperoleh makna dari cetakan, memerlukan keterlibatan aktif pembaca dengan
latar belakang pengetahuan, topik, dan pemahaman sistem bahasa.
2.1.4 Tingkat Perkembangan anak dalam membaca
Tingkat kesiapan anak kelas 1 Sekolah Dasar berbeda-beda. Anak kelas
III yang berasal dari taman kanak-kanak lebih siap daripada yang sama sekali
belum bersekolah. Untuk itulah guru hendaknya memberikan perhatian khusus
kepada anak yang belum siap agar segera dapat menyesuaikan diri, sedangkan
anak yang sudah siap hendaknya diberi kegiatan tambahan.
Kegiatan membaca perlu diperhatikan faktor kesehatan anak diantaranya:
1. sikap duduk, sikap duduk yang baik dalam membaca adalah, dada tidak
menempel pada meja, badan tegak, jarak mata dengan buku 25-30 cm.
2. penerangan/cahaya cukup, tidak menyilaukan, sinar lebih kuat dari arah
kiri.
3. letak buku, letak buku hendaknya sejajar dengan pinggir meja tulis.
2.1.5 Teknik Membaca
Menurut Dalman untuk menemukan informasi fokus secara efisien, ada
beberapa teknik membaca yang digunakan, yaitu
a. Baca – pilih (selecting) adalah bahwa pembaca memilih bahan bacaan dan
bagian (bagian-bagian) bacaan yang dianggapnya relevan, atau berisi
infomasi fokus yang ditentukannya.

11
b. Baca – lompat (skipping) ialah bahwa pembaca dalam menemukan bagian
atau bagian-bagian bacaan yang relevan, melampaui atau melompati
bagain-bagain lain.
c. Baca – layap ( skimming) yaitu membaca dengan cepat untuk mengetahui
isi umum suatu bacaan atau bagaiannya, isi umum yang dimaksud adalah
informasi fokus tetapi mungkin juga hanya sebagai dasar untuk menduga
apakah.
d. Baca–tatap (scanning) yaitu membaca dengan cepat dan dengan
memusatkan perhatian untuk menemukan bagaian bacaan yang berisi
informasi fokus yang telah ditentukan, dan seterusnya membaca bagian itu
dengan teliti sehingga informasi fokus itu ditemukan dengan tepat dan
dipahami benar.
2.1.6 Aspek – aspek Membaca
Menurut (Tarigan) Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks
yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya.
Sebagai garis besarnya, terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu :
a) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap
berbeda pada urutan yang lebih rendah (lower orde). Aspek ini mencakup :
1. Pengenalan bentuk huruf.
2. Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem / grafem, kata, frase, pola,
klausa, kalimat, dan lain-lain)
3. Pengenalan hubungan / garis miring korespondensi pola ejaan dan
bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”)
4. Kecepatan membaca ketaraf lambat
b) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprenhension skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini
mencakup
1. Memahami pengertian sederhana ( leksikal, gramatikal, retorikal)
2. Memahami signifikansi atau makna (a.l. maksud dan tujuan
pengarangan, relevansi/keadaan kebudayaa, dan reaksi pembaca)

12
3. Evaluasi atau penilaian ( isi, bentuk )
4. Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan
keadaan.

2.1.7 Jenis – jenis membaca


Menurut Henry Guntur Tarigan membedakan jenis-jenis membaca menjadi
dua macam, yaitu: 1) membaca nyaring dan 2) membaca dalam hati. Untuk
keterampilan pemahaman, yang paling tepat adalah membaca dalam hati, yang
terdiri dari:
Pada umumnya siswa yang duduk di kelas I, II, III dan IV proses membaca
yang dilakukan adalah:
1) membaca ekstensif, dan
2) membaca intensif.
Membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak
mungkin teks dalam waktu yang sesingkat mungkin. Tuntutan kegiatan membaca
ekstensif adalah untuk memahami isi yang penting-penting dengan cepat sehingga
dengan demikian membaca secara efisien dapat terlaksana Membaca ekstensif
meliputi membaca survei, sekilas, dan dangkal.
Membaca intensif lebih mengutamakan pada pengertian, pemahaman yang
mendalam, dan terperinciMembaca intensif dibagi atas membaca telaah isi dan
telaah bahasa. Membaca telaah isi meliputi membaca teliti, pemahaman, kritis,
dan membaca ide-ide sedangkan membaca telaah bahasa terdiri dari membaca
bahasa dan sastra.
1. Membaca bersuara (membaca nyaring)
Yaitu membaca yang dilakukan dengan bersuara, biasanya dilakukan
olehkelas tinggi / besar. Pelaksanaan membaca keras bagi siswa Sekolah
Dasardilakukan seperti berikut:
a) Membaca Klasikal
b) yaitu membaca yang dilakukan secara bersama-samadalam satu kelas.

