Ubt14 03 2024 135117

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 143

LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M DENGAN


HERNIA INGUINALIS DI RUANG DAHLIA RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

OLEH:
RABAYSA
NPM : 14.7010.20.026

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2017
i

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN


HERNIA INGUINALIS DI RUANG DAHLIA RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

DISUSUN DALAM RANGKA UJIAN AKHIR PROGRAM


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

OLEH:
RABAYSA
14.7010.20.026

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2017
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien Tn. M

dengan Hernia Inguinalis di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan”.

Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan program pendidikan Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan. Laporan Tugas Akhir ini disusun setelah

mahasiswa mengikuti ujian akhir program tahap satu di rumah sakit, dimana ujian

tersebut mahasiswa diharuskan mengelola sebuah kasus dalam bentuk asuhan

keperawatan, selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis banyak

mengalami hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan dari

banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas

Akhir ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :


1. Bapak Prof. Dr. Adri Patton M.Si, selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.

2. Bapak Dr. Muhammad Hasbi Hasyim, Sp.PD, selaku Direktur RSUD

Tarakan beserta segenap jajarannya yang telah memberi izin pada penulis

untuk melakukan praktik dan mengambil kasus di RSUD Tarakan.

3. Bapak Sulidah, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

4. Ibu Yuni Retnowati, SST, M.Keb, selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

5. Bapak Alfianur, S.Kep, Ns., M.Kep, selaku Ketua Jurusan Keperawatan serta

selaku Pembimbing Akademik selama tiga tahun yang dengan kesabaran,


iv

keuletan dan perhatian beliau dalam mengarahkan dan membimbing penulis

selama tiga tahun.

6. Ibu Dewy Haryanti Parman, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.Kep.MB, selaku

Sekretaris Jurusan Keperawatan dan selaku dosen pembimbing satu yang

dengan kesabaran dan keuletan beliau dalam mengarahkan dan membimbing

penulis selama proses laporan tugas akhir ini serta selaku dosen penguji satu

Laporan Tugas Akhir ini.

7. Ibu Maria Imaculata Ose S.Kep M.Kep Ners, selaku pembimbing dua yang

dengan kesabaran dan keuletan dalam mengarahkan dan membimbing penulis

selama proses laporan tugas akhir ini dan selaku dosen penguji dua Laporan

Tugas Akhir ini.

8. Ibu Rahmatuz Zulfia, S.Kep, Ns, selaku dosen penguji tiga Laporan Tugas

Akhir ini.

9. Ibu Ainun Jahria, S.Kep., Ns, selaku penguji Ujian Akhir Program.

10. Seluruh penguji Departemen Keperawatan Medikal Bedah.

11. Klien Tn. M dan keluarga atas kerja samanya sehingga penulis tidak banyak

mendapat kendala dalam memperoleh data dan memberikan asuhan

keperawatan sebagai klien binaan.

12. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.

13. Kedua orang tuaku, serta saudara-saudaraku, terutama kakakku Rahman

terimah kasih untuk semuanya, yang selalu mendukungku dan memberikan

doa, nasihat dan semangat serta dukungan yang begitu luar biasa selama
v

menempuh awal pendidikan hingga sampai penyusunan laporan tugas akhir

ini.

14. Dedy Rahman atas dukungan, semangat, dan bantuannya dalam pencarian

referensi.

15. Sahabat tercinta Kak Dian, Misridahuri, Septi, Riska ,Sabaria, Yospina, Laan,

dan Desi, Demaris, Shely atas dukungan serta semangat yang tiada henti-

hentinya selama proses awal perkuliahan sampai sebentar lagi berakhirnya

pendidikan.

16. Teman-teman lokal C-2 Keperawatan yang selama ini menemani dari awal

pendidikan hingga akhir serta saling mendukung dan memberikan motivasi

satu sama lain.

17. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan angkatan ke-IX yang telah memberi dorongan

semangat dan doa kepada penulis.

18. Teman-teman Departemen KMB yang saling mendukung, memberikan

motivasi dan saling membantu satu sama lain dari proses sebelum Ujian

Akhir Program, penyusunan Karya Tulis Ilmiah sampai dengan Ujian Sidang.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu

penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari Laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak

kekurangan, untuk ini penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari banyak

pihak yang bersifat membangun demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini dimasa

yang akan datang.


vi

Penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca

dan pengembangan ilmu keperawatan

Tarakan, 24 Juli 2017

Rabaysa
vii

ABSTRACT

Inguinal hernia is the most common hernia and appears as a bulge in the
groin or scrotum. The incidence of inguinal hernia cases in the world of more than
1 million where in the United States of America who underwent repairs as many
as 770,000 cases. Patients with inguinal hernia cases are hospitalized at Dr.
General Hospital. Pirnggadi Medan since 2007-2010 recorded 111 souls. From the
data that became the background of the author took the case of inguinal hernia in
writing the final report.
This Final Report authors use descriptive method with case study type.
The subject of the research is Tn. M with a medical diagnosis of Inguinal Hernia
at Dahlia Hospital of Tarakan Hospital from 05 to 07 July 2017. The results
obtained were two preoperative diagnoses, ie acute pain related to mass in the
scrotum, anxiety associated with surgical intervention, and three post diagnoses
Surgery, ie acute pain associated with surgical incision, impaired mobility
associated with physical weakness, infection risk associated with postoperative
wound.
The authors conclude that there is a gap between the theory and the case
on Mr. M starts from the assessment, ie circulation, food / fluids, respiration, and
safety. There are five diagnoses found in the diteori but not found in the following
ways: ineffective breathing patterns, sensory / perceptual changes, high risk of
fluid volume deficiency, high risk of tissue perfusion changes, and lack of
knowledge. Interventions should be tailored to the conditions and infrastructure.
Evaluation of results obtained from five pre and post diagnoses of two unresolved
diagnoses and three overcome nursing diagnoses.

Keywords: Inguinal Hernia, nursing care.


viii

ABSTRAK

Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul
sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum. Insiden kasus hernia inguinalis di
dunia lebih dari 1 juta dimana pada negara Amerika Serikat yang menjalani
perbaikan sebanyak 770.000 kasus. Pasien dengan kasus hernia inguinalis
mengalami rawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirnggadi Medan sejak tahun
2007-2010 tercatat 111 jiwa. Dari data tersebut yang menjadi latar belakang
penulis mengambil kasus Hernia inguinalis dalam penulisan laporan tugas akhir.
Laporan Tugas Akhir ini penulis menggunakan metode diskriptif dengan
tipe studi kasus. Subjek penelitian adalah Tn. M dengan Hernia Inguinalis di
Ruang Dahlia RSUD Tarakan mulai tanggal 05 sampai dengan 07 Juli 2017. Hasil
yang didapatkan terdapat dua diagnosa pre operasi, yaitu nyeri akut berhubungan
dengan adanya massa di skrotum, ansietas berhubungan dengan intervensi
pembedahan, dan tiga diagnosa post operasi, yaitu nyeri akut berhubungan dengan
insisi bedah, gangguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan fisik, resiko
infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
Penulis menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
pada Tn. M dimulai dari pengkajian, yaitu sirkulasi, makanan/cairan, pernafasan,
dan keamanan. Terdapat lima diagnosa yang terdapat diteori tetapi tidak
ditemukan dikasus, yaitu pola nafas tidak efektif, perubahan sensori/persepsi,
resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
perubahan perfusi jaringan, dan kurang pengetahuan. Intervensi harus disesuaikan
dengan kondisi dan sarana prasarana. Evaluasi hasil yang didapatkan dari lima
diagnosa pre dan post, dua diagnosa yang tidak teratasi dan tiga diagnosa
keperawatan yang teratasi.

Kata Kunci: Hernia Inguinalis, asuhan keperawatan.


ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii

DAFTAR BAGAN........................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiv

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1


1.2 Tujuan Penulisan ................................................................ 3
1.3 Metode Penulisan ............................................................... 4
1.4 Sistematika Penulisan......................................................... 5

BAB 2 : LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis .......................................................... 6


2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan .................................. 19

BAB 3 : LAPORAN KASUS

Preoperasi :

3.1 Pengkajian .......................................................................... 54


3.2 Penyimpangan KDM .......................................................... 69
3.3 Diagnosa Keperawatan....................................................... 70
3.4 Intervensi ............................................................................ 70
3.5 Implementasi ...................................................................... 71
x

3.6 Evaluasi .............................................................................. 73

Postoperasi :

3.1 Pengkajian .......................................................................... 75

3.2 Penyimpangan KDM .......................................................... 84


3.3 Diagnosa Keperawatan....................................................... 85
3.4 Intervensi ............................................................................ 85
3.5 Implementasi ...................................................................... 86
3.6 Evaluasi .............................................................................. 91

BAB 4 : PEMBAHASAN

Preoperasi :

4.1 Pengkajian .......................................................................... 94


4.2 Diagnosa Keperawatan....................................................... 97
4.3 Intervensi ............................................................................ 100
4.4 Implementasi ...................................................................... 104
4.5 Evaluasi .............................................................................. 105

Postoperasi :

4.1 Pengkajian .......................................................................... 107

4.2 Diagnosa Keperawatan....................................................... 107

4.3 Intervensi ............................................................................ 112

4.4 Implementasi ...................................................................... 116

4.5 Evaluasi .............................................................................. 117

BAB 5 : PENUTUP

5.1 Kesimpulan ........................................................................ 118


5.2 Saran................................................................................... 119

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 121

LAMPIRAN – LAMPIRAN
xi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan ............................................... 10


GAMBAR 2.2 Anatomi Hernia Inguinalis ................................................. 11
xii

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ........................................... 65


TABEL 3.2 Program Terapi Tn. M ............................................................ 80
xiii

DAFTAR BAGAN

BAGAN 2.1 Penyimpangan KDM Teori ................................................... 53


BAGAN 3.1 Genogram Keluarga Tn. M .................................................. 56
BAGAN 3.2 Penyimpangan KDM Tn. M Pre Operasi............................... 69
BAGAN 3.3 Penyimpangan KDM Tn. M Post Operasi ............................ 84
xiv

DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar.

BAK : Buang Air Kecil.

BB : Berat Badan.

BUN : Blood Urea Nitrogen

DM : Diabetes Melitus

EKG : Elektrokardiogram

GCS : Glasgow Coma Scale

GJK : Gagal Ginjal Kronik

HCT : Hematokrit

HGB : Hemoglobin

ICS : Intra Costa

IM : Intra Muscular

IMT : Indeks Masa Tubuh.

IV : Intra Vena

Jl : Jalan

Kg : Kilogram

LYM : Lymphoma

MAP : Mean Arterial Pressure

MCV : Mean Corpusculor Volume.

MCH : Mean Corpusculor Hemoglobin.

MCHC : Mean Cell Hemoglobin Concentration.

MPV : Mean Platelet Volume

NEUT : Neutrofil

NGT : Naso Gastrik Tube


xv

PDW : Platelet Distribution Width

PLT : Platelet.

P-LCR : Platelet Larger Cell Ration

RDW : Red Cell Distribution

RBC : Read Blood Cell

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah.

SMA : Sekolah Menengah Atas

TD : Tekanan Darah

Tn : Tuan

USG : Ultrasonografi

WBC : White Blood Cell


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan kondisi yang sangat berharga dalam segi

kehidupan. Dalam sejarah telah berubah orientasi nilai dan pemikiran

mengenai upaya pemecahan masalah kesehatan yang selalu berkembang

sejalan dengan perkembangan teknologi dan sosial. Untuk mencapai tujuan

pembangunan kesehatan, perlu adanya upaya kesehatan yang menyeluruh,

terpadu, merata dan dapat diterima serta dapat terjangkau oleh seluruh

masyarakat. Dimana kesehatan adalah suatu hal yang kontinum, yang berada

dari titik ujung sehat walafiat sampai titik pangkal sakit serius (Notoatmojo,

2007).

Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh sebagian besar dari kegiatan

aktivitas fisik yang dilakukan sehari-harinya. Aktivitas fisik yang sedang dan

berat yang tidak seimbang dan tidak teratur menyebabkan trauma pada tubuh

yang memicu terjadi hernia. Hernia inguinalis adalah hernia yang paling

umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum.

Hernia inguinalis terjadi ketika dinding abdomen berkembang sehingga

usus menerobos ke bawah melalui celah, dan terdapat benjolan di bawah

perut yang lembut, kecil, dan mungkin sedikit nyeri dan bengkak. Hernia tipe

ini lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan (Nuratif dan

Kusuma, 2015).

Kasus hernia inguinalis dapat ditemukan baik pada laki-laki maupun

wanita, sebanyak 25% terjadi pada laki-laki dan 2% terjadi pada wanita.
2

Pada kasus hernia inguinalis sekitar 75% merupakan hernia inguinal lateralis

dan 25% merupakan hernia inguinalis medialis. Insiden kasus hernia

inguinalis di dunia lebih dari 1 juta dimana pada negara Amerika Serikat

yang menjalani perbaikan sebanyak 770.000 kasus.

Pasien dengan kasus hernia inguinalis mengalami rawat inap di

Rumah Sakit Umum (RSU) Dr. Pirnggadi Medan sejak tahun 2007-2010

tercatat 111 jiwa. Insiden hernia inguinalis yang mengenai anak-anak

sebanyak 4,4%. Insiden hernia inkarseta pada pasien pediatrik sebanyak

4,4%. Insiden hernia inkaserata pada pasien pediatrik sebanyak 10-20% dan

50% terjadi pada bayi kurang dari 6 bulan (Widiana, 2013 dalam Syarifudin,

2013).

Hernia dapat mengalami kekambuhan yang berulang. Kondisi ini

menyebabkan pasien merasa nyaman dan tidak menimbulkan rasa sakit. Isi

hernia yang tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus

bisa terperangkap di dalam kanalis inguinalis (inkarserasi) dan

mengakibatkan aliran darah terputus atau mengalami strangulasi. Kondisi ini

jika tidak ditangani dengan baik, usus yang mengalami strangulasi bisa dapat

mengalami nekrosis karena kekurangan suplai darah. Pembedahan di lakukan

untuk mengembalikan usus ke tempat asal dan juga menutup lubang atau

cincin hernia, sehingga tidak mengalami kekambuhan (Lewis, 2011 dalam

Pambudi 2013).

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk

membuat Laporan Tugas Akhir tentang Pelaksanaan Asuhan Keperawatan


3

pada Tn. M dengan Hernia Inguinalis di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Laporan Tugas Akhir ini dibedakan

menjadi dua tujuan yaitu sebagai berikut:

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan Laporan Tugas Akhir adalah mendapatkan

gambaran tentang asuhan keperawatan kepada klien dengan Hernia

Inguinalis di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah

sebagai berikut:

1) Melaksanakan proses keperawatan pada klien Tn. M dengan hernia

inguinalis.

2) Membandingkan antara teori dan praktik asuhan keperawatan pada Tn.

M dengan hernia inguinalis.

3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam

melaksanakan proses keperawatan pada Tn. M dengan hernia inguinalis.

4) Melaksanakan pemecahan masalah pada klien Tn. M dengan hernia

inguinalis.

1.3 Metode Penulisan

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis menggunakan

metode deskriptif dalam bentuk studi kasus. Pada metode ini penulis

menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:


4

1.3.1 Studi Kepustakaan

Pada penulisan Laporan Tugas Akhir ini penulis menggunakan studi

kepustakaan yang berfungsi untuk mengumpulkan data-data teori yang

berhubungan dengan Laporan Tugas Akhir yang terdiri dari buku-buku,

diktat, artikel ilmiah, jurnal penelitian dan beberapa sumber lain yang

menunjang Laporan Tugas Akhir.

1.3.2 Observasi

Tekhnik ini dilakukan secara langsung untuk mengenali, mengamati

dan memperoleh data tentang kesehatan klien dengan hernia inguinalis.

1.3.3 Pemeriksaan Fisik

Melakukan pemeriksaan keadaan umum klien dengan tekhnik

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

1.3.4 Studi Dokumentasi

Data diperoleh dari dokumentasi yang terdapat pada catatan

keperawatan klien (Medical Record) seperti pencatatan medis, therapi dari

dokter ataupun langsung dari laporan perkembangan klien pada asuhan

keperawatan klien.

1.3.5 Wawancara

Mengetahui perkembangan kesehatan klien dengan cara tanya jawab

langsung antara perawat dengan klien atau keluarganya. Hal ini dapat

menumbuhkan hubungan saling percaya antara klien dan perawat sehingga

dapat memudahkan dilakukan pengumpulan data.


5

1.4 Sistematika Penulisan

Secara sistematis Laporan Tugas Akhir ini dibagi dalam lima bab, yaitu :

Bab 1 pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,

metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab 2 landasan teori, yang terbagi menjadi dua bahasan yang pertama

yaitu konsep dasar penyakit yang terdiri dari definisi, anatomi fisiologi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemerikasaan diagnostik,

penatalaksanaan, dan komplikasi, dan yang kedua yaitu Asuhan keperawatan

yang terdiri dari pengkajian, penyimpangan KDM, diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi, dan evaluasi.

Bab 3 tinjauan kasus, yang terdiri dari pengkajian, penyimpangan

KDM, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Bab 4 pembahasan, yang berisi perbandingan atau perbedaan antara

proses keperawatan secara teoritis dengan aplikasi nyata di lapangan, dengan

kesenjangan tersebut nantinya akan dibahas berdasarkan hasil pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Bab 5 penutup, berisi kesimpulan dari seluruh Laporan Tugas Akhir

ini dan saran yang ditunjukan untuk perbaikan selanjutnya.


BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Pengertian

Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga

melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada

hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari

lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin,

kantong dan isi hernia (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Hernia inguinalis lateralis merupakan hernia skrotalis yang keluar

dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak

lateral dari pembuluh efigastrika inferior kemudian hernia masuk dari

anulus ke dalam kanalis dan jika panjang menonjol keluar dari anulus

inguinalis eksternum dan sampai ke skrotum (Sjamsuhidajat, 2013).

