Skripsi Fix

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 49

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melaksanakan

pembangunan di berbagai bidang untuk meningkatkan taraf kehidupan dan

kesejahteraan masyarakat.1 Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian,

kemajuan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan serta kemajuan

organisasi, maka semakin banyak perusahaan berkompetisi melakukan kegiatan

usahanya sebaik mungkin. Secara fisik kemajuan pembangunan Indonesia dapat

diakses langsung dengan adanya gedung-gedung yang menjulang tinggi, jembatan,

infrastruktur seperti jalan tol, sarana telekomunikasi adalah hal-hal aktual yang

menandakan denyut ekonomi Indonesia sedang berlangsung.

Oleh karena itu jasa konstruksi adalah sebuah sektor yang memegang peran

penting di dalam pembangunan Indonesia, karena hal tersebut dijadikan sebagai alat

untuk mendorong tumbuhnya perekonomian guna menunjang terwujudnya

pembangunan nasional. Dalam setiap proses pengerjanya, industri konstruksi tidak

dapat terlepas dari peralatan. Hal tersebut guna membantu usahanya agar dapat

selesai dengan tepat waktu. Sehingga dengan adanya keadaan tersebut, membuka

1
C.S.T, Kansil. (2012) Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. PN.Balai

Pustaka. Jakarta. h.110.

1
peluang kepada perusahaan khususnya yang bergerak di bidang jasa konstruksi untuk

membantu dalam proyek pengerjaan konstruksi berupa memberikan layanan

penyewaan alat berat. Seperti dozer, excapator, loader, foco truck, drum roller,

peneumatic Tired roller , aspal, finisher, crawler, dan lain sebagainya.

Dalam perjanjian Hukum Perdata Internasional merupakan suatu persetujuan

antara dua orang atau lebih berisi janji-janji secara timbal balik yang di akui oleh

hukum, atau pelaksanaannya diakui sebagai kewajiban hukum dan mempunyai unsur

asing. Unsur asing yang di maksud adalah subjeknya atau objek yang di perjanjikan

atau sistem hukumnya.2 Buku III KUH-Perdata menganut sistem terbuka (Open

System), artinya bahwa para pihak bebas mengadakan kontrak dengan siapa pun,

menentukan syarat-syaratnya, pelaksanaannya, dan bentuk kontrak, baik berbentuk

lisan maupun tertulis. Di samping itu, di perkenakan untuk membuat kontrak baik

yang telah di kenal dalam KUH-Perdata maupun di luar Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Suatu perjanjian dinamakan juga sebagai suatu persetujuan, oleh karena dua

pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa antara perjanjian

dan persetujuan itu adalah sama artinya. Dimana persetujuan atau yang dinamakan

Overeenkomsten yaitu “suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta

benda kekayaan mereka, yang bertujuan mengikat kedua belah pihak.3

2
Umar Said Sugianto. (2014). Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. h.303.
3
Wirjono Prodjodikoro. (2011). Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu. Penerbit
Sumur. Bandung. h.11

2
Perjanjian atau kontrak yang telah di atur dalam KUH-Perdata, seperti jual beli,

tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam

pakai, pinjam-meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perjanjian utang-

utangan, dan perdamaian.4 Di luar KUH-Perdata, kini telah berkembang berbagai

perjanjian atau kontrak baru, seperti Leasing, beli sewa, franchise, surrogate mother,

production sharing, Joint venture, dan lain-lain.5

Perjanjian sewa menyewa banyak dipergunakan oleh banyak pihak pada

umumnya, karena perjanjian ini dapat menguntungkan para pihak, baik itu pihak

penyewa maupun yang menyewakan. Dimana pihak penyewa dapat diuntungkan

dengan nilai guna dan manfaat benda dari benda yang disewakan untuk memenuhi

kebutuhannya dan yang menyewakan dapat diuntungkan dengan memperoleh ongkos

sewa yang telah diberikan oleh pihak si penyewa. Benda yang menjadi obyek

perjanjian sewa menyewa bisa bermacam-macam, mulai dari mobil, bus, hingga

buku-buku dan film dalam bentuk CD dan DVD. Tak terkecuali excavator atau alat-

alat berat, yang sering digunakan dalam pembangunan gedung, jalan dan kegiatan-

kegiatan lainnya yang membutuhkan dukungan alat-alat berat.

Kini, alat-alat berat tidak hanya dapat diperoleh dengan cara membeli saja,

melainkan juga digunakan dengan sistem menyewa. Hal ini tentu saja

menguntungkan, mengingat excavator harganya sangat tinggi.

4
AK Syahmin. (2006). Hukum Kontrak Internasional. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. h. 35.
5
Salim. (2006). Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUH-Perdata. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. h. 157.

3
Salah satu perbuatan atau hubungan hukum tersebut adalah perjanjian sewa-

menyewa. Perjanjian sendiri adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda

kekayaan antara dua pihak, dalam masa satu pihak berjanji atau dianggap berjanji

untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lain

berhak menuntut pelaksanaan janji itu.6

Sehubungan dengan perjanjian sewa-menyewa antara kedua belah pihak, maka

pihak penyewa harus dapat menjaga barang yang di sewanya, kemudian pemilik sewa

harus menyerahkan bendanya dalam keadaan baik dan dapat di nikmati oleh pihak

penyewa.7 Dalam perjanjian pihak kedua mengalami keterlambatan pembayaran lebih

dari waktu yang telah di sepakati dan pembayaran. Perkataan pembayaran ialah

pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan

paksaan atau eksekusi.8 Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengingatkan

dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain dapat membayar

harga yang telah di perjanjikan.9

Perjanjian sewa menyewa ini pada dasarnya sama seperti perjanjian jual beli,

hanya saja perbedaannya adalah pada perjanjian jual beli benda atau barang telah

disepakati. Sudah dapat dimiliki oleh si pembeli setelah si pembeli menyerahkan

uang kepada si penjual. Sedangkan pada perjanjian sewa-menyewa ini, benda atau

6
Wirjono Prodjodikoro. (2011). Azas-Azas Hukum Perjanjian. Mandar Maju. Bandung. h. 11.
7
Salim HS. (2015). Hukum Kontrak. Sinar Grafika. Jakarta.
8
Subekti. (2001). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa. Jakarta. h. 152.
9
Widijowati Dijan. (2012). Hukum Dagang. Andi. Yogyakarta. h. 165.

4
barang yang telah disepakati tidak dapat dimiliki oleh si penyewa. Si penyewa hanya

dapat menikmati manfaat benda atau barang tersebut dengan menggunakannya saja

dan itupun dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Dalam perusahaan PT. Tadika Konsultan yang bergerak di bidang usaha

penyewaan alat berat. Alat berat merupakan salah satu sumber daya peralatan yang di

gunakan dalam suatu proyek. Sehingga membuka peluang bagi pengusaha yang ada

di bidang jasa konstruksi untuk membuka usaha penyewaan alat berat.

