89-Article Text-389-5-10-20220822

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Volume 1 Nomor 1 Halaman Medan Juni P-ISSN E-ISSN

2020 2715-8888 2716527

ASPEK HUKUM TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN


SEWA MENYEWAMENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA

Mahalia Nola Pohan 1)Sri Hidayani 2)

1) Universitas Medan Area, Medan, [email protected] 2) Universitas Medan Area,


Medan,Sri [email protected]

ABSTRACT

Renting is an agreement with which one party binds itself to give to the other party to
using of an item for a certain time and with a payment of a price which latter the party is
able to pay. The rights and obligations of the parties on leasing agreement, the rights of
the party that rents out are the rights to be received by the party who rents out. The
leasing party has the right to rent which must be paid by the lessee at a certain time in
accordance with the lease agreement. The renting party has the right to pandbeslag,
which is the seizure carried out by the court on leasing applications such as furniture that
is at home rented in the event that the tenant is in arrears of rent for auction if the tenant
does not pay the arrears in full. The leasing party has the right to request the cancellation
of the agreement and compensation. The right of the lessor is to give back the object that
is leased to the tenant, maintaining the object that is leased so that it can be used for the
intended purpose. The lease agreement ends with breach of contract before the expiry of
the lease agreement can expire on its own at a certain time, after being stopped with due
regard to a certain grace period. Even though a lease is a consensual agreement, but by
law there is a difference between a written rental and an oral lease.

Keywords: Agreements, Rentals, Breach of Contract

ABSTRAK

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya
untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak yang tersebut
terakhir itu disanggupi pembayarannya. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
sewa menyewa, Hak pihak yang menyewakan adalah hak-hak yang akan diterima oleh
pihak yang menyewakan adalah Pihak yang menyewakan berhak atas uang sewa yang
harus dibayar oleh penyewa pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa menyewa.
Pihak yang menyewakan berhak atas pandbeslag, yaitu penyitaan yang dilakukan oleh
pengadilan atas permohonan yang menyewakan seperti mengenai perabot-perabot rumah
yang berada dirumah yang disewakan dalam hal penyewa menunggak uang sewa rumah
untuk dilelang dalam hal penyewa tidak membayar lunas tunggakan uang sewa itu. Pihak
yang menyewakan berhak meminta pembatalan perjanjian dan ganti rugi. Hak pemberi
sewa adalah menyerahkan benda yang disewakan kepada penyewa, memelihara benda
yang disewakan sedemikian sehingga benda itu dapat dipakai untuk keperluan yang
dimaksudkan. Perjanjian sewa menyewa berakhir dengan wanprestasi sebelum habis
waktu perjanjian yaiu persetujuan sewa menyewa dapat berakhir dengan sendirinya pada
waktu tertentu, setelah dihentikan dengan memperhatikan suatu tenggang tertentu.
Meskipun sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang konsensuil, namun oleh
undang-undang diadakan perbedaan antara sewa tertulis dan sewa lisan.

Kata Kunci: Perjanjian, Sewa-Menyewa, Wanprestasi

I. Pendahuluan
Latar Belakang.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban


sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur.1 Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah bahwa
kreditur dapat meminta ganti rugi atas ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya.2 Untuk
adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur maka undang-undang menentukan bahwa
debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai (ingebrekestelling).
Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan:

“Penggantian biaya ganti rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan,
barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya
dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya”.

Jadi maksud berada dalam keadaan lalai ialah peringatan atau pernyataan dari
kreditur tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib memenuhi prestasi. Apabila saat
ini dilampauinya, maka debitur ingkar janji (wanprestasi).3

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan: “Wanprestasi adalah berarti ketiadaan


suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi
dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah
pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk
wanprestasi”.4Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa: “Apabila
dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang
diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi”.5

Dari uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya yang
dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah seorang (debitur) itu
bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana
seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak memenuhi prestasi. Sebagaimana biasanya
akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka
pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh
pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat
berusaha supaya kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin.

1
Salim Hs, Hukum Kontrak, Teori & Tekhnik Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta. 2003.Hal. 98
2
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung. 2001.Hal. 19
3
Ibid. Hal. 19
4
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
Penerbit Sumur, Bandung, 2011, Hal. 44.
5
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, Hal. 33.

46
Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang
menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu:

a. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian.


b. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi.
c. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi.
d. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian.
e. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Jika dalam suatu perjanjian telah terjadi wanprestasi atau ingkar janji maka pasti
akan ada suatu akibat yang terjadi yaitu:

a. Perikatan tetap ada.

Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia


terlambat memenuhi prestasi. Disamping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi
akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan
mendapatkan keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada
waktunya.

b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada debitur (Pasal 1243 KUH Perdata).

Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah
debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak
kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan
memaksa. Jika peringatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan
menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.6

Untuk meningkatkan produktivitas usaha yang dilakukan para pelaku usaha maka
terlebih dahulu diperlukan suatu tempat ataupun lokasi khusus untuk melaksanakan
kegiatan usahanya dengan maksimal misalnya seperti kegiatan usaha jual beli barang,
dimana akan terjadi kegiatan interaksi dari pihak penjual yang akan menawarkan barang
produksinya baik berupa barang elektronik, kebutuhan pangan, maupun benda lain yang
dapat di perjualbelikan terhadap pembeli (konsumen) guna memenuhi kebutuhan dari
setiap masyarakat. Maka untuk mendukung kegiatan usaha jual beli yang dilakukan oleh
para pelaku usaha tersebut diperlukan tempat berupa ruangan toko yang akan digunakan
sebagai tempat terjadinya kegiatan usaha tersebut.7

Setiap pelaku usaha yang akan melakukan suatu kegiatan usaha dapat
menggunakan ruangan berupa toko, ruangan ataupun kios di mana pun lokasi yang akan
dijangkau untuk mendukung proses kelancaran dari kegiatan usaha tersebut, baik lokasi
toko tersebut di daerah pusat kota maupun di pinggiran kota, dibandara, dipelabuhan atau
di stasiun. Dengan adanya hubungan saling ketergantungan antar sesama manusia itu
maka dapat kita lihat dalam hal pemenuhan kegiatan usaha ini untuk mendapatkan tempat
yang akan digunakan untuk melakukan kegiatan usaha tersebut dapat dilakukan dengan
menyewa ruangan toko kepada pihak pengelola dari ruangan toko tersebut apabila pelaku
usaha tidak mampu untuk membeli ruko untuk melaksanakan kegiatan usahanya

6
Salim Hs, Op Cit Hal. 99
7
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan keempat, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Hal
45.

47
dikarenakan harga dari suatu bangunan relatif tinggi maka pelaku usaha tersebut dapat
memilih untuk menyewa sebuah ruangan toko yang harganya lebih terjangkau dari pada
dengan membeli bangunan ruko, sehingga timbul hubungan saling ketergantungan antara
pelaku usaha sebagai penyewa dengan pihak yang menyewakan ruangan tersebut.

Sebelum melakukan penyewaan tempat yang akan digunakan untuk melakukan


kegiatan usahanya, penyewa haruslah mengetahui bahwa dalam melakukan kegiatan
tersebut si penyewa harus melakukan suatu perjanjian terlebih dahulu kepada pihak
pengelola toko di suatu lokasi yang telah dijangkau oleh pelaku usaha tersebut agar
terjadinya suatu kesepakatan atas persewaan tersebut.

Suatu Perjanjian atau Overeenkomst mengandung pengertian yaitu hubungan


hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan
hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak
lain untuk menunaikan prestasi.8

Ada beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain
hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua
orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak
lain tentang suatu prestasi. Dengan demikian perjanjian (overeenkomst) adalah hubungan
hukum atau rechtsbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara
perhubungannya.9

Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak dapat timbul
dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum” atau
rechtshandeling. Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah
yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu pihak diberi hak
oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun
menyediakan diri dibebani dengan “kewajiban” untuk menunaikan prestasi. Tanpa
prestasi hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum sama sekali tidak
mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi
mempunyai kedudukan sebagai “schuldeiser” atau “kreditur”. Pihak yang wajib
menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “schuldenaar” atau “debitur”.10

Perjanjian yang diatur secara khusus oleh Undang-Undang yakni perjanjian


bernama seperti jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain. Diantara sekian
banyak perjanjian bernama itu, perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang dari
dahulu sering dilakukan berbagai pihak dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini terjadi karena
ada sebagian masyarakat yang berada pada golongan menengah yang tidak mampu untuk
membeli suatu bangunan maka mereka lebih memilih untuk menyewa sebuah ruangan
yang harganya lebih terjangkau maka dari itu dilakukanlah perjanjian sewa menyewa.

Alternatif yang biasa diambil oleh masyarakat Indonesia adalah dengan cara
menyewa tanah dan bangunannya karena dianggap praktis dan tidak memerlukan biaya
yang cukup besar sehingga dianggap menguntungkan. Sewa menyewa itu sendiri diatur
dalam Kitab Udang-Undang Hukum Perdata. Adapun definisi dari pada sewa menyewa
terdapat dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

8
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2016. Hal. 6.
9
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. 2009,
Hal. 42.
10
M. Yahya Harahap Op Cit Hal. 7

48
Sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang
selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh
pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya11.