13
c) Membaca berkelompok yaitu membaca yang dilakukan oleh sekelompok
siswa dalam satu kelas.
d) Membaca Perorangan yaitu membaca yang dilakukan secara individu.
e) Membaca perorangan
f) diperlukan keberanian siswa dan mudah dikontrololeh guru. Biasa
dilaksanakan untuk mengadakan penilaian.
2. Membaca dalam hati
Membaca dalam hati yaitu membaca dengan tidak mengeluarkan kata-kata
atau suara.
3. Membaca teknik
Membaca teknik hampir sama dengan membaca keras. Membaca teknik
ialahcara membaca yang mencakup sikap, dan intonasi bahasa.Latihan-latihan
yang diperlukadiantaranya :
a. Latihan membaca di tempat duduk.
b. Latihan membaca di depan kelas.
c. Latihan membaca di mimbar.
d. Latihan membacakan.
2.2 Membaca Cepat
2.2.1 Pengertian Membaca Cepat
(Pratitis, 2014) Membaca cepat adalah membaca mengutamakan kecepatan
dengan tidak mengabaikan pemahamannya. Biasanya kecepatan membaca itu
dikaitan dengan tujuan membaca, keperluan, dan bahan bacaan. artinya, seorang
pembaca cepat yang baik,tidak menerapkan kecepatan membacanya secara
konstan diberbagai cuaca dan keadaan membaca. Penerapan kemampuan
membaca cepat disesuaikan dengan tujuan membacanya,aspek bacaan yang digali
(keperluan) dan berat ringannya bahan bacaannya.
(Fajrin, 2018) Membaca cepat dilakukan secara zig-zag atau vertikal, punya
prinsip melaju terus. Ia hanya mementingkan kata-kata kunci atau hal-hal yang
penting saja, ditempuh dengan jalan melompati kata-kata dan ide-ide penjelas.
Kegiatan membaca cepat, biasanya dikaitkan dengan tiga hal, yaitu tujuan
membaca, keperluan membaca, dan bahan bacaan. Orang akan membaca cepat

14
jika tujuan membacanya hanya untuk mengetahui atau mendapatkan gagasan
besar atau ide pokok atau informasi umum dari sebuah teks bacaan, baik buku,
koran, dan lain-lain. Orang akan membaca cepat jika keperluan membacanya
hanya untuk memahami dan mengambil gagasan utama, tanpa peduli pada detail
isi bahan bacaan tersebut. Orang akan membaca cepat jika teks atau bahan
bacaannya tergolong ringan atau sedang.
Membaca cepat adalah membaca yang dilakukan dengan mengukur kecepa
tan membaca tanpa menghilangkan makna dari bacaan tersebut Tujuannya adalah
untuk memperoleh informasi, gagasan utama, dan penjelasan dari suatu bacaan
dalam waktu yang singkat. Speed reading juga merupakan keterampilan yang
harus dipelajari agar mampu membaca lebih cepat. Tidak ada orang yang dapat
membaca cepat karena bakat.
Menurut (Dra.Murtiningsih, 2013) Cepat bukan jenis membaca yang ingin
memperoleh jumlah bacaan atau halaman yang banyak dalam waktu yang singkat.
Pelajaran ini diberikan dengan tujuan siswa dasar dalam waktu yang singkat dpat
membaca lancar dan dapat memahami isinya secara tepat dan cermat.jenis ini
dilaksanakan tanpa suara.
Membaca cepat merupakan system mebaca dengan memperhitungkan waktu
membaca dan tingkat pemahaman terhadap bahan yang dibacanya, Apabila
seseorang dapat membaca dengan waktu yang sedikit dan pemahaman yang tinggi
maka seseorang tersebut dapat dikatan pembaca cepat.
2.2.2 Pembelajaran Membaca Cepat
Menurut (Handayani & Hidayat, 2018) Dalam membaca cepat bahan bacaan
harus benar-benar mendapat perhatian dari guru yaitu terbatasnya bahan tersebut
dari kata-kata sukar, ungkapan-ungkapan baru, frase atau kalimat-kalimat yang
cukup kompleks.
Prinsip pembelajaran membaca cepat pertama, membaca bukanlah hanya
mengenal huruf dan bunyi. Kedua,membaca dan menguasai Bahasa terjadi
serempak. ketiga, membaca dan berpikir serempak. Orang tidak dapat membaca
tanpa menggunakan pikiran dan perasaan. Keempat, membaca menghubungankan
lambang tulis dengan ide dan rujukan yang ada dibelakan lambang huruf. Kelima,

15
membaca berarti memahami hal ini berarti bahwa pembelajaran membaca pada
pemahaman.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca
Menurut pearson (dalam pamungkas 2008) factor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan membaca adalah factor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal)
faktor dalam (internal) meliputi kompetensi Bahasa, minat dan motivasi,sikap dan
kebiasaan,dan kemampuan membaca. Faktor luar (eksternal) dibagi menjadi dua
kriteria, yaitu (a) unsur dalam bacaan, dan (b) sifat-sifat lingkungan baca. Unsur
dalam bacaan berkaitan dengan keterbacaan dan faktor organisasi teks. Sifat
lingkungan baca berkenaan dengan fasilatas, guru,model pengajaran, dan lain-
lain.
Ada tiga faktor yang menentukan kecepatan membaca seseorang menurut
Drs. Suwaryono dalam pratanti (2002:69) yaitu gerak mata, koskata, konsentrasi.
Uraiannya sebagai berikut:
1. Gerak Mata
Gerak mata adalah gerak mata pada saat membaca berlangsung, yaitu
gerak mata mengikuti baris-baris tulisan untuk mengerti isi seluruh
kalimat.
2. Kosakata
Seseorang akan dapat membaca sebuah wacana dengan cepat dan
mempunyai pemahaman yang tinggi apabila kata-kata yang ada dalam
wacana tersebut dikuasi dengan baik.
3. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan faktor yang cukup menentukan keberhasilan
dalam membaca cepat.
b. Faktor penghambatan membaca cepat
Faktor-faktor yang menjadi penghambat membaca cepat menurut soedarso
(2010:5-9) meliputi :
1. Vakalisasi
Vakalisasi atau membaca dengan bersuara sangat memperlambat membaca
karena itu berarti mengucapkan kata demi kata dengan lengkap.