Pelaksanaan perjanjian penyewaan yang dilakukan oleh kedua belah pihak

merupakan undang-undang yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Sehingga dalam perjanjian penyewaan tersebut tidak jarang terjadi

penyimpangan terhadap hukum atau pelanggaran hukum karena ada pihak yang di

rugikan atau pihak lain yang merasa tidak puas dengan suatu kesepakatan atau

perjanjian yang telah di sepakati. Terjadinya karena wanprestasi pihak debitur dalam

suatu perjanjian, membawa akibat yang tidak mengenakan bagi debitur yaitu:

1. Mengganti Kerugian;

2. Benda yang menjadi objek perikatan, sejak terjadinya wenprestasi menjadi

tanggung gugat debitu;

3. Jika perikatan itu timbul dari perikatan timbal balik, kreditur dapat minta

pembatalan (pemutusan) perjanjian.10

10
Miru Ahmadi. (2007). Hukum Perlindungan Konsumen. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. h. 128.

5
Wanprestasi diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUH Perdata), berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak

dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah

dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang

harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukan hanya

dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah

ditentukan.11

PT. Tadika Konsultan memiliki kurang lebih 20 unit alat berat Alat berat

yang dimiliki bervariasi jenis, diantaranya excavator, dozer, vibro, trailer, dan lain

sebagainya. Dalam pelaksanaannya, PT. Tadika Konsultan sangatlah

memperhatikan kondisi alat berat, kondisi mesin, sampai dengan operator ahli pun

tidak luput dari perhatian perusahaan ini.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sewa menyewa terlebih dahulu

adanya suatu perjanjian sewa menyewa yang di sepakati oleh si penyewa dan si

pemberi sewa, dalam hal sewa menyewa telah adanya suatu aturan yang mengatur

tentang perjanjian sewa menyewa yang telah di jelaskan dalam KUH-Perdata Buku

ke tiga tentang perikatan dalam Pasal 1550, 1560, 1564 Tentang Hak dan

Kewajiban sewa menyewa, tetapi dalam pelaksanaan perjanjian yang dilakukan

oleh PT. Tadika Konsultan dengan penyewa telah adanya suatu perjanjian yang

11
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1243 Tentang Wanprestasi.

6
terebih dahulu di buat oleh pemberi sewa ( PT. Tadika Konsultan) dengan penyewa

sebelum melakukan perjanjian sewa menyewa alat berat yang di jelaskan dalam

pasal 2 yang menerangkan bahwa si penyewa harus mengembalikan barang

yang disewa kepada PT. Tadika Konsultan sebelum jatuh tempo paling lambat 1

bulan, akan tetapi dalam kenyataan dilapangan sering terjadi keterlambatan dalam

pengembalian alat berat yang disewakan oleh PT. Tadika Konsultan kepada si

penyewa yang mengakibatkan kerugiaan kepada PT. Tadika Konsultan.

Berdasarkan uraian yang penulis gambarkan pada latar belakang masalah di

atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “ Perlaksanaan

Perjanjian Sewa-Menyewa Alat Berat Excavator antara Penyewa dengan PT.

Tadika Konsultan”.

1.2 Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian/skripsi ini adalah sebagai

berikut :

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur pelaksanaan perjanjian sewa menyewa alat berat

excavator antara penyewa dengan PT. Tadika Konsultan ?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa dari perjanjian sewa menyewa alat berat

excavator pada PT. Tadika Konsultan?

1.3 Ruang Lingkup

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penulisan skripsi ini adalah :

7
1. Prosedur pelaksanaan perjanjian sewa menyewa alat berat excavator antara

penyewa dengan PT. Tadika Konsultan

2. Penyelesaian sengketa dari perjanjian sewa menyewa alat berat excavator pada

PT. Tadika Konsultan

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan perjanjian sewa menyewa

alat berat excavator antara penyewa dengan PT. Tadika Konsultan.

b. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penyelesaian dari perjanjian sewa

menyewa alat berat excavator pada PT. Tadika Konsultan

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perdata.

b. Memperkuat penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dan dapat

dijadikan acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya mengenai

Prosedur Perlaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Alat Berat Excavator.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi PT. Tadika Konsultan

Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang bermanfaat

sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi perusahaan untuk Prosedur

Perlaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Alat Berat Excavator.

8
b. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis

serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah

diperoleh selama masa perkuliahan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan semoga hasil penelitian ini menjadi

acuan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya di masa

yang akan datang

1.6 Metode Penelitian

1.6.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu jenis

penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan hokum primer, sekunder dan

tersier. Dari segi kegunaan atau manfaatnya, penelitian ini lebih tepat dikategorikan

sebagai jenis penelitian terapan (Applied Research), yakni jenis penelitian yang

dilakukan dalam rangka menjawab kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah

praktis, sehingga jenis penelitian ini dapat juga disebut dengan Operational Research

(Penelitian Operasi) atau Action Research (Penelitian Kerja).12

12
Supardi. (2005). Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. UII Press. Yogyakarta. H. 26

9
1.6.2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah

deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan (Menggambarkan) fenomena-fenomena yang ada.

1.6.3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah

pendekatan undang-undang, pendekatan kasus.

a. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang

dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.

b. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah kasus-kasus yang

berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan berdasarkan

kasus yaitu tentang perjanjian sewa menyewa excavator yang dilakukan oleh PT.

Tadika Konsultan.

1.6.4. Jenis & Sumber Data

Sumber data dalam mengerjakan skripsi ini terdapat beberapa bahan hukum

untuk melengkapi penulisan penelitian antara lain:

1. Bahan Hukum Primer: adalah bahan hukum yang mengikat. Dalam penulisan

skripsi ini yang menjadi bahan hukum primer adalah Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

10
2. Bahan Hukum Sekunder: adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum

primer. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum sekunder adalah

buku-buku literatur tentang perjanjian, hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli

hukum, majalah hukum, dan lain-lain.

3. Bahan Hukum Tersier: adalah bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum tersier adalah kamus,

ensiklopedia, dan lain sebagainya.

1.6.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk baiknya suatu karya ilmiah seharusnya didukung oleh data-data,

demikian juga dengan penulisan skripsi ini penulis berusaha untuk memperoleh data-

data maupun bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini setidak-

tidaknya dapat lebih dekat kepada golongan karya ilmiah yang baik.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalan penelitian ini adalah:

1. Studi dokumen. Yaitu bahan-bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan, hal ini dilakukan

untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap.

2. Penelitian lapangan (Field Research)/wawancara yaitu penulis langsung

melakukan studi pada CV Riana Medan, dengan melakukan dan melaihat

perjanjian sewa menyewa excavator.

3. Wawancara, Wawancara dilakukan secara langsung, dalam metode

wawancara materimateri yang akan dipertanyakan telah dipersiapkan terlebih

11
dahulu oleh penulis sebagai pedoman, metode ini digunakan agar responden

bebas memberikan jawaban-jawaban dalam bentuk uraian-uraian. Wawancara

dilakukan juga pada pihak akademik.

1.6.6. Analisis Data

Penelitian ini analisis data yang dilakukan secara kualitatif yang menekankan

pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan

kondisi realitas, kompleks dan rinci.

Data kualitatif yang diperoleh secara sistematis dan kemudian substansinya

dianalisis untuk memperoleh jawaban tentang pokok permasalahan yang akan dibahas

dalam penulisan skripsi ini secara kualitatif untuk mendapatkan jawaban yang pasti

dan hasil yang akurat. Sedangkan data-data berupa teori yang diperoleh

dikelompokkan sesuai dengan sub bab pembahasan, selanjutnya dianalisis secara

kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang pokok permasalahan.

1.6.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini untuk memberikan gambaran yang jelas

mengenai isi dari tiap-tiap bab. Berikut ini akan diuraikan secara angka sistematika

penulisan yang terdiri dari empat bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang penulisan berserta

pemilihan judul perumusan masalah, ruang lingkup, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan metode penelitian.

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang pengertian-pengertian serta teori-teori yang

digunakan dalam membahas permasalahan yang telah ditetapkan pada bab 1,

Isi tinjauan Pustaka sangat berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, Pada

bagian inilah diperlukan adanya buku-buku referensi. Biasanya bagian ini

merupakan bagian yang menulis langsung dari buku-buku referensi yang telah

disediakan.

BAB III PEMBAHASAN

Bab ini penulis menyajikan hasil penelitian dan melakukan analisis terhadap

permasalahan yang dibahas.

