ASKEP Infark Miokard Akut IMA

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN KRITIS

“Infark Miokard Akut (IMA)”

Fasilitator:
NS. WAHYU CAHYONO

Oleh :
Kelompok 3
1. Arie Lilya Amnasari
2. Arrar Aziki
3. Ega yudhiana
4. Rohmiati

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa Allah SWT, berkat

rahmat dan karunia Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah praktik

keperawatan keluarga ini yang berjudul KEPEREWATAN KRITIS “Infark

Miokard Akut” dengan tepat waktu.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang

telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah

menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan

masih kurang sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang

mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini.

Penyusun

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infark miokard merupakan suatu keadan ketidakseimbangan antara


suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard
mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang
ireversibel. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif
(Udjianti, 2010).

Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat dengan


cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF, disritmia,
syok kardiogenik yang dapat menyebabkan kematian, dan apabila sembuh
akan terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang
mati. Apabila jaringan parut cukup luas maka kontraktilitas jantung
menurun secara permanent, jaringan parut tersebut lemah sehingga terjadi
ruptur miokardium atau anurisma, maka diperlukan tindakan medis dan
tindakan keperawatan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi
yang tidak diinginkan (Kasron, 2012).

Di Indonesia infark miokard akut (acute myocardial infarct) masih


belum diketahui secara jelas. Di Amerika Serikat, diperkirakan angka
mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler adalah 222,9 per 100.000
penduduk. Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark
miokard di Indonesia terbatas. Namun secara nasional terdapat 0,5%
prevalensi penyakit jantung koroner yang didiagnosis dokter menurut
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 di mana prevalensi paling tinggi berada
di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh. Hal
ini dapat dicapai melalui pelayanan maupun perawatan yang cepat dan
tepat. Untuk memberikan pelayanan tersebut diperlukan pengetahuan serta
keterampilan yang khusus dalam mengkaji, dan mengevaluasi status

3
kesehatan klien dan diwujudkan dengan pemberian asuhan keperawatan
tanpa melupakan usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
(Kasron, 2012).

Adapun gambaran distribusi, umur, geografi, jenis kelamin dan


faktor resiko IMA sesuai dengan angina pektoris atau Penyakit Jantung
Koroner pada umumnya. IMA merupakan penyebab kematian tersering di
AS. Di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering
ditemukan, apalagi dengan adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit
perawatan penyakit jantung koroner intensif yang semakin tersebar merata.
Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner
intensif yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan IMA
di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil makin menurunkan
angka kematian IMA (Udjianti, 2010).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Infark Miokard Akut?


2. Apa saja factor penyebab infark miokard akut ?
3. Apa saja klasifikasi infark miokard akut ?
4. Bagaimana tanda-tanda Infark miokard Akut ?
5. Bagaimana patofisiologi Infark miokard Akut ?
6. Apa saja komplikasi Infark Miokard Akut?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Infark Miokard Akut ?
8. Bagaimana Penatalaksanaa Infark Miokard Akut ?
9. Apa saja diagnose Infark Miokard Akut ?
10. Apa saja intervensi keperawatan yang muncul ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian infark miokard akut

4
2. Untuk mengetahui faktor penyebab infark miokard akut
3. Untuk mengetahui klasifikasi infark miokard akut
4. Untuk mengetahui tanda-tanda Infark miokard Akut
5. Untuk mengetahui patofisiologi Infark miokard Akut
6. Untuk mengetahui komplikasi Infark Miokard Akut
7. Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik Infark Miokard Akut
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Infark Miokard Akut
9. Untuk mengetahui diagnosis keperawatan IMA
10. Untuk mengetahui Intervensi Keperawatan IMA

5
BAB II
PEMBAHASAN
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard
yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara
aliran darah dan kebutuhan darah miokard ( Udjianti, 2010).
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari
arteri koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan
myocardial bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi
oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis
karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak
(Kasron, 2012).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut
Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba
atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi
arteri koroner yang cukup (Kasron, 2012).

2. ETIOLOGI
a. Faktor penyebab : ( Udjianti, 2010)
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.

6
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,
obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat
dibedakan: ( Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Transmural  mengenai seluruh lapisan
otot jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial
Infark infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga
miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
( Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Anterior.

7
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.
4. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena
daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan
bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung,
tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard
yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama,
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi.
Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark
maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling
ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia (Guyton, 2010 ).
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila
IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati.
Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik
mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan

8
menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard
sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark
meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel,
regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung (Guyton, 2010).
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama
pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini
disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar
rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom
juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior
umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi
ventrikel dan perluasan infark (Guyton, 2010 ).

