Makalah Fikih Kepemilikan Mti

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FIKIH

TENTANG

“KEPEMILIKAN ( MILKIYYAH ) “

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

1. ASHIFA

2. ZAHRA NUR FADHILLAH

3. YUSI ILMIDA FITRI

XII IPA

GURU PEMBIMBING : DESMAWATI

MAS.TI PANINGGAHAN

TAHUN AJARAN 2023 / 2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “KEPEMILIKAN ( MILKIYYAH )” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Fikih. Kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami
juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu
dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kepemilikan............................................................................................................. 3
B. Akad......................................................................................................................... 9
C. Iḥ yā ’ul Mawā t ........................................................................................................ 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam telah mengatur tatanan kehidupan bagi pemeluknya. Khususnya

dalam hubungan antara manusia dengan manusia yang lain yang disebut dengan

muamalah. Dalam fikih muamalah banyak menjelaskan hal-hal penting dalam

kehidupan manusia. Hubungan antara manusia satu dengan manusia lain dalam

memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang mewajibkan hak dan

kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat

kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya lazim disebut

dengan proses berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah

yang sudah ditakdirkan oleh Allah , karena itu merupakan kebutuhan manusia

sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang

komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad

untuk dapat diimplementasikaan dalam setiap masa. Salah satunya dalam hal

kepemilikan hak dan akad.

Kepemilikan terhadap harta yang didalam Islam diatur dan diarahkan untuk

kemaslahatan. Hal ini terkait dengan konsep hal milik dalam Islam yang

memberikan batasan-batasan bagi pemilik harta baik dari cara perolehnya

maupun cara pembalanjaannya. Karena itulah dalam Islam perlindungan

1
terhadap harta menjadi salah satu tujuan disyariatkan dalam hukum Islam yang

utama selain perlindungan terhadap agama Islam, jiwa, akal dan kehormatan.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian kepemilikan dalam Islam ?

2. Apa sebab, macam, ihrazul mubahat dan khalafiyah, ihyaul mawat dan hikmah

dalam kepemilikan ?

3. Pengertian akad dalam Islam ?

4. Apa rukun, syarat, macam, dan hikmah akad ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepemilikan

1. Pengertian dan dasar kepemilikan

Mikiyah menurut bahasa berasal dari kata milku artinya sesuatu yang berada

dalam kekuasaanya, sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu harta

atau barang yang secara hukum dapat dimilik oleh seseorang untuk

dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada

orang lain.

Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa arab al-milk yang berarti

penguasaan terhadap sesuatu. Al-milk juga berarti sesuatu yang dimiliki

(harta). (Mas’adi, 2002: 53) Milik juga merupakan hubungan seseorang

dengan sesuatu harta yang diakui oleh syara’. Secara terminologi defenisi al-

milk adalah

3
Adapun menurut ulama fikih adalah kekhususan seorang pemilik terhadap

sesuatu untuk dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i.

Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat

melakukan sendiri tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dan

dapat dinikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak. Islam

mengajarkan bahwa hak milik memiliki fungsi sosial. Artinya terdapat

kepentingan orang lain atau kepentingan umum yang harus diperhatikan.

Lebih dari itu bahwa milik pada hakikatnya hanyalah merupakan titipan dari

Allah sehingga perlakuan terhadap kepemilikan harus mengindahkan aturan

dari pemiliknya yang asli.

2. Sebab-Sebab Kepemilikan

Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam harus jelas status

kepemilikannya, karena dalam kepemilikan itu terdapat hak-hak dan

kewajiban terhadap barang atau jasa, misalnya dalam waktu tertentu.

Kejelasan status kepemilikan dapat dilihat melalui sebab-sebab berikut:

a) Disebabkan ihrasul mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki)

Barang atau benda tidaklah benda yang menjadi hak orang lain dan

tidak ada

larangan hukum agama untuk diambil sebagai milik. Misal: ikan

4
disungai, ikan

dilaut, hewan buruan, burung-burung dialam bebas air hujan dan lain-

lainnya.

b) Disebabkan Al uqud , barang yang dimiliki karena melalui akad.

Misal: lewat jual beli, sewa-menyewa, pemberian dan lainnya.

c) Disebabkan khalafiyah, barang atau benda yang dimiliki karena

berupa warisan. Misal: mendapat bagian harta dari orang tua,

mendapat barang dari ahli waris dan lain-lainya

d) Disebabkan tawallud min mamluk (baranak pinak) yaitu tidak bisa

diganggu siapapun. Misal: telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari

sapi yang dimiliki, dan lainnya.

3. Macam-Macam Kepemilikan

Menurut pandangan Islam bahwa hak milik itu dapat dibedakan menjadi

beberapa macam, diantaranya:

a. Kepemilikan penuh (milk-tam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan

terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara

hukum.

b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau

barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.