BAB IV PENUTUP

Bab ini penulis akan menarik kesimpulan dan memberikan saran sehubungan

dengan analisis yang dilakukan.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Perjanjian

2.1.1.1 Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata

ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris. Jadi,

istilah “hukum perjanjian” berbeda dengan istilah “ hukum perikatan”. Karena,

dengan istilah “perikatan” dimaksudkan sebagai semua ikatan yang di atur dalam

KUH Perdata, jadi termasuk juga baik perikatan yang terbit karena undang-undang

maupun perikatan yang terbit dari perjanjian.

Hukum perjanjian dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah contract yang

dalam praktik sering dianggap sama dengan istilah perjanjian. Bahkan dalam bahasa

Indonesia pun sudah sering di pergunakan istilah kontrak. misalnya untuk sebutan

“kuli kontrak” atau istilah “kebebasan berkontrak” bukan “kebebasan berperjanjian”

dan bukan juga “kebebasan berperutangan”.13

Perjanjian adalah suatu kesepakatan di antara dua atau lebih pihak yang

menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum.

13
Munir Funady. (2015). Konsep Hukum Perdata. Rajawali: Jakarta Pers. h. 179.

14
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang atau

lebih berjanji kepada pihak lain untuk melaksanakan suatu hal, di mana dengan

perjanjian itu timbullah perikatan. Sementara menurut Wirijono Prodijodikoro,

dengan merujuk pada Pasal 1233 KUH Perdata, perikatan-perikatan bersumber pada

bersetujuan, karena itu “perjanjian” sama artinya dengan “persetujuan”.14 Sedangkan

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang menyatakan bahwa Buku ketiga KUH Perdata

membicarakan perutangan-perutangan, sedangkan sumber perutangan dari perjanjian

atau undang-undang, karena itu kata “perikatan” diartikan sama dengan

“perutangan”, namun tetap memakai “perjanjian” sebagai sumber “perikatan” yang di

gunakan oleh Subekti.

2.1.1.2. Asas Perjanjian

Ada beberapa asas yang dapat di temukan dalam Hukum Perjanjian, di antaranya

sebagai berikut :

a. Asas kontrak sebagai hukum yang mengatur, merupakan peraturan-peraturan

hukum yang berlaku bagi subjek hukum. Dalam hal ini para pihak dalam suatu

kontrak.

b. Asas kebebasan berkontrak, bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk

menentukan materi atau isi suatu perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan.

Asas ini tercermin jelas dalam pasal 1338 KUH Perdata yang di rumuskan

sebagai berikut :
14
Wirijono Prodjodikoro. (2000). Asas-Asas Hukum Perjanjian. Mandar maju. Bandung. h. 3.

15
1) Semua persetujuan yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.

2) Persetujuan itu tidak dapat tertarik kebali selain dengan sepakat kedua belah

pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup

untuk itu.

3) Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi

ruang lingkup sebagai berikut :

1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siap ia ingin membuat perjanjian.

3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan

di buatnya.

4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional (aanvullend, optimal).

c. Asas pacta sun servanda, adalah janji itu mengikat, bahwa suatu kontrak disebut

secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi

kontrak tersebut.

Asas pacta Sun servanda merupakan asas yang menyangkut daya

mengikatnya sebuah perjanjian yang di buat oleh para pihak dalam bentuk

perjanjian apapun terutama dalam bentuk perjanjian tidak tertulis. Asas Pacta Sun

16
servanda merupakan asa yang tidak berdiri sendiri seperti asas-asas perjanjian

lainnya.

d. Asas konsensul, suatu perjanjian timbul apabila telah ada konsensus atau

persesuaian kehendak antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya

kata sepakat, perjanjian tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu di taati

apabila salah satu pihak menggunakan paksaan, penipuan, ataupun terdapat

kekeliruan akan objek kontrak.

e. Asas obligator, yaitu jika suatu kontrak sudah di buat, maka para pihak telah

terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban

semata-mata.

f. Asas ketetapan waktu, setiap kontrak apa pun bentuknya, harus memiliki batas

waktu berakhirnya, yang sekaligus merupakan unsur kepastian pelaksanaan suatu

prestasi (objek kontrak). Prinsip ini sangatlah penting dalam kontrak-kontrak

tertentu, misalnya kontrak-kontrak konstruksi dan proyek keuangan, di mana

setiap kegiatan yang telah di sepakati harus diselesaikan tepat waktu. Prinsip ini

penting untuk menetapkan batas waktu berakhirnya suatu kontrak.

Asas-asas tersebut di atas merupakan asa yang timbul sebagai akibat dari

perjanjian suatu kontrak atau perjanjian. Dalam suatu kontrak asas tersebut secara

tidak langsung pasti muncul karena hahekat dari suatu kontak adalah timbulnya hak

17
dan kewajiban masing-masing pihak. Oleh karena itu maka semua asas tersebut di

atas muncul sebagai akibat terjadinya suatu kontrak atau perjanjian.15

2.1.1.3. Syarat-syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian baru sah dan karenanya akan menimbulkan akibat hukum

jika di buat secara sah sesuai hukum yang berlaku. Persyaratan-persyaratan hukum

yang harus di penuhi agar sebuah perjanjian ini sah dan mengikat, adalah sebagai

berikut :

1. Syarat Umum Sahnya Perjanjian

Suatu kontrak di anggap sah dan mengikat apabila kontrak itu telah memenuhi

semua syarat-syarat seperti yang di tetapkan di dalam Pasal 1320 KUH Perata

yaitu sebagai berikut :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya para pihak yang

mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian

yang akan adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, yaitu para pihak secara hukum

harus sudah dewasa atau cakap berbuat. Jika salah satu pihak belum dewasa,

ia dapat diwakili oleh walinya. Namun, dalam praktisi, kadang kala umur

yang menjadi tolak ukur apakah seorang itu sudah dewasa atau belum dewasa

tidak dicantumkan dalam komparasi naskah kontrak. Akan tetapi, usia para

15
Munir Fuandy. (2002). Pengantar Hukum Bisnis. PT. Cinta Aditya bakti. Bandung. h.13.

18
pihak jika tidak disebutkan, maka dapat di asumsikan bahwa para pihak sudah

dewasa.

3) Mengenai suatu hal tertentu, dalam suatu kontrak objek perjanjian harus

jelas dan di tentukan oleh para pihak, ojek perjanjian tersebut dapat berupa

barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal

tersebut ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang,

keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.

4) Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah

berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban. Ada beberapa hal yang harus di perhatikan :

a) Kausa yang halal di lihat dari pengertian mitif dan tujuan atau

consideration. Misalnya dalam jual, beli penjual menginginkan uang,

sedangkan pembeli menginginkan barang.

b) Kausa yang halal harus dikaitkan dengan isi kontrak. Isi kontrak

tersebut yaitu hal-hal yang di sepakati para pihak dalam kontrak, yang

menurut Pasal 1337 KUH Perdata yang tidak boleh bertentangan

dengan: undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.16

2. Syarat Tambahan Sahnya Perjanjian.

Syarat tambahan terhadap sahnya suatu perjanjian yang juga berlaku

terhadap seluruh bentuk ban jenis perjanjian adalah sebagaimana yang di

16
Harlen Sinaga. (2015). Hukum Acara Perdata dengan Pemahaman hukum Material. PT.
Gelora Aksara Pratama. h. 29.

19
sebut antara lain dalam Pasal 1338 (ayat 3) dan 1339 KUH Perdata, yaitu

sebagai berikut:

1) Perjanjian dilaksanakan dengan iktikad baik.

2) Perjanjian mengikat sesuai kepatutan.

3) Perjanjian mengikat sesuai kebiasaan.

4) Perjanjian harus sesuai dengan undang-undang (hanya terhadap yang

bersifat hukum memaksa).

5) Perjanjian harus sesuai ketertiban umum.