2.1.2 Klasifikasi

Nurarif dan Kusuma (2015), mengklasifkasi berdasarkan letak dan sifat

hernia, yaitu :

1) Klasifikasi berdasarkan letak, yaitu :

a. Hernia hiatal adalah kondisi dimana kerongkongan (pipa tenggorokan)

turun, melewati diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga

sebagian perut menonjol ke dada (torax).

b. Hernia epigastrik terjadi diantara pusat dan bagian bawah tulang rusuk

di garis tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terjadi dari jaringan

lemak dan jarang berisi usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang
7

relatif lemah, hernia ini sering menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat

didorong kembali ke dalam perut ketika pertama kali ditemukan.

c. Hernia umbilikus berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusat)

yang disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup

sebelum kelahiran, tidak menutup sepenuhnya, hernia jenis ini biasanya

menutup secara bertahap sebelum usia 2 tahun.

d. Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul

sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi

ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke

bawah melalui celah, jika ada benjolan di bawah perut yang lembut,

kecil, dan mungkin sedikit nyeri dan bengkak. Hernia tipe ini lebih

sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

e. Hernia femoralis muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini

lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada laki-laki.

f. Hernia insisional dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia

ini muncul sebagai tonjolan di sekitar pusat yang terjadi ketika otot

sekitar pusat tidak menutup sepenuhnya.

g. Hernia nukleus pulposi (HNP) hernia yang melibatkan cakram tulang

belakang. Diantara setiap tulang belakang ada diskus intervertebralis

yang menyerap goncangan cakram dan meningkatkan elastisitas dan

mobilitas tulang belakang. Karena aktivitas dan usia, terjadi hernia

diskus intervertebralis yang menyebabkan saraf terjepit (sciatica). HNP

umumnya terjadi di punggung bawah pada tiga vertebra lumbar bawah.


8

2) Klasifikasi berdasarkan sifatnya, yaitu :

a. Hernia reponibel/reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk.

Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring

atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus.

b. Hernia ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat

dikembalikan kedalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan

isi kantong pada peritonium kantong hernia.

c. Hernia strangulata atau inkarserata (incarceration=terperangkap,

cancer =penjara), yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia

inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke

dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase

atau vaskularisasi. Secara klnis “hernia inkarserata” lebih dimaksudkan

untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan

vaskularisasi disebut sebagai “hernia strangulata”. Hernia strangulata

mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak

mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit.

3) Klasifikasi berdasarkan letak bagian anatomis (Sjamsuhidajat, 2013) yaitu:

a. Hernia inguinalis lateralis

Hernia disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral

pembuluh efigastrika inferior, dan disebut indirect karena keluar

melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis. Pada

pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong.


9

b. Hernia Inguinalis Medialis

Hernia inguinalis medialis atau hernia direct hampir selalu

disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan

kelemahan otot dinding di trigonum hesselbach. Oleh sebab itu, hernia

ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua. Hernia ini

jarang bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan

strangulasi.
10

2.1.3 Anatomi Fisiologi

1) Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan


(Sumber : Ayusafitri, 2015)

Sistem pencernaan atau gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)

dalah system organ manusian yang berfungsi untuk menyediakan makanan, air,

dan elektrolit bagi tubuh dari nutrien yang dicerna sehingga siap diabsorpsi.

Saluran percernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,

lambung, usus halus, usus besar, rectum dan anus. System pencernaan juga

meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pancreas, hati

dan kandung empedu (Sloane, 2014).


11

2) Anatomi Hernia Inguinalis

Gambar 2.2 Anatomi Hernia Inguinalis


(Sumber : House, 2009)

a. Kanalis Inguinalis

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis

internus yang merupakan bagian yang terbuka dari fasia tranversus

abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini

dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari

aponeurosis m. Obligus eksternus. Atapnya ialah aponeurosis m.oblikus

eksternus dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi

tali sperma pada lelaki, ligamentum rotundum pada perempuan

(Sjamsuhidajat, 2013).
12

b. Kanalis Femoralis

Kanalis femoralis terletak medial dari v.femoralis di dalam lakuna

vasorum, dorsal dari ligamentum inguinalis, tempat vena safena magna

bermuara di dalam v.femoralis. Foramen ini sempit dan dibatasi oleh

tepi yang keras dan tajam. Batas kranioventral dibentuk oleh

ligamentum inguinalis, kaudodorsal oleh pinggir os pubis dari

ligamentum iliopektineal (ligamentum cooper), sebelah lateral oleh

sarung vena femoralis, dan sebelah medial oleh ligamentum lakunare

Gimbernati. Hernia femoralis keluar melalui lakuna vasorum kaudal

dari ligamentum inguinale. Keadaan anatomi ini sering mengakibatkan

inkaserasi hernia femoralis (Sjamsuhidajat, 2013).

2.1.4 Etiologi

Penyebab hernia inguinalis, yaitu:

1) Penyebab hernia inguinalis (Sjamsuhidajat, 2013) yaitu :

a. Anomaly kongenital atau di dapat, pada segala usia, lebih banyak laki-

laki daripada perempuan.

b. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam

rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia.

c. Testis turun mengikuti proses vaginalis. Pada neonatus, kurang lebih

90% prosesus vaginalis yang terbuka, sedangkan pada bayi umur satu

tahun, sekitar 30 % prosesus vaginalis paten mengidap hernia.

d. Pada lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai prosesus

vaginalis paten kontralateral, tetapi insidens hernia tidak melebihi

20%. Umumnya disimpulkan bahwa prosesus vaginalis paten bukan


13

merupakan penyebab tunggal hernia, tetapi diperlukan faktor lain,

seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan intraabdomen

yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites,

sering disertai hernia inguinalis.

2) Penyebab hernia inguinalis (Qomariah, 2016) yaitu :

a. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian hernia

inguinalis antara lain beban kerja fisik (mengangkat berat) dan faktor

usia. Berat ringan beban kerja fisik yang dilakukan oleh seorang tenaga

kerja dapat melakukan aktifitas pekerjaan sesuai dengan kemampuan

atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Semakin berat beban kerja

maka semakin besar pula pergerakan otot yang digunakan sehingga

menyebabkan terjadi hernia. Hernia pada pasien ini terjadi akibat

tekanan intra abdomen yang meningkat secara terus menerus ketika

pasien mengangkat benda berat sehingga otot dinding perut menjadi

lemah dan akhirnya kendur sehingga pekerjaan angkat berat yang

dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut.

b. Hernia inguinalis berbanding lurus dengan usia. Semakin

bertambahnya usia seseorang maka insiden terjadinya hernia inguinalis

semakin meningkat, hal ini disebabkan pada usia lanjut kekuatan

jaringan dinding abdumen berkurang, karena proses degenerasi. Hal ni

sesuai dengan pendapat (Smeltzer, 2005), bahwa pada prinsip

terjadinya hernia inguinalis adalah akibat peninggian tekanan di dalam

rongga perut dan kelemahan otot dinding rongga, karena faktor usia.
14

3) Penyebab hernia inguinalis (Aisyah, 2013) yaitu :

a. Batuk kronis ditemukan tekanan intra abdomial yang meningkat,

karena bersama dengan otot pernafasan, otot perut juga berfungsi

sebagai otot pernafasan ekstrinsik yang meningkat tekanannya saat

terjadinya batuk. Bersamaan dengan usia pasien yang meningkat,

tercatat insidensi yang meningkat pula kejadian hernia ingunalis.

b. Konsumsi makanan seseorang tidak memenuhi standar gizi, misalnya

kurang sayur dan makanan yang berserat, akan mengakibatkan sistem

pencernaan tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya orang tersebut

susah buang air besar. Saat sembelit terjadi peningkatan tekanan intra

abdomen karena mengedan sehingga terjadi penonjolan pada kanalis

inguinalis yang merupakan saluran oblik yang melewati bagian bawah

dingding anterior abdomen.

2.1.5 Patofisiologi

Secara patofisiologi peningkatan tekanan intra abdomen akan

mendorong anulus inguinalis internus terdesak. Hernia inguinalis dapat

terjadi karena adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot

dinding perut masuk hernia pada anulus internus yang cukup besar

sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia melewati pintu yang

sudah terbuka cukup lebar itu, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis

dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis, kelemahan

dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan inguinalis. Usus yang

keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang

terletak lateral dari pembuluh efigastrik inferior kemudian hernia masuk


15

dari anulus ke dalam kanalis dan jika panjang menonjol keluar dari anulus

inguinalis eksternum dan sampai ke skrotum (Sjamsuhidajat, 2013).

2.1.6 Manifestasi Klinis

Nyeri yang disertai mual muntah baru timbul kalau terjadi

inkaserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada saat

inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateral

muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral

atas medial bawah.

Kantong hernia yang kosong dapat diraba pada funikulus

spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan

sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung

tangan sutera, tetapi pada umumnya tanda ini susah ditentukan. Kalau

kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin

teraba usus, omentum maupun ovarium.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam

usus/obstruksi usus.

2) Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih

dan ketidak seimbangan elektrolit.

3) Hematologi rutin : bila ada leukositosis, bisa jadi akibat strangulasi.

4) Elektrolit, BUN, dan kreatinin.

5) USG : Abdomen pada regio inguinalis dextra dan sinistra.


16

6) Transrectal Ultrasonography.

2.1.8 Penatalaksanaan

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi

dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi

hernia yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia

strangulata kecuali pada anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual

dimana tangan kiri memegang isi hernia dengan membentuk corong dan

tangan kanan mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit

tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak

inkaserasi sering terjadi pada umur kurang dari dua tahun.

Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi

hernia jarang terjadi dibanding orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh

karena cincin hernia pada anak-anak masih elastis dibanding dewasa.

Reposisi dilakukan dengan cara menidurkan anak dengan pemberian

sedative dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil

maka anak akan dipersiapkan untuk operasi berikutnya. Jika reposisi tidak

berhasil dalam waktu enam jam maka harus dilakukan operasi sesegera

mungkin.

Pemakaian bantalan atau penyangga hanya bertujuan untuk

menahan hernia yang sudah direposisi dan tidak pernah menyembuh dan

harus dipakai seumur hidup. Cara ini mempunyai komplikasi antara lain

merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang ditekan

sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat


17

menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada tali sperma yang

mengandung pembuluh darah testis.

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia

inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis

ditegakkan. Prinsip pengobatan hernia adalah herniotomi dan hernioplasti.

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke

lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada

perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi

mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan

memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang

kanalis inguinalis. Hernioplastik dalam mencegah residif dibandingkan

dengan herniotomi (Sjamsuhidajat, 2013).

Terdapat berbagai metode hernioplastik seperti memperkecil

anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan

memperkuat fasia tranversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus

abdominis internus dan m. internus abdominis yang dikenal dengan cojoint

tendon ke ligamentum inguinal poupart menurut metode basini atau

menjahit fasia tranversa, m.tranversa abdominis, m.oblikus internus ke

ligamentum cooper pada Mc Vay. Teknik herniorafi yang dilakukan oleh

basinni adalah setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekontruksi

lipat paha dengan cara mengaproksimasi muskulus oblikus internus,

muskulus tranversus abdominis dan fasia tranversalis dengan traktus

iliopubik dan ligamentum inguinale, teknik ini dapat digunakan pada

hernia direct maupun hernia indirect.


18

Kelemahan teknik Basinni dan teknik lain yang berupa variasi

teknik herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari

otot yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1980

dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan. Pada teknik itu

digunakan protesis mesh untuk memperkuat fasia tranversalis yang

membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahit dasar otot-otot ke

inguinal.

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi hernia tergantung kepada keadaan yang dialami oleh

isi hernia. Isi hernia dapat bertahan dalam kantong hernia pada hernia

ireponibel. Hal ini dapat terjadi jika isi hernia terlalu besar, misalnya

terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal, disini tidak ada keluhan

kecuali ada benjolan. Dapat pula isi hernia terjepit oleh cincin hernia yang

akan menimbulkan hernia strangulata.

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan

isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem

organ atau struktur di dalam hernia dan terjadi transudasi ke dalam

kantong hernia. Timbulnya udem akan menambah jepitan pada cincin

hernia sehingga perfusi jaringan makin terganggu. Isi hernia menjadi

nekrosis dan kantong hernia akan terisi transudat yang bersifat

serosanguinis. Kalau isi hernia terdiri dari usus maka akan terjadi perforasi

yang akhirnya akan menimbulkan abses lokal, fistel dan peritonitis jika

ada hubungan dengan rongga perut.


19

Pada hernia inkaserata yang mengandung usus yang dimulai

dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan,

elektrolit, dan asam basa. Bila terjadi strangulasi akan menyebabkan

gangguan vaskularisasi dan akan terjadi ganggren. Hernia strangulata

adalah keadaan emergensi yang perlu tindakan operatif secepatnya.

2.2 Konsep Dasar Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, bimbingan

penyuluhan, pengawasan atau perlindungan yang diberikan oleh seorang

perawat untuk klien. Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam

survei klien dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi dan preventif perawat

kesehatan (Doenges, 2014).

Ilmu keperawatan didasarkan pada suatu teori yang sangat luas.

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam

praktik keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan untuk

memecahkan masalah (problem-solving) yang memerlukan ilmu, teknik,

dan keterampilan interpersonal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

klien, keluarga, dan masyarakat. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap

yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut

berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem-solving dalam

mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nursalam, 2008).

Proses keperawatan merupakan suatu metode bagi perawat untuk

memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Proses keperawatan bukan

hanya sekedar pendekatan sistematik dan terorganisir melalui lima langkah


20

dalam mengenali masalah-masalah klien, namun merupakan suatu metode

pemecahan masalah (problem solving) baik secara episodik maupun secara

linear sehingga masalah dapat teridentifikasi dengan baik dan tepat

(dengan cara pengkajian), kemudian dapat dirumuskan diagnosa

keperawatannya, dan cara pemecahan masalahnya, oleh karena itu proses

keperawatan selalu diikuti dengan pemecahan masalah (Nurjannah, 2005).

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai

sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu

pengkajian yang benar, akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan

sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu

sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari

American Nursing Association (Nursalam, 2008).

Pengkajian adalah dasar mengidentifikasi kebutuhan, respon dan

masalah individu (Doenges, 2014). Pengkajian adalah langkah awal dari

tahap proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data

dasar manusia. Informasi yang di dapat dari klien (sumber data primer),

dan data yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan

klien, informasi atau laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan

orang terdekat, atau orang tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar.
21

Pengumpulan data menggunakan berbagai metode seperti observasi (data

yang dikumpulkan berasal dari pengamatan), wawancara (bertujuan

mendapatkan respon klien dengan cara tatap muka, konsultasi,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, ataupun perkiraan tambahan

(Hidayat, 2002).

Adapun data dasar pengkajian yang ditemukan pada klien dengan

perioperatif menurut Doenges (2014) adalah :

1) Sirkulasi

Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal,

penyakit vaskular perifer, atau stasis vaskular

(peningkatan resiko pembentukan trombus).

2) Integritas ego

Gejala : Perasaan cemas, takut, marah, apati. Faktor-faktor stress

multipel, misalnya finansial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka

rangsang, stimulasi simpatis.

3) Makanan/cairan

Gejala : Insufisiensi pankreas/DM (prediposisi untuk

hipoglikemia/ketoasidosis). Malnutrisi (termasuk

obesitas). Membran mukosa yang kering (pembatasan

pemasukan/periode puasa praoperasi).

4) Pernafasan

Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.


22

5) Keamanan

Gejala : Alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester, dan

larutan. Defisiensi imun (peningkatan resiko infeksi

sistemik dan penundaan penyembuhan). Munculnya

kanker/terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang

hipertermia malignan/reaksi anestesi. Riwayat penyakit

hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat

mengubah koagulasi). Riwayat transfusi darah/reaksi

tranfusi.

Tanda : Munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.

6) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik,

antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia,

bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgetik,

antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga

obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.

Penggunaan alkohol (resiko dan kerusakan ginjal yang

mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga

potensial bagi penarikan diri pascaoperasi).


23

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu

atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi

dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Nursalam, 2008).

Diagnosa keperawatan adalah sesuai data yang ada karena

ditunjang oleh data terbaru yang dikumpulkan. Diagnosa keperawatan ini

mencatat bagaimana situasi pasien pada saat itu dan harus mencerminkan

perubahan yang terjadi pada kondisi pasien. Identifikasi masalah dan

penentuan diagnostik yang akurat memberikan dasar untuk memilih

intervensi keperawatan (Doenges, 2014). Diagnosa keperawatan adalah

struktur dan proses. Struktur diagnosa keperawatan komponennya

tergantung pada tipe-tipenya: aktual, resiko, kemungkinan, kesehatan atau

sindrom (Carpenito, 2000).

1) Berdasarkan Doenges (2014), diagnosa keperawatan yang sering dijumpai

pada klien dengan preoperasi adalah:

a. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat.

b. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan ancaman kematian;

perubahan pada status kesehatan.


24

2) Berdasarkan Doenges (2014), diagnosa keperawatan yang sering di jumpai

pada klien dengan pascaoperasi adalah:

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,

ketidakseimbangan perseptual/ kognitif. Peningkatan ekspansi paru,

energi. Obstruksi trakeobronkial.

b. Perubahan sensori/ persepsi : perubahan proses pikir berhubungan

dengan perubahan kimia : penggunaan obat-obatan farmasi, hipoksia.

Lingkungan terapeutik yang terbatas : stimulus sensori yang

berlebihan, stress fisiologi.

c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur

medis/ adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tidak normal

seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.

Pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan

pembekuaan darah. Usia dan berat badan yang berlebihan.

d. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan

integritas otot, trauma musculoskeletal/ tulang.

e. Kerusakan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan interupsi

mekanis pada kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi, efek-efek yang

ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status

metabolis.

f. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan

dengan gangguan aliran vena, arteri.


25

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi/ situasi, prognosis, kebutahan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat,

kesalahan interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi.

Keterbatasan kognitif.

2.2.3 Intervensi Preoperasi

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini dimulai setelah

menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana

dokumentasi (Nursalam, 2008).

Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan, yang

dimulai setelah data-data yang terkumpul sudah dianalisa. Dari diagnosa

keperawatan yang disusun di atas, berikut rencana keperawatan yang

dilakukan pada pasien dengan pascaoperasi berdasarkan diagnosa yang

telah ditentukan :

1) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat.

Tujuan : klien dapat memahami tentang penyakitnya

Kriteria hasil :

a. Mengutarakan pemahaman proses penyakit/proses praoperasi dan

harapan pascaoperasi.

b. Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alas andari suatu

tindakan.
26

c. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam

regimen perawatan.

Intervensi dan rasional :

a. Kaji tingkat pemahaman pasien.

Rasional : beri fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi

b. Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.

Rasional : sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat

membuat pilihan terapi berdasarkan informasi dan setuju untuk

mengikuti prosedur, dan adanya kesempatan untuk menjelaskan

kesalahan konsep.

c. Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan.