16
2. Gerak bibir
Menggerakan atau komat-komit sewaktu membaca, sekalipun tidak
menggeluarkan suara, sama lambatnya dengan membaca bersuara.
Kecepatan membaca bersuara sama ataupun dengan gerakan bibir hanya
seperempat dari kecepatan membaca secara diam.
3. Gerakan kepala
Pada saat masih kanak-kanak menggerakan kepala dari kanan ke kiri untuk
dapat membaca baris-baris bacaan secara lengkap setelah dewasa
penglihatan kita telah mampu secara optimal sehingga seharusnya cukup
mata saja yang bergerak.
4. Menunjuk dengan jari
Cara membaca dengan menunjuk dengan jari atau benda lain itu sangat
menghambat membaca sebab gerakan tangan lebih lambat dari pada
gerakan mata.
5. Regresi
Regresi yaitu untuk melihat kata atau beberapa kata yang baru dibaca itu
menjadi hambatan yang serius dalam membaca.
2.2.3 Langkah-Langkah Membaca Cepat
1. Membaca teks dalam hati
2. Berkonstrasi hanya pada bacaan
3. Tidak mengerakan bibir untuk melafalkan kata yang dibacakan
4. Tidak menggunakan jari atau benda lain untuk menunjukan kata demi kata
5. Tidak menggerakan kepala kekiri dan kekanan
6. Tidak mengulang kata atau kalimat yang sudah dibacakan
7. Tidak mengeja huruf pada kata yang dibacakan dalam hati
2.3 Problem Based Learning (PBL)
2.3.1 Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning yang selanjutnya disebut PBL, adalah salah satu
model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik tersebut dengan berbagai
masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model pembelajaran ini,
peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah

17
kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus
dari bangku sekolah.
Model Problem Based Learning adalah “cara penyajian bahan pelajaran
dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan
disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau ja “Model pembelajaran yang
berlandaskan kontruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam
belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah yang kontekstual didasarkan pada
banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni
penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang
nyata.”waban oleh siswa”.
Berdasarkan pendapat Arends, pada esensinya pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning) adalah “Model pembelajaran yang
berlandaskan kontruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam
belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah yang kontekstual didasarkan pada
banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni
penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang
nyata.”
Model Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan. Boud dan Falleti (1997)
mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling
signifikan dalam pendidikan. Margetson (1994) mengemukakan bahwa kurikulum
PBM membantu untuk meningkatkan perkembangan ketrampilan belajar
sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuk, reflektif, kritis dan belajar aktif.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
Problem Based Learning (PBL) siswa diharapkan dapat menggunakan aktivitas
mentalnya sehingga siswa dapat aktif saat proses pembelajaran berlangsung, dan
diharapkan dengan meningkatkan hasil belajar siswa. Melalui PBL, seorang siswa
akan memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah yang selanjutnya dapat
ia terapkan pada saat ini menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat.
2.3.2 Karakteristik Problem Based Learning (PBL)

18
Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik tersendiri dalam hal
konsepnya maupun penerapannya di dalam kelas.Adapun karakteristik Problem
Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
a) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur.
c) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda.
d) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar
dan bidang baru dalam belajar.
e) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
f) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.
g) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
h) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan.
i) Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar.
j) PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Berdasarkan karakteristik di atas, tampak jelas bahwa dalam Problem Based
Learning (PBL) pada proses pembelajaran, dimulai oleh adanya masalah yang
dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa
memperdalam pengetahuanya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa
yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa banyak
melakukan kegiatan yang merangsang aktivitas untuk berfikir secara ilmiah dalam
menyelesaikan suatu masalah, serta dari karakteristik Problem Based Learning
(PBL) kita dapat mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran di kelas yang
berorientasi pada Problem Based Learning (PBL)
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

19
Warsono dan Hariyanto mengemukakan bahwa kelebihan dari penerapan
model Problem based learning ini antara lain:
a) Siswa akan terbiasa menghadapi masalah(problem posing) dan merasa
tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan
pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada
dalam kehidupan sehari-hari (Real Word).
b) Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman
teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman
sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya.
c) Semakin mengakrabkan guru dengan siswa melalui proses pembelajaran
yang dirancang secra sistematis.
d) Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui
eksperimen, hal ini juga akan membiasakan siswa dalam melakukan
suatu percobaan atau eksperimen dalam pembelajaran.
Sementara itu kekurangan dari penerapan model problem based learning
antara lain :
1. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan
masalah .
2. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang.
3. Aktivitas siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru.
2.3.4 Tujuan Pembembelajaran Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada sisiwa menurut Arends
(2008:70) bahwa pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan
masalah,belajar peranan orang dewasa secara autentik memungkinkan siswa untuk
mendapatkan rasa percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya sendiri,untuk
berfikir dan menjadi pelajar yang mandiri.jadi dalam pembelajaran berbasisi
masalah tugas guru adalah merumuskan tugas-tugas kepada siswa bukan untuk
menyajikan tugas-tugas pembelajaran