3. Syarat Khusus Formalitas Sahnya Perjanjian

Tentang syarat khusus (berlaku hanya untuk perjanjian-perjanjian khusus

saja) yang bersifat formalitas terhadap sahnya suatu perjanjian antara lain

adalah sebagai berikut :

1) Agar sah secara hukum, perjanjian tertentu harus di buat secara

tertulis. Keharusan tertulis ini misalnya berlaku terhadap perjanjian

hibah, perjanjian penanggungan, perjanjian hibah, dan sebagainya.

2) Agar sah secara hukum, perjanjian tertentu harus di buat oleh pejabat

yang berwenang, misalnya :

a) Perjanjian (akta) pendirian perseroan terbatas harus di buat oleh

notaris.

b) Perjanjian jual beli tanah harus di buat oleh Pejabat Akte Tanah (

PPAT).

20
4. Syarat Khusus Substantif Sahnya Perjanjian

Tentang syarat khusus (berlaku hanya untuk perjanjian-perjanjian

khusus saja) yang bersifat substantif terhadap sahnya suatu perjanjian

antara lain adalah bahwa agar suatu perjanjian gadai sah, maka harus di

perjanjikan (dan tidak boleh di perjanjikan sebaliknya) bahwa barang

objek gadai tersebut haruslah dialihkan dari pihak pemberi gadai ke pihak

penerima gadai, vide Pasal 1152 KUH Perdata.

Adapun yang merupakan konsekuensi dari tidak terpenuhinya satu

atau lebih dari syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut :

1) Batal demi hukum (nietig, null and void). Dalam hal ini, kapan pun

perjanjian tersebut dianggap tidak pernah sah dan di anggap tidak

pernah ada, dalam hal ini jika tidak terpenuhi syarat objektif dalam

Pasal 1320 KUH Perdata Indonesia, yaitu

a) Syarat perihal tertentu, dan

b) Syarat kausa yang diperbolehkan.

2) Dapat di batalkan (vernietigebaar, voidable). Dalam hal ini, perjanjian

tersebut baru di anggap tidak sah, jika perjanjian tersebut di batalkan

oleh yang berkepentingan, dalam hal ini jika tidak terpenuhi syarat

subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata Indonesia, yaitu :

a) Syarat tercapainya kata sepakat.

b) Syarat kecakapan berbuat.

21
3) Perjanjian tidak dapat dilaksanakan (unenforceable). Dalam hal ini,

merupakan perjanjian yang tidak dilaksanakan adalah jika perjanjian

tersebut tidak begitu saja batal, tetapi juga tidak dapat dilaksanakan,

tetapi perjanjian tersebut masih mempunyai status hukum tertentu.

4) Dikenakan sanksi administratif. Dalam hal ini, ada syarat dalam

perjanjian, yang apabila syarat tersebut, melainkan hanya

mengakibatkan salah satu pihak atau kedua belah pihak terkena

semacam sanksi administratif.

2.1.1.4. Bentuk Perjanjian

Dalam praktisi di kenal tiga bentuk perjanjian, yaitu :


1. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausulnya di

bakukan dan di buat dalam bentuk formulir. Dengan kata lain, perjanjian

baku tujuan utama standar contract di tujukan untuk kelancaran prosodi

perjanjian dengan mengutamakan efisiensi, ekonomi, dan praktis. Tujuan

khususnya, yaitu untuk keuntungan satu pihak, untuk melindungi

kemungkinan kerugian akibat perbuatan debitur serta menjamin kepastian

hukum.

2. Perjanjian bebas, dasar hukum kebebasan berkontrak ini yaitu Pasal 1338

KUH Perdata. Namun, mengingat KUH Perdata Pasal 1338 ayat (3)

mengenai asa keadilan, kebiasaan serta undang-undang, maka pada

prinsipnya kebebasan berkontrak itu masih harus memerhatikan asa

kepatutan, kebiasaan, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

22
3. Perjanjian tertulis dan tidak tertulis, dalam praktik, khususnya kontrak

dagang selalu di buat dalam bentuk tertulis karena kontrak tertulis dapat di

jadikan alat bukti bahwa telah terjadi suatu persetujuan para pihak. Juga

penting untuk menghindari adanya ketidakpastian akan kesepakan yang

telah mengikat para pihak. Kontrak tertulis itu merupakan surat yang

berupa akta. Sementara itu, akta sendiri terdiri dari dua macam, yaitu akta

autentik dan akta di bawah tangan. Di sisi lain, kontrak tidak tertulis, dalam

praktisi kehidupan sehari-hari masih sering di lakukan, teristimewa

mengenai bisnis kecil-kecilan yang terjadi tara para relasi bisnis yang

sudah di kenal dapat di percayai dan jujur dalam melakukan bisnisnya.

Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu sebagai berikut :

1. Perjanjian di bawah tangan yang di tanda tangani oleh para pihak yang

bersangkutan saja. Perjanjian ini hanya mengikat para pihak dalam

perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga.

2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.

Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk

melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian

tersebut tidaklah mempengaruhi Kelantan hukum dari isi perjanjian. Salah

satu pihak mungkin saja menyangkai isi perjanjian. Namun, pihak yang

menyangkal itu adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.

23
3. Perjanjian yang di buat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta

notaris. Akta notaris adalah akta yang di baut di hadapan dan di muka

pejabat yang berwenang untuk itu.

2.1.1.5. Jenis-jenis Perjanjian.

Mengenai jenis perjanjian, secara umum suatu perjanjian yang baik dalam

bentik tertulis maupun tidak tertulis terbagi atas beberapa jenis, di antaranya :

1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menibulkan hak dan kewajiban

bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli, dan sewa-menyewa.

2. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah

satu pihak saja, misalnya perjanjian hibah

3. Perjanjian atas beban ialah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu

selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada

hubungannya menurut hukum.

4. Perjanjian bernama (di beri nama oleh peraturan perundang-undangan hukum

perdata dan dagang, misalnya pinjam pakai, pertanggungan, penitipan barang).

5. Perjanjian tidak bernama adalah yang tidak diatur dalam KUH Perdata, namun

terdapat di masyarakat, misalnya perjanjian keagenan, perjanjian distributor,

perjanjian pembiayaan, seperti sewa guna usaha/leasing, anjak piutang, modal

ventura, kartu kredit, dan lain-lain.

6. Perjanjian campuran (contractus sui genetis), yaitu perjanjian yang mengandung

berbagai unsur perjanjian, misalnya perjanjian pendirian pabrik pupuk dan diikuti

24
dengan perjanjian jual beli mesin pupuk serta perjanjian perbuatan teknik

dan/atau tenaga ahli.

7. Perjanjian obligator, yaitu perjanjian antara pihak-pihak yang mengikat diri untuk

melakukan penyerahan kepada pihak lain.

8. Perjanjian kebendaan, yaitu perjanjian hak atas benda dialihkan (transfer of title)

atau di serahkan kepada pihak lain.

9. Perjanjian konsensualisme, yaitu perjanjian di antara kedua belah pihak yang

telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut

ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian ini mempunyai kekuatan

mengikat, namun di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang

hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang. Perjanjian yang demikian

itu di namakan perjanjian riil.

10. Perjanjian yang sifatnya istimewa, yaitu sebagai berikut :

a) Perjanjian liberator, yakni perjanjian para pihak yang

b) membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang

(Pasal 1438 KUH Perdata).

c) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian antar para pihak untuk menentukan

pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

d) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya di kuasai

oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai

penguasa/pemerintah.

25
2.1.1.6. Macam-macam Perjanjian.

Macam-macam perjanjian sebenarnya tergantung dari munculnya perjanjian

itu sendiri. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada bermacam-macam

perjanjian sebagai berikut :

1. Perjanjian untuk Memberikan Sesuatu.

Mengenai perjanjian untuk memberikan sesuatu, undang-undang tidak

menggambarkan secara sempurna. Pasal 1235 KUH Perdata, menyebutkan:

“Dalam tiap-tiap perjanjian untuk memberikan sesuatu adalah termaksud

kewajiban di beri utang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan

untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat

penyerahan.