Selain itu dikarenankan perjanjian sewa menyewa mendatangkan keuntungan


bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut yakni:

a. Bagi pihak yang menyewakan ia akan memperoleh keuntungan dari harga sewa
yang diberikannya juga dapat memperluas bidang usaha yang akan
dikembangkannya.
b. Bagi pihak penyewa ia dapat menghemat sebagian dari dananya dengan cara
menyewa suatu tempat atau barang daripada ia membelinya dikarenakan harga
membeli suatu barang relatif tinggi. Selain itu ia juga tidak disibukkan dalam hal
pembayaran pajak terhadap barang ataupun bangunan lokasi apabila ia membeli
suatu barang.
c. Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain
pada umumnya adalah suatu perjanjian konsensual. Artinya, ia sudah sah dan
mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu
barang dan harga.12

Hal-hal yang membedakan perjanjian sewa-menyewa ini dengan perjanjian jual


beli adalah dalam sewa menyewa tidak ada penyerahan dalam arti pengalihan hak milik,
yang ada hanyalah penyerahan kekuasaan atas suatu barang untuk dinikmati penyewa. 13
Oleh karena itu, tidak dituntut atau tidak dipersyaratkan bahwa yang menyerahkan barang
harus pemilik barang, sebagaimana halnya dalam perjanjian jual beli atau tukar-menukar.
Jadi, meskipun seseorang hanya mempunyai “hak menikmati hasil” atas suatu barang dan
“bukan pemilik”, yang bersangkutan sudah dapat secara sah menyewakan barang
tersebut.

Perjanjian sewa menyewa menimbulkan suatu perikatan yang bersumber pada


perjanjian. Perjanjian ini diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Tentang Perikatan. Meskipun demikian, peraturan tentang sewa menyewa yang termuat
dalam bab ke tujuh dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku untuk
segala macam sewa menyewa mengenai semua jenis barang baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu,
oleh karena “waktu tertentu” bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa. 14

Di dalam sewa menyewa, si pemilik objek hanya menyerahkan hak pemakaian


dan pemungutan hasil dari benda tersebut, sedangkan hak milik atas benda tersebut tetap
berada di tangan yang menyewakan sebaliknya pihak penyewa wajib memberikan uang
sewa kepada pemilik benda tersebut. Hubungan hukum yang ada di antara pihak penyewa
dengan pihak yang menyewakan telah timbul sejak adanya kesepakatan yang dituangkan
dalam bentuk perjanjian tertulis secara notariil ataupun di bawah tangan yang disebut

11
R.Subekti. dan R.Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita. Jakarta. 2004, Hal.381.
12
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Cetakan X. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 1995,
Hal. 40.
13
I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Contract Drafting Teori Dan Praktik,
Kesaint Blanc, Jakarta, 2008. Hal. 168.
14
Harun Al-Rasyid, Upaya Penyelesaian Sengketa Sewa Menyewa Perumahan Menurut
Ketentuan Perundang-Undangan, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2003. Hal. 45

49
dengan Perjanjian Sewa Menyewa. Sewa menyewa rumah, ruangan atau toko adalah
keadaan dimana rumah, ruangan atau toko dihuni oleh bukan pemilik berdasarkan
perjanjian sewa menyewa. Sewa menyewa merupakan bentuk dari salah satu perjanjian
yang terdiri dari dua pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan. Perjanjian
pada pokoknya mengatur hubungan dimana kedua belah pihak saling mempunyai prestasi
secara timbal balik, sehingga menimbulkan suatu hak dan kewajiban dari masing-masing
pihak yang mengadakan perjanjian15.

Undang-undang dan pendapat para ahli melihat perjanjian sewa menyewa akan
menimbulkan suatu hak dan kewajiban diantara masing-masing pihak. Pihak penyewa
mempunyai hak untuk menempati ruangan atau toko yang disewa dalam suatu waktu
tertentu yang telah ditentukan dan berkewajiban membayar sejumlah harga tertentu yang
telah diperjanjikan. Pihak pemilik tempat atau ruangan berhak atas pembayaran sejumlah
uang tertentu dan berkewajiban menyerahkan ruangan atau toko kepada penyewa untuk
dinikmati pada masa waktu tertentu. Perjanjian sewa menyewa dianggap sah dan
mengikat pada saat tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Apabila benda
yang dijadikan objek sewa menyewa tidak mampu dibayar oleh penyewa sesuai dengan
kesepakatan, maka objek penguasaan sewa menyewa kembali kepada yang menyewakan.