Rasional : bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi

kebutuhan pasien untuk belajar.

d. Melaksanakan program pengajaran praoperasi individual: pembatasan

dan prosedur praoperasi/pascaoperasi, misalnya perubahan urinarius

dan usus, pertimbang diet, tingkat/perubahan aktivitas, latihan

pernapasan dan kardiovaskular, kontrol rasa sakit.

Rasional : meningkatkan pemahaman/kontrol pasien dan

memungkinkan partisipasi dalam perawatan pascaoperasi.

e. Sediakan kesempatan untuk melatih batuk, dapas dalam, dan latihan

otot.

Rasional: meningkatkan pengajaran dan aktivitas pascaoperasi.

f. Informasikan pasien atau orang terdekat mengenai rencana perjalanan,

komunikasi dokter atau orang terdekat.


27

Rasional : informasi logistik mengenai jadwal dan kamar operasi

(misalnya ruangan pemulihan, penetapan ruang pascaoperasi) dan juga

dimana dan kapan ahli bedah akan berkomunikasi dengan orang

terdekat untuk mengurangi stress dan menjelaskan kesalahan konsep,

mencegah kebingungan dan keraguan akan kesehatan pasien.

2) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan ancaman kematian; perubahan

pada status kesehatan.

Tujuan : ketakutan/ansietas teratasi

Kriteria hasil : menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang

sehat dalam berhadapan dengan mereka.

a. Tampil santai, dapat beristirahat/tidur cukup

b. Melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ketingkat

yang dapat diatasi.

Intervensi dan rasional :

a. Sediakan waktu kunjungan oleh personal kamar operasi sebelum

pembedahan jika memungkinkan.

Rasional : dapat menjamin dan meredakan kesehatan pasien, dan juga

menyediakan informasi untuk perawatan intraoperasi pormulatif.

b. Informasikan pasien/orang terdekat tentang peran advokat perawat

intraoperasi.

Rasional : kembangkan rasa percaya atau hubungan, turunkan rasa takut

akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing.

c. Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya

penundaan prosedur pembedahan.


28

Rasional : rasa takut yang berlebihan atau terus menerus akan

mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, resiko potensial dari

pembalikan reaksi terhadap prosedur/zat-zat anestesi.

d. Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan faktual.

Rasional : mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu

pasien untuk menghadapinya secara realistis, misalnya kesalahan

identifikasi/operasi yang salah, kesalahan anggota tubuh yang dioperasi,

pengabaran yang salah, kehilangan harga diri/kontrol, terbangun/sadar

terhadap anestesi lokal.

e. Catat ekspresi yang berbahaya/perasaan tidak tertolong, preokupasi

dengan antisipasi perubahan/kehilangan, perasaan tercekik.

Rasional : pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan, yang

ditunjukkan dengan antisipasi prosedur pembedahan/diagnosa/prognosa

penyakit.

f. Beritahu pasien kemungkinan dilakukannya anestesi lokal atau spinal

dimana rasa pusing atau mengantuk mungkin saja terjadi.

g. Rasional : mengurangi ansietas/rasa takut bahwa pasien mungkin

melihat prosedur.

h. Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang operasi.

Rasional : menciptakan hubungan dan kenyamanan psikologis.

i. Bandingkan jadwal operasi, grafik, gelang identifikasi pasien dan tanda

tangan persetujuan operasi.

Rasional : memberikan identifikasi positif, mengurangi rasa takut

bahwa mungkin terjadi prosedur yang salah.


29

j. Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan

ataupun pada ruang operasi.

Rasional: pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri

dan ketidakmampuan untuk melatih kontrol.

k. Berikan petunjuk atau penjelasan yang sederhana pada pasien yang

tenang.

Rasional : ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat

pasien menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang

panjang dan berbelit-belit.

l. Kontrol stimuli eksternal.

Rasional : suara garuh dan keributan akan meningkatkan ansietas.

m. Rujuk pada perawatan oleh rohaniawan/spiritual, spesialis klinis

perawat psikiatri, konseling psikiatri jika diperlukan.

Rasional : konseling profesional mungkin dibutuhkan pasien untuk

mengatasi rasa takut.

n. Diskusikan penundaan/penangguhan pembedahan dengan dokter,

anestesiologis, pasien dan keluarga sesuai kebutuhan.

Rasional : mungkin diperlukan karena rasa takut yang berlebihan tidak

berkurang atau teratasi.

o. Berikan obat sesuai petunjuk, misalnya zat-zat sedatif, hipnotis;

trankuilizeri IV.

p. Rasional : untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan

meingkatkan kemampuan koping. Mungkin dibutuhkan dalam area

induksi untuk mengurangi ansietas dan menimbulkan kenyamanan.


30

2.2.4 Intervensi Post Operasi

Secara sederhana, intervensi keperawatan dapat diartikan sebagai

suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan

intervensi keperawatan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana

keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan

kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu

suatu perencanaan yang baik. Misalnya, klien pascaoperasi memerlukan

pengawasan ketat tentang pengelolaan cairan dan nyeri. Sehingga semua

asuhan keperawatan harus distandardisasi.

Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan, yang

dimulai setelah data-data yang terkumpul sudah dianalisa. Dari diagnosa

keperawatan yang disusun di atas, berikut rencana keperawatan yang

dilakukan pada pasien dengan pascaoperasi berdasarkan diagnosa yang

telah di tentukan adalah sebagai berikut:

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,

ketidakseimbangan perseptual/kognitif. Peningkatan ekspansi paru, energi.

Obstruksi trakeobronkial.

Tujuan: tidak terjadi perubahan pada frekuensi pernapasan

Kriteria hasil: Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif dan bebas dari

sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya.

Intervensi dan rasional :

a. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala,

hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral.

Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas


31

b. Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi,

crowg, dan kehilangan setelah stubasi.

Rasional : Kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh

mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun

penghisapan. Berkurangnya suara pernafasan diperkirakan telah

terjadinya atelektasis. Suara mengi menunjukkan adanya spasme

bronkus, dimana suara crowg dan diam menggambarkan spasme laring

parsial sampai total.

c. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot-otot

bantu pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernafasan

cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara.

Rasional : Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga

upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan.

d. Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus.

Rasional : Meningkatnya pernafasan, takikardia, dan bradikardi

menunjukkan kemungkinan terjadinya hipoksia.

e. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan

pernafasan dan jenis pembedahan.

Rasional : Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya

aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada

lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.

f. Observasi pengembalian fungsi otot, terutama otot-otot pernafasan.

Rasional : Setelah pemberian obat-obat relaksasi otot selama masa

intraoperatif, pengembalian fungsi otot pertama kali terjadi pada


32

diafragma, otot-otot interkostal, dan laring yang akan diikuti dengan

relaksasi kelompok otot-otot utama seperti leher, bahu, dan otot-otot

abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot-otot berukuran sedang seperti

lidah, faring, otot-otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut,

wajah dan jari-jari tangan.

g. Lakukan latihan gerak segera mungkin pada pasien yang reaktif dan

lanjutkan pada periode pascaoperasi.

Rasional : Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan

sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi,

batuk membantu pengeluaran sekresi dari sistem pernafasan.

h. Observasi terjadinya somnolen yang berlebihan.

Rasional : Induksi narkotik akan menyebabkan terjadinya depresi

pernafasan atau menekan relaksasi otot-otot dalam system pernafasan.

Kedua hal ini mungkin terjadi dan membentuk siklus yang memberikan

pola depresi dan keadaan darurat kembali. Selain itu, jumlah diabsorpsi

dalam jaringan lemak dan adanya pergerakan sirkulasi, obat-obatan ini

dapat terdistribusi kembali melalui aliran darah.

i. Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan.

Rasional : Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya darah atau

mukus dalam tenggorokan atau trakea.

j. Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.

Rasional : Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan

pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan


33

tempat gas anestesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui

zat-zat inhalasi.

k. Berikan obat-obat IV seperti Nalokson (Narkan) atau Doksapram

(Dopram).

Rasional : Narkan akan mengubah induksi narkotik yang menekan

susunan saraf pusat dan dopram menstimulasi gerakan otot-otot

pernafasan. Kedua obat ini bekerja secara alami dalam siklus dan

depresi pernafasan mungkin akan terjadi kembali.

l. Berikan/ pertahankan alat bantu pernafasan (ventilator).

Rasional : Dilakukan tergantung pada penyebab depresi pernafasan atau

jenis pembedahan (pembedahan paru, abdominal yang luas, jantung)

selang endotrakeal mungkin tetap pada tempat dan penggunaan mesin

bantu pernafasan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu.

m. Bantu dalam menggunakan alat bantu pernafasan lainnya seperti

spirometri insentif, balon.

Rasional: Latihan pernafasan maksimal akan menurunkan terjadinya

atelektasis dan infeksi.

2) Perubahan sensori/ persepsi: perubahan proses pikir berhubungan dengan

perubahan kimia: penggunaan obat-obatan farmasi, hipoksia. Lingkungan

terapeutik yang terbatas: stimulus sensori yang berlebihan, stres fisiologi.

Tujuan: tidak terjadi gangguan kemampuan berkonsentrasi

Kriteria hasil: meningkatkan tingkat kesadaran mengenali keterbatasan diri

dan mencari sumber bantuan sesuai kebutuhan.


34

Intervensi dan rasional :

a. Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari

pengaruh anestesi, nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.

Rasional : Karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka

dukungan dan jaminan akan membantu menghilangkan ansietas.

b. Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa

membentak, sadar penuh akan apa yang diucapkan. Minimalkan

diskusi yang bersifat negatif dalam jangkauan pendengaran pasien

(misalnya, masalah-masalah personal atau masalah pasien). Jelaskan

prosedur yang akan dilakukan, meskipun pasien belum pulih secara

penuh.

Rasional : Tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh,

namun sensori pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali

akan pulih, oleh karena itu sangatlah penting untuk tidak mengatakan

sesuatu yang mungkin menimbulkan kesalahan interpretasi. Berikan

informasi-informasi yang membantu pasien dalam meningkatkan rasa

percaya diri dan dalam persiapan untuk melakukan aktivitas.

c. Evaluasi sensasi/ pergerakan ekstremitas dan batang tenggorok yang

sesuai.

Rasional : Pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal

atau lokal yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang

digunakan dan lamanya prosedur dilakukan.

d. Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika

diperlukan.
35

Rasionl : Berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat,

mencegah terjadinya cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien

melakukan perlawanan selama masa disorentasi.

e. Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan

pastikan kepatenannya.

Rasional: Pada pasien yang mengalami disorentasi, mungkin akan

terjadi bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya,

terlepas, dan tertekuk.

f. Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional: Stimulus eksternal seperti suara bising, cahaya, sentuhan

mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi disosiasi obat-

obatan anestesi yang telah diberikan (misalnya, obat kemarin).

g. Observasi akan adanya halusinasi, dilusi, depresi, atau keadaan yang

berlebihan.

Rasional: Keadaan-keadaan ini mungkin mengikuti trauma dan

mengindikasi adanya keadaan delirium. Pada pasien yang meminum

alcohol secara berlebihan diperkirakan akan mengalami delirium yang

hebat.

h. Kaji kembali pengembalian kemampuan sensorik dan proses berpikir

untuk persiapan pulang sesuai indikasi.

Rasional: Pasien yang mengalami pembedahan dan telah melakukan

ambulasi harus dapat merawat dirinya sendiri dengan bantuan orang

yang dekat untuk mencegah terjadinya perlukaan setelah pulang.


36

i. Pertahankan untuk tinggal di dalam ruang pascaoperasi sebelum

pulang.

Rasional: Masa disorentasi mungkin timbul dan orang yang dekat

dengan pasien mungkin tidak akan dapat menolong pasien apabila ini

terjadi setelah pulang.

3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur

medis/ adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tidak normal

seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah. Pengeluaran

integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuaan

darah. Usia dan berat badan yang belebihan.

Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil : mendemontrasikan keseimbangan cairan yang adekuat,

sebagaimana ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil,

palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal,

membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine individu yang sesuai.

Intervensi dan rasional :

a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran

cairan gastrointestinal). Tinjau ulang catatan intraoperasi.

Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam

mengidentifikasi pengeluaran cairan/penggantian dan pilihan-pilihan

yang mempengaruhi intervensi.

b. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang

dilakukan.
37

Rasional: Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan

setelah prosedur pada sistem genitourinarius dan/atau struktur yang

berdekatan (misal, ureteroplasti, ureterolitotomi, histerektomi

abdominal ataupun vaginal), mengindikasikan malfungsi ataupun

obstruksi sistem urinarius.

c. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misalnya

privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air

hangat di atas perineum.

Rasional: Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya

pengosongan.

d. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Hipotensi, takikardia, peningkatan pernafasan

mengindikasikan kekurangan cairan, misalnya dehidrasi, hipovolemia.

e. Catat munculnya mual/ muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.

Rasional: Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki

kecenderungan mabuk perjalanan penyakit memiliki resiko

mual/muntah yang lebih tinggi pada masa pascaoperasi. Selain itu,

semakin lama durasi anestesi, semakin besar resiko untuk mual. Catatan

: mual yang terjadi selama 12 sampai 24 jam pascaoperasi umumnya

dihubungkan dengan anestesi (termasuk anestesi regional). Mual yang

bertahan lebih dari 3 hari pascaoperasi mungkin dihubungkan dengan

pilihan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat-obatan

lainnya.
38

f. Periksa pembalut, alat drain pada interval regular. Kaji luka untuk

terjadinya pembengkakan.

Rasional: Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada

hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindikasikan

formasi hematoma/perdarahan. Catatan: perdarahan ke dalam rongga

(misalnya retroperitoneal) mungkin tersembunyi dan hanya terdiagnosa

melalui depresi tanda-tanda vital, laporan pasien akan sensasi tekanan

pada daerah yang terpengaruh.

g. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.

Rasional: Kulit yang lembab/dingin, denyut yang lemah

mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk

penggantian cairan tambahan.

h. Berikan cairan parenteral, produksi darah dan plasma ekspander sesuai

petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.

Rasional: Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan.

Catat waktu penggantian volume sirkulasi yang potensial bagi

penurunan komplikasi, misalnya ketidakseimbangan elektrolit,

dehidrasi, pingsan, kardiovaskuler. Catatan: pada awalnya mungkin

dibutuhkan peningkatan volume untuk mendukung volume

sirkulasi/mencegah hipotensi karena penurunan tonus vasomotor akan

mengikuti pemberian fluothane.

i. Pasang kateter urinarius dengan atau tanpa urimeter sesuai kebutuhan.

Rasional: Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran

urinarius secara akurat.


39

j. Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai

petunjuk.

Rasional: Pemasukan oral bergantung kepada pengembalian fungsi

gastrointestinal

k. Berikan antiemetik sesuai kebutuhan.

Rasional: Menghilangkan mual/muntah, yang dapat menyebabkan

ketidakseimbangan pemasukan, membantu kehilangan cairan. Naloxon

(Narkan) mungkin akan menyebabkan mual yang dihubungkan dengan

penggunaan zat-zat anestesi regional, misalnya, Duramorp, Sublimas.

l. Pantau studi laboratorium, misalnya Hb, Ht. Bandingkan studi darah

praoperasi dan pascaoperasi.

Rasional: Indikator hidrasi/volume sirkulasi. Anemia praoperasi

dan/atau Hipertensi yang rendah dikombinasikan dengan kehilangan

cairan yang tidak digantikan pada masa intraoperasi akan memperburuk

potensial defisit.

4) Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan

integritas otot, trauma muskuloskeletal/ tulang.

Tujuan: melaporkan rasa nyeri berkurang/ hilang.

Kriteria Hasil: Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/dihilangkan.

Tampak santai, dapat beristirahat/tidur dan ikut serta dalam aktivitas

sesuai kemampuan.

Intervensi dan rasional :

a. Catat umur dan berat pasien, masalah medis/psikologis yang muncul

kembali, sensitivitas idiosinkratik analgesik dan proses intraoperasi


40

(misalnya, ukuran/ lokasi insisi, penggantian saluran, zat-zat anestesi)

yang digunakan.

Rasional: Pendekatan pada manajemen rasa sakit pascaoperasi

berdasarkan kepada faktor-faktor variasi multiple.

b. Ulangi rekaman intraoperasi/ruang penyembuhan untuk tipe anestesi

dan medikal yang diperikan sebelumnya.

Rasional: Munculnya narkotik dan Droperidol pada sistem dapat

menyebabkan analgesia narkotik dimana pasien dibius dengan

Fluothane dan Ethrane yang tidak memilki efek analgesik residual.

Selain itu, intraoperasi blok regional/ lokal memiliki berbagai durasi,

misalnya 1-2 jam untuk regional atau 2-6 jam untuk lokal.

c. Evaluasi rasa sakit secara regular (misalnya, setiap 2 jam x 12) catat

karakteristik, lokasi dan intensitas (skala 0-10).

Rasional: Sediakan informasi mengenai kebutuhan atau/efektivitas

intervensi. Catatan: sakit kepala frontal dan/atau oksipital mungkin

berkembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal,

mengharuskan posisi telentang, peningkatan pemasukan cairan, dan

pemberitahuan ahli anestesi.

d. Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan

dan persiapan untuk prosedur.

Rasional: Perhatikan hal-hal yang tidak diketahui (misalnya, hasil

biopsi) dan persiapan inadekuat (misalnya, apendektomi darurat) dapat

memperburuk persepsi pasien akan rasa sakit.


41

e. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan

parnapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.

Rasional: Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.

Catatan: sebagian pasien mungkin mengalami sedikit penurunan

tekanan darah, yang akan kembali ke dalam jangkauan normal setelah

rasa sakit berhasil dihilangkan.

f. Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur

operasi.

Rasional: Ketidaknyamanan mungkin disebabkan/diperburuk dengan

penekanan pada kateterindwelling yang tidak tetap, selang NGT, jalur

parenteral (sakit kandung kemih, akumulasi cairan dan gas gaster, dan

infiltrasi cairan IV/medikasi).

g. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

Rasional: Pahami penyebab ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari

pemberian Suksinilkolin dapat bertahan sampai 48 jam) pascaoperasi,

sakit kepala sinus yang diasosiasikan dengan nitrus oksida dan sakit

tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan: parestesia bagian-

bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala-gejala mungkin

bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan-bulan dan

membutuhkan evaluasi tambahan.

h. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi fowler, miring.

Rasional: Dapat mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi.

Posisi semi fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot-

otot punggung arthritis, sedangkan mirirng mengurangi tekanan dorsal.


42

i. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam,

bimbingan imajinasi, visualisasi.