5
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau

barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara

hukum untuk menguasai harta itu.

Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi:

a. Hak milik pribadi (individu), Islam membolehkan hak individu terhadap

harta benda dan membenarkan pemelikan semua yang diperoleh secara halal

dimana seseorang mendapatkan sebanyak harta yang diperoleh. Menurut

pengetahuan, kemahiran, dan tenaga dengan menggunakan cara-cara yang

bermoral dan tidak anti sosial. Hak milik individu merupakan sesuatu yang

mendasar, bersifat permanen. Melekat pada eksistensi manusia dan bukan

merupakan fenomena sementara. Sedemikian Islam menghargai hak milik

individu, sampai-sampai harta mas kawin dalam pernikahan yang gagal

(dengan persyaratan tartentu) harus dikembalikan kepada yang punya.

b. Hak milik umum, Konsep hak milik umum mula-mula digunakan dalam

Islam dan tidak terdapat dalam masa sebelumnya. Semua harta dan kekayaan

milik masyarakat yang memberikan pemilikan atau pemanfaatan atas

berbagai macam benda yang berbeda-beda kepada warganya. Pembagian

mengenai harta yang menjadi milik masyarakat dengan milik individu secara

keseluruhan berdasakan kepentingan umum.

c. Hak milik negara, Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum.

6
Tetapi dalam pengelolahan hak yang mengelola adalah pemerintah.

Contohnya: gedung sekolah negeri, gedung pemerintahan, hutan dan lainnya.

4. Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah

Ihrazul mubahat adalah bolehnya seseorang memiliki harta yang tidak

bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau kelompok). Syarat Ihrazul

mubahat adalah sebagai berikut:

a. Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memiliki.

b. Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk

dimilikinya.

Contoh: burung yang menyasar dan masuk ke rumah.

Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat

yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak. Macam-macam

Khalafiyah:

a. Khalafiyah Syakhsyun ‘an Syakhsin (seseorang terhadap seseorang) adalah

kepemilikan suatu harta dari harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya,

sebatas memiliki harta bukan mewarisi hutang pewaris.

b. Khalafiyah Syai’un Sya’in (sesuatu terhadap sesuatu) adalah kewajiban

seseorang untuk mengganti harta/barang milik orang lain yang dipinjam

karena rusak atau hilang sesuai harga barang tersebut.

7
5. Ihyaul Mawat

Ihyaul Mawat adalah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang

belum ada pemiliknya. Misalnya membuka hutan untuk lahan pertanian,

menghidupkan lahan tidur menjadi produktif yang berasal dari rawa-rawa

yang tidak produktif atau tanah tidur lainnya agar menjadi tanah produktif.

Menghidupkan lahan yang mati hukumnya boleh. Syarat membuka lahan

baru:

a. Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluan saja, apabila lebih

orang lain boleh mengambil sisanya.

b. Adanya kesanggupan dan alat untuk meneruskannya, bukan semata-mata

sekedar untuk menguasai tanahnya saja.

Hikmah Ihyaul Mawat adalah sebagai berikut:

a. Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.

b. Munculnya kemandirian dan percaya diri bahwa di dalam jagad raya ini

terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan hidup.

c. Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada

Allah Swt.

6. Hikmah Kepemilikan

Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam Islam, antara

8
lain sebagai berikut:

a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.

c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.

d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.

B. AKAD

1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad

Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat, menyambung, atau

menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad sama dengan perjanjian.

Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut

bahasa akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang

menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu

perbuatan. Contohnya: akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.

Dasar hukum dilakukan akad adalah:

9
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan

bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian

itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-

Nya.” (QS. Al-Maidah: 1)

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau

akad itu hukumnya wajib.

2. Rukun Akad

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah ijab dan qabul,

sedangkan menurut ahli-ahli hukum Islam kontemporer, unsur yang

membentuk akad dan menjadi rukun akad itu adalah sebagai berikut:

a. Para pihak yang membuat akad. Dua orang atau lebih yang melakukan

akad.

b. Pernyataan kehendak para pihak akad (ijab qabul). Dengan demikian ijab

qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu

keridhaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar

atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.

10
c. Objek akad (ma’qud ‘alaih), benda-benda yang diakad, seperti benda-benda

yang dijual dalam akad jual beli.

3. Syarat Akad

Syarat dalam akad adalah sebagai berikut :

a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain: berakal, baligh, mumayis dan

orang yang dibenarkan secara hukum.

b. Syarat barang yang diakadkan antara lain: bersih, dapat dimanfaatkan,

milik orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.

c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan

yang bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung

jawab.