20
Tujuan model Problem Based Learning (PBL) menurut Ibrahim dan Nur
(dalam Rusman,2010) secara lebih rinci antara lain
1. Membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir dan
memecahkan masalah.
2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka
dalam pengalamam nyata
3. Menjadi para peserta didik yang otonom atau mandiri
2.3.4 Manfaat Pembelajaran Problem Based Learning
Adapun manfaat dari pembelajaran berbasis masalah diantaranya sebagai
berikut :
1. Dengan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) akan
terjadi pembelajaran bermakna.siswa yang belajar memecahkan suatu
masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya.artinya belajar
tersebut ada pada konteks aplikasi konsep.belajar dapat semakin
bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi
dimana konsep diterapkan
2. Dalam situasi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning),siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan.Artinya,apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata
bukan lagi teoritis,sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu
konsep atau teori akan mereka temukan sekaligus selama pembelajaran
berlangsung
3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dapat
meningkatkan kemampuan berfikir kritis,menumbuhkan inisiatif
siswa,motivasi internal untuk belajar dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam belajar kelompok.
2.3.5 Ciri Utama Pembelajaran Problem Based Learning
Pembelajaran problem based learning memiliki 3 ciri utama yaitu:
1. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktifitas
pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan

21
siswa hanya sekedar mendengarkan mencatat kemudian menghafal
materi pelajaran,akan tetapi memulai strategi pembelajaran berbasis
masalah siswa aktif berfikir,berkomunikasi,mancari dan mengolah data
dan akhirnya menyimpulkan
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah.sebagai masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci
dari proses pembelajaran.artinya,tanpa masalah tidak mungkin ada
proses pembelajaran
3. Pemecahan masalah dilakuakan dengan menggunakan pendekatan
berfikir secara ilmia. Berfikir dengan menggunakan metode ilmia
adalah proses berfikir deduktif dan induktif,proses berfikir ini di
lakukan secara sistematisdan empiritis sistematis artinya berpikir ilmia
dilakukan melalui tehapan-tahapan tertentu,sedangkan empiris artinya
proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang
jelas.
2.3.6 Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut suprijono (2010 :73) bahwa pembelajaran berbasis masalah teridi
dari lima fase dan perilaku. Fase 1: memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada siswa, fase 2: mengorganisasikan siswa untuk meneliti,
fase 3: membantu investigasi mandiri dan kelompok, fase 4: mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan exhibit dan terakhir fase 5 : menganalisis dan
mengevaluasi proses mengatasi masalah (Sunaryo, 2014:43). Peran seorang guru
dalam pembelajaran berbasis masalah antara lain: (1) merancang dan
mengguanakan permasalahan yang ada di dunia nyata, sehinga siswa dapat
menguasai hasil belajar; (2) menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan
masalah, pengarahan diri dan pembelajaran teman sebaya: (3) Menfasilitasi proses
PBM yaitu mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inquiri dan
mengguanakan pembelajaran kooperatif: (4) melatih siswa tentang stratei
pemecahan masalah, berpikir kritis dan erpikir sistematis: (5) menjadi perantara
proses penggunaan informasi (Rumusan dalam Oktaviarini, 2015:79).

22
Pertama, kegiatan pembelajaran dirancang dan mengunakan permasalahan
yang ada di dunia nyata, sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar. Melalui
permasalahan yang kontekstual memberikan kemudahan bagi siswa untuk
menalar dan mencari alternatif solusi. Guru mengemukakakn sebuah
permasalahan untuk dipecahkan oleh siswa. Kelas dibagi menjadi beberapa
kelompok dengan anggota 4 sampai dengan 5 orang setiap kelompok. Setiap
kelompok bekerjasama dan berdiskusi membicarakan tentang cara untuk
memecahkan masalah yang dikemukakan oleh guru. Meskipun diskusi siswa di
taman kanak-kanak hampir seperti perdebatan kecil anak-anak tapi itu cukup
efektif dalam melakukan diskusi. Memahami masalh yang dikemukakan dapat
memberikan kemudahan bagi siswa untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Kedua, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
terlibat aktif dalam kegiatan berkomunikasi dan bekerja satu sama lain sehingga
akan berbentuk kinerja tim yang saling melengkapi. (Baharun & Mundiri, 2011)
siswa taman kanak-kanak lebih suka beraktivitas yang melibatkan fisik dari
melihat dan mendengarkan. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator serta
menyediakan kelas yang kondusif bagi kegiatan belajar siswa. Guru dapat
memberikan intervensi apabila dirasa siswa mulai mengalami kesulitan dalam
kelompoknya. Guru dapat mengarahkan siswa ke dalam tahapan yang semestinya
dan memberikan saran dan masukan sesuai kebutuhan. Guru memberdayakan
kemampuan setiap siswa dalam tim agar dapat saling bekerjasama dengan baik,
pembagian kelompok yang heterogen dan proporsional dapat memberikan
dampak yang positif terhadap kerjasama kelompok.
Ketiga, guru menekankan pada pembelajaran kooperatif siswa. Masalah
yang di pecahkan perorangan hasilnya akan lebih baik apabila dipecahkan oleh
beberapa orang yang saling bekerjasama. Cara berpikir siswa dapat dirubah
melalui kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung bagi
siswa, melalui berbagai pengalaman, siswa mulai belajar mematangkan cara
berpikirnya agar menjadi lebih baik. Cara berpikir tersebut yang menentukan
apakah siswa dalam kelompok saling bekerjasama atau bekerja sendiri-sendiri.
Melalui pembelajaran kooperatif dan memaksimalkan kemampuan setiap siswa.