Rasional: Lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan

kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.

j. Berikan perawatan oral regular.

Rasional: Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan

membran mukosa yang kering pada zat-zat anestesi, restriksi oral.

k. Observasi efek analgesik.

Rasional: Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan

mungkin menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anestesi.

l. Analgesik IV (setelah mengulangi catatan anestesi untuk kontraindikasi

dan atau munculnya zat-zat yang dapat menyebabkan analbesia),

menyediakan analgesia setiap saat dengan dosis penyelamat yang

intermiten.

Rasional: Analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit,

menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.

Pemberian IM akan memakan waktu lebih lama dan keefektifannya

bergantung kepada tingkat dan absorpsi sirkulasi. Catatan: dosis

narkotik harus dikurangi seperempat atau sepertiga setelah penggunaan

innovar atau inapsin untuk mencegah perpanjangan tranquilasi selama

10 jam pertama pascaoperasi. Penelitian terbaru akan mendukung

kebutuhan untuk memberikan analgesik setiap saat dari pada dalam

rangka untuk mencegah, dari pada mengobati rasa sakit.


43

m. Analgesik pasien dikontrol (ADP).

Rasional: Penggunaan ADP mengharuskan instruksi secara detail pada

metode penggunaannya dan harus dipantau secara ketat namun

dianggap sangat efektif dalam mengatasi rasa sakit pascaoperasi dengan

jumlah narkotik yang lebih sedikit.

n. Anestesi lokal, misalnya blok epidural.

Rasional: Analgesik mungkin diinjeksikan ke dalam lokasi operasi atau

saraf ke lokasi yang mungkin tetap terlindung pada pascaoperasi yang

segera untuk mencegah rasa sakit.

5) Kerusakan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan interupsi

mekanis pada kulit/ jaringan. Perubahan sirkulasi, efek-efek yang

ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drain, perubahan status metabolis.

Tujuan: tidak terjadi perubahan pada permukaan/ lapiasan kulit.

Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan luka. Mendemonstrasikan tingkah

laku/teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah

komplikasi.

Intervensi dan rasional :

a. Beri penguatan pada balutan awal/ penggantian sesuai indikasi.

Gunakan teknik aseptik yang ketat.

Rasional: Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi.

Mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan akskoriasi.

b. Secara hati-hati lepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut) dan

pembalut pada waktu mengganti.

Rasional: Mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada luka.


44

c. Gunakan sealant/ barrier kulit sebelum perekat jika diperlukan.

Gunakan perekat yang halus/silk (hipoalergik atau perekat

Montgoumery/elastik untuk membalut luka yang membutuhkan

pergantian balutan yang sering).

Rasional: Menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan

memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang

halus.

d. Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi

luar dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas.

Rasional: Dapat mengganggu atau membendung sirkulasi pada luka

sekaligus bagian distal dari ekstremitas.

e. Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.

Rasional : Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan

luka/berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya

kondisi yang lebih serius.

f. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.

Rasional : Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses

penyembuhan, apabila pengeluaran cairan terus menerus atau adanya

eksudat yang bau menunjukkan terjadinya komplikasi (misalnya

pembentukan fistula, perdarahan, infeksi).

g. Pertahankan ketepatan saluran pengeluaran cairan, berikan kantong

penampung cairan pada drain/ insisi yang mengalami pengeluaran

cairan yang berbau.


45

Rasional : Fasilitasi letak kantong dekat luka, menurunkan resiko

terjadinya infeksi dan kecelakaan secara kimiawi pada jaringan/kulit.

h. Tingkatkan daerah yang dioperasi sesuai kebutuhan.

Rasional : Meningkatkan pengembalian aliran vena menurunkan

pembentukan edema. Catatan: meningkatkan daerah yang mengalami

insufisiensi pada vena mungkin menyebabkan kerusakan.

i. Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan

bental selama batuk atau bergerak.

Rasional : Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan resiko

terjadinya ruptur/dehisens.

j. Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.

Rasional : Mencegah kontaminasi luka.

k. Biarkan terjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau

tutup dengan kain kasa tipis/ bantalan telfa sesuai kebutuhan

Rasional: Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi proses

penyembuhan luka. Pemberian cahaya mungkin diperlukan untuk

mencegah iritasi bila tepi luka/sutura bergesekan dengan pakaian linen.

l. Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hidrogen peroksida

atau dengan air yang mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi

ditutup.

Rasional : Menurunkan kontaminasi kulit, membantu dalam

membersihkan eksudat.
46

m. Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan

Rasional : Menurunkan pembentukan edema yang mungkin

menyebabkan tekanan yang tidak dapat diidentifikasi pada luka selama

periode pascaoperasi tertentu.

n. Gunakan korset pada abdominal bila dibutuhkan

Rasional : Memberi pengencangan tambahan pada insisi yang beresiko

tinggi (misalnya pada pasien yang obesitas)

o. Irigasi luka, bantu dengan melakukan debridemen sesuai kebutuhan.

Rasional : Membuang jaringan nekrotik/luka eksudat untuk

meningkatkan penyembuhan.

6) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

gangguan aliran vena, arteri.

Tujuan: perubahan perfusi jaringan tidak terjadi

Kriteria Hasil : Mendemontrasikan adanya perfusi jaringan yang adekuat

dengan tanda-tanda vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat,

kulit hangat/kering, kesadaran normal, dan pengeluaran urinarius individu

sesuai

Intervensi dan rasional :

a. Ubah posisi secara perlahan di tempat tidur dan pada saat pemindahan

(terutama pada pasien yang mendapatkan obat anestesi Fluothane)

Rasional : Mekanisme vasokontriksi ditekan dan akan bergerak dengan

cepat pada kondisi hipotensi.

b. Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.
47

Rasional : Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah

terjadinya vena statis sehingga menurunkan resiko pembentukan

thrombus.

c. Bantu dengan ambulasi awal.

Rasional : Meningkatkan sikulasi dan mengembalikan fungsi normal

organ

d. Cegah dengan menggunakan bantal yang diletakkan di bawah lutut.

Ingatkan pasien agar tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki

tergantung lama.

Rasional : Mencegah terjadinya sirkulasi vena statis yang menurunkan

resiko tromboflebitis.

e. Kaji ekstremitas bagian bawah seperti adanya eritema, tanda human

positif.

Rasional : Sirkulasi mungkin harus dibatasi untuk beberapa posisi

selama proses operasi, sementara itu obat-obatan anestesi dan

menurunnya aktivitas dapat mengganggu tonusitas vasomotor,

kemungkinan bendungan vaskular dan peningkatan resiko pembentukan

trombus.

f. Pantau tanda-tanda vital, palpasi denyut nadi perifer, catat suhu/warna

kulit dan pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urin.

Rasional : Merupakan indikator dari volume dan fungsi organ/perfusi

jaringan yang adekuat.

g. Beri cairan IV/ produk-produk darah sesuai kebutuhan.


48

Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya

perfusi jaringan.

h. Berikan obat-obatan antiembolik sesuai indikasi

Rasional : Meningkatkan pengembalian aliran vena dan mencegah

aliran vena statis pada kaki untuk menurunkan resiko trombosis.

7) Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,

kesalahan interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi.

Keterbatasan kognitif.

Tujuan: klien dapat memahami tentang penyakitnya

Kriteria hasil: Menuturkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan

pengobatan. Dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan

menjelaskan alasan suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang

diperlukan dan ikut serta dalam program perawatan.

Intervensi dan rasional :

a. Tinjau ulang pembedahan/ prosedur khusus yang dilakukan dan harapan

masa depan.

Rasional : Sediakan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat

pilihan.

b. Tinjau ulang dan minta pasien/orang terdekat untuk menunjukkan

perawatan luka/balutan jika diindikasikan. Identifikasi sumber-sumber

untuk persediaan.

Rasional: Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan meningkatkan

kemandirian.
49

c. Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor resiko, misalnya pemajanan

pada lingkungan/orang yang terinfeksi.

Rasional : Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh

d. Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan

analgesik yang dijual bebas.

Rasional : Meningkatkan kerjasama dengan regimen, mengurangi

resiko reaksi merugikan/efek-efek yang tidak menguntungkan.

e. Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.

Rasional : Mencegah regangan yang tidak diinginkan di lokasi operasi

f. Rekomendasikan rencana/latihan progresif.

Rasional : Meningkatkan pengembalian ke fungsi normal dan

meningkatkan perasaan sehat.

g. Jadwalkan periode istirahat adekuat

Rasional : Mencegah kepenatan dan mengumpulkan energi untuk

kesembuhan

h. Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.

Rasional : Sediakan elemen yang dibutuhkan untuk

regenerasi/penyembuhan jaringan dan mendukung perfusi jaringan dan

fungsi organ.

i. Dorong penghentian merokok.

Rasional : Meningkatkan resiko infeksi pulmonal. Menyebabkan

vasokontriksi dan mengurangi kapasitas penjepitan oksigen oleh darah,

yang mengakibatkan perfusi selular dan potensial penyimpangan

penyembuhan.
50

j. Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang membutuhkan evaluasi

medikal, misalnya mual/muntah, kesulitan dalam berkemih, demam,

drain luka yang berlanjut/berbau, pembengkakan insisional, eritema

atau pemisahan tepi, karakteristik rasa sakit yang tidak terpecahkan atau

berubah.

Rasional : Pengenalan awal dan pengobatan perkembangan komplikasi

(misalnya ileus, retensi urinarius, infeksi, penundaan penyembuhan)

dapat mencegah perkembangan ke arah situasi yang lebih serius atau

membahayakan jiwa.

k. Tekankan pentingnya kunjungan lanjutan

Rasional : Memantau perkembangan penyembuhan dan mengevaluasi

keefektifan regimen.

l. Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran. Menyediakan

instruksi tertulis/materi pengajaran.

Rasional : Memberikan sumber-sumber tambahan untuk referensi

setelah penghentian.

m. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia, misalnya layanan perawatan

di rumah, kunjungan perawat, makanan pada kaki, terapi luar, nomor

telepon untuk saling berhubungan dan bertanya.

Rasional : Meningkatkan dukungan untuk pasien selama periode

penyembuhan dan memberikan evaluasi tambahan pada kebutuhan

yang sedang berjalan/ perhatian baru.


51

2.2.5 Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah

rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk

membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu

rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-

faktor untuk mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari

implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2008).

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan

pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri (independent), saling

ketergantungan/kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan/

ketergantungan (Nurjannah, 2005).

Implementasi merupakan rencana tindakan yang telah ditentukan

agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan tindakan

keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh pasien, perawat secara

mandiri, atau bekerja sama dengan tim kesehatan lain. Dalam hal ini

perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan

pelayanan perawatan dengan menggunakan proses keperawatan.

2.2.6 Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,


52

rencana intervensi, dan implementasinya (Nursalam, 2008). Evaluasi

adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien. Evaluasi terus-menerus dilakukan pada respons

klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nurjannah,

2005). Evaluasi adalah hasil yang di dapatkan dengan menyebutkan item-

item atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan

apakah hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah

ditentukan (Doenges, 2014).

Kesimpulannya evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut

mengumpulkan data obyektif dan subyektif yang menunjukan mengenai

tujuan asuhan keperawatan yang sudah dapat dicapai atau belum, masalah

apa yang sudah dipecahkan dan apa yang perlu dikaji, direncanakan dan

dilaksanakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap kemajuan

dan perkembangan yang ditampilkan setelah dilakukan serangkaian

tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah tindakan keperawatan

dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam mencapai tujuan yang

diterapkan.
53

2.2.7 Penyimpangan KDM

Pekerja berat Kelamin kongenital Faktor usia Asupan makanan

Peningkatan intra abdominal

Kelemahan dinding abdominal

Hernia memasuki celah inguinalis

Hernia inguinalis

Pre operasi Post operasi

Perubahan status
kesehatan Luka insisi bedah Area bedah Peningkatan Perubahan
vaskuler ekspansi paru status
kesehatan
Kurang
terpajan Terputusnya Kesulitan Ketidakseimban
mengontrol gan perseptual Proses
informasi kontinitas jaringan
pendarahan penyakit

Pelepasan Perubahan
Perubahan kognitif Kurang
substansi nyeri frekuensi
Resiko tinggi terpajan
pernapasan
kekurangan informasi
Kurang vol.cairan
Stimulasi saraf
pengetahuan Pola napas
dihantarkan Kurang
tidak
pengetahuan
Trauma jaringan efektif
Koping individu Tranduksi, integumen
trasmisi, dan Kerusakan integritas kulit
tidak efektif
modulasi
Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi
Perubahan psikologi jaringan
Nyeri

Ansietas Perubahan persepsi/sensori

Bagan 2.1 Penyimpangan KDM Pre dan Post Hernia Inguinalis


(Sumber : Doenges, 2014)
BAB 3
LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis akan mengemukakan hasil asuhan keperawatan

yang dimulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi sampai dengan evaluasi pada Tn. M dengan

Hernia Inguinalis di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Provinsi Kalimantan Utara, mulai tanggal 05 sampai dengan 07 Juli 2017.

3.1 Pengkajian

Pada tahap pengkajian ini penulis mengumpulkan data dari klien,

keluarga klien, perawat ruangan, dokter dan catatan medik Tn.M dengan

Pre Operasi Hernia Inguinalis yang dirawat di Ruang Dahlia Rumah Sakit

Umum Daerah Tarakan serta dengan melakukan pemeriksaan fisik

maupun observasi langsung pada Tn. M.

3.1.1 Identitas Klien

Klien bernama Tn.M, masuk rumah sakit pada tanggal 05 Juli 2017

dengan hernia inguinalis, dengan nomor registrasi 28.62.xx, klien masuk

rumah sakit pada pukul 12.30 wita, klien berumur 42 tahun, status

perkawinan menikah, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, suku/bangsa

Bugis/Indonesia, pendidikan SMA, pekerjaan wirausaha, alamat Jl.

Jembatan Besi RT. 05 Tarakan.

3.2 Riwayat Keperawatan

3.2.1 Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada selangkangan sebelah kanan.


55

3.2.2 Riwayat Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada selangkangan sebelah kanan setelah

mengangkat mesin seberat 25 kg di rumahnya. Nyeri yang dirasakan klien

sampai ke pinggang, nyeri yang dirasakan hilang timbul, berlangsung

selama 2 jam. Nyeri yang dirasakan klien seperti ditarik keluar. Nyeri

bertambah saat klien melakukan aktivitas dan mengangkat benda berat dan

nyeri berkurang saat klien istirahat. Skala nyeri yang dirasakan 4.

3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada

selangkangan sebelah kanan setelah mengangkat mesin seberat 25 kg di

rumahnya. Klien muntah satu kali, nyeri bertambah saat klien melakukan

aktivitas dan mengangkat benda berat dan nyeri berkurang saat klien

istirahat. Klien cemas karena akan dilakukan tindakan operasi. Klien

khawatir dengan keadaanya yang sekarang. Klien terlihat meringis,

memegang lokasi yang sakit, klien cemas dan gelisah. Klien bingung dan

bertanya-tanya tentang tindakan yang akan dilakukan.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan dua puluh tahun yang lalu hernia pernah turun

tapi masih bisa kembali dengan cara diurut. Klien pernah mengalami sakit

kepala, demam, tetapi tidak pernah sampai dirawat inap, ini adalah

pengalaman pertama klien masuk rumah sakit. Klien sebelumnya tidak

pernah dioperasi, dan tidak pernah mengalami kecelakaan.


56

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan dalam keluarga klien tidak ada yang menderita

penyakit menular seperti hepatitis dan TBC, serta tidak ada yang

menderita penyakit kronik seperti hipertensi, diabetes melitus dan kanker.

3.2.6 Genogram

? ? ? ?

? ? ? ? ? ? ?
? ? ? ? ?

? ?

42
? ? 35 ? ?

17 12 10 7 5

Keterangan:

= Laki-Laki = Klien

= Perempuan ------------- = Tinggal Serumah

? = Umur Tidak Diketahui = Meninggal

Bagan 3.1 Genogram Tn. M


57

3.3 Data Psiko Sosial Ekonomi

Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat baik. Sebelum sakit

klien ikut dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti. Hubungan dengan

tetangga baik, tidak ada masalah dalam masyarakat, klien tinggal di masjid.

Istri klien mengajukan permohonan ke Dinas Sosial untuk membantu

pembayaran biaya rumah sakit suaminya. Saat sakit klien tidak pernah ikut

dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti.

3.4 Riwayat Spiritual

Klien mengatakan sebelum sakit klien rajin sholat di masjid dan

selalu berdoa sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya. Saat ini klien

tidak pernah shalat karena sakit dan hanya bisa berbaring di tempat tidur,

klien hanya berdoa sesuai kepercayaan yang dianutnya.

3.5 Pola Kognitif dan Perseptual

Klien mengatakan sebelum sakit klien bersyukur karena masih diberi

kesehatan, klien selalu berdoa kepada Allah agar selalu diberi kesehatan.

Saat sakit klien cemas karena akan dilakukan tindakan operasi, klien

khawatir dengan keadaannya yang sekarang.

3.6 Pola Konsep Diri

Klien mengatakan sebagai laki-laki yang bertanggung jawab pada

keluarganya, terutama pada istri dan anak-anaknya, klien sangat

menyayangi keluarganya. Saat sakit klien mengatakan kesepian karena tidak

bisa berkumpul bersama keluarganya.


58

3.7 Pola Koping

Sebelum sakit klien mengatakan pola kopingnya baik, tidak merasa

cemas dengan kondisisnya. Saat sakit klien cemas karena akan dilakukan

tindakan operasi, terlihat khawatir dan gelisah.

3.8 Aktivitas Sehari-hari

3.8.1 Nutrisi

Sebelum sakit :

Klien makan tiga kali sehari, dengan selera makan bagus, menu

makanan nasi dan lauk pauk dengan porsi dihabiskan. Makanan yang

disukai yaitu ayam dan ikan. Klien tidak memiliki makanan pantang, tidak

ada pembatasan pola makan dan klien tidak mengalami kesulitan menelan.

Saat sakit :

Klien mengatakan sudah makan. Klien makan dengan menu seperti

biasa yaitu nasi, ikan dan sayuran. Makanan dihabiskan dan tidak ada

gangguan menelan.

3.8.2 Cairan

Sebelum sakit :

Klien mengatakan minum 2000 cc air putih sehari, klien terkadang

minum kopi.

Saat sakit :

Klien minum air putih sebanyak kurang lebih 1000 cc. Klien

terpasang infus dengan cairan RL dengan jumlah tetesan 20 tetes permenit.