Perumusan Masalah

Adapun Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Hak dan Kewajian Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa?
2. Bagaimana Perjanjian Sewa Menyewa berakhir dengan wanprestasi sebelum
habis waktu perjanjian?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Hak dan Kewajian Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa
Menyewa.
2. Untuk mengetahui Perjanjian Sewa Menyewa berakhir dengan wanprestasi
sebelum habis waktu perjanjian.

II. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu jenis penelitian
yang dilakukan dengan mempelajari norma-norma yang ada atau peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.16

Sifat penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah


deskriptif analis dari studi putusan kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status
subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau kasus dari keseluruhan
personalitas yang mengarah pada penelitian hukum normatif, yaitu suatu bentuk

15
Ahmadi Miru, Hukum kontrak & perancangan kontrak. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta, 2007, Hal. 34
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984. Hal. 51

50
penulisan hukum yang mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang berdasarkan
pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.17

Untuk mengetahui data yang dipergunakan dalam penulisan ini maka penulis
mempergunakan metode yaitu Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu dengan
melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan yaitu buku-buku, majalah hukum,
peraturan undang-undang, pendapat para sarjana, dan juga bahan-bahan kuliah.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yang menekankan
pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan
kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks dan rinci.18 Data kualitatif
yang diperoleh secara sistematis dan kemudian substansinya dianalisis untuk memperoleh
jawaban tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini
secara kualitatif untuk mendapatkan jawaban yang pasti dan hasil yang akurat. Sedangkan
data-data berupa teori yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan sub bab pembahasan,
selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang
pokok permasalahan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hak dan Kewajian Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Menyewa

Setelah ditemukannya suatu kesepakatan dalam perjanjian sewa menyewa yang


telah dilakukan para pihak maka para pihak yakni pihak yang menyewakan dan pihak
penyewa menentukan hal-hal mengenai hak dan kewajiban yang akan dilaksanakan untuk
menyepakati perjanjian yang dilakukan agar tercapai hal-hal yang diinginkan dalam
perjanjian tersebut. Hak dan kewajiban dibuat dalam suatu perjanjian agar para pihak
tidak saling melanggar aturan yang telah ditetapkan secara tertulis dalam suatu surat
perjanjian sewa menyewa yang telah baku.

Hak pihak yang menyewakan adalah hak-hak yang akan diterima oleh pihak yang
menyewakan adalah sebagai berikut:19

a. Pihak yang menyewakan berhak atas uang sewa yang harus dibayar oleh penyewa
pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa menyewa.
b. Pihak yang menyewakan berhak atas pandbeslag, yaitu penyitaan yang dilakukan
oleh pengadilan atas permohonan yang menyewakan seperti mengenai perabot-
perabot rumah yang berada dirumah yang disewakan dalam hal penyewa menunggak
uang sewa rumah untuk dilelang dalam hal penyewa tidak membayar lunas
tunggakan uang sewa itu.
c. Pihak yang menyewakan berhak meminta pembatalan perjanjian dan ganti rugi
apabila:

1) Pihak penyewa mengulang sewakan barang atau benda yang disewa tersebut
kepada pihak lain sedangkan hal tersebut dalam Pasal 1561 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dilarang dalam perjanjian sewa menyewa.

17
Astri Wijayanti, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung, Bandung. 2011. Hal 163.
18
Syamsul Arifin, Mejtode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum, Medan Area
University Press, 2012 Hal. 66
19
R.M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung.
2002, Hal. 46.

51
2) Pihak penyewa memakai barang yang disewa secara lain dari tujuan yang
dimaksud sehingga mengakibatkan kerugian kepada pihak yang menyewakan
yakni suatu kerusakan atau tidak dapat dipakai kembali barang atau benda yang
disewakan tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 1561 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.

Kewajiban pihak yang menyewakan. Pihak yang menyewakan juga mempunyai


kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakannya dalam suatu perjanjian sewa menyewa.
Menurut Pasal 1550 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pihak yang menyewakan
berkewajiban untuk:20

a. Menyerahkan benda yang disewakan kepada penyewa.