23
Setiap kelompok akan memiliki banyak cara unutk mencari solusi terhadap
permasalahan pembelajaran. Siswa taman kanak-kanak memiliki kesulitan untuk
bekerjasama, akan tetapi apabila salah seorang siswa berhasil melakukan sesuatu
maka yang lain akan mengikutinya.
Keempat, setiap kelompok membuat perencanaan yang sistematik tentang
proses pemecahan yang sistematik tentang proses pemecahan masalah
pembelajaran. Melalui perencanaan tersebut, sisa dapat membagi teugas kepada
masing-masing siswa untuk menyelesaikan setiap tahapan yang telah
direncanakan. Anak-anak lebih suka merencanakan sebelum melakukan. Siswa
akan saling berdebat untuk melakukan bagian yang mana terlebih dahulu dan
kegiatan selanjutnya. Diskusi tersebut akan menentukan tahap kegiatan awal
pembelajaran siswa. Dan kelima, guru berperan sebagai mediator dan sumber
informasi bagi siswa yang mengalami kesulitan informasi untuk memecahkan
masalah. Siswa taman kanak-kanak memiliki keterbatasan dalam mengolah
informasi di sekitar mereka sehingga peran guru menjadi sangat sentral dalam
mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam mengolah informasi yang ada
untuk memecahkan masalah pembelajaran. (Mundiri & Zahra, 2017).
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yakni oleh Sri Widiani dalam
penelitian yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Siswa Membaca lancar
Pada Siswa Kelas II di SDN ”. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang
terdiri dari 2 siklus. Observasi awal kemampuan membaca lancar sebanyak 15
siswa atau sebesar 50% dari 30 siswa. Pada siklus I mengalami peningkatan
menjadi 20 siswa atau sebesar 70% pada siklus II mengalami peningkatan menjadi
27 siswa atau 92% siswa yang di Kelas II Di SDN
Kesimpul dalam penelitian ini adalah kemampuan Membaca lancar Melalui
Model Talking Stick di Kelas II Di SDN . yang dilakukan oleh penelitian Sri
Widiani ini adalah mengarahkan pada membaca lancar.
2.6 Hipotesis Tindakan
Hipotesis Tindakan merupakan jawaban sementara. Adapun yang menjadi
hipotesis pada penelitian ini adalah” jika guru menggunakan model Problem

24
Based Learning maka kemampuan siswa membaca cepat di kelas III SDN 9
Kwandang akan meningkat”
2.7 Indikator Kinerja
Yang menjadi indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian ini,
Meningkatkan kemampuan siswa membaca cepat melalui model Problem Based
Learning pada siswa kelas III SDN 9 Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara,
dengan kriteria kemampuan membaca cepat minimal (KKM) 75% yang dikenai
tindakan kelas memiliki kemampuan membaca yang tinggi.

25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Latar dan Karakteristik Subjek Penelitian


3.1.1 Latar Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu kegiatan
penelitian yang dilakukan di dalam kelas. Menurut John Elliot (dalam Daryanto,
2014:3) bahwa PTK adalah tentang situasi sosial dengan maksud untuk
meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya mencakup;
telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh yang
menciptakan hubungan antara evaluasi diri dengan perkembangan professional.
Selain pendapat John Elliot, Daryanto (2014:4) menyimpulkan bahwa PTK adalah
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri
dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran dikelas, sehingga
hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan
penelitian pada siswa kelas III SD 9 Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.
3.1.2 Karakteristik Penelitian
Adapun yang menjadi karakteristik subyek dalam penelitian tindakan kelas
(PTK) ini adalah siswa kelas III SDN 9 Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara
yang berjumlah 18 orang yang terdiri 7 orang laki-laki dan 11 orang perempuan,
yang berasal dari berbagai latar belakang keluarga yang berbeda.

26
3.1.3 Waktu Penilitian
N Januari Februari Maret April Mei Juni
O Kegiatan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Mnggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3

1 Konsul judul
peneliti

2 Bimbingan
dan
penyusunan
propsal
3 Ujian
seminar
proposal
4 Revisi dan
verifikasi
5 Pengumpula
n dan
pengelolaan
data

3.2 Variabel Penelitian


Sebagai jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini maka
akan ditentukan variabel penelitian sebagai berikut:
3.2.1 Variabel Input
Variable input yang ditetapkan peneliti dalam penelitian ini meliputi
perlakuan yang diberikan kepada siswa kelas III SDN 9 Kwandang terkait dengan
Meningkatan kemampuan membaca cepat melaui model talking stick.
3.2.2 Variabel Proses
Variabel proses dalam penelitian ini menyakut proses pelaksanan penelitian
tindakan kelas yang direncanakan pada rencana pembelajaran dengan
menggunakan model model Problem Based Learning dapat meningkatkan
kemampuan siswa membaca cepat. Proses pembelajaran menggunakan model
Problem Based Learning dengan langkah-langkah sebagai berikut :