59

3.8.3 Eliminasi (BAK dan BAB)

Sebelum sakit :

Klien mengatakan BAK 3-4 kali sehari berwarna kuning jernih, tidak

mengalami kesulitan dalam BAK. Klien BAB satu kali sehari dengan

konsistensi feses lunak, berbau khas dan berwarna kuning, tidak

mengalami kesulitan dalam BAB.

Saat sakit :

Klien mengatakan BAK dua kali sehari, urin berwarna kuning, klien

tidak tidak terpasang kateter. Saat pengkajian klien mengatakan sudah

BAB dengan konsistensi feses lunak, berbau khas dan berwarna hitam

kecoklatan. Klien tidak mengalami kesulitan BAB.

3.8.4 Istirahat dan Tidur

Sebelum sakit :

Klien mengatakan jarang tidur siang, dan klien tidur malam jam pada

22.00 sampai dengan 04.00, dengan kualitas tidur baik dan jarang

terbangun.

Saat sakit :

Klien mengatakan kualitas tidur baik dan jarang terbangun.

3.8.4 Olahraga

Sebelum sakit :

Klien mengatakan rajin olahraga (fitness) setiap sore.

Saat sakit :

Klien mengatakan saat dirawat di rumah sakit klien tidak

berolahraga.
60

3.8.5 Personal Hygiene

Sebelum sakit :

Klien mengatakan mandi dan gosok gigi dua kali sehari, serta

memotong kuku jika kuku sudah panjang.

Saat sakit:

Klien mengatakan belum mandi dan gosok gigi.

3.8.6 Aktivitas dan Gerak

Sebelum sakit :

Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa

bantuan orang lain.

Saat sakit :

Klien mengatakan tidak dapat beraktivitas karena nyeri bertambah

saat melakukan aktivitas.

3.8.7 Rekreasi

Sebelum sakit :

Klien mengatakan sebelum sakit klien sering melakukan

refreshing/rekreasi dengan keluarganya.

Saat Sakit :

Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien tidak pernah

rekreasi.

3.9 Pemeriksaan Fisik

3.9.1 Keadaan Umum

Kesadaran: Composmentis GCS: 15 E4 V5 M6


61

1) Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 130 / 70 MmHg

Nadi : 80 x/m

Suhu : 36 0C

Pernafasan : 20 x/m, dengan irama teratur.

MAP = Sistol + 2 ( Diastol) = 130-70 = 90 MmHg (Normal)

3 2
2) Antropometri

BB : 75 kg

TB : 175 cm

IMT = BB = 75 = 21,42 kg/m2 (Normal)

TB(M2) (1.75)2

3.9.2 Sistem Pernafasan

Pemeriksaan inspeksi hidung terlihat simetris kiri dan kanan,

terdapat silia, tidak ada sekret, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, klien

tidak menggunakan alat bantu pernafasan, pengembangan dada simetris

kiri dan kanan. Saat palpasi tidak ada krepitasi. Saat dilakukan perkusi

dada terdengar sonor di seluruh lapang paru. Saat auskultasi terdengar

vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan. Pernafasan 20 x/m.

3.9.3 Sistem Kardiovaskuler

Konjungtiva : tidak ada anemis.

Bibir : kering.

Tekanan vena jegularis : tidak meninggi

Ictus cordis 1 cm di bawah mamae, batas jantung atas ICS 2 mid clavikula

sinistra, batas bawah ICS 5 mid clavikula sinistra, batas kanan stenalis
62

sinistra, batas kiri axila anterior sinistra. Auskultasi bunyi jantung I (dup)

pada ICS 4-5 mid clavikula sinistra (menutupnya katup mitral dan

trikuspid), bunyi jantung II aorta dan pulmonal pada ICS 2-3 sternal dextra

dan ICS 2-3 sternal sinistra, tidak terdengar bunyi jantung tambahan.

3.9.4 Sistem Pencernaan

Inspeksi sklera tidak ikterik, mukosa bibir kering, gigi tidak lengkap,

tidak ada gangguan berbicara, kemampuan menelan baik, tidak ada

kelainan pada anus. Pada auskultasi abdomen bising usus tidak terdengar.

Terdapat nyeri tekan pada abdomen regio 9. Klien mengatakan muntah

satu kali, klien mengatakan sudah makan.

3.9.5 Sistem Pengindraan

Inspeksi penyebaran alis dan bulu mata merata, sklera berwarna

putih, konjungtiva berwarna merah muda dan ukuran pupil kanan 3 mm

dan pupil kiri 3 mm. Tidak ada kelainan pada mata, fungsi penglihatan

baik, warna membran mukosa hidung merah muda, tidak terdapat deviasi

septum dan tidak terdapat polip, tidak ada sekret, epitaksis tidak ada,

fungsi penglihatan baik, daun telinga terlihat simetris, tidak terdapat

serumen, tidak ada kelainan pada telinga, fungsi pendengaran baik.

3.9.6 Sistem Persarafan

1) Fungsi Cerebral :

a. Orientasi: Klien dapat mengenali anaknya. Klien dapat mengingat

waktu. Klien tahu dia berada di ruang Dahlia.

b. Daya ingat : Klien dapat mengingat nama perawat.

2) Fungsi Kranial :
63

a. Nervus olfaktorius : klien dapat membedakan bau.

b. Nervus optikus : klien dapat membaca pada jarak 30 cm tanpa

menggunakan kacamata.

c. Nervus okulomotor : klien dapat mengikuti gerakan arah tangan

perawat.

d. Nervus troklearis : mengikuti pergerakan mata ke bawah dan ke

dalam.

e. Nervus trigeminalis : klien dapat mengangkat alis.

f. Nervus abdusen : klien dapat mengangkat alis dengan simetris.

g. Nervus fasialis : klien dapat tersenyum simetris

h. Nervus vestibulokoklear : klien dapat mendengar suara perawat.

i. Nervus glasofaringeus : klien dapat membedakan rasa manis, asin,

asam dan pahit.

j. Nervus vagus : klien dapat menelan dengan baik.

k. Nervus assesorius spinal : klien dapat menggerakkan kepala ke kiri

dan kanan.

l. Nervus hipoglosus : klien dapat menahan tekanan pada pipi dengan

tahanan yang diberikan.

2.9.7 Sistem Muskuloskeletal

Inspeksi kepala berbentuk normoshepal dan dapat digerakkan, pada

palpasi tidak ada nyeri tekan pada kepala dan tidak ada benjolan.

Ekstremitas atas: Tangan kiri dan kanan normal, tidak ada kelainan, nilai

kekuatan otot 5, terpasang infuse RL 20 tpm pada tangan kanan.


64

Ekstremitas bawah: Kaki kiri dan kanan normal, nilai kekuatan otot 5,

tidak ditemukan adanya kelainan.

2.9.8 Sistem Integumen

Inspeksi rambut klien berwarna hitam, tidak mudah rontok, kulit

berwarna sawo matang, terdapat massa pada skrotum, kuku klien terlihat

kurang bersih, tidak mudah patah, akral hangat.

2.9.9 Sistem Endokrin

Inspeksi tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, suhu tubuh 360 C,

keringat tidak berlebihan.

3.9.10 Sistem Perkemihan

Klien mengatakan BAK 3-4 kali sehari secara spontan, berwarna

kuning, tidak mengalami kesulitan BAB dan tidak menggunakan obat

pencahar.

3.9.11 Sistem Reproduksi

Terdapat massa pada skrotum dextra.

3.9.12 Sistem Imun

Klien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap cuaca, debu, dan

bulu binatang.
65

3.10 Pemeriksaan Penunjang

3.10.1.Pemeriksaan tanggal 05 Juni 2017

Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Rujukan

1. Ureum 21,8 mg/Dl 10-50 mg/dL

2. Kreatinin serum 1,14 mg/dL 0,6-1,3 mg/dL

3. Darah lengkap

WBC 8.8 x 103/ πL 4-12 ribu /mm3

RBC 5.24x106 /πL 4.5-6

HGB 15.2 g /dL 14-18

HCT 43.8 % 40-48

MCV -83.6 FI 82-8 fL

MCH 29.0 pg 27-31 pg

MCHC 34.7 g/dL 32-37 %

PLT 204 x 103/πL 150-450 ribu/mm3

LYM % 33.7 % 1-3 %

MXD % 7.2% 0-1%

NEUT% 59.1% 2-6%

LYM # 3.0 x 103/πL 50-70%

MXD # 0.6 x 103/πL 20-40%

NEUT# 5.2x103/πL 2-8%

RDW 13.0 % 500-1600 sel/mm3

PDW 12.6 Fl < 3 menit

MPV 10.1 Fl 2-6 menit

P-LCR 25.4 < 20 mm/jam

Masa pendarahan 1 menit < 3 menit

Masa pembekuan 3 menit 2-6 menit

(Sumber : Rekam Medis Tn. M)


66

3.10 Klasifiksi Data

3.10.1 Data Subyektif

1) Klien mengatakan nyeri pada selangkangan sebelah kanan setelah

mengangkat mesin seberat 25 kg di rumahnya.

2) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan sampai ke pinggang.

3) Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul.

4) Klien mengatakan nyeri berlangsung selama 2 jam.

5) Klien mengatakan nyeri yang diraskan seperti ditarik.

6) Klien mengatakan nyeri bertambah saat melakukan aktivitas dan

mengangkat benda berat.

7) Klien mengatakan nyeri berkurang saat klien istirahat.

8) Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan 4.

9) Klien mengatakan cemas karena akan dilakukan tindakan operasi.

10) Klien mengatakan khawatir dengan keadaanya saat ini.

3.10.2 Data Obyektif

1) Klien meringis.

2) Klien memegang yang sakit.

3) Terdapat massa pada skrotum dextra.

4) Klien cemas dan gelisah.

5) Klien bingung.

6) Klien bertanya-tanya tentang tindakan yang akan dilakukan.

7) Klien terpasang infus RL pada tangan kanan.

8) Tanda tanda vital :

TD : 130/70 MmHg
67

Nadi : 80 x/m

Suhu : 36 x/m

Pernafasan : 21 x/m

3.11 Analisa Data

3.11.1 Pengelompokan Data 1

1) Data subjektif

a. Klien mengatakan nyeri pada selangkangan sebelah kanan setelah.

angkat mesin seberat 25 kg di rumahnya.

b. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan sampai ke pinggang.

c. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul.

d. Klien mengatakan nyeri berlangsung selama 2 jam.

e. Klien mengatakan nyeri yang diraskan seperti ditarik.

f. Klien mengatakan nyeri bertambah saat melakukan aktivitas dan

mengangkat benda berat.

g. Klien mengatakan nyeri berkurang saat klien istirahat.

h. Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan 4.

i. Klien mengatakan muntah satu kali.

j. Klien mengatakan tidak nyaman dengan adanya benjolan tersebut.

2) Data objektif

a. Klien meringis.

b. Klien memegang lokasi yang sakit.

c. Terdapat massa pada skrotum dextra.

3) Penyebab : Adanya massa di skrotum.

4) Masalah : Nyeri akut.


68

3.11.2 Pengelompokkan data 2

1) Data subjektif

a. Klien mengatakan cemas karena akan dilakukan tindakan operasi.

b. Klien mengatakan khawatir dengan keadaannya saat ini.

2) Data objektif

a. Klien cemas dan gelisah.

b. Klien bingung.

c. Klien bertanya-tanya tentang tindakan yang akan dilakukan.

3) Penyebab: Ansietas.

4) Masalah : Intervensi pembedahan.


69

3.12 Penyimpangan KDM Pre Operasi

Mengangkat benda berat

Peningkatan tekanan intra abdomen

Invaginasi kanalis inginalis

Hernia inguinalis

Penyumbatan usus

Strangulasi/usus terjepit Nyeri Akut

Pessage usus tidak ada

Vaskularisasi terganggu

Intervensi Pembedahan

Ansietas

(Bagan 3.2 Penyimpangan KDM Preoperasi Hernia Inguinalis Tn. M)


70

3.13 Diagnosa Prioritas

Berdasarkan skala prioritas diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn.

M dengan hernia inguinalis adalah :

1.13.1 Nyeri akut berhubungan dengan adanya massa di skrotum.

1.13.2 Ansietas berhubungan dengan intervensi pembedahan.

3.14 Intervensi

1) Nyeri akut berhubungan dengan adanya massa di skrotum.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x12 jam

diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil :

a. Klien mengatakan nyeri berkurang.

b. Klien mengatakan skala nyeri 2.

c. Klien mampu mengontrol nyeri (menggunakan manajemen nyeri).

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri.

b. Observasi tanda-tanda vital.

c. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

d. Anjurkan untuk istirahat.

2) Ansietas berhubungan dengan intervensi pembedahan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x12 jam

diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :

a. Vital sign dalam batas normal.

b. Tampil santai, dapat beristirahat/tidur cukup.

c. Melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat

yang dapat diatasi.


71

Intervensi :

a. Menginformasikan pasien atau orang terdekat tentang pentingnya

tindakan operasi.

b. Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan faktual.

c. Catat ekspresi yang berbahaya/perasaan klien.

d. Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan

ataupun pada ruang operasi.

3.15 Implementasi

3.15.1 Diagnosa Keperawatan 1

1) Nyeri akut berhubungan dengan adanya massa di skrotum.

Hari / tanggal : Rabu,05/07/2017

a. Pukul : 14.00 wita

Mengobservasi tanda- tanda vital.

Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri pada selangkangan.

Data Objektif :

TD : 110/70 MmHg

Nadi : 78 x/m

Pernafasan : 20 x /m

Suhu : 36,20C

b. Pukul : 14.10 wita

Mengkaji skala nyeri.

Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada selangkangan.

Data Objektif : Adanya massa di skrotum dextra.


72

c. Pukul : 14.15 wita.

Menganjurkan klien teknik relaksasi nafas dalam.

Data Subjektif : Klien mengatakan masih nyeri.

Data Objektif : Klien terlihat meringis.

d. Pukul : 14.20 wita.

Menganjurkan klien untuk istirahat.

Data Subjektif : Klien mengatakan ingin istirahat.

Data Objektif : Klien terlihat istirahat.

3.15.2 Diagnosa Keperawatan 2

1) Ansietas berhubungan dengan intervensi pembedahan.

a. Pukul : 19.00 wita.

Menginformasikan pasien atau orang terdekat tentang pentingnya

tindakan operasi.

Data Subjektif : Klien mengatakan masih cemas tentang tindakan yang

akan dilakukan.

Data Objektif : Klien masih bertanya-tanya tentang tindakan yang akan

dilakukan.

b. Pukul : 19.04 wita.

Memvalidasi sumber rasa takut/khawatir. Menyediakan informasi yang

akurat dan faktual.

Data Subjektif : Klien mengatakan khawatir dengan keadaanya saat ini.

Data Objektif : Klien masih gelisah.

c. Pukul : 19.10 wita.

Mencatat ekspresi yang berbahaya/perasaan klien.


73

Data Subjektif: Klien mengatakan masih cemas.

Data Objektif : Klien terlihat masih gelisah.

d. Pukul : 19.00 wita.

Mencegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan

ataupun pada ruang operasi.

Data Subjektif : Klien mengatakan besedia untuk dilakukan tindakan

operasi.

Data Objektif : Suhu tubuh 360C.

3.16 Evaluasi Hasil

3.16.1 Diagnosa Keperawatan 1

1) Nyeri akut berhubungan dengan adanya massa pada skrotum

Hari /tanggal : Rabu 05/07/2017 pukul : 20.30 wita.

Subjektif : Klien mengatakan masih nyeri .

Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan 4.

Klien mengatakan belum mampu mengontrol nyeri dengan

cara relaksasi nafas dalam.

Objektif : Klien terlihat meringis.

Assesment : Masalah belum teratasi.

Planning : Intervensi dilanjutkan.

3.16.2 Diagnosa Keperawatan 2

1) Ansietas berhubungan dengan intervensi pembedahan.

Hari / tanggal : Rabu 05/07/2017 Pukul : 20.40 wita

Subjektif : Klien mengatakan masih merasa cemas.

Klien mengatakan bersedia untuk menjalani tindakan operasi.


74

Objektif : Klien terlihat cemas dan gelisah.

TD : 120/70 MmHg

Assesment : Masalah belum teratasi.

Planning : Intervensi dilanjutkan.


75

POST OPERASI HERNIA INGUINALIS

3.1 Laporan Operasi

Klien diantar ke kamar operasi pada hari Rabu tanggal 05 Juli 2017

pukul 22.00, teknik pembedahan : herniatomy, instruksi operasi dimulai pada

pukul 23.20, teknik anastesi spinal, posisi telentang, obat-obatan : morcain

spinal 20 mg, jalan nafas normal, terpasang infuse RL, SpO2 : 99%, TD :

143/88 mmHg, nadi: 100x/m. GCS 15, tidak terjadi perdarahan, hasil

komplite. Operasi selesai pukul : 24.30, klien keluar dari kamar operasi pukul

: 01: 30.

3.1.2 Pengkajian

Pada tahap pengkajian ini penulis mengumpulkan data dari klien,

keluarga klien, perawat ruangan, dokter dan catatan medik Tn M dengan Post

Operasi Hernia Inguinalis yang dirawat di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum

Daerah Tarakan serta dengan melakukan pemeriksaan fisik langsung pada Tn.

M maupun observasi langsung pada tanggal 06 Juli 2017 pukul 05.00 wita.

3.2 Riwayat Keperawatan

3.2.1`Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada perut sebelah kanan setelah menjalani

tindakan operasi.

3.2.2 Riwayat Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada perut sebelah kanan setelah menjalani

tindakan operasi. Nyeri yang dirasakan hilang timbul, nyeri seperti tertusuk-

tusuk hingga tembus ke belakang. Nyeri bertambah jika klien bergerak, dan
76

berkurang saat klien istirahat, skala nyeri yang dirasakan 6, klien meringis

dan memegang luka operasi.

3.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan nyeri pada perut sebelah kanan setelah dioperasi.

Nyeri yang dirasakan hilang timbul, nyeri seperti tertusuk-tusuk hingga

tembus ke belakang, nyeri bertambah jika klien bergerak, dan berkurang

saat klien istirahat, skala nyeri yang dirasakan 6. Klien meringis, klien tidak

dapat miring kiri/kanan secara mandiri. Jika klien ingin miring kiri/kanan

klien dibantu keluarganya. Klien berbaring di tempat tidur dan dibantu oleh

keluarganya dalam memenuhi kebutuhannya. Klien terpasang infus RL 20

tetes per menit.

3.3 Pola Koping

Klien mengatakan sudah tidak cemas. Klien lega karena operasinya

berjalan lancar.