Mengenai kewajiban pertama, yakni pada saat telah terjadinya kesepakatan dalam
perjanjian, barang yang disewakan harus diserahkan kepada pihak penyewa untuk
dapat dinikmati. Adapun mengenai penyerahan benda pada persetujuan sewa
menyewa adalah penyerahan nyata atau sering disebut penyerahan secara
deliverence. Pihak yang menyewakan harus melakukan tindakan pengosongan serta
menentukan barang yang disewa. Oleh karena dalam sewa menyewa pihak yang
menyewakan hanya wajib melakukan penyerahan nyata, dari padanya tidak dapat
dituntut penyerahan yuridis.21

b. Memelihara benda yang disewakan sedemikian sehingga benda itu dapat dipakai
untuk keperluan yang dimaksudkan.22

Dalam hal kewajiban kedua, pihak yang menyewakan wajib memelihara dan
melakukan perbaikan selama perjanjian sewa menyewa masih berjalan sehingga
barang yang disewa tetap dapat dipakai sesuai dengan hajat yang dikehendaki pihak
penyewa, kecuali dalam hal reparasi kecil sebagaimana yang ditentukan Pasal 1551
ayat 2 KUH Perdata.

Jadi selama perjanjian sewa menyewa masih berlangsung pemeliharaan dan


perbaikan menjadi kewajiban pihak yang menyewakan.23 Dalam hal barang yang
diserahkan harus dalam keadaan baik maka jika ada cacat pada barang yang disewakan
sehingga menghalangi pemakaian tersebut bahkan mengakibatkan kerugian kepada pihak
penyewa maka pihak yang menyewakan harus memberikan ganti rugi sekalipun ia tidak
mengetahui adanya cacat tersebut pada waktu perjanjian dibuat. Hal ini diatur dalam
Pasal 1552 ayat 2 KUH Perdata. Apabila barang yang disewakan tersebut seluruh atau
sebahagian besar rusak atau lenyap oleh sesuatu sebab yang tidak bisa di duga-duga maka
untuk menghindari pihak yang menyewakan dari kewajiban yang terlampau berat sebagai
akibat overmacht, Pasal 1553 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan:

Jika barang yang disewa musnah disebabkan kecelakaan, dengan sendirinya


persetujuan sewa menyewa menjadi hapus menurut hukum. Jika yang musnah hanya
terhadap sebahagian saja, penyewa boleh memilih meminta pengurangan harga uang
sewa atau meminta pembatalan sewa menyewa.

20
Ibid Hal. 46
21
M. Yahya Harahap Op Cit Hal. 228
22
R. M. Suryodiningrat, Op.Cit., Hal. 45
23
M. Yahya Harahap Op Cit Hal. 229

52
c. Menjamin kepada penyewa kenikmatan tentram dan damai atas benda selama
perjanjian sewa menyewa berlangsung.

Pada keterangan di atas, kewajiban ketiga dari pihak yang menyewakan ini dapat
ditegaskan bahwa jaminan bagi penyewa untuk menikmati benda yang disewanya dengan
tentram dan damai adalah kewajiban pihak yang menyewakan untuk menangkis tuntutan
pihak ketiga.24

Kewajiban memberikan kenikmatan tentram kepada penyewa dimaksudkan


sebagai kewajiban pihak yang menyewakan untuk menanggulangi tuntutan hukum dari
pihak ketiga misalnya membantah hak si penyewa untuk memakai barang yang
disewanya.25 Kewajiban tersebut tidak meliputi pengamanan terhadap gangguan-
gangguan fisik. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1556 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi:

“Pihak yang menyewakan tidaklah diwajibkan menjamin si penyewa terhadap rintangan-


rintangan dalam kenikmatannya yang dilakukan oleh orang-orang pihak ketiga dengan
peristiwa-peristiwa tanpa memajukan sesuatu hak atas barang yang disewa, dengan tidak
mengurangi hak si penyewa untuk menuntut sendiri orang itu”.

Gangguan-gangguan dengan peristiwa-peristiwa itu harus ditanggulangi sendiri


oleh si penyewa.26 Hakikat penikmatan yang tentram ini ditentukan dalam Pasal 1552,
1554, 1557, dan 1558 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penikmatan yang tentram
ini antara lain:

1) Menanggung segala kekurangan yang merupakan cacat pada barang yang


disewakan.

Oleh karena itu setiap cacat yang dapat menimbulkan gangguan pemakaian,
mewajibkan pihak yang menyewakan untuk mengganti kerugian. Setiap gangguan di
luar akibat overmacht dapat dianggap sebagai keadaan “wanprestasi”. Akan tetapi
sesuatu hal yang tidak dapat dianggap wanprestasi jika sesuatu hal itu hanya bersifat
kurang nikmat, yang tidak merupakan akibat gangguan penikmatan. Apalagi jika
hilangnya atau kurangnya penikmatan tadi oleh karena keadaan yang tidak terduga
sebelumnya. Hal seperti ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang
menyewakan.

2) Pihak yang menyewakan tidak boleh merubah bangunan dan susunan barang yang
disewa selama perjanjian sewa menyewa masih berlangsung.