9
5. PATHWAY
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen turun

Jaringan Miocard
Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Seluler hipoksia
Metabolisme an aerob

Integritas membran sel berubah


Timbunan asam nyeri
laktat meningkat

Kontraktilitas turun penurunan


curah jantung
Fatique Cemas

Intoleransi
aktifitas COP turun Kegagalan pompa
Gagal jantung
jantung Penuruna
n caediac
output

Gangguan perfusi jaringan

Resiko kelebihan volume cairan


10
ekstravaskuler perfusi
6. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala Infark Miokard Akut (udjianti,2010 )
a) Keringat dingin
b) Mual, muntah
c) Sulit bernafas
d) Cemas dan lemas
e) Nyeri dada
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman
adalah:
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus
tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan
menetap (> 30 menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual
muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri
yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

11
Yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara
PQRST meliputi :
1) Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri
dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatas perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke
dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-
4 atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai
seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya pada saat angina
terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-9 (0-10).
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya
umumnya dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan
semakin berat (progresif) dan berlangsung lama.

7. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus
bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan
konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark
ventrikel kanan, defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel
kiri, perikarditis, dan thrombus mural (Udjianti, 2010).

12
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (Darma, 2009)
1. Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar
titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
a. CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah
onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali
dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru,
otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid.
Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat
pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah
latihan otot.
b. SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic
Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan
ginjalDilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati.
Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal
setelah 3-4 hari.
c. LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik.
Dapat meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA
konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai
puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu.
Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin
T, suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot
jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam
sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard

13
2. EK

Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya


gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi
segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis
miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa
elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q.
Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi
segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST
digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil
rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini
dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04
detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III,
aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam.

14
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi
secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah
yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda
diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam
dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah
sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam
potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda
dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST
bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area
iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada
masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik.
Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini
sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah
arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara
normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial
elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada
lokasi. Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada
sedapan EKG.

15
Macam – macam EKG IMA :
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif I, A VL, V1 – V6 LAD / LCX
High lateral I, A VL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior II, III, dan A VF PDA
Right ventrikel V 2R – V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror
image dari perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut


disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi,
tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang
terkena. Bagi pria usia ≥ 40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh
elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien
berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan
dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan
tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran
EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen
ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu

16
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit),
dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI.
Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat
dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah
precordium anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan
dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan,
punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri
daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak
hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa
mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar,
gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin
bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi
vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri
abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding
inferior.
3. Foto Rontgen dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK


atau aneurisma ventrikuler.

4. Ecokardiogram

17
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
A. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis (Jeffrey M. C & Scott K. 2012).

a. Penanganan nyeri.

Berupa terapi farmakologi : morphin sulfat, nitrat, penghambat


beta (beta blockers). Golongan utama terapi farmakologi yang
diberikan :

1) Antikoagulan (mencegah pembentukan bekuan darah).

Pasien berusia 80 tahun atau lebih mungkin rentan


terhadap komplikasi perdarahan, dengan tingkat 13
berdarah per 100 orang-tahun. Penurunan vitamin K dengan
terapi koumarin meningkatkan risiko kalsifikasi arteri dan
kalsifikasi katup jantung, terutama jika terlalu banyak
vitamin D.

2). Trombolitik (penghancur bekuan darah, menyerang dan


melarutkannya)

Kontraindikasi : Perdarahan, trauma, atau pembedahan


(termasuk cabut gigi) yang baru terjadi, kelainan koagulasi,
diatesis pendarahan, diseksi aorta, koma, riwayat penyakit
serebrovaskuler terutama serangan terakhir atau dengan
berakhir cacat, gejala-gejala tukak peptik yang baru terjadi,
perdarahan vaginal berat, hipertensi berat, penyakit paru

18
dengan kavitasi, pankreatitis akut, penyakit hati berat,
varises esofagus; juga dalam hal streptokinase atau
anistreplase, reaksi alergi sebelumnya terhadap salah satu
dari kedua obat tersebut. Munculnya antibodi terhadap
streptokinase dan anistreplase yang terus menerus terjadi
dapat mengurangi efikasi pengobatan berikutnya. Karena
itu, kedua obat ini tidak boleh diulang setelah 4 hari sejak
pemberian pertama streptokinase atau anistreplase.
Antibodi dapat juga muncul setelah penggunaan
streptokinase topikal pada luka.