2. Perjanjian untuk Berbuat Sesuatu.

Berbuat sesuatu artinya melakukan perbuatan seperti yang telah di tetapkan

dalam perikatan (perjanjian).

Pasal 1236 KUH Perdata menyebutkan: “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat

sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi

kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban, memberikan

penggantian biaya, rugi dan bunga”.

3. Perjanjian untuk Tidak Berbuat Sesuatu.

26
Tidak berbuat sesuatu artinya tidak melakukan perbuatan seperti yang telah

diperjanjikan. Jadi wujud prestasi di sini adalah tidak melakukan perbuatan,

misalnya tidak melakukan persaingan yang di perjanjikan. Sebagaimana di

sebutkan dalam Pasal 1242 KUH Perdata “Jika perjanjian itu bertujuan untuk

tidak berbuat sesuatu, maka pihak yang manapun jika yang berbuat berlawanan

dengan perjanjian, karena pelanggaran itu berwajiban ia akan mengganti biaya,

rugi dan bunga.

Kewajiban penggantian biaya, rugi dan bunga bagi debitur dalam suatu

perikatan baru dilakukan apabila debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan

apa yang di perjanjikan atau ingkar janji pada tenggang waktu yang di tentukan.

2.1.2. Tinjauan Tentang Sewa-Menyewa

2.1.2.1 Pengertian Sewa-Menyewa.

Dalam praktik sehari-hari, istilah sewa-menyewa sering di samakan dengan

istilah “charter”, padahal secara hukum kedua istilah tersebut berbeda. Istilah

“charter” berasal dari dunia perkapalan yang ditujukan untuk pemborongan

pemakaian sebuah kendaraan atau alat serta pengemudinya yang tunduk dengan

perintah si pencarter.

Dalam Pasal 1548 KUH Perdata sewa-menyewa adalah suatu perjanjian,

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada

pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan

27
dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu

disanggupi pembayarannya.17

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1548 Tentang Sewa-Menyewa

Menurut Yahya Harahap sewa menyewa di artikan sebagai berikut “ Sewa menyewa (

huur en verhuur) adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak

penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak di

sewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya”.

Sewa menyewa, seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian lain pada

umumnya, adalah suatu perjanjian konsensus. Artinya ia sudah sah dan mengikat

pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan

harga.

Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati

oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar

“harga sewa”. Jadi bara diserahkan tak untuk di miliki seperti halnya dalam jual beli ,

tetapi hanya untuk di pakai, di nikmati kegunaannya. Dengan demikian maka

penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang di

sewanya itu.

Kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang untuk

dinikmati dan bukannya menyerahkan hak milik atas barang tersebut, maka ia tidak

usah pemilik dari barang tersebut. Dengan demikian maka seorang yang mempunyai

17
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1548 Tentang Sewa-Menyewa.

28
hak nikmat hasil dapat secara sah menyewakan barang yang di kuasainya dengan hak

tersebut.

Dalam Pasal 1579 KUH Perdata, yang bertuju pada perjanjian sewa menyewa

di mana waktu sewa itu di tentukan. Pasal tersebut berbunyi: “pihak yang menyewa

tidak dapat menghentikan sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri

barangnya yang di sewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya”.

Definisi lain tentang sewa menyewa secara bahasa yaitu Ijarah adalah suatu

imbalan yang berikan sebagai upah sesuatu pekerja. Sewa menyewa berarti suatu

perjanjian tentang pemakaian dan pemungutan hasil suatu benda, atau tenaga

manusia, misalnya menyewa rumah untuk tempat tinggal, menyewa kerbau untuk

membajak sawah, menyewa tenaga manusia untuk mengangkut barang, menyewa alat

berat untuk pembangunan gedung dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah ,

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk membolehkan pemilikan

manfaat yang diketahui dan di sengaja dari suatu zat yang di sewakan dengan

imbalan.

2. Menurut Malikiyah bahwa ijarah adalah nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan

yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang di pindahkan.

3. Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang di maksud

dengan ijarah adalah akad atas manfaat yang di ketahui dan di sengaja untuk

memberi dan membolehkan dengan imbalan yang di ketahui ketika itu.

29
4. Menurut Muhammad Al-Syabini Al-Khatib bahwa yang di maksud dengan ijarah

adalah pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.18

Rumusan sewa menyewa tersebut dapat diketahui bahwa:

a. Perjanjian antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa.

b. Pihak yang menyewakan menyerahkan kenikmatan atas suatu barang.

c. Kenikmatan atas suatu barang berlangsung untuk jangka waktu tertentu.

d. Dengan pembayaran sejumlah harga tertentu.

Dalam perjanjian sewa menyewa ini yang menjadi subjek perjanjian yakni si

penyewa dan pihak yang menyewakan suatu barang atau benda. Subjek perjanjian

sewa menyewa ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hukum. Agar kedua

subjek hukum dalam perjanjian itu dapat secara sah melakukan perbuatan hukum

haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Orang tersebut telah dewasa.

2. Tidak dilarang oleh peraturan hukum dalam hal melakukan perbuatan hukum yang

sah.

3. Orang tersebut mengerti dan mengetahui apa yang diperbuatnya.

Adapun yang dimaksud dengan orang yang sudah cakap atau telah dewasa

yakni ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun

usianya belum mencapai 21 tahun.9 Berdasarkan Pasal 433 Kitab Undang Undang

18
Hendi Suhedi. (2011). Fiqih Muamalah. Raja Wali Pers. Jakarta. h.114.

30
Hukum Perdata bahwa orang-orang yang berada dibawah pengampuan adalah setiap

orang dewasa yang berada dalam keadaan boros atau bahkan karena gila.

2.1.2.2 Hak dan Kewajiban yang Menyewakan

Dalam suatu perjanjian sewa menyewa pihak yang berkedudukan sebagai

yang menyewakan mempunyai hak-hak antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menerima pembayaran harga sewa pada waktu-waktu yang telah di tentukan

dalam perjanjiannya.

2. Menerima kembali barang yang di sewakan setelah jangka waktu sewa berakhir.

3. Berhak menuntut pembetulan perjanjian sewa menyewa dengan di sertai

penggantian kerugian, apabila penyewa ternyata menyewakan terus barang yang

disewakan kepada pihak ketiga.

Adapun kewajiban yang harus di laksanakan oleh pihak yang menyewakan

dapat di temukan dalam pasal 1550 KUH Perdata, yaitu:

1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.

2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat di pakai

untuk keperluan yang di maksudkan.

3. Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram dari pada barang yang

disewakan selama berlangsungnya sewa.

2.1.2.3 Hak dan Kewajiban Pihak Penyewa

Dalam perjanjian sewa menyewa seorang penyewa mempunyai hak, antar lain

adalah seperti yang akan di uraikan di bawah ini:

31
1. Menerima barang yang di sewanya pada waktu dan dalam keadaan seperti telah di

tentukan di dalam perjanjian.

2. Memperoleh kenikmatan yang tenteram atas pemakaian barang yang di sewanya,

selama sewa menyewa berlangsung.

3. Berhak atas ganti kerugian, apabila yang menyewakan menyerahkan barang yang

di sewakan dalam keadaan cacat.

Adapun kewajiban-kewajiban yang harus di laksanakan oleh penyewa antara lain:

1. Menurut Pasal 1560 KUH Perdata si penyewa harus menempati dua kewajiban

utama yaitu:

a) memakai barang yang di sewa sebagai seorang bapak rumah yang baik, sesuai

dengan tujuan yang di berikan pada barang itu menurut perjanjian sewa

menyewa, atau jika tidak ada suatu perjanjian mengenai itu, menurut tujuan

yang di persangkakan berhubungan dengan keadaan.

b) Untuk membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah di tentukan.