3.4 Aktivitas Sehari-hari

3.4.1 Nutrisi

Sebelum operasi :

Saat pengkajian klien mengatakan sudah makan. Klien makan

dengan menu seperti biasa yaitu nasi, ikan dan sayuran. Makanan di

habiskan dan tidak ada gangguan menelan.

Sesudah operasi :

Klien mengatakan klien belum makan.

Input cairan/24 jam

Minum : 1600 cc
77

Infus : 1000 cc

Air metabolic : 5 cc/kgBB/hari =5x 75= 375 cc

Injeksi obat : 40 cc

Total : 2.915 cc

Output cairan/24 jam

Urin : 2500 cc

IWL : 15 cc KgBB/hari = 15 x 75 = 375 cc

Jumlah pendarahan :20 cc

Muntah satu kali : 100 cc

Total : 2.995cc

Balance cairan = 3.015 – 2.995

= 20 cc

3.4.2 Cairan

Sebelum operasi :

Klien minum air putih sebanyak kurang lebih 1000 cc. Klien

terpasang infus dengan cairan RL dengan jumlah tetesan 20 tetes permenit.

Sesudah operasi :

Saat pengkajian klien mengatakan belum minum, klien terpasang

infus dengan cairan RL dengan jumlah tetesan 20 tetes permenit.

3.4.3 Eliminasi (BAK dan BAB)

Sebelum operasi :

Klien mengatakan BAK dua kali sehari, urin berwarna kuning, klien

tidak tidak terpasang kateter. Pada saat pengkajian klien mengatakan


78

sudah BAB dengan konsistensi feses lunak, berbau khas dan berwarna

hitam kecoklatan. Klien tidak mengalami kesulitan BAB.

Sesudah operasi :

Saat pengkajian klien mengatakan susah BAK dan belum BAB.

3.4.4 Istrahat dan Tidur

Sebelum operasi :

Saat pengkajian klien mengatakan kualitas tidur baik dan jarang

terbangun.

Sesudah operasi :

Saat pengkajian klien mengatakan susah tidur.

3.4.5 Personal Hygiene

Sebelum operasi :

Klien mengatakan mandi dua kali sehari dan gosok gigi dua kali

sehari, serta gunting kuku jika kuku sudah panjang.

Sesudah operasi :

Saat pengkajian klien belum mandi, gosok gigi, dan gunting kuku.

3.4.6 Aktivitas dan Gerak

Sebelum operasi :

Klien mengatakan tidak dapat beraktivitas karena nyeri bertambah

saat melakukan aktivitas.

Sesudah Operasi :

Klien mengatakan tidak dapat miring kiri/kanan secara mandiri.


79

3.5 Pemeriksaan Fisik

3.5.1 Keadaan Umum

Kesadaran: Composmentis GCS: 15 E4 V5 M6

a. Tanda –tanda vital

Tekanan darah : 140/70 MmHg

Nadi : 85 x/m

Suhu : 36,60C

Pernafasan : 22 x/m

b. MAP = Sistol+ 2(Diastol) = 140 + 2 (70) = 93,3 MmHg

3 3

3.5.2 Sistem Pernafasan

Inspeksi hidung terlihat simetris kiri dan kanan, terdapat silia, tidak

ada sekret, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak menggunakan alat

bantu pernafasan, pengembangan dada simetris kiri dan kanan. Saat

dilakukan palpasi tidak terdapat krepitasi. Saat dilakukan perkusi dada

terdengar sonor di seluruh lapang paru. Hasil pemeriksaan auskultasi

terdengar vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan. Pernafasan 22 x/m.

3.5.3 Sistem Pencernaan

Inspeksi sklera tidak ikterik, mukosa bibir kering, gigi tidak lengkap,

tidak ada gangguan berbicara, kemampuan menelan baik, adanya 8 jahitan

pada luka operasi, tidak ada kelainan pada anus, pada auskultasi abdomen

bising usus 5 x/m, pada palpasi terdapat nyeri tekan pada abdomen regio 9,

pada saat pengkajian klien mengatakan klien belum makan.


80

3.5.4 Sistem Integumen

Inspeksi rambut klien berwarna hitam, tidak mudah rontok, kulit

berwarna sawo matang, kuku klien terlihat kurang bersih, tidak mudah

patah, akral hangat, luka di regio 9, luka mengeluarkan darah, berwarna

kemerahan , adanya 8 jahitan pada luka operasi.

3.5.5 Sistem Perkemihan

Kandung kemih membesar, klien belum BAK setelah operasi

3.5.6 Terapi

Tabel 3.2 Program Terapi Tn. M


Terapi Dosis Rute

Ketorolac 30 mg/12 jam intravena

Ranitidine 1 gr/ 12 jam intravena

Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam intravena

(Sumber : Rekam Medis Tn. M)

3.6 Klasifikasi Data

3.6.1 Data Subjektif :

1) Klien mengatakan nyeri pada perut sebelah kanan setelah dilakukan

tindakan operasi.

2) Klien mengatakan nyeri terus-menerus.

3) Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk hingga tembus ke

belakang.

4) Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan 6.

5) Klien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak dan berkurang saat

istirahat.
81

6) Klien mengatakan terdapat balutan bekas operasi pada perut sebelah

kanan.

7) Klien mengatakan tidak dapat miring kiri/kanan dengan sendiri.

8) Klien mengatakan jika ingin miring kiri/kanan klien dibantu keluarganya

dalam memenuhi kebutuhannya.

3.6.2 Data Objektif

1) Terdapat luka balutan pada perut sebelah kanan setelah di lakukan

tindakan operasi.

2) Adanya 8 jahitan pada luka operasi.

3) Luka di regio 9, luka mengeluarkan darah, berwarna kemerahan.

4) Klien berbaring ditempat tidur.

5) Klien terpasang infus RL 20 tetes per menit.

6) Klien dibantu oleh keluarganya.

7) Klien meringis.

8) Klien memegang luka operasi.

9) Tanda-tanda vital :

TD : 140/70 MmHg

Nadi : 95 x/m

Suhu : 370 C

Pernafasan : 22 x/m

3.7 Analisa Data

3.7.1 Pengelompokan Data 1

1) Data Subjektif
82

a. Klien mengatakan nyeri pada perut sebelah kanan setelah di lakukan

tindakan operasi.

b. Klien mengatakan nyeri hilang timbul.

c. Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk hingga tembus ke

belakang.

d. Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan 6.

e. Adanya 8 jahitan pada luka operasi.

2) Data Objektif

a. Terdapat luka balutan pada perut sebelah kanan setelah di lakukan

tindakan operasi.

b. Klien meringis.

c. Klien memegang luka operasi.

d. TD : 140/70 MmHg

3) Penyebab : Insisi bedah.

4) Masalah : Nyeri akut.

3.7.1 Pengelompokkan Data 2

1) Data Subjektif

a. Klien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak dan berkurang saat

istirahat.

b. Klien mengatakan terdapat balutan bekas operasi pada perut sebelah

kanan.

c. Klien mengatakan tidak dapat miring kiri/kanan dengan sendiri.

d. Klien mengatakan jika ingin miring kiri/kanan klien dibantu

keluarganya dalam memenuhi kebutuhannya.


83

2) Data Objektif

a. Klien berbaring di tempat tidur.

b. Klien terpasang infus RL 20 tetes per menit.

c. Klien dibantu oleh keluarganya.

3) Penyebab : Kelemahan fisik.

4) Masalah : Gangguan mobilitas.

3.7.2 Pengelompokan Data 3

1) Data Subjektif

a. Klien mengatakan terdapat balutan bekas operasi pada perut sebelah

kanan.

b. Klien mengatakan nyeri pada perut sebelah kanan setelah di lakukan

tindakan operasi.

2) Data Objektif :

a. Adanya 8 jahitan pada luka operasi

b. Luka di regio 9, luka mengeluarkan darah, berwarna kemerahan

c. Suhu : 370 C

3) Penyebab: Luka post operasi

4) Masalah : Resiko infeksi


84

3.8 Penyimpangan KDM Post Operasi

Hernia inguinalis

Pembedahan

Luka insisi bedah

Trauma jaringan
Terputusnya kontinitas jaringan
integumen

Pelepasan substansi nyeri


Kerusakan
integritas kulit

Tranduksi, trasmisi, dan modulasi

Resiko Infeksi

Kelemahan Nyeri Akut

Gangguan
Mobilitas fisik

(Bagan 3.3 Penyimpangan KDM Post Operasi Hernia Inguinalis Tn. M)


85

3.9 Diagnosa Keperawatan

3.9.1 Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

3.9.2 Gangguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3.9.3 Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

3.10 Intervensi Keperawatan

3.10.1 Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

diharapkan nyeri teratasi dengan kriteria hasil :

a. Skala nyeri berkurang, sampai dengan skala nyeri (5-3)

b. Klien terlihat rileks

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD : 120/80 MmHg, nadi : 60

x/m - 100 x/m, suhu : 36,50C -37,50C, pernafasan : 16 x/m - 24 x/m).

2) Intervensi :

a. Observasi tanda tanda vital

b. Kaji keluhan dan karakteristik nyeri

c. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi dafas dalam

d. Lakukan pemberian obat sesuai atvis dokter

3.10.2 Gangguan mobilitas berhubungan kelemahan fisik

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan gangguan mobilitas teratasi dengan kriteria hasil:

a. Klien dapat miring kiri/kanan dengan mandiri

2) Intervensi :

a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan gerak


86

b. Ajarkan dan anjurkan klien dalam melakukan gerak seperti miring

kiri/kanan

c. Menganjurkan klien cara berpindah tempat secara bertahap

3.10.3 Resiko infeksi berhubugan dengan luka post operasi

1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor (kemerahan), dolor (nyeri),

kalor (panas), tumor (pembengkakan), functio laesa.

b. Suhu tubuh dalam batas normal (Suhu normal 36,50C – 37,50C).

2) Intervensi :

a. Kaji tanda tanda infeksi dan suhu tubuh

b. Pertahankan teknik aseptik

c. Berikan perawatan pada luka dengan steril

d. Lakukan pemberian obat sesuai advis dokter

3.11 Implementasi

3.11.1 Hari / tanggal : Kamis, 06/07/2017

1) Diagnosa Keperawatan I

Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

a) Pukul : 05.30 wita

Melakukan pemeriksaan Tanda- tanda vital

Data Subjektif :

Klien mengatakan sakit pada pinggang bagian belakang.

Klien terlihat meringis.


87

Data Objektif :

TD: 130/70 MmHg

Nadi : 75 x/m

Suhu : 36,60C

Pernafasan : 21 x/m

b) Pukul 06.00 wita

Memberikan injeksi intravena ketorolac dan seftriaxone

Data Subjektif : Klien mengatakan perih saat obat diinjeksikan

Data Objektif :

Klien meringis saat obat di injeksikan.

c) Pukul : 11.00 wita

Mengkaji keluhan dan karakteristik nyeri

Data Subjektif :

Klien mengatakan nyeri bekas operasi

Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk

Klien mengatakan skala nyeri 6

Klien mengatakan tidak bisa BAK

Data Obyektif :

Klien terlihat meringis

d) Pukul 11.10 wita

Mengajarkan dan menganjurkan teknik relaksasi dapas dalam.

Data Subyektif : Klien mengatakan masih nyeri

Data Obyektif : Klien terlihat meringis.


88

3.11.2 Hari / tanggal : Kamis, 06/07/2017

1) Diagnosa keperawatan 2

Ganggguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan fisik

a) Pukul : 08.00 wita

Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan gerak

Data Subektif : Klien mengatakan tidak bisa miring kiri/kanan

Data Objektif : Klien terlihat hanya baring di tempat tidur

b) Pukul : 09.05 wita

Mengajarkan dan menganjurkan klien dalam melakukan gerak seperti

miring kiri/kanan

Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak

Data Objektif : Klien terlihat memegang bekas operasi

c) Pukul : 09.10 wita

Menganjurkan klien cara berpindah tempat secara bertahap

Data Subjektif : Klien mengatakan belum bisa turun dari tempat tidur

Data Objektif : Klien terlihat masih berbaring di tempat tidur

3.11.3 Hari / tanggal : Kamis, 06/07/2017

1) Diagnosa Keperawatan 3

Resiko infeksi berhubugan dengan luka post operasi

a) Pukul : 13.00 wita

Mempertahankan teknik aseptik

Data Subjektif : Klien mengatakan bersedia dilakukan perawatan luka.


89

Data Objektif : Terdapat darah pada luka, berwarna kemerahan, tidak

terdapat udema.

b) Pukul : 13.05 wita

Mengkaji tanda tanda infeksi dan suhu tubuh

Data Subjektif : -

Data Objektif : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor

(kemerahan), dolor (nyeri), kalor (panas), tumor (pembengkakan),

functio laesa. Suhu tubuh 36,60C.

c) Pukul : 13.10 wita

Melakukan perawatan pada luka dengan steril

Data Subjektif : Klien mengatakan nyaman setelah dilakukan perawatan

luka

Data Objektif : Klien terlihat nyaman.

Luka terlihat bersih tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor

(kemerahan), dolor (nyeri), kalor (panas), tumor (pembengkakan),

functio laesa.

d) Pukul 15.00 wita

Memberikan injeksi intravena analgetik (ketorolac)

Data Subjektif : Klien mengatakan perih saat obat diinjeksikan.

Data Objektif : Klien meringis saat obat di injeksikan.


90

3.11.4 Hari / tanggal : Jumat, 07/07/2017

1) Diagnosa Keperawatan 1

Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

a) Pukul : 05.30 wita

Melakukan pemeriksaan Tanda-tanda vital

Data Subjektif : Klien mengatakan tidak pusing

Data Objektif :

TD : 120/80 MmHg

Nadi : 75 x/m

Suhu : 360C

Pernafasan : 21 x/m

b) Pukul : 06.00 wita

Memberikan injeksi intravena analgetik (ketorolac), antibiotik

(ceftriaxone).

Data Subjektif : Klien mengatakan perih pada saat obat diinjeksikan

Data Objektif : klien meringis saat obat diinjeksikan.

c) Pukul : 06.10 wita

Mengkaji keluhan dan karakteristik nyeri

Data Subjektif : Klien mengatakan masih nyeri pada bekas operasi

Data Objektif : Klien terlihat memegang bekas operasi.

d) Pukul : 06.15 wita

Menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam

Data Subjektif : Klien mengatakan rileks setelah relaksasi dafas dalam

Data Objektif : Klien terlihat nyaman


91

3.11.5 Hari / tanggal : Jumat, 07/07/2017

1) Diagnosa Keperawatan 2

Ganggguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan fisik

a) Pukul : 07.00 wita

Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan gerak

Data Subjektif : Klien mengatakan sudah bisa miring kiri/kanan secara

mandiri

Data Objektif : Klien terlihat miring kiri/kanan

b) Pukul : 07.05 wita

Menganjurkan klien dalam melakukan gerak seperti miring kiri/kanan

Data Subjektif : Klien mengatakan sudah bisa miring kiri/kanan

Data Objektif : Klien terlihat dapat miring kiri/kanan secara mandiri

c) Pukul : 07.10 wita

Menganjurkan klien cara berpindah tempat secara bertahap

Data subjektif : Klien mengatakan sudah bisa turun dari tempat tidur

Data objektif : Klien terlihat dapat berpindah tempat

3.11.6 Hari / tanggal : jumat, 07/07/2017

1) Diagnosa Keperawatan 3

Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

a) Pukul :06.00 wita

Memberikan injeksi intravena analgetik (ketorolac)

Data Subjektif : Klien mengatakan perih saat obat dimasukkan

Data Objektif : klien meringis saat obat di injeksikan.


92

b) Pukul : 06.30 wita

Melakukan pemeriksaan suhu tubuh

Data Subjektif : Klien mengatakan tidak demam

Data Objektif : Suhu tubuh 360C

3.12 Evaluasi

3.12.1 Hari /tanggal : Jumat,07/07/2017 pukul : 09.00 wita

1) Diagnosa Keperawatan 1

Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

Subjektif : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang

Klien mengatakan skala nyeri 3

Objektif : Klien terlihat tidak meringis

Klien terlihat rileks

Tanda-tanda vital :

TD : 120/60 MmHg

Nadi : 20 x/m

Suhu : 36,50C

Pernafasan : 20 x/m

Assesment: Masalah teratasi

Planning : Intervensi dihentikan.

3.12.2 Hari /tanggal : Jumat,07/07/2017 pukul : 10.00 wita

1) Diagnosa Keperawatan 2

Gangguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Subjektif : Klien mengatakan sudah bisa miring kiri/kanan secara mandiri

Objektif : Klien terlihat sudah bisa ke kamar mandi


93

Klien terlihat sudah bisa bergerak miring kiri/kanan secara

mandiri

Assesment : Masalah teratasi

Planning : Intervensi di hentikan

3.12.3 Hari /tanggal : Jumat,07/07/2017 pukul 10.30 wita

1) Diagnosa Keperawatan 3

Resiko infeksi berhubungan luka post operasi

Subjektif : Klien mengatakan tubuhnya tidak panas

Objektif : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti rubor (kemerahan), dolor

(nyeri), kalor (panas), tumor (pembengkakan), functio laesa.

Suhu tubuh 36,50C

Pasien rencana pulang, anjurkan untuk control.

Assesment : Masalah teratasi

Planning : Intervensi di hentikan


BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan pada pasien.

Setelah mempelajari landasan teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan

pada klien Tn. M dengan Hernia Inguinalis di Ruang Dahlia RSUD Tarakan

mulai tanggal 05 sampai dengan 07 Juli 2017, maka bab ini penulis

mengemukakan kesenjangan antara teori dengan pelaksanaan asuhan

keperawatan pada Tn. M dengan hernia inguinalis. Adapun kesenjangan

tersebut akan diuraikan sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan

sebagai berikut:

4.1 Pengkajian

Pada tahap pengkajian, penulis tidak menemukan hambatan selama

proses wawancara dengan klien dan keluarga, karena klien dan keluarga

bersifat terbuka dan kooperatif dalam menjawab pertanyaan dan

mengungkapkan masalah yang dialaminya, selain itu penulis juga menjalin

kerja sama dengan perawat ruangan untuk memperoleh informasi mengenai

perkembangan kesehatan Tn. M.

Pada proses pengkajian pada Tn. M dengan Pre Operasi Hernia

Inguinalis di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan tanggal 05

sampai dengan 07 Juli 2017 didapatkan beberapa kesenjangan antara teori dan

kasus, adapun data fokus pada pengkajian yang ada pada teori menurut
95

Doenges (2014), tetapi tidak ditemukan pada klien Tn. M adalah sebagai

berikut :

4.1.1 Sirkulasi

Pengkajian data dasar sistem sirkulasi pada klien pembedahan

ditemukan riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vaskular

perifer, atau stasis vaskular (peningkatan resiko pembentukan trombus).