Larangan ini sesuai dengan azas penikmatan yang harus diberikan kepada penyewa
yakni atas seluruh barang yang disewa. Oleh karena itu merubah atas sebahagian
atau susunan barang yang disewa, sedikit banyak dapat menimbulkan gangguan atas
penggunaan dan penikmatan barang.27

24
R. Subekti 1995 Op Cit Hal. 42
25
Ibid
26
Ibid
27
M. Yahya Harahap, Lo.Cit., Hal. 226

53
Hak pihak penyewa. Selain hak dan kewajiban yang diterima dan dilaksanakan oleh
pihak yang menyewakan, pihak penyewa juga memiliki hak dan kewajibannya dalam
pelaksanaan perjanjian sewa menyewa. Hal-hal yang menjadi hak dari pihak penyewa
yaitu:28

1. Pihak penyewa berhak atas penyerahan barang dalam keadaan terpelihara sehingga
barang itu dapat dipergunakan untuk keperluan yang diperlukan.
2. Pihak penyewa berhak atas jaminan dari pihak yang menyewakan mengenai
kenikmatan tentram dan damai dan tidak adanya cacat yang merintangi pemakaian
barang yang disewanya.
3. Pihak penyewa berhak mengehentikan sewa menyewa apabila barang yang
disewakan tidak dapat dipergunakan oleh pihak penyewa. Hal ini diatur dalam Pasal
1555 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Pihak penyewa diperbolehkan pada waktu mengosongkan barang yang disewa,
membongkar dan membawa segala apa yang ia miliki dengan biaya sendiri telah
membawa barang pada tempat sewa, asalkan pembongkaran dan pembawaan itu
dilakukan Undang Hukum Perdata.

Kewajiban pihak penyewa sesuai dengan ketentuan Pasal 1560 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, pihak penyewa mempunyai dua kewajiban yakni:29

1. Pihak penyewa diwajibkan untuk memakai barang sewaan secara sangat berhati-hati
dan menurut tujuan dan maksud dari pada persetujuan sewa menyewa.
2. Pihak penyewa berkewajiban untuk membayar uang sewa pada waktu-waktu yang
ditentukan dalam persetujuan sewa menyewa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1561 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


menyatakan bahwa “Jika si penyewa memakai barang sewa secara lain dari pada yang
dimaksud atau untuk suatu keperluan sedemikian rupa sehingga dapat menerbitkan suatu
kerugian kepada pihak yang menyewakan, maka meminta pembatalan sewanya.
“Misalnya suatu rumah kediaman dipakai untuk menjalankan perusahaan yang
memerlukan mesin-mesin yang sangat berat dan membuat rumah tersebut kotor, maka
pihak yang menyewakan berhak menuntut pembatalan persetujuan sewa menyewa itu”.

Pada kewajiban kedua pihak penyewa yaitu dengan membayar uang sewa, tidak
diatur lebih lanjut oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1393 ayat
(2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan: “Pembayaran uang sewa ini
harus dilakukan ditempat kediaman pihak yang menyewakan, jadi harus dibawa ke
tempat kediamannya, kecuali apabila pihak yang menyewakan pindah ke lain kediaman,
dan dalam hal mana pembayaran uang sewa harus dilakukan pada tempat kediaman si
penyewa, jadi pihak yang menyewakan harus menarik sewanya ke tempat kediamannya
tersebut.

Selain itu pihak penyewa berkewajiban untuk menanggung segala kerusakan


yang terjadi selama masa sewa menyewa.30 Kecuali jika pihak penyewa dapat
membuktikan bahwa kerusakan tersebut bukan karena kesalahannya, tetapi terjadi diluar
kekuasaannya. Hal ini diatur dalam Pasal 1564 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.
Kewajiban ini berhubungan dengan kewajiban pemeliharaan. Setiap kerusakan yang

28
R.M. Suryodiningrat, Op.Cit., Hal. 48
29
Hasim Purba, Op.Cit., Hal. 85
30
M. Yahya Harahap, Op.Cit., Hal. 230

54
ditimbulkan pihak penyewa, mewajibkan pihak penyewa tersebut “membayar ganti rugi”.
Atau atas reparasi kecil yang dibiarkan pihak penyewa, dapat diperbaiki langsung oleh
pihak yang menyewakan atas beban tagihan rekening pihak penyewa. Akan tetapi
mengenai “kebakaran” yang memusnahkan barang yang disewa tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak penyewa. Kecuali jika dapat dibuktikan bahwa
terjadinya kebakaran akibat kesalahan dan kelalaian pihak penyewa. Berarti kebakaran
yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak penyewa harus atas dasar
“kesengajaan”, perbuatan demikian dianggap merupakan perbuatan onrechtmatigedaad
atau perbuatan melanggar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak
penyewa.