2. Penyewa berkewajiban untuk melakukan pembetulan-pembetulan kecil yang bisa

terjadi sehari-hari atas barang yang disewakannya.

3. Penyewa bertanggung jawab atas kerusakan barang yang di sewanya kecuali

apabila penyewa dapat membuktikan bahwa kerusakan tersebut terjadi karena di

luar suatu hal kesalahan penyewa.

32
2.1.2.4 Macam-Macam Sewa-Menyewa

Akad sewa menyewa di bagi kepada dua macam menurut objek sewanya,

yaitu:19

1. Bersifat manfaat, yaitu sewa menyewa yang bersifat manfaat di sebut juga sewa

menyewa objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.

2. Bersifat pekerjaan (jasa) yaitu sewa menyewa yang bersifat pekerja (jasa) di sebut

juga upah-mengupah, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang.

Dilihat dari segi akadnya, akad ijarah di bagi menjadi dua macam, yaitu:20

1. Sewa-menyewa murni. Dalam ijarah murni berlaku perjanjian sewa-menyewa

biasa. Semua pihak tetap memiliki kedudukan sebagaimana awal perjanjian, yaitu

antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa barang. Setelah masa

sewa berakhir, kedua pihak kembalikan pada kedudukannya masing-masing.

2. Sewa menyewa dengan hak opsi pada akhir masa sewa atau Al-Ijarah Muntahiyah

Bi Al-Tamlik (IMBT). Dalam akad IMBT merupakan akad sewa menyewa dengan

hak opsi pada akhir masa sewa untuk pengalihan hak atas barang yang di

sewakan. Dalam sewa menyewa ini, uang pembayaran sewanya sudah termasuk

cicilan atas harga pokok barang. Pihak yang menyewakan berjanji kepada

penyewa. untuk memindahkan kepemilikan objek setelah masa sewa berakhir.

Janji tersebut harus dinyatakan dalam akad IMBT.

19
Ahmad Wardi Muslich. (2010). Fiqih Muamalah. Amzah. Jakarta. h. 329.
20
Irma Devita Purnamasari dan Suswinarno. (2011). Akad Syariah. Kaifa. Bandung. h.107

33
2.1.2.5 Resiko dalam Sewa-Menyewa

Menurut Pasal 1553 KUH Perdata, dalam sewa menyewa itu resiko mengenai

yang di persewakan di pikul oleh pemilik barang, yaitu yang menyewakan. Resiko

adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang di sebabkan oleh suatu peristiwa

yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi

obyek perjanjian. Peraturan tentang resiko dalam sewa menyewa itu tidak begitu

jelas diterangkan oleh Pasal 1553 KUH Perdata tersebut seperti halnya dengan

peraturan-peraturan tentang resik dalam jual beli yang di berikan oleh Pasal 1460

KUH Perdata, di mana dengan terang di pakai perkataan “tanggungan” yang berarti

resiko. Peraturan tentang resiko dalam sewa menyewa itu harus kita ambil dari Pasal

1553 KUH Perdata tersebut secara mengambil kesimpulan. Dalam pada ini di

tuliskan bahwa, apabila barang yang di sewa itu musnah karena suatu peristiwa yang

terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa menyewa gugur demi

hukum. Dari perkataan “gugur demi hukum” inilah kita simpulkan bahwa masing-

masing pihak sudah tidak dapat menuntut sesuatu apa dari pihak lamanya, hal

manaberarti bahwa kerugian akibat musnahnya barang yang di persewakan di pikul

sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan. Dan ini memang suatu peraturan resiko

yang sudah setepatnya, karena pada dasarnya setiap pemilik barang wajib

menanggung segala resiko atas barang miliknya.

34
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Alat Berat Excavator

Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi yang membuatnya.”

Dapat ditafsirkan bahwa setiap orang dapat membuat perjanjian dengan isi

apapun, ada kebebasan setiap subyek hukum untuk membuat perjanjian dengan

siapapun yang dikehendaki, dengan isi dan bentuk yang dikehendaki.

Dalam kaitan dengan aturan pengadaan barang/jasa oleh Pemerintah di

Indonesia, materi yang termuat di dalamnya sudah menunjukaan segi-segi yang

substansial khususnya menyangkut standar dalam pengaturan syarat dan ketentuan

yang harus dituangkan dalam kontrak, yaitu dengan diterbitkannya Perka LKPP No.

6 Tahun 2010 jo. Perka LKPP No. 2 Tahun 2011 tentang Standar Dokumen

Pengadaan, yang didalamnya dituangkan pula mengenai syarat-syarat umum Kontrak

(SSUK) dan syarat-syarat khusus kontrak (SSKK) dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah.

Menurut Pasal 1 angka 9 yang berbunyi “Sewa adalah pemanfaatan barang

milik negara atau daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima

imbalan uang tunai”. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17

Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah pasal 1 angka

35
19 “Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka

waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai”.

Berdasarkan uraian pengertian mengenai sewa menyewa tersebut di atas maka

dapat ditarik unsur-unsur sebagai berikut :

a. Adanya pihak yang menyewakan dan pihak penyewa,

b. Adanya konsensus antara kedua belah pihak,

c. Adanya objek sewa menyewa, yaitu barang, baik bergerak maupun tidak bergerak,

d. Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan kenikmatan

kepada pihak penyewa atas suatu benda.

Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang pembayaran

kepada pihak yang menyewakan. Perjanjian sewa menyewa alat-alat berat merupakan

bagian daripada perjanjian jasa konstruksi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18

Tahun 1999 tentang Jasa kontruksi menyebutkan dalam Pasal 1 butir 1 pengertian

jasa konstruksi adalah jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan

jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan

pekerjaan konstruksi.

Dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa:

sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikat

dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang,

selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu barang, selama waktu tertentu

dan dengan pembayaran suatu harga, yang pihak tersebut belakangan itu disanggupi

pembayarannya. Pembayaran dilakukan dengan Fasilitas reguler dibayarkan setelah

36
progress fisik dan berita acara pembayaran yang diterbitkan oleh pihak pertama

berdasarkan pemeriksaan bersama atas prestasi pekerjaan yang telah dilaksanakan

oleh pihak kedua.

Pembayaran dilaksanakan setelah pihak kedua menyampaikan berkas tagihan

secara lengkap kepada pihak pertama dengan kelengkapan sebagai berikut:

a. Berita Acara Lapangan

b. Berita Acara Pembayaran

c. Invoice

d. Kwitansi bermaterai cukup

e. Faktur Pajak Pertambahan

3.2 Karakteristik Perjanjian Sewa Menyewa Alat Berat Excavator

Karakteristik daripada perjanjian alat berat Excavator ini merupakan

pelaksanaan dari Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja kostruksi merupakan:

“Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan

penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.

Aspek jasa konstruksi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun

1999 Tentang Jasa Konstruksi melingkupi tiga bentuk kegiatan pelaksana konstruksi,

yaitu perencanaan pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawas pekerjaan

konstruksi, dari tiga layanan yang ada pada jasa konstruksi tersebut, penggunaan alat-

alat berat dilakukan pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang merupakan layanan

37
dimana terdapat proses pembuatan sebuah bangunan yang membutuhkan alat-alat

berat untuk menyelesaikan pembangunan bangunan tersebut.

Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan

menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang

membuat perjanjian. Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa

dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi. Akibat

hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban diantara para pihak. Momentum

timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak konstruksi oleh

pengguna jasa dan penyedia jasa.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa unsur-unsur yang harus ada

dalam kontrak konstruksi adalah:

a. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa

b. Adanya objek, yaitu konstruksi

c. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Hak pengguna jasa konstruksi adalah memperoleh hasil pekerjaan konstruksi,

sesuai dengan klasifikasi dan kualitas yang diperjanjikan. Dalam Pasal 18 ayat (1)

UUJK, kewajiban pengguna jasa dalam suatu kontrak mencakup:

a. Menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-

ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami

b. Menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan

c. Memenuhi ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak kerja konstruksi.