27
1. Para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4orang
2. Pada setiap kelompok tersebut terdapat seorang ketua,sekertaris dan
anggota
3. Menentukan pokok masalah yang akan dipecahkan . permasalahan
tersebut dapat dituangkan dari bahan pelajaran yang terdapat dalam
silabus, dapat pula dari siswa sendiri. Guru mendorong setiap kelompok
untuk berani mengemukakan pokok masalah yang akan dibahas dan
dipecahkan. Apabila para siswa dalam kelompok tersebut mendapatkan
kesulitan dalam menemukan masaahnya, maka guru dituntut untuk
menawarkan masalah-masalahnya.
4. Guru meminta para siswa dalam setiap kelompok tersebut mendiskusikan
pokok masalah sesuai dengan waktu yang tersedia.
5. Guru meminta perwakilan kelompok untuk mempersentasikan hasil karya
berupa laporan atau soal hasil pemecahan masalah yang telah di
diskusikan.
3.2.3 Variabel Output
Variabel output dalam penelitian ini meningkatkan kemampuan membaca
cepat pada kelas III SDN 9 kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Dengan
memperhatikan indikator sebagai berikut :
a. Aspek gerak mata siswa
b. Aspek kosakata siswa
c. Aspek konsentrasi pada siswa
3.3. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus dengan
prosedur-prosedur yakni: 1 perencanaan, 2 pelaksanaan tindakan, 3 pengamatan
dan evaluasi, 4 refleksi dalam setiap siklus.
3.3.1 Tahap Persiapan
a. Mengadakan konsultasi dengan kepala sekolah dalam hal melakukan
penelitian
b. Meminta izi kepada guru kelas untuk melakukan penelitian

28
c. Melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang membantu
pelaksanaan tindakan
d. Membuat persiapan mengajar atau perangkat pembelajaran yang meliputi
silabus, RPP, serta administrasi pembelajaran lainnya
e. Menetapkan waktu pelaksanaan tindakan
3.3.2 Tahap Pelaksanaan
Dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa, maka guru melaksanakan
proses pembelajaran melalui siklus. Jika dalam pelaksanaan siklus pada
pembelajaran ternyata belum mencapai indikator yang diharapkan, maka akan
dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dalam bentuk siklus sebagai berikut :
3.3.3 Tahap Pelaksanaan Tindakan
Siklus 1
1. Melaksanakan pembelajaran mengacu pada rencana pembelajaran sesuai
tindakan pilihan.
2. Bersama Guru wali kelas III membantu dan mengamati pelaksanaan
kegiatan belajar dengan menggunakan lembar observasi yang telah
disiapkan.
3. Melaksanakan evaluasi untuk memperoleh hasil ketercapaian pelaksanaan
tindakan. Evaluasi yang diberikan berupa pertanyaan mengenai materi
tentang problem based learning
4. Mengadakan refleksi atas pelaksanaan tindakan pada siklus 1 sebagai
bahan acuan pada pelaksanaan tindakan siklus 2. Siswa benar-benar jujur
dan terbuka mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran yang
mengganggunya pada saat pembelajaran berlangsung agar pembelajaran
selanjutnya dapat tersalurkan dengan baik dan aman.
Siklus 2
Dalam siklus kedua ini menggunakan materi pembelajaran yang sama seperti
pada siklus awal, tetapi penerepan tindakan dan pengamatan keterampilan siswa

29
perlu perbaikan terhadap aspek-aspek kegiatan belajar mengajar yang belum
tercapai langkah yang dilakukan dalam siklus kedua ini adalah :
1. Menetapkan tindak lanjut perbaikan pelaksanaan kegiatan
2. Melaksanakan proses belajar mengajar
3. Melaksanakan teks akhir
4. Melaksanakan analisis dan evaluasi
3.3.4 Tahapan Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi berlangsung dalam setiap siklus yang dilaksankan.
Pemantauan dilakukan oleh oleh guru mitra sebagai observer terhadap
pelaksanaan tindakankan dengan menggunakan lembar observasi. Kegiatan
pemantauan menggunakan lembar instrumen untuk mengumpulkan data yakni
sebagai berikut:
a. Format observasi yang digunakan untuk mengetahui hasil kemampuan
belajar siswa tentang membaca cepat.
b. Format observasi kegiatan guru dan siswa tentang pelaksanaan proses
pembelajaran menggunakan model problem based learning
3.3.5. Tahap Analisis Dan Refleksi
Pada tahap analisis yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada aspek-apsek
kemampuan siswa membaca cepat dalam pembelajaran bahasa inonesia, keaktifan
siswa dalam pembelajaran berlangsung, keaktifan siswa dalam kelompok, dan
siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Observasi
Observasi dilakukan karena ingin mendapat data dalam penelitian ini yang
akurat. Penelitian ini diawali dengan melakukan observasi awal pada kelas III
SDN 9 Kwandang, pada observasi awal ditemukan kendala siswa yang kurang
mampu membaca cepat dengan menggunakan problem based learning Mengacu
pada observasi awal kemudian dilanjutkan dengan melakukan penelitian pada
kelas III SDN 9 Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Dalam melakukan