4. Macam-Macam Akad

Ada beberapa macam akad antara lain:

a. Akad lisan, akad terjadi apabila ijab dan qabul dinyatakan secara lisan oleh

pihak-pihak yang bersangkutan.

b. Akad isyarat, apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ijab dan qabul

dengan perkataan karena bisu, maka akad dapat menggunakan isyarat.

c. Akad tulisan, akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada

kertas bersegel atau akad melalui akta notaris.

d. Akad perantara utusan (wali), akad dilakukan melalui utusan atau wakil

11
kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberian mandat.

e. Akad ta’ati (saling memberikan), akad yang berjalan secara umum.

5. Hikmah Akad

Hikmah akad dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:

a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi.

b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.

c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.

d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.

e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

C. AKAD IḤ YĀ ’UL MAWĀ T (MEMBUKA LAHAN MATI)

1. PENGERTIAN

Ihya al-mawat adalah dua lafadz yang menunjukkan satu istilah dalam Fiqh

yang mempunyai maksud tersendiri. Bila diterjemahkan secara literer ihya

berarti menghidupkan dan mawat berasal dari maut yang berarti mati atau

wafat. Pengertian al-mawat menurut al-Rafi’i ialah:

‫االرض التى المالك لها وال ينتفع بها احد‬

Artinya: “Tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada yang

memanfaatkannya seorang pun.”

Menurut Imam al-Mawardi dalam kitab Al-Iqna’ al-Khatib, yang dimaksudkan

dengan al-mawat menurut istilah adalah:

12
‫هو الذى لم يكن عامرا وال حريمالعامر قرب من العامر اوبعد‬

Artinya: “Tidak ada yang menanami, tidak ada halangan karena yang

menanami, baik dekat dari yang menanami maupun jauh.”

Menurut Syaikh Syibab al-Din Qalyubi wa Umairah dalam kitabnya Qalyubi

wa Umairah bahwa yang dimaksudkan dengan Ihya al-mawat adalah:

‫عمارة االرض التى لم تعمر‬

Artinya: “Menyuburkan tanah yang tidak subur.”

2. DASAR HUKUM IHYA AL-MAWAT

Rujukan (sumber hukum) yang dipakai oleh para ulama mengenai ihya a-

mawat adalah al-Hadis, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

dari Aisyah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda:

‫من عمر ارضا ليست ال حد فهو احق بها‬

Artinya: “Barangsiapa yang membangun sebidang tanah yang bukan hak

seseorang, maka dialah yang berhak atas tanah itu.”

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Samurah Ibn

Jundab r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫من احاط حاىطا على ارض فهى له‬

Artinya: “Barangsiapa yang telah membuat suatu dinding di bumi, itu berarti

telah menjadi haknya.”

13
Juga hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i bahwa Nabi SAW

bersabda:

‫من احيا ارضاميتة فله فيها اجر وما اكلت العوا فى منها فهوله صدقة‬

Artinya: “Barangsiapa yang membuka tanah yang belum dimiliki seseorang,

maka dia mendapat ganjaran dan tanaman yang dimakan hewan adalah

shadaqah.”

Dengan adanya hadis-hadis tersebut, para ulama berbeda pendapat

mengenai hukum asal ihya al-mawat. Sebagian ulama berpendapat bahwa

hukumnya adalah ja’iz (boleh) dan sebagian ulama lagi berpendapat sunnat.

3. SYARAT-SYARAT IHYA AL-MAWAT

Lahan (tanah) boleh dianggap tak bertuan dengan syarat bahwa tanah

tersebut jauh dari bangunan perumahan (lingkungan masyarakat), sehingga

di tanah itu tidak ada fasilitas bangunan dan tidak ada dugaan ada orang yang

menghuninya.

Untuk mendasari hak pembukaan lahan (tanah) kosong tersebut kembali

kepada adat kebiasaan yang berlaku, terutama untuk mengetahui pengertian

jauh dari bangunan perumahan.

4. MACAM-MACAM HARIM

Harim ma’mur artinya sesuatu yang dilarang dikuasai oleh seseorang atau

14
apa-apa yang dihajati untuk penyempurnaan manfaat yang diambil (didapat)

pada tanah yang diusahakan. Harim itu ada bermacam-macam, yaitu sebagai

berikut:

a) Harim kampung, ialah lapangan atau alun-alun tempat rekreasi, pacuan

kuda, pasar, tanah lapang, tempat pemandian, tempat keramaian, dan lain-

lain.

b) Harim perigi (telaga), yang digali di tanah yang mati (yang baru

diusahakan) ialah tempat kubangan ternak, termasuk tanah yang di

sekitarnya, seperti tempat penambatannya atau tempat pancuran air

mengalir (comberan), timba, dan lain-lain.

c) Harim rumah, ialah tempat pembuangan sampah dan lain-lainnya.