38
Adapun kewajiban dari penyedia jasa konstruksi diantaranya adalah mencakup:

a. Menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan

kepada pengguna jasa

b. Melaksanakan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah diperjanjikan. Hak

penyedia jasa konstruksi adalah memperoleh informasi dan menerima imbalan jasa

dari pekerjaan konstruksi yang telah dilakukannya. Informasi yang dimaksud

merupakan doumen secara lengkap dan benar yang harus disediakan oleh pengguna

jasa untuk penyedia jasa konstruksi sehingga dapat melakukan sesuai dengan tugas

dan kewajibannya.

3.3 Isi Perjanjian antara Pihak Penyewa dan PT.Tadika Konsultan

3.3.1 Tentang spesifikasi excavator

a. Jenis Pesawat Angkat dan Angkut : Excavator Hydraulic Sany SY 75C

b. Nama Pabrik Pembuat : Sany Machinery

c. Tempat dan Tahun Pembuatan : China / 2019

d. No. Seri / Model : SY0076BKA1928

e. Kapasitas Angkut : 0,3 m3

f. Tinggi Angkut : 7060 mm

g. Operator : 1 orang yang memiliki kecakapan dibidangnya dan memiliki SIO

MIGAS serta sertifikat yang diperlukan berdasarkan ketentuan klien yang masih

berlaku.

39
3.3.2 Pembagian Tanggung Jawab

a. Tanggung jawab pemilik

1. Selama masa penyewaan alat berat, keperluan oli, perbaikan kerusakan, pergantian

spare part dan mekanik menjadi tanggung jawab Pemilik.

2. Meyediakan perlindungan asuransi bagi operator dan excavator.

b. Tanggung jawab penyewa

1. Pemakaian BBM (Bahan Bakar Minyak) solar untuk keperluan operasi menjadi

tanggung jawab Pihak Penyewa. Dan harus disiapkan sesuai dengan kerja alat

seharinya.

2. Kebutuhan operator dan helper (makan, minum, tempat tinggal dan transportasi)

menjadi tanggung jawab Pihak Penyewa.

3. Pihak Penyewa wajib untuk menyediakan security, guna menjaga keamanan alat di

lokasi kerja (site).

4.Pihak Penyewa wajib membayar ganti rugi terhadap alat berat jika terjadi pencurian,

kehilangan dan kerusakan dalam bentuk apapun yang dilakukan secara sengaja

maupun tidak sengaja.

5.Apabila alat jatuh/mengalami kecelakaan pada saat di lokasi kerja, maka biaya yang

timbul akibat hal tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Pihak Penyewa.

6.Jika terjadi kecelakaan kerja terhadap operator, maka seluruh biaya yang timbul

akibat kecelakaan akan menjadi tanggung jawab Pihak Penyewa.

40
3.3.3 Laporan Operasi Alat (Time Sheet)

1.Laporan harian operasi alat dibuat dan ditanda tangani oleh Pengawas Kerja dari

Pihak Penyewa atau atas nama Penyewa Alat.

2.Seluruh pekerjaan proyek sesuai dengan arahan dari Pengawas Lapangan/Pihak

Penyewa.

3.Apabila terjadi kesalahan pengerjaan karena arahan dari Pengawas Lapangan/Pihak

Penyewa, maka Pihak PT.Tadika Konsultan tidak bertanggung jawab atasnya.

4. Apabila alat stand by (tidak bekerja) disebabkan karena hujan atau banjir, maka

akan dihitung/charge minimum 6 (enam) jam/hari, walaupun operator ada atau tidak

ada di lokasi pekerjaan (site).

5. Apabila alat telah bekerja di atas 2 (dua) jam dan terjadi hujan/alat Berat stand by,

maka dihitung sebagai 8 (delapan) jam kerja.

3.3.4 Pemindahan, Pengambilan Dan Penggunaan Alat

1. Alat tidak boleh dipindahkan oleh Pihak Penyewa sebelum masa jam perjanjian

belum habis, kecuali ada persetujuan dari Pihak Pemilik.

2. Apabila Pihak Penyewa akan menggunakan alat ke luar lokasi di luar perjanjian ini,

sedang masa jam alat belum habis, maka Pihak Penyewa harus memberitahukan

kepada Pihak Pemilik sebelumnya.

3. Apabila masa jam kerja alat belum habis dari masa perjanjian, maka Pihak Penyewa

harus mencari jalan solusinya dan apabila tidak ada jalan solusinya dari Pihak

Penyewa, maka Pihak Pemilik akan memberlakukan cash charge/harinya minimal 8

(delapan) jam hingga jam perjanjian mencapai target yang telah disepakati bersama.

41
4. Tidak dibenarkan apabila Pihak Penyewa merentalkan kembali/menyewakan

kembali alat Pihak Pemilik, kepada Pihak lain dan apabila terdapat hal tersebut, maka

perjanjian ini putus dengan sendirinya dan semua biaya menjadi tanggung jawab

Pihak Penyewa kepada Pihak Pemakai dan Pihak Pemilik akan menarik alat dari

lokasi Pihak Penyewa tanpa pemberitahuan apapun dan semua pembayaran tidak

dapat ditarik kembali oleh Pihak Penyewa kepada Pihak Pemilik.

3.3.5 Jangka waktu sewa

a.Masa perjanjian kontrak akan berlaku setelah penandatanganan oleh kedua belah

pihak.

b.Kontrak perjanjian sewa Excavator akan berakhir saat sudah selesai digunakan, jika

nantinya terdapat perpanjangan sewa maka akan perlu dibicarakan kembali.

3.3.6 Harga sewa

a.Terkait harga sewa bersifat tetap selama berlangsungnya masa kontrak, bahwa

penyewa mempunyai kewajiban dalam penyelesaian pembayaran dimuka.

b.Jika terjadi perpanjangan waktu dari awal sewa, maka akan berlangsung

pembicaraan kembali.

3.3.7 Perselisihan

1. Jika timbul perselisihan antara Pihak Pemilik dengan Pihak Penyewa, maka sebisa

mungkin akan diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan.

2. Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka kedua belah

pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah tersebut secara hukum yang berlaku.

42
3. Apabila terjadi kesalahpahaman di luar dari perjanjian, maka Pihak Penyewa

dianggap lalai dan tidak memahami isi dari perjanjian, dan Pihak Pemilik tetap

berpedoman pada perjanjian dalam menyelesaikan masalah.

3.4 Problematika Perjanjian Sewa Menyewa Alat Berat Excavator

Wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi di

PT.Tadika Konsultan, yaitu :21

a. Tidak melaksanakan pekerjaan tepat pada waktunya

b. Kerusakan pada alat dikarenakan pekerjaan yang dilakukan.

Menurut Pasal 1553 BW, dalam sewa menyewa, risiko barang yang dipersewakan

dipikul oleh si pemilik barang atau pihak yang menyewakan. Mengenai arti dari

“risiko”, diuraikan sebagai berikut; Risiko adalah kewijaban untuk memikul kerugian

yang disebabkan oleh suatu perisiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak,

yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. Peraturan tentang risiko dalam

sewa menyewa tidak begitu jelas diterangkan dalam Pasal 1553 ini.

Berbeda dengan pengertian risiko jual beli dalam Pasal 1460 BW, dimana dengan

lugas digunakan istilah “tanggungan”, yang berarti risiko. Sebagai alternatifnya,

pengaturan tentang risiko dalam sewa menyewa tetap bisa diambil dari Pasal 1553

dengan menarik kesimpulan.