Pihak penyewa berkewajiban melakukan reparasi kecil dan sehari-hari, seperti


yang diatur dalam Pasal 1583 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang memberikan
penjelasan jika tidak ada persetujuan, maka dianggap sebagai demikian pembetulan-
pembetulan lemari-lemari toko, tutupan jendela, kunci-kunci dalam, kaca-kaca jendela,
baik di dalam maupun di luar rumah, dan segala sesuatu yang dianggap di dalamnya
menurut kebiasaan setempat.31

Pihak penyewa juga berkewajiban menyerahkan kembali barang sewa pada akhir
persewaan.32 Pengembalian ini dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 1562 dan 1563
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mewajibkan pihak penyewa untuk
mengembalikan barang yang disewa kepada pihak yang menyewakan sebagaimana
keadaan barang itu sesuai dengan keadaan waktu diserahkan ketangan pihak penyewa.
Jadi pada prinsipnya penyewa harus mengembalikan barang sebagaimana keadaan barang
sewaktu diterima pihak penyewa.33

Jika barang yang disewa terdiri atas barang yang tidak bergerak, pada saat
pengembalian kepada pihak yang menyewakan maka semuanya harus sudah
dikosongkan. Namun apabila pihak penyewa ingin melanjutkan kembali persewaan atas
barang yang disewakan maka pihak penyewa harus melakukan perpanjangan sewa
dengan persetujuan pihak yang menyewakan. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
kewajiban dari pihak yang menyewakan merupakan hak dari pihak penyewa dan
kewajiban pihak penyewa merupakan hak dari pihak yang menyewakan.

Perjanjian Sewa Menyewa berakhir dengan wanprestasi sebelum habis


waktu perjanjian

Persetujuan sewa menyewa dapat berakhir dengan sendirinya pada waktu


tertentu, setelah dihentikan dengan memperhatikan suatu tenggang tertentu. Meskipun
sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang konsensuil, namun oleh undang-undang
diadakan perbedaan antara sewa tertulis dan sewa lisan.

Ada dua hal yang perlu diketahui berkenaan dengan berakhirnya sewa menyewa
yakni:34

31
R. Subekti 1995 Op.Cit., Hal. 43.
32
Hasim Purba,Op.Cit., Hal. 86
33
M. Yahya Harahap, Op.Cit., Hal. 231
34
I.G. Rai Widjaya, Op.Cit., Hal. 174.

55
a. Perjanjian sewa tidak sekali-kali hapus dengan meninggalnya pihak yang
menyewakan maupun dengan meninggalnya pihak yang menyewa. Hal ini diatur
dalam Pasal 1575 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu sewa menyewa yang telah dibuat
sebelumnya tidaklah putus kecuali apabila hal tersebut telah diperjanjikan pada waktu
menyewakan barang dan apabila ada diperjanjikan demikian, si penyewa tidak berhak
menuntut suatu ganti rugi jika tidak ada suatu janji yang tegas. Tetapi apabila janji
yang demikian itu memang ada, si penyewa tidak diwajibkan mengosongkan barang
yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.

Pada dasarnya sewa menyewa akan berakhir bila:

1) Berakhir sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis

Dalam perjanjian sewa menyewa yang masa berakhirnya telah ditentukan secara
tertulis, sewa menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai dengan batas waktu yang
telah ditentukan para pihak. Jadi jika lama sewa menyewa sudah ditentukan dalam
persetujuan secara tertulis, perjanjian sewa berakhir tepat pada saat yang telah
ditetapkan. Pemutusan sewa dalam hal ini tidak perlu lagi diakhiri dengan surat
lain.35

2) Sewa menyewa yang berakhir dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan.

Dalam hal ini berakhirnya sewa tidak disudahi sesaat setelah lewatnya batas waktu
yang ditentukan. Melainkan setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak yang
menyatakan kehendak akan mengakhiri sewa menyewa. Pemberitahuan pengakhiran
sewa tersebut harus memperhatikan jangkauan waktu yang layak menurut kebiasaan
setempat. Batas waktu antara penghentian dengan pengakhiran inilah yang disebut
jangka waktu penghentian. Jangka waktu penghentian tidak boleh terlampau pendek.
Tetapi memberi jangka waktu yang layak memungkinkan pihak penyewa
mempersiapkan segala sesuatu mengatasi akibat dari pengakhiran sewa.36

3) Pengakhiran sewa menyewa baik tertulis maupun dengan lisan yang tidak ditentukan
batas waktu berakhirnya.