Adapun perigi yang baru digali, harimnya ialah 25 hasta sekelilingnya. Kalau

perigi sudah lama ada (sebelum) Islam, harimnya ialah 50 hasta sekitarnya.

5. CARA-CARA IHYA AL-MAWAT

Cara-cara menghidupkan tanah yang mati atau dapat juga disebut dengan

memfungsikan tanah yang disia-siakan bermacam-macam. Perbedaan cara-

cara ini dipengaruhi oleh adat dan kebiasaan masyarakat. Cara-cara ihya al-

mawat adalah seperti berikut:

a) Menyuburkan - cara ini digunakan untuk daerah yang gersang, yakni

daerah yang tanaman tidak dapat tumbuh, maka tanah tersebut diberi pupuk,
15
baik pupuk dari pabrik maupun pupuk kandang sehingga tanah itu dapat

mendatangkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

b) Menanam – cara ini dilakukan untuk daerah-daerah yang subur, tetapi

belum dijamah oleh tangan-tangan manusia. Sebagai tanda tanah itu telah

ada yang memiliki, maka ia ditanami dengan tanam-tanaman, baik tanaman

untuk makanan pokok, mungkin juga ditanami pohon-pohon tertentu secara

khusus, seperti pohon jati, karet, kelapa, dan pohon-pohon lainnya.

c) Menggarisi atau membuat pagar – hal ini dilakukan untuk tanah kosong

yang luas sehingga tidak mungkin untuk dikuasai seluruhnya oleh orang yang

menyuburkannya, maka dia harus membuat pagar atau garis batas tanah

yang akan dikuasai olehnya.

d) Menggali parit – yaitu membuat parit di sekeliling kebun yang dikuasainya,

dengan maksud supaya orang lain mengetahui bahwa tanah tersebut sudah

ada yang menguasai sehingga menutup jalan bagi orang lain untuk

menguasainya.

6. PEMBAGIAN TANAH

Membagi-bagikan tanah dibolehkan menurut ajaran Islam, asal saja tanah itu

belum menjadi milik seseorang atau suatu lembaga, misalnya tanah yang

dikuasai oleh negara. Penguasaan tanah ini tergantung pada kebijakan

16
pemerintah, apakah akan dimanfaatkan melalui perusahaan-perusahaan

negara atau akan dibagi-bagikan kepada rakyat.

Menurut Qadhi Iyadh yang dimaksudkan dengan al-iqtha (membagi-bagi

tanah) adalah pemberian pemerintah dari harta Allah kepada orang-orang

yang dianggap pantas untuk itu, dengan cara seperti berikut:

a) Sebagian tanah dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang dapat

(mampu) memanfaatkannya dan menjaganya. Tanah itu merupakan hak

miliknya supaya dikelola demi mencukupi kebutuhannya.

b) Hak guna usaha, yaitu tanah tersebut diberikan kepada orang-orang

tertentu yang layak dan mampu memfungsikannya. Hasilnya untuk

pengelola, tetapi tanah tersebut bukan atau tidak menjadi hak milik.

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mikiyah menurut bahasa berasal dari kata milku artinya sesuatu yang berada

dalam kekuasaanya, sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau

barang yang secara hukum dapat dimilik oleh seseorang untuk dimanfaatkan

dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain. Adapun

menurut ulama fikih adalah kekhususan seorang pemilik terhadap sesuatu untuk

dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i. Milik adalah penguasaan

terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan terhadap

sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat dinikmati manfaatnya apabila tidak

ada halangan syarak. Hikmah Kepemilikan:

a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.

c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.

d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.

Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat, menyambung, atau

menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad sama dengan perjanjian. Akad

menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut bahasa

akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan)

18
dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan.

Hikmah akad dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:

a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi.

b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.

c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.

d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.

e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

Ihya al-mawat adalah dua lafadz yang menunjukkan satu istilah dalam Fiqh yang

mempunyai maksud tersendiri. Bila diterjemahkan secara literer ihya berarti

menghidupkan dan mawat berasal dari maut yang berarti mati atau wafat

B. SARAN

Kami selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah ini diharapkan

agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Pengertian Kepemilikan,

Akad, Dan Iḥ yā ’ul Mawā t.

C.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, Akad dan Produk Bank syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.

Basyir. Ahmad Azhar, Asas-Asas Hukum Muamalat. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,

2000.

Ghazaly. Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Predana Media Group,

2010.

Ghofur Anshori. Abdul, filsafat hukum hibah dan wasiat di Indonesia. Yogyakarta:

Gadjah

Mada University Press, 2011.

Kementerian Agama Islam RI, Fikih kurikulum 2013 MA kelas X. Jakarta: Kementerian

Agama, 2014.

Rahman. Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Suhendi. Hendi, Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Wali Pers, 2012.

20

Anda mungkin juga menyukai