Dalam Pasal ini dituliskan bahwa, apabila barang yang disewa itu musnah karena

suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa

21
Wawancara dengan Bapak Yudhi. Selaku Direktur PT. Tadika Konsultan. 24 Mei 2022.

43
menyewa dianggap gugur demi hukum. Dari isitlah “gugur demi hukum” ini, dapat

disimpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut apapun dari

pihak lawannya.

Pasal 1236 KUHPerdata menjelaskan bahwa “si berhutang wajib memberikan

ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, apabila telah membawa dirinya

dalam keadaan tidak mampu untuk menyerahkan bendanya atau tidak merawat

sepatutnya guna menyelamatkannya.

a. salah satu pihak tidak melakukan prestasi sama sekali

b. melakukan prestasi tapi keliru

c. melakukan prestasi tetapi terlambat melakukannya.

Menurut Elly Erawati wanprestasi adalah pengingkaran terhadap suatu

kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak

dalam perjanjian tersebut.

Seseorang dapat dikatakan wanprestasi dalam melaksanakan suatu perjanjian

apabila:

a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

b. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan

c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak tepat waktu

d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh.

44
3.5 Penyelesaian Perjanjian Sewa Menyewa Alat Berat Excavator

Penyelesaian sengketa jasa konstruksi diluar pengadilan dapat ditempuh untuk

masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan

pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan (Pasal 37 ayat (1).

Penyelesaian sengketa ini dapat menggunakan jasa pihak ketiga yang disepakati

oleh para pihak (Pasal 37 ayat (2). Sejalan dengan ketentuan tentang kontrak kerja

konstruksi, Setiap perselisihan yang terjadi antara penyewa dengan PT.Tadika

Konsultan terhadap pelanggaran perjanjian ini sedapat-dapatnya akan diselesaikan

secara musyawarah untuk mufakat. Jika perselisihan tidak dapat diselesaikan secara

musyawarah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak dimulainya acara

musyawarah, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut

menurut Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), oleh

arbiter-arbiter yang ditunjuk menurut Peraturan tersebut (UU Arbitrase tahun 1999).

Pihak Pertama berhak secara sepihak memutuskan perjanjian ini dengan

pemberitahuan tertulis 3 (tiga) hari sebelumnya dengan didahului peringatan tertulis

sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam hal pihak kedua tidak melaksanakan

kewajiban-kewajiban sesuai SPSA ini. Risiko adalah kewajiban untuk memikul

kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah

satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek dari suatu perjanjian. Risiko

merupakan suatu akibat dari suatu 12 keadaan yang memaksa (Overmacht)

sedangkan ganti rugi merupakan akibat dari wanprestasi. Pembebanan risiko

45
terhadap obyek sewa didasarkan terjadinya suatu peristiwa diluar dari kesalahan para

pihak yang menyebabkan musnahnya barang / obyek sewa.

Musnahnya barang yang menjadi obyek perjajian sewa-menyewa dapat dibagi

menjadi dua macam yaitu:22

a. Musnah secara total (seluruhnya) Jika barang yang menjadi oyek perjanjian sewa-

menyewa musnah yang diakibatkan oleh peristiwa di luar kesalahan para pihak maka

perjanjian tersebut gugur demi hukum. Pengertian musnah disini berarti barang yang

menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa tidak lagi bisa digunakan sebagai mana

mestinya, meskipun terdaat sisa atau bagian kecil dari barang tersebut masih ada.

Ketentuan tersebut diatur di dalam pasal 1553 KUH Perdata yang menyatakan jika

musnahnya barang terjadi selama sewa-menyewa berangsung yang diakibatkan oleh

suatu keadaan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang tidak bisa dipertanggung

jawabkan pada salah satu pihak maka perjanjian sewa-menyewa dengan sendirinya

batal.

b. Musnah sebagian Barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa disebut

musnah sebagian apabila barang tersebut masih dapat di gunakan dan dinikmati

kegunaanya walaupun bagian dari barang tersebut telah musnah.

Jika obyek perjanjian sewa-menyewa musnah sebagian maka penyewa

mempunyai pilihan, yaitu:

1) Meneruskan perjanjian sewa-menyewa dengan meminta pengurangan harga sewa.

2) Meminta pembatalan perjanjian sewa-menyewa. Pasal 1236 KUHPerdata


22
Subekti. (1995). Aneka Perjanjian. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. h.92.

46
menjelaskan bahwa “si berhutang wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga

kepada si berpiutang, apabila telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu

untuk menyerahkan bendanya atau tidak merawat sepatutnya guna

menyelamatkannya.

a. salah satu pihak tidak melakukan prestasi sama sekali

b. melakukan prestasi tapi keliru

c. melakukan prestasi tetapi terlambat melakukannya.

Menurut Elly Erawati wanprestasi adalah pengingkaran terhadap suatu

kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak

dalam perjanjian tersebut. Seseorang dapat dikatakan wanprestasi dalam

melaksanakan suatu perjanjian apabila:

a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

b. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan

c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak tepat waktu

d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh.

47
BAB IV

PENUTUP

4.I Kesimpulan

1. Bahwa perjanjian sewa-menyewa alat berat excavator antara penyewa dengan

PT. Tadika Konsultan, dalam pelaksanaannya dilaksanakan setelah adanya

kesepakatan atau consensusantara pihak penyewa dengan pihak yang

menyewakan. Dimana terdiri dari spesifikasi Excavator, pembagian tanggung

jawab, laporan operasi alat (time sheet), pemindahan pengambilan dan

penggunaan alat, kesepakatan tentang jangka dan waktu sewa, harga sewa,

dan penyelisihan. Perjanjian sewa-menyewa tersebut dilakukan secara lisan,

jangka waktu sewa disepakati oleh para pihak, pemakaian terhadap alat dapat

dengan melibatkan pekerja baik dari pihak penyewa maupun rekomendasi dari

pihak yang menyewakan, dimana pihak pekerja hanya memiliki hubungan

dengan pihak penyewa alat.

2. Dari hasil penelitian, apabila terjadi wanprestasi. Maka cara penyelesaian

masalah dalam perjanjian sewa-menyewa alat tersebut dengan cara melakukan

musyawarah secara kekeluargaan. Apabila perselisihan tidak dapat

diselesaikan secara musyawarah, maka kedua belah pihak sepakat untuk

menyelesaikan masalah tersebut secara hukum yang berlaku dan seandainya

terjadi kesalahpahaman di luar dari perjanjian, maka Pihak Penyewa dianggap

lalai dan tidak memahami isi dari perjanjian, dan Pihak Pemilik tetap

berpedoman pada perjanjian dalam menyelesaikan masalah.

48
4.2. Saran

1. Saran bagi pihak penyewa Alangkah baiknya jika pihak penyewa melakukan

pengecekan terhadap objek sewa yang berupa alat berat setelah perjanjian

sewa meyewa alat tersebut. Hal ini dilakukan, guna mencegah adanya

kerusakan pada alat berat sebelum dikirimnya ke lokasi yang dituju. Pihak

penyewa seharusnya memperhatikan kesejahteraan operator, baik dari segi

tempat tinggal atau mess operator selama bertugas maupun tidak terlambat

untuk membayar upah kepada operator.

2. Saran bagi pihak yang menyewakan Untuk mencegah terjadinya perselisihan

mengenai resiko dan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyewa,

alangkah baiknya pihak yang menyewakan melakukan evaluasi terhadap

peraturan dan bentuk perjanjian yang telah dibuat. Terlebih lagi jika pihak

penyewa melakukan review dan me-revisi perancangan kontrak perjanjian

sewa menyewa alat berat pada perusahaaan, mengingat draft kontrak yang

biasa digunakan berbentuk baku dan rentan sekali terjadi wanprestasi.

49

Anda mungkin juga menyukai