30
observasi yang diamati adalah proses pelaksanaan pembelajaran pada kelas III
tentang membaca cepat menggunakan problem based learning
3.4.2 Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data dengan melihat
dokumen selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan problem based
learning antara lain.
a. Pelaksanaan pembelajaran me nggunakana problem based learning
b. Mencatat hal-hal yang diamati pada proses penggunaan problem based
learning untuk setiap siklusnya
c. Kemampuan kemampuan membaca cepat dalam bentuk melakukan.
3.4.3 Tes
Tabel 3.1 Rubik Penilaian kemampuan membaca cepat
No Aspek yang Dinilai Skor
M KM TM
1. Konsentrasi Siswa mampu Siswa kurang Siswa tidak
berkonsentrasi mampu mampu
berkonsentrasi berkonsentraksi
2. Gerak mata Siswa mampu Siswa kurang Siswa tidak
mengerti isi mampu mampu
seluruh kalimat mengerti isi mengerti isi
seluruh kalimat seluruh kalimat
3. Kosakata Siswa mampu Siswa kurang Siswa tidak
membaca jelas mampu mampu
dan cepat membaca jelas membaca jelas
dan cepat dan cepat

3.5 Instrumen Penilitian


Instrumen yang di maksud dalam penelitian ini adalah alat yang di gunakan
oleh pendidik atau observer dalam mengambil data serta mengukur sejauh mana
Tingkat keberhasilan dari rencana Tindakan yang telah disusun oleh peneliti.
Berikut instrumen pengumpulan data pada penelitian ini:
1. Lembar Observasi Aktivitas Guru
Lembar observasi aktivitas guru digunakan untuk memperoleh data tentang
aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung. Di dalam lembar

31
observasi memuat kemampuan guru (peneliti) dalam mengelola pembelajaran.
Secara rinci lembar ini berisiskan kegiatan awal, kegiaatan inti dan kegiatan
penutup.
Pada kegiatan awal berisi item-item; kemampuan guru dalam mengajak
siswa berdo’a, kemampuan guru dalam melakukan apresepsi (mengaitkan
materi dalam pengalaman awal siswa dan kontekstual), kemampuan guru
dalam memotivasi siswa, kemampuan guru dalam menyampaikan tujuan,
model dan langkah-langkah pembelajaran. Selanjutnya pada kegiatan inti berisi
item-item kemampuan guru dalam menjelaskan materi, menjelaskan media
pembelajaran, menjawab pertanyaan dari siswa, menguasai kelas, membimbing
siswa memberikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan tugas di depan
kelas, mendorong siswa untuk bertanya apa yang belum dipahami dan
membagikan lembar angket. Pada kegiatan akhir berisi item-item kemampuan
guru dalam membagikan lembar evaluasi, memberikan penguatan terhadap
materi yang telah diajarkan, menyimpulkan pembelajaran, melakukan refleksi,
memberikan pesan-pesan moral dan do’a penutup.
2. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Lembar observasi aktivitas siswa merupakan instrumen pengalaman lembar
ini memuat kegiatan awal: siswa menjawab salam dan membaca do’a,
menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan pengalaman, siswa termotivasi
dalam belajar, mendearkan tujuan pembelajaran serta mendengarkan langkah-
langkah pembelajaran yang di sampaikan oleh guru. Selanjutnya pada kegiatan
ini: siswa membentuk kelompok menjawab pertanyaan dari guru berkaitan
dengan pengalaman siswa.siswa bekerja sama dengan kelompok untuk
berdiskusi dalam menemukan masalah selanjutnya kegiatan dari guru (penelti)
di ulang terus menerus hingga semua siswa mendapatkan giliran untuk
menjawab pertanyaan.; siswa mengerjakan tugas evaluasi guru bersama siswa
meluruskan pemahaman dan memberikan kesimpulan tentang materi,
melakukan refleksi, mendengarkan pesan-pesan moral, salam dan do’a
penutup.

32
3.6 Tehnik Analisis Data
Pada tahap analisis kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan
semua data yang diperoleh dari hasil perbaikan dan evaluasi. Hasil analisis
digunakan untuk merefleksi diri dan seluruh proses kegiatan. Hasil analisis
dijadikan bahan acuan untuk merancang ulang tindakan pembelajaran berikutnya.
Proses pengolahan data yang diperoleh melalui observasi tentang penilaian siswa
dari pengamatan masing-masing dijumlah sesuai dengan kriteria aspek yang
dinilai. Sarana tindakan analisis adalah mengelompokkan data yang diperoleh
melalui pengamatan, mengelola data, mendeskripsikan data, dan menyimpulkan
data untuk dilanjutkan dengan rencana tindakan pada siklus berikutnya.
Adapun kutipan dari suharsimi (Tola 2017:27), Data yang diperoleh
menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Mencari nilai akhir individual sebagai berikut untuk menghitung persentasi
skor perolehan siswa
Nilai= X 100
skor maksimum
b. Dengan kriteria nilai
0-59 = Rendah (R)
60-75 = Sedang (S)
76-100 = Tinggi (T)