Kasron (2012), menjelaskan bahwa riwayat penyakit jantung dikaitkan dengan

kelainan jantung meliputi infak miokad akut, hipertensi, diabetes melitus dan

demam rematik, yang ditinjau kembali TD, kadar lipid, ronseng torax, dan

EKG sebelumnya, selain itu riwayat keluarga dengan hipertensi, diabetes

melitus, dan stroke. Pada Tn. M tidak memiliki riwayat kelainan penyakit

jantung, klien masuk rumah sakit dengan hernia inguinalis dan ditunjukkan

hasil pemeriksaan fisik tanda- tanda vital. TD : 130/70 MmHg, nadi : 80 x/m,

suhu:36 0C, pernafasan : 20 x/m, dengan irama teratur.

Potter (2006), menjelaskan untuk data pengkajian gangguan pada

jantung dan sistem vaskular pada kondisi preoperatif timbul jika pasien

memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya. Pada gangguan sirkulasi pada

pascaoperatif dapat terjadi ditandai dengan disaritmia, pengisian kapiler

melambat dan hilangnya denyut nadi setelah pembedahan. Pada Tn.M setelah

fase pembedahan respon sirkulasi tidak menunjukkan adanya gangguan, di

tunjukkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital setelah operasi. TD : 130/70

mmHg, nadi : 80 x/m, suhu: 360C, pernafasan : 20 x/m, dengan irama teratur.
96

4.1.2 Makanan/ cairan

Pengkajian data dasar makanan/cairan pada klien pembedahan

ditemukan insufisiensi pankreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia/

ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas). Potter (2006), menjelaskan

bahwa klien dengan bedah rentang mengalami gangguan cairan/keseimbangan

nutrisi karena asupan yang tidak adekuat dan banyak kehilangan cairan akibat

prosedur pembedahan, disamping itu ada batasan asupan makan/puasa yang

membatasi karbohidrat sehingga kadar glukosa dalam darah menurun, klien

yang mengalami ketidakseimbangan nutrisi dan elektrolit akan diberikan

suplemen protein dan glukosa melalui infus. Pada Tn. M, asupan cairan dan

elektrolit tetap diberikan melalui infus RL selama fase preoperatif sampai

pascaoperatif, selain itu dalam perawatan Tn. M tidak ada indikasi

ketidakseimbangan cairan, elektrolit maupun nutrisi, ditandai dengan berat

badan klien 75 kg dan tinggi 175 cm dan IMT (Indeks Masa Tubuh) klien

normal 24.

4.1.3 Pernafasan

Pengkajian data dasar pernafasan pada klien pembedahan ditemukan

kondisi yang kronis/batuk, merokok. Potter (2006), menjelaskan bahwa klien

perokok memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi paru-

paru pascaoperasi dibandingkan dengan yang bukan perokok. Perokok kronik

telah mengalami peningkatan jumlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-

parunya. Anastesi umum meningkatkan iritasi jalan nafas untuk merangsang

sekresi pulmonal karena sekresi tersebut akan dipertahankan akibat penurunan


97

aktivitas silaris selama anastesi. Setelah pembedahan klien perokok

mengalami kesulitan yang lebih besar dalam membersihkan jalan nafasnya

dari sekresi lendir. Pada Tn. M tidak ditemukan masalah kronis/batuk,

merokok di tandai dengan klien mengatakan tidak batuk, dan tidak merokok,

tidak menggunakan alat banu pernafasan, pernafasan klien 20 x/m.

4.1.4 Keamanan

Pengkajian data dasar keamanan pada klien pembedahan ditemukan

alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. Defisiensi

imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan).

Potter (2006), menjelaskan bahwa perawat harus mewaspadai adanya alergi

terhadap berbagai obat yang mungkin diberikan selama fase pembedahan.

Apabila klien menderita satu atau lebih alergi maka klien menerima pita

identifikasi alergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum menjalani

pembedahan, perawat juga harus memastikan bahwa bagian depan lembar

pencatatan klien berisi daftar alergi yang dideritanya. Pada Tn. M tidak

ditemukan adanya alergi. Ditandai dengan klien mengatakan tidak ada alergi

terhadap obat-obatan maupun makanan, plester dan larutan, dan klien tidak

menerima pita identifikasi alergi yang dipakai pada pergelangan tangan.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Proses pengkajian dilakukan untuk memperoleh data-data yang

diperlukan untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan yang sesuai dengan

keadaan data yang ditemukan pada Tn. M dengan pre operasi hernia inguinalis.
98

Antara diagnosa keperawatan pada pre operasi hernia inguinalis yang

penulis peroleh dari dasar teoritis dengan yang penulis temukan di lapangan

banyak mengalami perbedaan. Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. M

dengan pre operasi hernia inguinalis terdapat diagnosa keperawatan yang tidak

ditegakan sesuai dengan diagnosa keperawatan menurut Doenges (2014), yaitu

4.2.1 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan pengobatan

berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat.

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), defisiensi pengetahuan adalah

ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik

tertentu. Namun pada Tn. M tidak ditemukan data tersebut dimana pada saat

dilakukan pengkajian klien mengatakan klien mengetahui mengenai kondisi,

prognosis, dan kebutuhan pengobatannya.

Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. M pre operasi hernia inguinalis

terdapat diagnosa keperawatan yang sama sesuai dengan diagnosa keperawatan

menurut Doenges (2014), yaitu :

1) Nyeri akut berhubung dengan adanya benjolan di scrotum.

Menurut Carpenito (2001), nyeri akut adalah keadaan di mana

individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyaman yang hebat

atau sensasi yang tidak menyenangkan selama 6 bulan atau kurang dengan

batasan karakteristik mayor yaitu komunikasi (verbal atau menggunakan

kode) tentang nyeri yang dideskripsikan dan batasan karakteristik minor yaitu

mengatupkan rahang atau pergelangan tangan, perubahan kemampuan untuk

melanjutkan aktivitas sebelumnya, agitasi, ansietasansietas, peka rangsang,


99

menggosok bagian yang nyeri, mengorok, postur tidak biasanya (lutut ke

abdomen), ketidakefektifan fisik atau imobilitas, masalah dengan konsentrasi,

perubahan pada pola tidur, rasa takut mengalami cedera tulang, menarik bila

disentuh, mata terbuka lebar atau sangat tajam, gambaran kurus, mual dan

muntah.

Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. M ditemukan data klien

mengatakan nyeri pada selangkangan sebelah kanan setelah angkat benda

berat di rumahnya, klien mengatakan nyeri yang dirasakan sampai ke

pinggang, klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul, klien

mengatakan nyeri berlangsung selama 2 jam, klien mengatakan nyeri yang

dirasakan seperti ditarik, klien mengatakan nyeri bertambah saat melakukan

aktivitas dan mengangkat benda berat, klien mengatakan nyeri berkurang saat

klien istirahat, klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan 4.

2) Ansietas berhubungan dengan intervensi pembedahan.

Menurut NANDA (2016), ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau

kekawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak

spesifik, atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan

oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang

memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu

untuk bertindak menghadapi masalah. Pada saat dilakukan pengkajian pada

Tn. M ditemukan data klien mengatakan cemas karena akan dilakukan

tindakan operasi, operasi klien mengatakan khawatir dengan keadaanya yang


100

sekarang, terlihat cemas dan gelisah, terlihat bingung bertanya-tanya dengan

tindakan yang akan dilakukan.

4.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses

keperawatan setelah merumuskan diagnosa keperawatan. Rencana

keperawatan yang dilakukan penulis sesuai dengan teori yang terdapat pada

Doenges (2014).

Namun, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang terdapat dalam

teori tetapi penulis tidak mencantumkan pada perencanaan intervensi

keperawatan Tn. M. Hal ini karena penulis menyesuaikan intervensi dengan

keadaan klien, waktu serta keterbatasan sarana dan prasarana yang ada.

4.3.1 Nyeri akut berhubung dengan adanya massa di skrotum.

Pada teori terdapat beberapa intervensi, namun penulis hanya

mengambil sebagian dari intervensi tersebut. Intervensi yang tidak diambil

tersebut adalah :

1) Catat umur dan berat pasien, masalah medis/ psikologis yang muncul kembali,

sensitivitas idiosinkratik analgesik dan proses proses intraoperasi (mis, ukuran/

lokasi insisi, penggantian saluran, zat-zat anestesi) yang digunakan. Menurut

Doenges (2014), rasionalnya adalah Pendekatan pada manajemen rasa sakit

pascaoperasi berdasarkan kepada faktor-faktor variasi multiple. Intervensi

tidak dilakukan karena telah dilakukan pada pengkajian awal.

2) Ulangi rekaman intraoperasi/ ruang penyembuhan untuk tipe anestesi dan

medikal yang diberikan sebelumnya. Menurut Doenges (2014), rasionalnya


101

adalah munculnya narkotik dan droperidol pada sistem dapat menyebabkan

analgesia narkotik dimana pasien dibius dengan Fluothane dan Ethrane yang

tidak memilki efek analgesik residual. Selain itu, intraoperasi blok regional/

lokal memiliki berbagai durasi, misalnya 1-2 jam untuk regional atau 2-6 jam

untuk lokal. Karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam melakukan

tindakan tersebut.

3) Evaluasi rasa sakit secara regular (misal, setiap 2 jam x 12) catat karakteristik,

lokasi dan intensitas (skala 0 -10). Menurut Doenges (2014), rasionalnya

adalah sediakan informasi mengenai kebutuhan atau/ efektivitas intervensi.

Catatan: sakit kepala frontal dan/atau oksipital mungkin berkembang dalam

24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal. Karena sudah dievaluasi pada pada

saat mengevaluasi intervensi ke dua pada diagnosa nyeri akut, yaitu

mengevaluasi keluhan dan karakteristik nyeri.

4) Catat munculnya rasa cemas/ takut dan hubungkan dengan lingkungan dan

persiapan untuk prosedur. Menurut (Doenges 2014), rasionalnya adalah

Perhatikan hal-hal yang tidak diketahui (misal, hasil biopsi) dan persiapan

inadekuat (misal, apendektomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien

akan rasa sakit. Karena telah dilakukan pada pengkajian awal dan terdapat

dalam intervensi diagnosa ansietas, yaitu klien mengatakan cemas karena

akan di lakukan tindakan operasi.

5) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi

menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah ketidaknyamanan mungkin

disebabkan / diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang tidak


102

tetap, selang NGT, jalur parenteral (sakit kandung kemih, akumulasi cairan

dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/medikasi). Karena telah dilakukan pada

intervensi pertama pada diagnosa nyeri akut yaitu kaji skala nyeri.

6) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan sesuai kebutuhan.

Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah pahami penyebab

ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin dapat

bertahan sampai 48 jam) pascaoperasi, sakit kepala sinus yang diasosiasikan

dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional.

Karena sudah dilakukan pada intervensi diagnosa ansietas.

7) Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi fowler, miring. Menurut

Doenges (2014), rasionalnya adalah mungkin mengurangi rasa sakit dan

meningkatkan sirkulasi. Posisi semi fowler dapat mengurangi tegangan otot

abdominal dan otot-otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi

tekanan dorsal. Karena klien masih bisa mengubah posisinya secara mandiri.

8) Berikan perawatan oral regular. Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah

mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa

yang kering pada zat-zat anestesi, restriksi oral. Karena pasien tidak minum

obat oral

9) Observasi efek analgesik. Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah

respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin

menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anestesi. Karena klien

belum mendapatkan injeksi analgetik.


103

10) Analgesik pasien dikontrol (ADP). Menurut Doenges (2014), rasionalnya

adalah penggunaan ADP mengharuskan instruksi secara detail pada metode

penggunaannya dan harus dipantau secara ketat namun dianggap sangat

efektif dalam mengatasi rasa sakit pascaoperasi dengan jumlah narkotik yang

lebih sedikit. Karena klien belum mendapatkan injeksi analgetik.

11) Anestesi lokal, misalnya blok epidural. Menurut Doenges (2014), rasionalnya

adalah analgesik mungkin diinjeksikan kedalam lokasi operasi atau saraf ke

lokasi yang mungkin tetap terlindung pada pascaoperasi yang segera untuk

mencegah rasa sakit. Karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam

melakukan tindakan tersebut.

4.3.2 Cemas berhubungan dengan intervensi pembedahan

Pada teori terdapat beberapa intervensi, namun penulis hanya

mengambil sebagian dari intervensi tersebut. Intervensi yang tidak diambil

tersebut adalah:

1) Sediakan waktu kunjungan oleh personal kamar operasi sebelum pembedahan

jika memungkinkan. Menurut Donges (2014), rasionalnya adalah dapat

menjamin dan meredakan kesehatan pasien, dan juga menyediakan informasi

untuk perawatan intraoperasi formulatif. Karena hanya mengantar ke kamar

operasi saja.

2) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan

prosedur pembedahan. Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah rasa

takut yang berlebihan atau terus menerus akan mengakibatkan reaksi stress

yang berlebihan, resiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap


104

prosedur/zat-zat anestesi. Karena operasi tidak di tunda. Klien bersedia di

lakukan tindakan operasi.

3) Catat ekspresi yang berbahaya/perasaan tidak tertolong, preokupasi dengan

antisipasi perubahan/kehilangan, perasaan tercekik. Menurut Doenges (2014),

rasionalnya adalah pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan, yang

ditunjukkan dengan antisipasi prosedur pembedahan/diagnose/prognosa

penyakit. Karena sudah dilakukan di pengkajian sebelumnya.

4) Beritahu pasien kemungkinan dilakukannya anestesi lokal atau spinal dimana

rasa pusing atau mengantuk mungkin saja terjadi. Menurut Doenges (2014),

rasionalnya adalah mengurangi ansietas/rasa takut bahwa pasien mungkin

melihat prosedur. Karena sudah dilakukan di pengkajian senbelumnya.

5) Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang operasi. Menurut Doenges

(2014), rasionalnya adalah menciptakan hubungan dan kenyamanan

psikologis. Karena hanya mengantarkan sampai di kamar operasi.

6) Bandingkan jadwal operasi, grafik, gelang identifikasi pasien dan tanda

tangan persetujuan operasi. Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah

memberikan identifikasi positif, mengurangi rasa takut bahwa mungkin terjadi

prosedur yang salah. Karena tidak berada dalam ruang operasi.

4.4 Implementasi Keperawatan

Pada tahap implementasi penulis akan melaksanakan perencanaan

yang telah disusun pada tahap pengumpulan data, pelaksanaan asuhan

keperawatan yang dilakukan penulis disesuaikan dengan rencana tindakan yang

telah dibuat. Namun dari semua perencanaan yang dibuat terdapat beberapa
105

intervensi yang tidak dapat dilakukan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan

keterbatasan sarana dan prasarana dalam melakukan tindakan tersebut dan waktu

yang penulis miliki.

Dalam melakukan implementasi penulis tidak mendapatkan hambatan

yang berarti, semua intervensi dapat terlaksana dengan melibatkan klien dan

keluarganya, klien bersikap terbuka, kooperatif dan mudah diajak kerjasama,

mudah menerima penjelasan dan saran, dan klien berpartisipasi aktif dalam

tindakan keperawatan.

4.5 Evaluasi

Tahap ini adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang telah

dilakukan selama satu hari pada tanggal 05 Juli 2017 pada Tn. M dengan pre

operasi hernia inguinalis dan berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang telah

ditetapkan pada perencanaan, penulis dapat menyimpulkan evaluasi hasil pada

tanggal 05 Juli 2017 terdapat dua masalah/diagnosa yang tidak teratasi yaitu

diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan

adanya benjolan di scrotum, tidak sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan

yaitu klien melaporkan nyeri berkurang, klien terlihar rileks, tapi pada saat di

evaluasi klien masih meringis dan melaporkan nyeri masih ada, klien terlihat

masih meringis.

Sedangkan pada ansietas berhubungan dengan intervensi pembedahan,

tidak sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan yaitu klien terlihat santai,

melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ketingkat yang dapat

di atasi, namun pada saat di evaluasi klien mengatakan masih cemas, klien
106

terlihat gelisah. Kedua diagnosa tersebut tidak teratasi karena hanya satu hari

saja, setelah itu klien menjalani operasi.


107

POST OPERASI HERNIA INGUINALIS

4.1 Pengkajian

Pada tahap pengkajian, penulis tidak menemukan hambatan selama

proses wawancara dengan klien dan keluarga, karena klien dan keluarga

bersifat terbuka dan kooperatif dalam menjawab pertanyaan dan

mengungkapkan masalah yang dialaminya, selain itu penulis juga menjalin

kerja sama dengan perawat ruangan untuk memperoleh informasi mengenai

perkembangan kesehatan Tn. M.

Pada proses pengkajian pada Tn. M dengan Post Operasi Hernia

Inguinalis di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan mulai

tanggal 06 sampai dengan 07 Juli 2017 didapatkan beberapa kesenjangan

antara teori dan kasus.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Proses pengkajian dilakukan untuk memperoleh data-data yang

diperlukan untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan yang sesuai

dengan keadaan data yang ditemukan pada Tn. M dengan post operasi hernia

inguinalis.

4.2.1 Antara diagnosa keperawatan pada post operasi hernia inguinalis yang penulis

peroleh dari dasar teoritis dengan yang penulis temukan di lapangan banyak

mengalami perbedaan. Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. M dengan post

operasi hernia inguinalis terdapat diagnosa keperawatan yang tidak ditegakan

sesuai dengan diagnosa keperawatan menurut Doenges (2014), yaitu :


108

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,

ketidakseimbangan perseptual/ kognitif. Peningkatan ekspansi paru, energi.

Obstruksi trakeobronkial.

Menurut Carpenito (2001), ketidakefektifan pola pernafasan adalah

keadaan dimana seorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual

atau potensial yang berhubungan dengan perubahan pola pernafasan dengan

batasan karakteristik mayor perubahan dalam frekuensi atau pola pernapasan

(dari nilai dasar), perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas) dan batasan

karakteristik minor adalah ortopnea, takipnea, hiperpnea, hiperventilasi,

pernapasan distritmik, dan pernafasan sukar/berhati-hati. Namun pada Tn. M

tidak ditemukan data tersebut dimana pola nafas Tn. M dalam keadaan efektif

dengan frekuensi pernapasan 20x/menit dan irama pernafasan teratur sehingga

diagnosa keperawatan ini tidak dapat ditegakan.