Efek Samping: Efek samping trombolitik terutama mual,


muntah, dan perdarahan. Bila trombolitik digunakan pada
infark miokard, dapat terjadi aritmia reperfusi. Hipotensi
juga dapat terjadi dan biasanya dapat diatasi dengan
menaikkan kaki penderita saat berbaring, mengurangi
kecepatan infus atau menghentikannya sementara. Nyeri
punggung telah dilaporkan. Perdarahan biasanya terbatas
pada tempat injeksi, tetapi dapat juga terjadi perdarahan
intraserebral atau perdarahan dari tempat-tempat lain. Jika
terjadi perdarahan yang serius, trombolitik harus dihentikan
dan mungkin diperlukan pemberian faktor-faktor koagulasi
dan obat-obat antifibrinolitik (aprotinin atau asam
traneksamat). Streptokinase dan anistreplase dapat
menyebabkan reaksi alergi dan anafilaksis. Selain itu,
pemah dilaporkan terjadinya sindrom Guillain-
Barre setelah pengobatan streptokinase. ( Kasron, 2012).

19
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis :
Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat

20
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi.
Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan
pemicu terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien
Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.

21
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri
koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah /
kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak
teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits
atau komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent ,
perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.

22
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri
sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan


Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati
atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat
bangun (duduk atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat.

23
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder


terhadap sumbatan arteri).
2. Penurunan Curah Jantung b.d penurunan volume sekuncup jantung akibat tidak
adanya kontraksi otot jantung.

24
3. RENCANA KEPERAWATAN

No. Dx Kep NOC NIC

1. Nyeri Setelah diberikan asuhan Mandiri :


berhubungan keperawatan selama 1 x 24
a. Berikan posisi yang
dengan agen jam diharapkan nyeri
nyaman
injury berkurang dengan kriteria
biologis hasil : Observasi :
(iskemia
1.Mampu mengontrol a. Monitor tanda – tanda
jaringan
nyeri vital
sekunder
terhadap 2.Nyeri berkurang b. Monitor SpO2
sumbatan
3.Mampu mengenali c. Monitor skala nyeri
arteri).
nyeri
d. Monitor EKG

e. Monitor Enzim

Edukasi :

a. Ajarkan teknik non


farmakoogi

b. Anjurkan kepada
pasien untuk
melaporkan nyeri

Kolaborasi :

a. Berkolaborasi dengan tim


medis dalam pemberian
analgesic

b. Berikan Oksigen

25
c. Anjurkanterapi MONACO

2. Penurunan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor tanda – tanda


Curah keperawatan selama1x 24 jam vital
Jantung b.d diharapkan curah jantung
b. Auskultasi suara jantung,
penurunan adekuat dengan kriteria hasil :
kaji frekuensi dan irama
volume
1. TTV dalam batas normal jantung.
sekuncup
jantung. 2. CRT < 2 detik c. Kaji akral dan adanya
sianosis atau pucat.
3. Akral hangat
Penurunan curah jantung
4. Pantau frekuensi jantung menyebabkan aliran ke
dan irama perifer menurun.

d. Berikan oksigen sesuai


indikasi oksigen yang
1.
adekuat.

e. Berikan cairan intravena


sesuai indikasi.

f. TCP (Transcutaneus
pacing) merupakan sarana
sementara pacing jantung
pasien selama keadaan
darurat medis.

26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana
terjadi kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau
secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri
koroner yang cukup faktor penyebab IMA adalah Suplai oksigen ke,
miocard berkurang , Curah jantung yang meningkat, Kebutuhan oksigen
miocard meningkat. Di Indonesia infark miokard akut (acute myocardial
infarct) masih belum diketahui secara jelas. Di Amerika Serikat,
diperkirakan angka mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler adalah 222,9
per 100.000 penduduk. Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan
mortalitas infark miokard di Indonesia terbatas. Diagnosis keperawatan
yang sering muncul yaitu nyeri berhubungan dengan agen injury biologis
(iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri) dan penurunan curah
jantung berhubungan dengan penurunan volume sekuncup jantung.
B. Saran
Diharapkan kepada siswa lebih paham pada penyakit infark
miokard beserta cara pencegahan dan pengobatannya sehingga dapat
menjalankan penanganan awal apabila terjadi kasus penyakit di sekitar
kita.

27
DAFTAR PUSTAKA

Udjianti,Wajan Juni.2010. Kesiswaan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda nic-noc aplikasi jilid 1.
Jakarta: Mediaction

Jeffrey M.C.& Scott K. (2012). Master Plan Kedaruratan Medik. Tangerang


Selatan: Binarupa Aksara

Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta:


EGC.

Guyton, Arthur C. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC.

Kasron. 2012, Penyakit jantung penceghan serta Pengobatannya. Yogyakarta:


Nuha Medika

28

Anda mungkin juga menyukai