33
BAB IV
HASIL PENILITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penilitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang merupakan
upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa membaca cepat melalui model
pembelajaran problem based learning pada siswa kelas III SDN 9 Kwandang
Kabupaten Gorntalo Utara. Kelas yang dikenai tindakan adalah siswa kelas III
dengan jumlah siswa 18 orang. Yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 11 siswa
perempuan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing terdiri
dari siklus I dua kali pertemuan dan siklus II dua kali pertemuan. Sebelumnya
peneliti melakukan observasi awal terhadap subjek penelitian yang
merupakan data awal yang menjadi dasar peneliti untuk melakukan tindakan
perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa membaca
cepat melalui model pembelajaran Problem Based learning.
4.1.1 Observasi Awal
Data observasi awal merupakan uraian gambaran hasil capaian dari
pelakasanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelas III, pada kegiatan
pembelajaran tentang membaca cepat siswa kelas III tahun ajaran 2023/2024.
Yang menjadi acuan peneliti untuk melakukan tindakan lanjutan dari apa yang
telah diajarkan sebelumnya, dengan hasil perolehan capaian sebagai berikut:
dari jumlah siswa 18. Siswa yang mampu membaca cepat ada 5 siswa atau
mencapai 28%. Sedangkan yang tidak mampu membaca cepat terdapat 13
siswa atau mencapai 72%. Dimana dalam kegiatan observasi awal peneliti
memfokuskan penelitian pada kemampuan siswa membaca cepat dengan

34
beberapa aspek yang dinilai pada siswa untuk mengukur kemampuan siswa
membaca cepat:
a. Aspek gerak mata
b. Aspek kosakata
c. Aspek konsentrasi
Berdasarkan hasil dari observasi awal yang telah diuraikan pada latar
belakang, maka peneliti memperoleh suatu gambaran tentang kemampuan
siswa membaca cepat yang dimiliki oleh siswa masih sangat rendah. Untuk
itu peneliti menyiapkan segala sesuatu yang akan digunakan dalam
pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus I dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning dalam hal untuk dapat meningkatkan
kemampuan siswa membaca cepat.
4.1.2 Hasil Penilitian Siklus I
Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini, observer yang didampingi oleh
guru kelas melakukan pemberian tindakan kegiatan pembelajaran pada siswa
yang kemampuan membaca cepat masih rendah, dalam pelaksanaan tindakan
peneliti melakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut:
A. Pelaksanaan Pemberian Tindakan Pada Siklus I Pertemuan I
Pelaksanaan pertemuan I siklus I peneliti melaksanakan tindakan dan guru
kelas sebagai penilai kegiatan pembelajaran pertemuan I dengan peneliti
melaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan.
1. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti dibantu oleh guru kelas menyusun berbagai
keperluan yang digunakan dalam kegiatan pertemuan I siklus I, adapun hal-hal
yang diperlukan dalam pelaksanaan pertemuan I sebagai berikut:
a) Guru mengadakan konsultasi dengan kepala sekolah dalam hal melakukan
penelitian
b) Meminta izi kepada guru kelas untuk melakukan penelitian
c) Melakukan wawancara dengan guru wali kelas III

35
d) Membuat persiapan mengajar atau perangkat pembelajaran yang meliputi
silabus, RPP, serta administrasi pembelajaran lainnya
e) Guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada pertemuan
I siklus I dengan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based
Learning.
f) Guru mempersiapkan lembar pengamatan aktivitastas peneliti pada
pertemuan I siklus I
g) Guru mempersiapkan lembar pengamatan aktivitas siswa pada pertemuan I
siklus I
h) Membuat media pembelajaran

4.1.3

DAFTAR PUSTAKA
Ali.2015. Model Pembelajaran Environmental Lerning. Jakarta: Bumi
Abdul Majid. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.
Aqib, Zaenal Dan Chotibuddin, M. 2018. Teori dan Aplikasi Penelitian Tindakan
Kelas: Untuk Guru/Kepala dan Pengawas Sekolah/Dosen dan
Mahapeserta didik/Peneliti. Yogyakarta: Deepublish
Dalman.2017.Keterampilan Membaca. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Hosen, M. (2016). Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat Dengan Metode
Sq3R Pada Siswa Kelas V Sdn Gili Anyar Kamal Bangkalan. Widyagogik,
4(1), 17–34.
Irdawati. (2017). Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Dengan
Menggunakan Media Gambar Kelas 1 di Min Buol, ISSN 2354-614X.

36
Jurnal Kreatif Tadulako Online, 5(4), 1–14.
Kartini. (2014). Peningkatan Kemampuan Siswa Membaca Nyaring Melalui
Media Permainan Find Card Menemukan Kartu di Kelas III SDN 1 Bilo.
Jurnal Kreatif Tadulako Online, 4(9), 221–230.
Nurhadi. (2011). Budaya baca siswa smp di era internet. Bahasa Dan Seni, 39(1),
1–13.
Putra Antara, I. N., Kristiantari, M. G. R., & Suadnyana, I. N. (2019). Pengaruh
Model Pembelajaran Talking Stick Berbantuan Rubrik Surat Kabar
Terhadap Keterampilan Berbicara. International Journal of Elementary
Education, 3(4), 423. https://doi.org/10.23887/ijee.v3i4.21315
Rusman. Model-model Pembelajaran:Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Saleh. 2016. Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Efektif Disekolah Dasar.
Jakarta: departemen pendidikan nasional dierktorat jendral pendidikan
tinggi direktorat ketenagaan.
Saddhono.2014.Teori dan Aplikasi: Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Indonesia. Bandung: Karya Putra Darwati.
Yamin.2015. Belajar dan Pembelajaran serta Pemanfaatan Sumber Belajar.
Jakarta: Cerdas Jaya.

37

Anda mungkin juga menyukai