Dalam bentuk perjanjian sewa menyewa seperti ini, secara umum dapat disimpulkan
bahwa penghentian dan berakhirnya berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas
oleh kedua belah pihak. Atau batas waktu pengehentian yang selayaknya ini
berpedoman kepada kepatutan dan kebiasaan setempat. Misalnya pengakhiran sewa
berjangka waktu seminggu seperti pada sewa menyewa penginapan ditempat
rekreasi, dapat juga dengan jangka waktu sebulan tergantung pada pemakaian barang
yang bersangkutan. Hal ini dikemukakan karena undang-undang tidak mengatur cara
pengakhiran perjanjian sewa tanpa batas waktu.37

4) Ketentuan khusus pengakhiran sewa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1579 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


menentukan bahwa: “Pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa dengan

35
M. Yahya Harahap, Op.Cit., Hal. 238
36
Ibid., Hal. 239.
37
Ibid., Hal. 240

56
menyatakan hendak memakai sendiri barang yang disewakan, kecuali jika telah
diperjanjikan. Namun apabila ketentuan seperti ini tidak disebut dalam persetujuan,
maka pihak yang menyewakan tidak dapat mempergunakan alasan tersebut”.

Dalam ketentuan Pasal 1575 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian


sewa menyewa tidak hapus atau tidak berhenti dengan meninggalnya salah satu pihak.
Meninggalnya pihak yang menyewakan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian sewa
menyewa. Perjanjian dapat dilanjutkan oleh masing-masing ahli waris.

IV. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan

1. Hak dan kewajian para pihak dalam perjanjian sewa menyewa, Hak pihak yang
menyewakan adalah hak-hak yang akan diterima oleh pihak yang menyewakan
adalah Pihak yang menyewakan berhak atas uang sewa yang harus dibayar oleh
penyewa pada waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa menyewa. Pihak
yang menyewakan berhak atas pandbeslag, yaitu penyitaan yang dilakukan oleh
pengadilan atas permohonan yang menyewakan seperti mengenai perabot-perabot
rumah yang berada dirumah yang disewakan dalam hal penyewa menunggak
uang sewa rumah untuk dilelang dalam hal penyewa tidak membayar lunas
tunggakan uang sewa itu. Pihak yang menyewakan berhak meminta pembatalan
perjanjian dan ganti rugi. Hak pemberi sewa adalah menyerahkan benda yang
disewakan kepada penyewa, memelihara benda yang disewakan sedemikian
sehingga benda itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan
2. Perjanjian sewa menyewa berakhir dengan wanprestasi sebelum habis waktu
perjanjian yaiu persetujuan sewa menyewa dapat berakhir dengan sendirinya
pada waktu tertentu, setelah dihentikan dengan memperhatikan suatu tenggang
tertentu. Meskipun sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang konsensuil,
namun oleh undang-undang diadakan perbedaan antara sewa tertulis dan sewa
lisan.

Saran

1. Pihak yang menyewakan tersebut sebaiknya menjelaskan perihal pasal-pasal yang


terkandung di dalam perjanjian sewa menyewa, terkait hak dan kewajiban para pihak
dalam perjanjian sewa menyewa yang dibuat agar tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Sebaiknya dalam klausul perihal penyelesaian perselisihan seharusnya dibuat secara
terperinci dan jelas. Bagaimana proses musyawarah yang dilakukan dalam
meyelesaikan perselisihan antara pihak yang bersengketa dalam perjanjian sewa
menyewa serta perihal mengenai biaya yang ditanggung pada saat melaksanakan
penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah tersebut.

57
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ahmadi Miru, Hukum kontrak & perancangan kontrak. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta, 2007.

Astri Wijayanti, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung, Bandung. 2011

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. 2009

Harun Al-Rasyid, Upaya Penyelesaian Sengketa Sewa Menyewa Perumahan Menurut


Ketentuan Perundang-Undangan, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2003

I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Contract Drafting Teori Dan Praktik,
Kesaint Blanc, Jakarta, 2008,

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti,


Bandung. 2001.

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2016.

R.Subekti. dan R.Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya


Paramita. Jakarta. 2004.

R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Cetakan X. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 1995.

R.M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung.


2002

Salim Hs, Hukum Kontrak, Teori & Tekhnik Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta. 2003.

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan keempat, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984

Syamsul Arifin, Mejtode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum, Medan Area
University Press, 2012

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,


Penerbit Sumur, Bandung, 2011.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

58

Anda mungkin juga menyukai