2) Perubahan sensori/ persepsi : perubahan proses piker berhubungan dengan

perubahan kimia : penggunaan obat-obatan farmasi, hipoksia. Lingkungan

terapeutik yang terbatas : stimulus sensori yang berlebihan. Stress fisiologi.

Menurut Carpenito (2001), perubahan proses pikir adalah keadaan

dimana individu mengalami suatu gangguan dalam aktivitas mental seperti

berfikir sadar, orientasi realitas, pemecahan masalah, penilaian dan

pemahaman yang berhubungan dengan koping, dengan batasan karakteristik

mayor adalah tidak akuratnya interpretasi tentang stimulus, internal dan/atau

eksternal dan batasan karakteristik minor adalah kurang kognitif, termasuk


109

defisit memori, kecuriga, delusi, halusinasi, fobia, obsesitas, pengalihan,

kurangnya persetujuan validasi, kebingung/disorientasi, perilaku ritualistik,

impulsivitas, dan perilaku sosial yang tidak tepat. Namun pada kasus Tn. M

tidak ditemukan data tersebut sehingga diagnosa perubahan proses pikir tidak

ditegakkan.

3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/ prosedur medis/

adanya rasa mual). Hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui

kateter, selang, jalur normal seperti muntah. Pengeluaran integritas pembuluh

darah, perubahan dalam kemampuan pembekuaan darah. Usia dan berat badan

yang berlebihan.

Menurut Carpenito (2001), kekurangan volume cairan adalah keadaan

di mana seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau

berisiko mengalami dehidrasi vaskular, interstisial atau intravaskular dengan

batasan karakteritik mayor yaitu ketidakcukupan masukan cairan oral,

keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran, penurunan berat badan,

kulit/membran mukosa kering dan batasan karakteristik minor yaitu

peningkatan natrium serum, penurunan haluaran urin atau haluaran urin

berlebih, urin memekat atau sering berkemih, penurunan turgor kulit dan

haus/mual/anoreksia. Namun pada kasus Tn. M tidak ditemukan data

tersebut sehingga diagnosa kekurangan volume cairan tidak ditegakkan.


110

4) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

gangguan aliran vena, dan arteri.

Menurut Carpenito (2001), perubahan perfusi jaringan parifer adalah

keadaan di mana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu

penurunan dalam nutrisi dan pernafasan pada tingkat selular disebabkan suatu

penurunan dalam suplai darah kapiler dengan batasan karakteristik mayor

yaitu klaudikasi, nyeri yang menyakitkan, nyeri istirahat, penurunan atau tidak

ada denyut nadi arteri, perunahan warna kulit, pucat, hiperemia reaktif,

sianosis, perubahan suhu kulit, lebih dingin, lebih hangat, penurunan

perubahan tekanan darah, pengisian kapiler kurang dari 3 detik dan batasan

karakteristik minor yaitu edema, perunahan dalam fungsi sensori, perubahan

dalam fungsi motorik, perubahan jaringan trofik, kuku keras, tebal,

kehilangan rambut, luka yang tidak sembuh. Namun pada saat dilakukan

pengkajian pada Tn. M tidak ditemukan data-data yang menunjang untuk

mengangkat diagnosa perubahan perfusin jaringan.

5) Kurang pengetahuan tentang kondisi / situasi, prognosis, kebutahan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan

interpretasi informasi. Tidak mengenal sumber informasi. Keterbatasan

kognitif.

Menurut Carpenito (2001), kurang pengetahuan adalah suatu keadaan

dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan

kognitif atau keterampilan-keterampilan psikomotor berkenaan dengan

kondisi atau rencana pengobatan dengan batasan karakteristik mayor


111

mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-

keterampilan/permintaan informasi, mengekspresikan suatu ketidakakuratan

persepsi status kesehatan, melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan

yang dianjurkan atau yang dinginkan dan batasan karakteristik minor yaitu

kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari-hari,

memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis (mis., ansietas,

depresi) mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi. Namun

pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. M tidak ditemukan data-data yang

menunjang untuk mengangkat diagnosa kurang pengetahuan.

4.2.2 Dalam kasus ini terdapat dua diagnosa tambahan yang tidak terdapat pada

teori tetapi terdapat pada kasus Tn. M dan teori :

1) Gangguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Menurut NANDA (2012), gangguan mobilitas fisik adalah

keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri dan terarah dengan batasan karakteristik yaitu penurunan

waktu reaksi, kesulitan membolak-balik posisi, melakukan aktivitas lain

sebagai pengganti pergerakkan (misalnya meningkatkan perhatina terhadap

aktivitas orang lain, menendalikan perilaku, fokus terhadap

ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit), dispnes setelah beraktivitas, perubahan

cara berjalan, pergerakan gemetar, keterbatasan kemampuan untuk melakukan

keterampilan motorik kasar, keterbatasan kemampuan untuk melakukan

keterampilan motorik halus, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor


112

akibat pergerakan, ketidakseimbangan postur, pergerakan lambat, dan

pergerakan tidak terkoordinasi.

Pada kasus Tn. M ditemukan data klien mengatakan nyeri bertambah saat

bergerak dan berkurang saat istirahat, terdapat balutan bekas operasi pada

perut sebelah kanan, tidak dapat miring kiri/kanan dengan sendiri, jika ingin

miring kiri/kanan klien di bantu keluarganya. Dari data tersebut menunjukkan

diagnosa gangguan mobilitas dapat di tegakkan.

2) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

Menurut NANDA (2012), resiko tinggi infeksi adalah keadaan di

mana seorang individu berisiko terserang oleh agens patogenik atau

oportunistik (visur, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-

sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen dengan faktor risoko

yaitu penyakit kronik, kanker, gagal ginjal, artritis, ganguan hematologis,

diabeter mellitus, gangguan hepatik, gangguan pernafasan, penyakit kpolagen,

gangguan yang diturunkan, alkoholisme, imunosupresi, imunodefisiensi,

perubahan atau insufiensileukosit, siskrasia darah, perubahan sistem

integumen,pemyskit priodontasl.Pada kasus Tn. M ditemukan Terdapat luka

bekas operasi pada abdomen dextra regio 9, suhu : 38,60C, Dari data tersebut

menunjukkan diagnosa resiko tinggi infeksi dapat ditegakkan

4.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses

keperawatan setelah merumuskan diagnosa keperawatan. Rencana


113

keperawatan yang dilakukan penulis sesuai dengan teori yang terdapat pada

Doenges (2014).

Namun, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang terdapat dalam

teori tetapi penulis tidak mencantumkan pada perencanaan intervensi

keperawatan Tn. M. Hal ini karena penulis menyesuaikan intervensi dengan

keadaan klien, belum kompeten melakukan tindakan, waktu serta keterbatasan

sarana dan prasarana yang ada.

4.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

Pada teori terdapat beberapa intervensi, namun penulis hanya

mengambil sebagian dari intervensi tersebut. Intervensi yang tidak diambil

tersebut adalah :

1) Catat umur dan berat pasien, masalah medis/ psikologis yang muncul kembali,

sensitivitas idiosinkratik analgesik dan proses intraoperasi (mis, ukuran/ lokasi

insisi, penggantian saluran, zat-zat anestesi) yang digunakan. Menurut

Doenges (2014), rasionalnya adalah pendekatan pada manajemen rasa sakit

pascaoperasi berdasarkan kepada faktor-faktor variasi multiple. Intervensi

tidak dilakukan karena telah dilakukan pada pengkajian awal.

2) Ulangi rekaman intraoperasi/ ruang penyembuhan untuk tipe anestesi dan

medikal yang diberikan sebelumnya. Menurut Doenges (2014), rasionalnya

adalah munculnya narkotik dan droperidol pada sistem dapat menyebabkan

analgesia narkotik dimana pasien dibius dengan Fluothane dan Ethrane yang

tidak memilki efek analgesik residual. Selain itu, intraoperasi blok regional/
114

lokal memiliki berbagai durasi, misalnya 1-2 jam untuk regional atau 2-6 jam

untuk lokal. Karena keterbatasan sarana dan prasarana.

3) Evaluasi rasa sakit secara regular (misal, setiap 2 jam x 12) catat karakteristik,

lokasi dan intensitas (skala 0-10). Menurut Doenges (2014), rasionalnya

adalah Sediakan informasi mengenai kebutuhan atau/ efektivitas intervensi.

Catatan: sakit kepala frontal dan/atau oksipital mungkin berkembang dalam

24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal. Karena sudah dievaluasi pada pada

saat mengevaluasi intervensi ke dua pada diagnosa nyeri akut, yaitu

mengevaluasi keluhan dan karakteristik nyeri.

4) Catat munculnya rasa cemas/ takut dan hubungkan dengan lingkungan dan

persiapan untuk prosedur. Menurut (Doenges 2014), rasionalnya adalah

Perhatikan hal-hal yang tidak diketahui (misal, hasil biopsi) dan persiapan

inadekuat (misal, apendektomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien

akan rasa sakit. Karena pada saat pengkajian klien mengatakan tidak cemas

lagi, klien sudah lega karena operasinya berjalan lancar.

5) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi

menurut Donges (2014), rasionalnya adalah ketidaknyamanan mungkin

disebabkan/diperburuk dengan penekanan pada kateter indwelling yang tidak

tetap, selang NGT, jalur parenteral (sakit kandung kemih, akumulasi cairan

dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/medikasi). Karena sudah dilakukan di

intervensi satu pada diagnosa nyeri akut yaitu kaji keluhan dan karakteristik

nyeri.
115

6) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan sesuai kebutuhan.

Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah pahami penyebab

ketidaknyamanan (misalnya sakit otot dari pemberian suksinilkolin dapat

bertahan sampai 48 jam) pascaoperasi, sakit kepala sinus yang diasosiasikan

dengan nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan emosional.

Karena sudah dilakukan di intervensi pertama pada diagnosa gangguan

mobilitas fisik yaitu kaji kemampuan klien dalam melakukan gerak.

7) Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi fowler, miring. Menurut

Doenges (2014), rasionalnya adalah mungkin mengurangi rasa sakit dan

meningkatkan sirkulasi. Posisi semi fowler dapat mengurangi tegangan otot

abdominal dan otot-otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi

tekanan dorsal. Karena sudah dilakukan pada diagnosa gangguan mobilitas

fisik.

8) Berikan perawatan oral regular. Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah

Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa

yang kering pada zat-zat anestesi, restriksi oral. Karena pasien tidak minum

obat oral.

9) Observasi efek analgesik. Menurut Doenges (2014), rasionalnya adalah

respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin

menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anestesi. Karena sudah

diobservasi pada saat melaksanakan intervensi kelima yaitu pemberian obat

sesuai atvis dokter.


116

10) Analgesik pasien dikontrol (ADP). Menurut Doenges (2014), rasionalnya

adalah penggunaan ADP mengharuskan instruksi secara detail pada metode

penggunaannya dan harus dipantau secara ketat namun dianggap sangat

efektif dalam mengatasi rasa sakit pascaoperasi dengan jumlah narkotik yang

lebih sedikit. Karena keterbatasan sarana dan prasarana.

11) Anestesi lokal, misalnya blok epidural. Menurut Doenges (2014), rasionalnya

adalah analgesik mungkin diinjeksikan kedalam lokasi operasi atau saraf ke

lokasi yang mungkin tetap terlindung pada pascaoperasi yang segera untuk

mencegah rasa sakit. Karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam

melakukan tindakan tersebut.

4.4 Implementasi

Tahap implementasi penulis akan melaksanakan perencanaan yang telah

disusun pada tahap pengumpulan data, pelaksanaan asuhan keperawatan yang

dilakukan penulis disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah dibuat.

Namun dari semua perencanaan yang dibuat terdapat beberapa intervensi yang

tidak dapat dilakukan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan keterbatasan

sarana dan prasarana dan waktu yang penulis miliki. Dalam melakukan

implementasi penulis tidak mendapatkan hambatan yang berarti, semua

intervensi dapat terlaksana dengan melibatkan klien dan keluarganya, klien

bersikap terbuka, kooperatif dan mudah diajak kerjasama, mudah menerima

penjelasan dan saran, dan klien berpartisipasi aktif dalam tindakan keperawatan.
117

4.5 Evaluasi

Tahap ini adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang telah

dilakukan selama dua hari dari tanggal 06 sampai dengan 07 Juli 2017 pada Tn.

M dengan post operasi hernia inguinalis dan berdasarkan tujuan dan kriteria

hasil yang telah ditetapkan pada perencanaan, penulis dapat menyimpulkan

evaluasi hasil pada tanggal 07 Juli 2017 tidak ada masalah/diagnosa yang tidak

teratasi dan terdapat tiga masalah/diagnosa yang teratasi yaitu diagnosa nyeri

akut berhubungan dengan insisi bedah, gangguan mobilitas berhubungan dengan

kelemahan fisik, resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi. Ketiga

diagnosa tersebut dapat teratasi sesuai dengan kriteria hasil yang telah di

tetapkan.

Didasarkan pada uraian di atas didapatkan bahwa dengan penerapan

asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien akan membantu

menyelesaikan masalah-masalah keperawatan yang ada.


BAB 5
PENUTUP

Bab ini penulis akan membahas tentang hasil pelaksanaan asuhan

keperawatan pada Tn. M dengan hernia inguinalis penulis akan menyimpulkan

beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan landasan teori dan tujuan yang telah

ditetapkan. Penulis juga mengemukakan saran demi perbaikan asuhan

keperawatan khususnya pada klien dengan hernia inguinalis.

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan Hernia

Inguinalis selama tiga hari sejak tanggal 05 sampai dengan 07 Juli 2017 di

Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut :

5.1.1 Pelaksanaan proses keperawatan kepada Tn. M dengan hernia inguinalis

dimulai dari pengkajian, menentukan masalah/ diagnosa, menyusun

rencana, mengimplementasikan dari rencana yang telah disusun dan

mengevaluasi dari hasil implementasi tersebut.

5.1.2 Dalam melaksanakan proses keperawatan banyak terdapat kesenjangan

antara teori dan praktek yaitu pada pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi, dan evaluasi.

5.1.3 Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terdapat faktor pendukung dan

penghambat. Faktor pendukung adalah sikap kooperatif, bersedia dan

berperan serta selama pemberian asuhan keperawatan. Selain itu, dari

pihak rumah sakit memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengaplikasikan hal yang telah dipelajari selama proses perkuliahan ke


119

dalam bentuk asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien Tn. M

selama 3 hari yaitu sejak tanggal 05 sampai dengan 07 Juli 2017.

Sedangkan yang menjadi faktor penghambat adalah keterbatasan penulis

dalam hal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki serta fasilitas yang

kurang mendukung untuk dilakukannya asuhan keperawatan.

5.1.4 Pemecahan masalah pada klien Tn. M dengan hernia inguinalis dilakukan

dengan melaksanakan intervensi-intervensi yang telah direncanakan yang

terdiri dari diagnostik, terapeutik, edukatif dan kolaboratif dengan tim

kesehatan lainnya.

5.2 Saran

Saran diberikan bagi pihak-pihak yang berkaitan langsung ataupun

tidak langsung dalam asuhan keperawatan pada Tn. M dengan hernia

inguinalis dengan melihat pentingnya asuhan keperawatan yang diberikan

secara komprehensif, dimana penulis menyampaikan beberapa saran yang

membangun yaitu :

5.2.1 Bagi Penulis

Penulis memperoleh wawasan tentang hernia inguinalis baik dari

konsep medis dan konsep keperawatan yang dapat penulis pergunakan

dalam memberikan asuhan keperawatan yang dapat dijadikan sebagai

sumber ilmu dan wawasan penulis, sehingga penulis mengetahui tentang

penanganan, penyebab dari hernia inguinalis.

5.2.2 Bagi Pendidikan

Laporan Tugas Akhir Asuhan keperawatan pada klien Tn. M

dengan hernia inguinalis dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi


120

mahasiswa yang di lahan praktek, khususnya dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien dengan hernia inguinalis sehingga mahasiswa

mempunyai pengetahuan tentang masalah pada kasus hernia inguinalis.

5.2.3 Bagi Profesi Perawat

Diharapkan Laporan Tugas Akhir dapat memberikan informasi dan

pengetahuan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan

hernia inguinalis sehingga sehingga bisa melakukan asuhan keperawatan

dengan efektik dan efesien.

5.2.4 Bagi Rumah Sakit

Dalam menyelesaikan masalah kesehatan klien di rumah sakit,

hendaknya dilakukan secara bersama-sama dengan tim kesehatan lain

yang ada di rumah sakit agar pemecahan masalah klien dapat diselesaikan

secara efektif dan efesien dan rumah sakit menambah tenaga kesehatan

yang ada di rumah sakit dan meningkatkan fasilitas yang ada di rumah

sakit sehingga meningkatkan kesembuhan kepada penderita pada pasien

dengan hernia inguinalis.


121

DAFTAR PUSTAKA

Ayusafitri. 2015. Gangguan Sistem Pencernaan. Diakses pada tanggal 03 Agustus

2017 dari http://myayusafitri/makalah-gangguan-sistem pencernaan.

Budiono & Pertami B. Sumirah. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta.

Bumi Medika.

Carpenito, Lynda Jual. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi VI.

Jakarta : EGC.

Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Doenges ME, Moorhouse MF, & Geissler AC. 2014. Rencana Asuhan

Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hidayat, A. Aziz. 2002. Penghantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta:

EGC.

Kasron Nuha Medika. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler.

Yogyakarta.

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta :

EGC.

Notoatmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakatra: Rineka Cipta.

Nuratif Huda. A & Kusuma Hardhi. 2015. Aplikai Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medisdan Nanda Nic-Noc. Edisi revisi jilid 2.

Jogyakarta. Mediaction.

Nurjannah, Intansari. Aplikasi Proses Keperawatan.Mocomedika : Jakarta. 2005.


122

Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :

Salemba Medika.

Morton GP, Fontaine D, Hudak MC & Gallo MB. 2014. Keperawatan Kritis.

Volume 1. Edisi 8. Jakarta. EGC.

Sani Rachman’s House. 2009. Hernia. Diakses pada tanggal 26 Juli 2017 dari

http://sanirachman/hernia-definisi-hinggapenatalaksanaan.html?m=1.

Sjamsuhidayat.R, Karnadiharja Warko, Prasetyono Theddeus, & Rudiman Reno.

2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Slone Ethel. 2014. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.

Smeltzer SC,& Bare BG. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume

2. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Sumarwati. M. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014. Jakarta. EGC